Anda di halaman 1dari 15

Sejarah Perkembangan Retorika

(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Retorika)

Dosen pembimbing

Drs. Wahidin Saputra M.Ag.


Disusun oleh

Dinda Rachmawati Nurdin (11190511000071)

Muhammad Dava Ardiansyah (11190511000045)

Muhammad.Zainurrofiq (11190511000058)

Universitas Islam Negeri Jakarta


Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Jurusan Jurnalistik 3B
Jakarta
2020
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai hasrat dan kebutuhan untuk menyampaikan segala perasaan,
pengalaman, dan pendapat-pendapatnya kepada sebanyak mungkin manusia, disamping ingin
menyampaikannya pada orang-orang tertentu. 1 Kemampuan dan keinginan menyampaikan
perasaan tersebut disebut retorika. Ilmu retorika atau khitabah adalah ilmu yang membahas
bagaimana cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain, menggunakan berbagai bentuk
seni-seni berbicara dengan maksud dapat mempengaruhi perasaan dan keinginan orang lain. 2
Umur retorika setara dengan umur manusia itu sendiri. Oleh karena itu mempelajari
sejarah retorika berarti mempelajari sejarah manusia itu sendiri.Secara Sistematis Ilmu
Retorika memang pertama-tama dikembangkan di Yunani . Pembeberan sistematis yang
pertama mengenai kepandaian berbicara dalam bahasa yunani dikenal dengan nama : Techne
Rhetorike, yang berarti Ilmu tentang Seni Berbicara.3 Ahli retorika pada masa yunani sangat
dihormati dan disegani sehingga melahirkan banyak tokoh retorika. Tidak mengherankan,
jika setiap orang pada masa itu mempelajari ilmu retorika dan selalu melatih diri dan
membiasakan diri untuk berbicara, dengan tujuan agar terbiasa dalam berinteraksi dan
berkomunikasi dengan baik sesama mereka.4

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan retorika pada zaman yunani ?
2. Siapa tokoh retorika pada zaman yunani?
3. Bagaimana perkembangan Retorika pada zaman yunani ?

1
DR. H. A. Sunarto AS, M.E.I, Retorika Dakwah(Surabaya: Jaudar Press,2014), Hlm.7
2
Ahmad Ghalusy, Qowaid Al-Khitaba wal Fiqh Al-Idain (Beirut: Dal al- Fiqr, 1982), Hlm.9
3
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika(Yogyakarta: Kanisius, 1991), Hlm 21
4
Dr. H. Lalu Ahmad Zaenuri, Lc., M. A Retorika Dakwah (Teori dan Praktek), (Yogyakarta: Indie Book Corner,2013)
hlm 3
Bab II

Pembahasan

1. Sejarah perkembangan Retorika Pada Zaman Yunani

Retorika mengalami awal kejayaan pada masa yunani karena retorika hanya satu-satunya cara
untuk menyampaikan segala macam informasi kepada orang banyak. Cara ini dianggap sebagai cara yang
paling efektif, karena para tokoh masyarakat dan para pemuka agama bisa menggunakannya untuk
pembelaan di pengadilan dan penyebaran agama. Para filsuf besar mempunyai perhatian khusus terhadap
retorika dengan mendirikan beberapa sekolah yang khusus mempelajari retorika. Di dalam pelajaran
retorika, terdapat juga cara menulis sistematis mengenai subyek-subyek tertentu. Karena hal ini dianggap
sebagai salah satu tugas terpenting bagi orator pada waktu itu. 5

Perkembangan retorika dari waktu ke waktu membawa perkembangan dan perbedaan pula dalam
pengertian retorika. I Gusti Ngurah Oka memberi pertumbuhan dan perkembangan retorika sebagai
berikut:6

