Oleh:
Nama : Ghalib Nur Husein
NIM :
Kelas : V (Lima) C
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberi
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyusun Penelitian yang berjudul
“Analisis Retorika Dalam Podcast Habib Husein Ja’far.”
1. Ibu Lusi Komala sari, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu pada mata
kuliah Retorika.
2. Keluarga tercinta yang telah mendukung.
3. Rekan-rekan yang mengikuti mata kuliah Retorika.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Jenis Penelitian............................................................................. 9
B. Pendekatan Penelitian.................................................................. 9
C. Sumber dan Jenis Data................................................................. 9
D. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 9
E. Analisis Data................................................................................ 10
BAB V SIMPULAN..............................................................................
A. Simpulan...................................................................................... 15
B. Saran............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi ujaran yang bersifat arbitrer atau
sewenang-wenang menurut Subroto dalam (Muhammad, 2011:40). Sejalan
dengan pendapat tersebut, bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Muhammad, 2011:40). Dapat
disimpulkan bahwa secara substansi bahasa merupakan lambang bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia untuk bersosialisasi. Dengan bahasa, manusia
mampu berkomunikasi, sekaligus dapat mengekspresikan jati diri manusia.
Bahasa memiliki peran penting dalam hal berkomunikasi. Tidak jarang
seseorang dalam menggunakan bahasa terkadang terlalu panjang dan rumit,
namun tidak sedikit pula seseorang yang menggunakan bahasa dengan kosakata
yang terbatas. Tidak tertutup kemungkinan bahwa bahasa sangat berperan penting
dalam segala kegiatan masyarakat, seperti halnya keterampilan berbicara atau
retorika.
Uraian sistematis retorika pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah
koloni Yunani yang diperintah para tiran di Pulau Sicilia. Para tiran senang
menggusur tanah rakyat. Hal tersebut membuat rakyat harus berjuang untuk
mendapatkan kembali haknya. Rakyat tidak pandai berbicara sehingga tidak dapat
meyakinkan mahkamah. Corax pun menulis makalah terkait retorika untuk
membantu rakyat dalam memenangkan haknya di pengadilan. Makalah tersebut
diberi nama Techne logon (seni kata-kata). Makalah tersebut berisi tentang
“teknik kemungkinan”. Corax juga meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia
membagi pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan
tambahan, dan kesimpulan (Rahmat, 2012:03). Hendrikus (1991:14) mengatakan
bahwa dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang
dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini
bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi,
1
melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas,
padat, dan mengesankan.
Dalam beretorika, seseorang harus memiliki kemampuan berbicara yang
harus diimbangi dengan pengetahuan dan latihan. Sejalan dengan Keraf (2010:3),
retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun
tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Retorika dan
calon pemimpin memang merupakan dua hal yang saling berkaitan. Retorika yang
dimaksud adalah ketika calon pemimpin menyampaikan pidato dan kebijakannya
di depan masyarakat baik secara bahasa verbal maupun nonverbal hingga
masyarakat menangkap gagasan tersebut logis menurut mereka. Dalam realitanya,
retorika sangat berhubungan erat dengan politik. Sejak awal penggunaannya
digunakan sebagai alat propaganda politik dan digunakan sebagai alat kampanye
baik oleh partai, organisasi, media, hingga negara. Kegiatan tersebut sering
dilakukan oleh para calon kandidat pilkada atau partai politik yang menaunginya.
Ajang kampanye memang merupakan kesempatan emas bagi para calon kandidat
guna menanamkan pengaruh dan simpati di kalangan masyarakat terkait program-
program yang diusung bersama partai politik yang dinaunginya untuk
menariksebanyak-banyaknya simpati dari masyarakat melalui keterampilan
mereka dalam beretorika.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti menentukan rumusan
masalah penelitian, yaitu
1. Bagaimana retorika yang disampaikan oleh Habib Husein Ja’far?
2. Bagaimana pola pesan dari podcast Habib Husein Ja’far ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk:
1. Untuk mengetahui retorika yang disampaikan Habib Husein Ja’far.
2. Untuk mengetahui pola pesan dari podcast Habib Husein Ja’far.
2
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
berkomunikasi, teristimewa komunikasi verbal yang disampaikan oleh seseorang
(rhetor) yang bertindak sebagai komunikator (sekaligus orator-per-suader) kepada
sekumpulan orang yang bertindak sebagai komunikan (audience) sebagaimana
lazim dijumpai pada penyampaian pidato. Komunikasi dalam hal hubungan ini
lebih dipandang sebagai suatu keterampilan praktis, yakni penyampaian pesan
untuk meyakinkan atau mempengaruhi orang lain. Fokus dari pengetahuan yang
dipelajari dalam retorika adalah bagaimana komunikator mengembangkan
startegi-strategi tertentu dalam menyampaikan pesan-pesan kepada komunikan
(audience).