A. Retorika Attic
Uraian sistematis Retorika pertama kali diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni
Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran, di mana pun dan
pada zaman apa pun, senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira tahun 465 S.M., rakyat
melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan demokrasi ditegakkan. Pemerintah
mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang sah. Untuk mengambil haknya,
pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu, tidak ada
pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus meyakinkan mahkamah dengan
pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia
tidak pandai bicara. Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis
makalah Retorika, yang diberi nama Techne Logon (seni kata-kata). Walaupun makalah ini sudah
tidak ada, dari para penulis sezaman, kita mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara
tentang teknik kemungkinan. Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari
kemungkinan umum.7
Meski buku tentang retorika diterbitkan pada tahun ini, tetapi retorika sebagai seni dan
kepandaian berbicara , sudah ada dalam sejarah jauh lebih dahulu. Misalnya dalam kesastraan
Yunani kuno, Humerus dalam Ilias dan Odysee menulis pidato yang panjang . Juga bangsa-
bangsa seperti Mesir, India, dan Cina sudah mengembangkan seni berbicara jauh hari
sebelumnya. 8
Unsur-unsur ilmu retorika sudah dikembangkan di Yunani, sebelum buku yang ditulis
oleh KORAX dan TEISIOS diterbitkan. Sejak abad ke- 7 sampai ke-5 sebelum Masehi, sudah ada
ahli-ahli pidato terkenal dalam kerajaan Yunani kuno seperti: SOLON (640-560);
PEISISTRATOS (600-527) dan THENUSTOKLES (525-460). Seorang politikus dan negarawan

5
Sunarjo, Djoenaesih S. Sunarjo, Komunikasi, Persuasi dan Retorika (Yogyakarta: Liberty, 1983), hlm 53
6
I. Gusti Ngurah Oka, Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate (Bandung: t.p., 1976), hlm 27
7
Isbandi Sutrisno dan Ida Wiendijarti, Kajian Retorika Untuk Pengembangan Pengetahuan dan Ketrampilan
Berpidato Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, Hlm 72
8
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika(Yogyakarta: Kanisius, 1991), Hlm 21
yang juga menjadi seorang ahli pidato yang terkenal dalam zaman ini adalah PERIKLES (500-
429). Para pengagumnya mengatakan bahwa dewi-dewi seni berbicara yang memiliki daya tarik
memukau bertakhta di atas lidahnya. Perikles sebagai seorang ahli pidato tidak akan dilupakan
oleh bangsa Yunani, berkat sebuah pidato yang diucapkannya bagi para pahlawan di kota Athena,
yang kemudian diterbitkan oleh ahli sejarah THUKYDIDES. Sekitar akhir abad ke-5 sebelum
Masehi, muncul lagi beberapa ahli pidato yang sangat dikagumi seperti ALKIBIADES,
THERAMENES dan KRITIOS. 9
Pada mulanya para ahli pidato di Yunani hanya berbicara di da- lam ruangan pengadilan.
Tetapi sesudah memperhatikan bahwa kepandaian berbicara berguna untuk memimpin negara,
maka orang mulai menyusunnya dan disebut retorika, sehingga mudah dipelajari. Usaha ini
dijalankan pertama-tama di daerah koloni Yunani di Sisilia, di mana kekuasaan tiran mulai punah
dan di mana kebebasan berbicara mulai dijunjung tinggi. 10
Corax yang hidup kira-kira tahun 500 sebelum Masehi juga meletakkan dasar-dasar
retorika dengan membagi pidato ke dalam lima bagian: Pengantar, uraian, argumen, penjelasan
tambahan dan kesimpulan.11
Karena retorika Coraz dan Tessias ini keraudian sangat populer di Semenanjung Attic
(Yunani) maka masa ini dikenal dengan Masa Retorika Attic.

B. Retorika Sophisme

Menjelang akhir abad ke 5 sebelum Masehi, retorika lebih dikembangkan lagi


sekolompok filsuf yang terkenal dengan Kaum Sophisme. Menurut kaum ini manusia adalah
makhluk yang berpengetahuan, jika memiliki kemauan. Sebab mereka berpendapat bahwa
masing-masing manusia mempunyai penilaiannya sendiri mengenai baik buruknya sesuatu,
mempunyai nilai-nilai etikanya sendiri, maka kebenaran suatu pendapat hanya dicapai apabila
orang ternyata dapat memenangkan pendapatnya terhadap pendapat-pendapat yang berbeda dan
norma-normanya. 12

Sejak abad ke-5 mulai didirikan sekolah-sekolah retorika di dalam wilayah-wilayah yang
berkebudayaan helenistis. Dengan itu retorika menjadi salah satu bidang ilmu yang diajarkan
kepada generasi muda yang dipersiapkan untuk memimpin negara. Retorika dalam abad-abad ini
menjadi salah satu bidang ilmu yang menyaingi filsafat. Ia menjadi kesenian untuk membina dan
memimpin manusia.13

Tidak mengherankan bahwa akibatnya banyak manusia melatih diri untuk mendapat
kelihaian dalam berbicara, sehingga inti pembicaraan beralih dan mencari kebenaran menjadi
mencari kemenangan.14

Jika ada sesuatu yang merupakan persoalan, maka kasus ini bisa dimenangkan dengan
kecakapan bertutur tersebut didasarkan petunjuk-perunjuk retorika yang digariskan oleh kaum

9
Ibid
10
Ibid
11
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung: Akademika, 1982), hlm 3
12
DR. H. A. Sunarto AS, M.E.I, Retorika Dakwah(Surabaya: Jaudar Press,2014),hlm 9
13
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika(Yogyakarta: Kanisius, 1991), Hlm 21
14
Astrid S. Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 236
Sophis. Aliran atau kaum Sophis ini dipelopori oleh Georgias Phidias, Protagoras, Isocrates
THRASYMACHUS dari Kalsedon .15

Tapi yang paling menonjol adalah Georgias (480- 370) yang sebenaraya adalah seorang
diplomat dari negerinya, pulau Syirakus dan dikirim ke Athena untuk meminta bantuan untuk
negerinya. Akhirnya dia menetap di Athena dan terkenal sebagai Guru Retorika
Pertama.16Retorika demi kemenangan ini tidak jauh berbeda dengan retorika demi kekuasaan
sebab siapa yang menang dia lah yang berkuasa. 17

Adapun prinsip-prinsip retorika yang diajarkan oieh kaum Sophis untuk dimenangkan
suatu kasus tersebut adalah sebagai berikut: 18

1. Seorang pembicara harus pandai memainkan ulasan. Termasuk dalam ulasan


(argumen) adalah bukti-bukti, contoh-contoh, perbandingan-perbandingan, perumpamaan dan
sebagainya. Pembicara harus cakap memilih dan menempatkan ulasan yang dapat
menguntungkan pihak pembicara.

2. Pembicara harus fasih berbicara. Kefasihan berbahasa ini menurut kaum Sophis lebih
banyak diartikan keahlian bersilat lidah. Pembicara harus pandaimenggunakan bahasa, misalnya
tukar-menukar kala, mengubah-ubah susunan kalimat dan sebagainya.

3. Pembicara harus memanfaatkan emosi audiens sebaikbaiknya. Membangkitkan


kepekaan emosi lawan berbicara agar mereka kehilangan kejernihan berfikir merupakan salah
satu target dalam retorika Sophisme. Demikian pula membakar semangat audiens yang belum
memihak perlu dilaksanakan sehingga akhirnya memihak kepada pembicara.

4. Keseluruhan proses pembicaraan harus diarahkan ke satu tujuan yaitu kemenangan.


Oleh karena itu segala pembahasan yang merugikan kemenangan itu harus dihindari. Ajaran-
ajaran dasar retorika Sophis inilah yang dalam abad modern ini dimanfaatkan dalam propaganda-
propaganda politik indoktrinasi, agitasi dan sebagainya.

Jadi golongan Sophis yang terkenal adalah mengembangkan retorika dan


mempopulerkannya. Retorika bagi mereka hanya ilmu pidato, tapi meliputi pengetahuan sastra,
gramatika dan logika. Orang Sophis tahu bahwa rasio tidak cukup untuk menyakinkan orang.
Mereka mengajar ahli pidato untuk memanipulasi emosi, menggunakan prasangka pendengar
untuk merebut simpati dan menggoncangkan hakim dalam memberikan vonisnya 19