Salah satu aliran retorika yang terkenal adalah karya Aristoteles yang
menjelaskan bahwa retorika pada dasarnya merupakan bagian dari cara-cara
persuasi. Menurutnya, terdapat tiga hal penting dalam melakukan retorika, yaitu:
ethos, pathos, dan logos. Ethos merujuk pada karakter, intelegensi, dan niat baik
yang dipersepsikan dari seorang pembicara ketika hal-hal ini ditunjukan melalui
pidatonya. Eugene Ryan (1984) menyatakan bahwa ethos merupakan istilah yang
luas yang merujuk pada pengaruh timbal balik yang dimiliki oleh pembicara dan
pendengar terhadap satu sama lain. Logos adalah bukti-bukti logis yang
digunakan oleh pembicara–argumen mereka, rasionalisasi, dan wacana. Bagi
Aristoteles, logos mencakup penggunaan beberapa praktik termasuk
menggunakan klaim logis dan bahasa yang jelas. Menggunakan frase-frase puitis
berakibat pada kurangnya kejelasan dan kealamian. (West dan Turner, 2014:6).
Sedangkan pathos berkaitan dengan emosi yang dimunculkan dari para
pendengar.
5
pidato), kanon gaya (pemilihan kata, penggunaan perumpamaan, dan kepantasan),
kanon penyampaian (presentasi non-verbal dari ide-ide seorang pembicara) dan
ingatan (menyimpan penemuan, pengaturan, dan gaya di dalam benak pembicara).
Dengan demikian teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan
Luckmann tidak memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang
berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas (Bungin, 2014:207).Ketika
masyarakat semakinmodern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas
Peter L. Berger dan Luckmann ini memiliki kemandulan dan ketajaman atau
dengan kata lain tak mampu menjawab perubahan zaman. Sehingga posisi
“konstruksi sosial media massa” adalah mengkoreksi substansi kelemahan dan
melengkapi “konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh
kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan “konstruksi sosial media
massa” atas konstruksi sosial atas realitas” (Bungin, 2014:207).
Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua
model:Pertamaadalah model peta analog, dimana realitas sosial dikonstruksi oleh
media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi
secara rasional. Realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas dibangun
berdasarkan konstruksi sosial media massa, seperti sebuah analogi kejadian yang
seharusnya terjadi, bersifat rasional dan dramatis. Kedua,model refleksi realitas.
Model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan
suatu kehidupan yang pernah terjadi dalam masyarakat.Substansi “teori konstruksi
sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga
6
konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata.
Realitas terkonstruksi yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa
cenderung aprirori dan opini massa cenderung sinis.Posisi “konstruksi sosial
media massa” adalah mengkoreksi substansi kelemahan dan melengkapi
“konstruksi sosial atas realitas”, dengan menempatkan seluruh kelebihan media
massa dan efek media pada keunggulan “konstruksi sosial media massa” atas
“konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses simultan yang digambarkan di atas
tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuknya proses tersebut melalui
beberapa tahap penting. (Bungin, 2017:183)
B. Retorika
Retorika yang dalam bahasa Inggrisnya rhetoric berasal dari bahasa latin
yakni Rethorika yang berarti ilmu berbicara atau seni bicara. Cleanth Brooks dan
Robert Penn Warren dalam bukunya yang berjudul “Modern Rethoric“
mendefinisikanya sebagai “ The art using language effectively atau seni
penggunaan bahasa secara efektif (Moede, 2002: 38). Retorika atau public
speaking merupakan ilmu berbicara di depan umum, berani berbicara di depan
publik dalam rangka komunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), retorika berarti (1) ketrampilan berbahasa secara efektif, (2) studi tentang
pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang, (3) seni berpidato
yang muluk-muluk dan bombastis.
7
berkomunikasi, yaitu dengan menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki
kepribadian yang terpercaya dan pengetahuan yang luas; b) Pathos (emotional),
yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatn
“psikologi massa”, oleh karenanya kita harus dapat “mempermainkan” perasaan
pendengar; c)Logos (logical), yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan
oleh pembicara dengan benar, dalam arti memiliki bukti dan contoh yang konkret
pada khalayak (Rahmat, 1998:7).
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa (linguistic), khususnya ilmu bina
bicara (sprecherziehung). Retorika sebagai ilmu bicara ini mencakup:
a) Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni bicara secara monolog. Dalam
monologika hanya satu orang yang berbicara kepada seorang lain atau
kepada sekelompok orang dan bersifat satu arah. Bentuk-bentuk yang
tergolong dalam monologikaadalah pidato dan ceramah.
b) Dialogika
Dialogika adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, di mana dua
orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses
pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya
jawab, percakapan, dan debat.
c) Pembinaan
Teknik Bicara Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga
pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh
karena itu, pembinaan teknik bicara merupakan bagian penting dalam
retorika. Dalam hal ini perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik
bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca, dan bercerita.