C. Retorika Tradisional

15
I. Gusti Ngurah Oka, Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate (Bandung: t.p., 1976),hlm 31
16
Astrid S.Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 371
17
Djoenaesih S. Sunarjo, Komunikasi, Persuasi dan Retorika (Yogyakarta: Liberty, 1983), hlm 55
18
I. Gusti Ngurah Oka, Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate (Bandung: t.p., 1976),hlm 32
19
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung: Akademika, 1982),hlm 4
Masa yang ketiga ini disebut masa Retorika Tradisional atau disebut Retorika Arisloteles
atau Retorika Kebenaran. Aristoteles (384-322 SM) adalah filsuf yang menyelamatkan retorika
dari citranya yang kurang baik akibat ajaran-ajaran kaum Sophis. Berbeda dengan retorika
Sophisme yang bertujuan untuk memenangkan suatu kasus, Aristoteles menganggap retorika
harus dipergunakan untuk kebenaran. 20
Dia mengatakan bahwa retorika sebagai filsafat, sedang tokoh yang lain menekankan
sebagai seni. Menurut Aristoteles, tujuan retorika adalah membuktikan maksud pembicaraan atau
menampakkan pembuktian. Ini terdapat pada logika. Keindahan bahasa hanya digunakan untuk
membenarkan, memerintah, mendorong, dan memper tahankan sesuatu. 21
Selain Aristoteles, penentang Georgias (tokoh Sophisme) adalah Socrates (469-39) yang
berpendapat bahwa retorika harus dipergunakan demi kebenaran. Tekniknya adalah "dialog".
Dengan teknik ini, menurut Socrates, kebenaran akan timbul dengan sendirinya. 22
Metode yang dipakai Socrates (filosuf yang banyak berpidato di Agora yaitu alun-alun di
Athena ini) adalah:
1. Memisahkan pemikiran salah dari yang tepat yaitu dengan jalan berpikir yang
mendalam dan memperhatikan suatu persoalan dengan sungguhsungguh agar dapat menemukan
suatu "Nilai Universal".
2. Bertanya (dialog) dan menyelidiki argumentasiargumentasi yang diberikan
kepadanya.23
Plato (427-347 SM) yang melihat retorika telah disalahgunakan dan dititikberatkan pada
permainan kata (verbal trickery), akhirnya takut juga menentang retorika Sophis. Dalam karyanya
Dialogues, ia menyatakan bahwa retorika yang benar harus didasarkan pada tujuan kebenaran dan
kesulilaan. Seseorang pembicara harus mengenal jiwa manusia, agar pembicaraannya sesuai
dengan tingkat pemahaman pendengar.24
Plato yang merupakan murid setia Socrates dan mendirikan akademi tahun 387 sebelum
Masehi mengatakan bahwa retorika adalah penting bagi:
1. Metode pendidikan;
2. Alat untuk mencapai kedudukan dalam pemerintah;
3. Alat mempengaruhi rakyat.25
Filosuf besar Aristoteles menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Buku
ini merupakan buku pertama tentang retorika yang paling sistematis dan paling lengkap.
Uraiannya sampai sekarang masih tetap dijadikan pegangan dan referensi yang berbobot. 26
Antara lain filsuf ini mengatakan bahwa dalam retorika tutur kata sesorang harus:
1. Jelas;
2. Singkat;
3. Meyakinkan.27

20
Astrid S.Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 236
21
Rajiyem, sejarah dan perkembangan retorika volume 17, no 2 juni 2005 hal 145
22
Astrid S.Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 236
23
Ibid
24
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung: Akademika, 1982),hlm 4
25
Astrid S.Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 238
26
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung: Akademika, 1982),hlm 3
27
Astrid S.Susanto, Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.) hlm 239
2. Tokoh Retorika Pada Zaman Yunani
A. Corax
Kira-kira tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi. Diktator ditumbangkan dan
demokrasi ditegakkan. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemiliknya yang
sah. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di
pengadilan. Waktu itu, tidak ada pengacara dan tidak ada sertifikat tanah. Setiap orang harus
meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak berhasil memperoleh
kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara.

Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah


retorika,yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata). Walaupun makalah ini sudah tidak
ada, dari parapenulis sezaman, kita bisa mengetahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara
tentang “teknik kemungkinan”. Bila kita tidak dapat memastikan sesuatu, mulailah dari
kemungkinan umum. Seorang kaya mencuri dan dituntut di pengadilan untuk pertama
kalinya. Dengan teknik kemungkinan, kita bertanya, “Mungkinkah seorang yang
berkecukupan mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah, sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”. Sekarang,seorangmiskin
mencuri dan diajukan ke penga-dilan untuk kedua kalinya. Kita bertanya, “la pernah mencuri
dan pernah dihukum. Mana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang
sama”.Akhirnya, retorika memang mirip “ilmu silat lidah”.

Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia


membagipidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan
kesimpulan. Dari sini, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato. 28

B. GEORGIAS

Georgias adalah seorang guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika yang
mengajarkan dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromptu ( berbicara tanpa
persiapan ). ketika Gorgias tahun 427 SM dikirim
sebagai duta ke wilayah Athena. Athena saat itu, sedang tumbuh sebagai negara yang kaya.
Athena kebanyakan dihuni kelas pedagang kosmopolitan yang berpikiran lebih maju, terbuka
pada gagasan-gagasan baru. Dimana di Dewan Perwakilan Rakyat, di pengadilan, orang
memerlukan kemampuan berpikir jernih dan logis serta berbicara jelas dan
persuasif.Gorgias melihat dan mengambil peluang ini, dengan mendirikan sekolah
retorika. 29 Ia membuka sekolah retorika yang mengajarkandimensi bahasa yang puitis dan
teknik berbicara impromptu (berbicara tanpa persiapan).Ia meminta bayaran mahal, sekitar
10.000dollar per mahasiswa. Georgias bersama Protagoras menjadi ‘dosen terbang’
yangmengajar berpindah dari satu kota ke kotalain (Rakhmat, 1994:4). Sekolah
tersebutdibuka dalam rangka memenuhi ‘pasar’akankemampuan berpikir yang jernih dan
logis serta berbicara yang jelas dan persuasif.Gorgias menekankan dimensi bahasa puitis dan
teknik berbicara impromtu. Bersama Protagoras dan pengikutnya, mereka berpindah dari satu

28
Jalalluddin Rakhmat, Retorika Modern (Bandung: Akademika, 1982),hlm 3
29
Suardi, Urgensi Retorika Dalam Persfektif Islam Dan Persepsi Masyarakat No.2 Vol. 14, 2017, hal 138
kota ke kota lain untuk mengajarkan teknik Retorika. Georgias yang mengatakan bahwa
kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam
pembicaraan. 30

C. Demosthenes
Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak mementingkan keindahan,
tetapi jelas dan keras. Menggabungkan narasi dan argumentasi, dengan sangat
memperhatikan cara penyampaian. Menurut Will Durant dalam bukunya The Story of
Civilization, Demosthenes yang telah meletakkan pidato pada akting (hyporcrisis).
Sebagai orator, Dhemosthenes berlatih pidato dengan sabar, dengan mengulang-
ulangnya di depan cermin. Bahkan diceritakan Demosthenes sempat membuat gua
pesembunyian tempatnya berlatih selama berbulan-bulan. Saat tampil berpidato,
Dhemostenes melengkungkan tubuhnya, bergerak berputar, meletakkan tangan diatas
dahi seperti layaknya seorang yang sedang berpikir dengan mengeraskan suara seperti
menjerit.
Dhemostenes sangat terkenal dimasanya, dan pernah diusulkan untuk
diberi mahkota karena dianggap berjasa pada negara dan dipandang sebagai salah
seorang negarawan. Namun hal itu ditentang orator lainnya Aecshines, yang menggap
pemberian mahkota itu tak konstitusional. Perseteruan ini sangatpenomenal dalam
sejarah retorika, yang pada akhirnya dimenangkan Dhemostenes. Diceritakan, di
depan Mhakamah yang terdiri dari ratusan anggota juri, Aecshines melancarkan
kecaman pada Dhemostenes.
Namun pada gilirannya, Dhemostenes menyerang Aeschines dalam pidatonya
yang terkenal dalam sejarah retorika Perihal Mahkota. Dewan juri memihak
Dhemostenes, dan menuntut Aeschines membayar denda.Akhirnya karena malu,
Aeschines lari ke wilayah Rhodes dan hidup dari kursus retorika yang tidak begitu
laku. Dari uraian diatas tercermin, kebenaran pun belum dijadikan acuan utama
retorika, melainkan hanya pada kemenangan yang memukau. 31

D. Socrates
Socrates menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran. Dialog adalah
tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya (Susanto,
1975: 236). Teknik dialog Sokrates mengikuti jalan deduksi, yaitu menarik
kesimpulan-kesimpulan untuk hal-hal yang khusus setelah me-nyelidiki hal-hal yang
berlaku pada umum-nya. Metode Sokrates mengenai retorika ini
adalah:
a. memisahkan pemikiran salah dari yangtepat, yakni dengan jalan berpikir men-
dalam dan memperhatikan suatu persoal-an dengan sungguh-sungguh agar dapat
menemukan suatu ‘nilai universal’ yang ada dalam masyarakat. Nilai ini yang
30
Ibid
31
Ibid hal 138-139
dipergunakan untuk memecahkan per-soalan tersebut,
b. bertanya (dialog) dan menyelidiki argu-mentasi-argumentasi yang diberikan
kepadanya dengan harapan dapat membuat suatu definisi tentang apa yang
diketemukannya (definisi ini berdasarkan hasil penemuan dari masyarakat).
Adapun teknik yang digunakan oleh Sokrates ialah berpura-pura bodoh seolah-
olah tidak mengetahui sama sekali suatu persoalan; membuat pertanyaan berdasarkan
apa yang telah diketahui; mengadakanperdebatan. Sokrates dianggap menyimpang
karena dialog digunakan untuk mempengaruhi, bukan mengumpulkan fakta atau
data.32