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
9
diteliti. Adapun tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
Dokumentasi. Dokumentasi yaitu pencarian data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen, agenda dan sebagainya (Arikunto dan Suharsimi, 2002 : 206).
Menurut Winarno Surakhmad, pengertian dokumentasi adalah sebagai laporan
tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran
terhadap peristiwa itu, ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau
merumuskan keterangan mengenai peristiwa tersebut. Dalam teknik
dokumentasi penulis mendapatkan dokumen berupa video yang diperoleh
pada saat program acara ditayangkan.
E. Analisis Data
Menurut Bogdan & Biklen yang dikutip oleh Imam Gunawan analisis data
adalahproses pencarian dan pengaturan secara sistematik hasil wawancara,
catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan
menyajikan apa yang ditemukan (Gunawan, 2013:210). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan analisis data kualitatif menurut Miles & Huberman yang
dikutip oleh Sugiyono yang mengemukakan tiga tahapan yang harus dikerjakan
dalam menganalisis data penelitian kualitatif yaitu :
a) Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
b) Display Data (penyajian data)
Setelah mereduksi data langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchartdan sejenisnya. Yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data kualitatif adalah dengan
teks yang bersifat naratif.
10
c) Conclution Drawing/verification
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif Miles and Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan verifikatif. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2014:247-253).
11
BAB IV
Ethos
Dalam pernyataan Biksu Zhuan Xie ini, terlihat usaha untuk membangun
logika dari ungkapan yang dilontarkan, sesuai dengan kewajiban dari tugasnya
sebagai seorang Biksu. Zhuan Xie memiliki kredibilitas sebagai orang yang
berkewajiban menjelaskan ajaran Budha kepada orang lain, dengan
memperlihatkan raut muka yang santai juga dengan sesekali menggerakan tangan
dan mengarahkan audiens memahami realita yang terjadi sesuai dengan
pemahaman subjek penelitian.
Logos
Zhuan Xie, dalam pernyataan ini tidak menggunakan pesan yang rasional
yang disertai bukti-bukti dan fakta yang jelas dan benar tetapi melalui perumpaan.
Hal ini diperlihatkan Zhuan Xie saat membahas perbedaan diantara orang-orang
internal Budha di mana strategi yang digunakan Zhuan Xie dalam usaha
membangun logika dan rasionalitas berfikir cenderung mengarah ke emosional di
mana beliau menjelaskan sesuatu dengan sudut pandang cinta damai.
Pathos
12
Berdasarkan argumentasi yang Zhuan Xie sampaikan berhasil menggugah
emosi ketenangan dari penonton program Podcast NOICE, Habib Husein Ja’far
selaku pembawa acara dan. Rasadamai ini berimbas dengan rasa toleransi yang
besar akan keberagaman agama lebih lagi dari dasar pernyataan Biksu Zhuan Xie.
Penyampaian
Biksu Zhuan Xie terlihat berhasil menjelaskan secara gamblang mengenai ajaran
Budha yang diajukan oleh Habib Husein Ja’far dalam konteks mengenal Budha
untuk meningkatkan toleransi keberagaman. Zhuan Xie menyampaikan argumen
dan penjelasannya dengan nada yang santai dan tenang sehingga penonton dapat
dengan jelas memahami apa yang disampaikan oleh Zhuan Xie.
13
Hal yang dibahas di program Youtube Podcast NOICE (sebagai bagian
dari media massa) menjadi lebih cepat diterima dengan baik oleh masyarakat luas.
Untuk itu, membuat suatu topik menjadi lebih rasional dan santai di mata publik
menjadi penting karena dapat membuat masyarakat yang menonton program ini
mampu memahami apa yang disampaikan. Hal-hal inilah yang membuat realitas
yang dibangun bisa terkonstruksi dan diterima dengan baik oleh setiap
penontonnya. Bila dilihat dari model refleksi realias, Habib Husein Ja’far
berusaha merefleksikan realitas sosial yang ada melalui sebuah Podcast di
Youtube.
Dalam penelitian ini, peneliti juga mendapati Biksu Zhuan Xie yang dirasa
sudah paham dengan konsep media yang dapat mengkonstruksikan sebuah realitas
dalam masyarakat. Hal ini terlihat dari awal podcast ini berlangsung, Zhuan Xie
sudah berusaha menjelaskan mengenai sudut pandang yang tersebar di media
(media konvensional maupun media baru).
14
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Agustrijanto. 2002. Seni Mengasah dan Memahami Bahasa Iklan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Astuti, Santi Indra. 2013. Jurnalisme Radio Teori dan Praktik. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
16
17