E. Isokrates
Beliau mendirikan sekolah retorika dengan menitikberatkan pendidikannya pada
pidato-pidato politik. Menurut Isokrates, hakekat pendidikan adalah kemampuan
membentuk pendapat-pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Isokrates percaya
bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat, retorika tidak boleh
dipisahkan dari politik dan sastra. Akan tetapi, tidak semua bisa memperoleh
pelajaran ini. Retorika menjadi pelajaran yang elit. Isokrates mendirikan sekolah
retorika tahun 391 SM dengan penekanan pada penggunaan kata-kata dalam susunan
yang jernih tapi tidak berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan
pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Sekolah Isokrates menitikberatkan
pendidikan ‘pidato-pidato politik’ (political oratory) yang menghubungkan persoalan
aktual dengan perkembangan politik. Isokrates dikenal sebagai ‘political essayist’
yang pertama. Gagasan-gagasan Isokrates yang terkenal lainnya adalah pendapat
yang terbentuk di bawah pembimbingan lebih baik daripada tindakan-tindakan
praktis, inti pendidikan adalah kemampuan membentuk pendapat-pendapat yang tepat
mengenai masyarakat sehingga diharapkan orang mampu mengeluarkan pen-
dapatnya dengan tepat. 33

F. Plato
Plato. Bagi Plato, retorika memegang peranan penting bagi persiapan untuk
menjadi pemimpin. Retorika penting sebagai model pendidikan, sarana mencapai
kedudukan dalam pemerintahan, dan mempengaruhi rakyat. Retorika memberi
kemampuan penggunaan bahasa yang sempurna. Plato dilahirkan pada tahun 427 SM
di Athena dari kalangan bangsawan. Ia mengagumi Sokrates sejak muda. Ia juga
pandai mengarang dan perhatiannya ditujukan pada karangan yang berbentuk dialog.
Sebagai seorang filsuf, ia mendirikan sekolah filsafat bernama ‘akademia’. Beberapa
karangannya yang terkenal adalah:
a. Nomoi yaitu tulisan yang berupa dialog jawaban atas bukunya ‘Politikos’ yang

32
Rajiyem, sejarah dan perkembangan retorika volume 17, no 2 juni 2005 hal 145
33
Ibid
mengupas mengenai undang-undang, undang-undang hendaknya menjadi instansi
yang tertinggi dalam suatu negara, dan undang-undang yang mana yang dianggap
cocok berlaku dalam suatu negara.
b. Dialogues berbicara tentang pembuatan kerangka retorika yang dianggap benar,
yaitu retorika yang ada hubungannya dengan kebenaran dan moral. Seorang
orator hendaknya menyesuaikan retori.34

G. Aristoteles
Dia mengatakan bahwa retorika sebagai filsafat, sedang tokoh yang lain
menekankan sebagai seni. Menurut Aristoteles, tujuan retorika adalah membuktikan
maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktian. Ini terdapat pada logika.
Keindahan bahasa hanya digunakan untuk membenarkan, memerintah, mendorong,
dan mempertahankan sesuatu. Aristoteles merupakan murid Plato yang paling cerdas.
Pada usia 17 tahun, ia sudah mengajar di Akademi yang didirikan Plato. Ia menulis
tiga jilid buku berjudul De Arte Rhetorica, yang diantaranya berisi lima tahap
penyusunan suatu pidato. Tahapan itu dikenal dengan lima hokum retorika atau The
five canons of rhetoric (Rakhmat, 1994:6-8) yang meliputi hal-hal sebagi berikut :
a. Inventio (penemuan) Pada tahap ini pembicara menggali topic dan meneliti
khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Pembicara
juga merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai
dengan kebutuhan khalayak.
b. Dispositio (penyusunan) Pada tahap ini pembicara menyusun pidato atau
mengorganisasikan pesan. Pesan dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan
secara logis. Susunan tersebut mengikuti kebiasaan berpikir manusia yang terdiri
dari: pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog. Bagi Aristoteles, pengantar
berfungsi menarik perhatian, menumbuhkan kredibilitas, dan menjelaskan tujuan.
c. Elocutio (Gaya) Tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan menggunakan
bahasa yang tepat untuk mengemas pesan. Ini dapat ditempuh dengan:
a) menggunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima,
b) memilih kata-kata yang jelas dan langsung,
c) memakai kalimat yang indah, mulia, dan hidup,
d) menyesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak, dan pembicara.
d. Memoria (memori)Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa yang ingin
disampaikannya dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
e. Pronuntiatio (penyampaian) Pada tahap ini, pembicara menyampaikan
pesannya secara lisan. Pembicara harusmemperhatikan olah suara dan gerakan
anggota badan. 35

34
Ibid hlm 145
35
Ibid hlm 145-146
3. Perkembangan Retorika Pada Zaman Yunani
Seperti dijelaskan oleh Aly (1994:12-20), pada masa inilah retorika mengalami
puncak keemasan. Ini terkait dengan sejarah awal keberadaan orang Yunani sebagai
perantau yang memiliki jiwa petualang. Mereka merantau karena kondisi geografis
Negara Yunani yang terletak di Semenanjung Bahkan tidak subur dan sedikit
memberikan hasil bagi penduduknya, kemudian mereka merantau ke tanah asing dan
mendirikan negara baru di sekitar laut Egia dan pantai Asia Kecil. Di tanah rantau ini,
orang Yunani mengalami perbaikan ekonomi dan mampu membeli budak untuk
mengurus pekerjaan mereka sehari-hari sehingga mereka mempunyai banyak waktu
luang.
Waktu senggang dimanfaatkan untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni
dan buah pikiran. Ilmu pengetahuan pun berkembang yang ditujukan untuk mencari
kebenaran sehingga lahirlah filsafat. Orang Yunani hidup berkelompok dalam sistem
kemasyarakatan yang teratur yang disebut dengan Polis atau negara kota. Polis
merupakan lembaga politik yang meliputi kekuasaan secara otonomi, swasembada dan
kemerdekaan. Ketiga faktor inilah yang melatarbelakangi kebebasan berpikir yang
membantu munculnya filsafat. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan hal-hal
yang abstrak secara jernih dan jelas. Konsep tentang masyarakat dan politik adalah
abstrak, yakni menyangkut tujuan didirikannya negara, sistem pemerintahan, dan
kepemimpinan.
Kemampuan menggunakan bahasa menjadi incaran bagi orang yang ingin masuk
dalam jajaran elit politik Yunani. Ketrampilan menggunakan bahasa mendapat perhatian
dari penguasa pada masa itu untuk merebut kekuasaan dan melebarkan pengaruhnya.
Bahkan, para penguasa itu menyewa agitator untuk memperkuat pengaruh mereka di
mata masyarakat. Para agitator ini mempengaruhi pendapat umum dengan menggunakan
alasan-alasan keagamaan dalam pernyataannya. Perkembangannya, para agitator ini
mempelajari seni berbicara untuk meningkatkan penghasilannya karena mereka dibayar.
Ada yang menyebut agitator ini sebagai kaum sophist yang artinya orang yang menipu
orang lain dengan menggunakan argumen-argumen yang tidak sah. Para sophist ini
berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil berbicara di depan umum. Jika dirunut
dari asal katanya, sophist dari kata sophos yang artinya cerdik pandai karena ahli dalam
berbagai ilmu, baik politik, bahasa, dan filsafat. Perkembangannya menjadi ejekan atau
sebutan bagi mereka yang pandai bersilat lidah dan memainkan kata-kata dalam
berbicara. Representasinya adalah agitator yang dibayar sehingga muncul konotasi yang
negatif. Sebagian dari warga polis kritis terhadap apa yang disampaikan kaum sophis ini.
Mereka mendiskusikannya dan mendirikan tempat-tempat pertemuan untuk
membicarakannya. Tempat pertemuan ini disebut agora, tempat segala peristiwa yang
menyangkut perhatian dan kepentingan umum dibicarakan.36

36
Rajiyem, sejarah dan perkembangan retorika volume 17, no 2 juni 2005, hlm 146
Bab III
Penutup

Kesimpulan

Retorika mengalami awal kejayaan pada masa yunani karena retorika hanya satu-satunya cara
untuk menyampaikan segala macam informasi kepada orang banyak. Cara ini dianggap sebagai cara yang
paling efektif, karena para tokoh masyarakat dan para pemuka agama bisa menggunakannya untuk
pembelaan di pengadilan dan penyebaran agama. Para filsuf besar mempunyai perhatian khusus terhadap
retorika dengan mendirikan beberapa sekolah yang khusus mempelajari retorika. Di dalam pelajaran
retorika, terdapat juga cara menulis sistematis mengenai subyek-subyek tertentu. Karena hal ini dianggap
sebagai salah satu tugas terpenting bagi orator pada waktu itu

Tokoh besar dan berpengaruh Retorika di Yunani Ialah, Corax, Georgias, Demosthenes, Socrates,
Isocrates, Plato dan Aristoteles juga masih banyak lagi .

Seperti dijelaskan oleh Aly (1994:12-20), pada masa inilah retorika mengalami
puncak keemasan. Ini terkait dengan sejarah awal keberadaan orang Yunani sebagai perantau
yang memiliki jiwa petualang. Mereka merantau karena kondisi geografis Negara Yunani yang
terletak di Semenanjung Bahkan tidak subur dan sedikit memberikan hasil bagi penduduknya,
kemudian mereka merantau ke tanah asing dan mendirikan negara baru di sekitar laut Egia dan
pantai Asia Kecil. Di tanah rantau ini, orang Yunani mengalami perbaikan ekonomi dan mampu
membeli budak untuk mengurus pekerjaan mereka sehari-hari sehingga mereka mempunyai
banyak waktu luang.
Waktu senggang dimanfaatkan untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni dan buah
pikiran. Ilmu pengetahuan pun berkembang yang ditujukan untuk mencari kebenaran sehingga
lahirlah filsafat. Orang Yunani hidup berkelompok dalam sistem kemasyarakatan yang teratur
yang disebut dengan Polis atau negara kota. Polis merupakan lembaga politik yang meliputi
kekuasaan secara otonomi, swasembada dan kemerdekaan. Ketiga faktor inilah yang
melatarbelakangi kebebasan berpikir yang membantu munculnya filsafat. Bahasa merupakan alat
untuk mengungkapkan hal-hal yang abstrak secara jernih dan jelas. Konsep tentang masyarakat
dan politik adalah abstrak, yakni menyangkut tujuan didirikannya negara, sistem pemerintahan,
dan kepemimpinan.
Daftar Pustaka

Sunarto. 2014, Retorika Dakwah , Surabaya: Jaudar Press

Ghalausy,Ahmad. 1982 , Qowaid Al-Khitaba wal Fiqh Al-Idain ,Beirut: Dal al- Fiqr

Hendrikus, Dori Wuwur. 1991, Retorika,Yogyakarta: Kanisius

Zaenuri, Lalu Ahmad. 2013, Retorika Dakwah (Teori dan Praktek), Yogyakarta: Indie Book
Corner,2013

Sunarjo, Djoenaesih S. Sunarjo. 1983, Komunikasi, Persuasi dan Retorika , Yogyakarta: Liberty

Oka ,I. Gusti Ngurah. 1976 , Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate Bandung:

Sutrisno, Isbandi , Wiendijarti Ida. 2014 , Kajian Retorika Untuk Pengembangan Pengetahuan
dan Ketrampilan Berpidato Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, Yogyakarta: UPN
Veteran Yogyakarta

Rakhmat, Jalalluddin. 1982, Retorika Modern, Bandung: Akademika

Susanto, Astrid S, Pendapat Umum .Bandung: Bina Cipta

Sunarjo, Djoenaesih S. 1983, Komunikasi, Persuasi dan Retorika, Yogyakarta: Liberty, 1983

Rajiyem. 2005, sejarah dan perkembangan retorika volume 17, no 2, Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada

Suardi.2017, Urgensi Retorika Dalam Persfektif Islam Dan Persepsi Masyarakat No.2 Vol. 14,
Riau: Jurnal An-nida’

Aly, Bachtiar. 1994, Modul : Retorika, Jakarta: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai