Latar belakang Retorika memiliki fungsi yakni berbicara, berbicara kepada sekelompok orang lain, atau massa yang banyak dengan disampaikan oleh satu orang di depan massa. Dewasa ini, retorika diartikan sebagai seni untuk berbicara yang dipergunakan untuk komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan berarti hanya berbicara lancar tanpa tujuan pikiran yang jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan berpidato secara, singkat, padat, jelas, dan menegaskan Banyak sekali para pemimpin di negara ini dan bahkan di dunia ini menggunakan retorika untuk berpolitik, retorika disini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan atau ujaran politik, dan tak sedikit dari kejadian ini terdapat banyak kontroversi dari apa yang telah disampaikannya tersebut. Dari latar belakang ini kita akan membahas mengenai tentang retorika ujaran politik yakni pengertian retorika itu sendiri dan hingga saat ini yang digunakan sebagai alat atau bahkan kebutuhan untuk berpolitik Retorika juga disebut sebagai public speaking yang mana keduanya sama- sama bagian dari komunikasi yang itu merupakan sebuah profesi dengan tujuan sama yakni mengantarkan pesan apa yang ingin kita sampaikan tergantung oleh kajian dan profesi yang kita lakukan. Apabila kita seorang politikus tentunya kita akan beretorika dengan tema-tema politik, setiap apa yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur politik, dan ini pun berbeda dengan profesi-profesi yang lainnya Sejarah Retorika dalam komunikasi Bangsa Yunani kuno telah memiliki sinonim untuk istilah komunikasi yang dikenal dengan istilah “retorika”. Aristoteles memandang retorika sebagai sesuatu yang secara inheren diresapi oleh semua orang. Bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu yang harus singkat, jelas dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive) dan mempertahankan (defensive). Puncak peranan retorika sebagai ilmu pernyataan antar manusia juga ditandai oleh munculnya Demosthenes dan Aristoteles. Demosthenes (384-322) di zaman Yunani itu termasyur karena kegigihannya mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancamana raja Philipus dan Mecedonia. Menurut Aristoteles, aspek terpenting dalam teori dan dasar pemikiran retorika adalah tiga jenis pendekatan untuk mempersuasi audiens, yakni logos, pathos, dan ethos. Sejarah Retorika Retorika di zaman Yunani memiliki uraian yang sistematis bahwa retorika diletakkan pertama kali oleh orang Syracuse (sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia). Pada zaman ini, koloni tersebut diperintah oleh para tiran yang senang menggusur tanah rakyat. Sekitar tahun 465 SM, rakyat melancarkan revolusi untuk merebut tanah mereka yang telah diambil dan akhirnya pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat kepada pemilik yang sah Dalam hal pengambilan tanah ini, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan, karena pada saat itu tidak ada pengacara ataupun sertifikat tanah. Untuk membantu memenangkan hak mereka di pengadilan, “Corax” menulis makalah retorika yang diberi nama TechneLogon (seni kata- kata). Makalah ini berbicara tentang “teknik kemungkinan”. Aristoteles melanjutkan kajian retorika ilmiah dengan menciptakan lima tahapan penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika Retorika mengalami perubahan pada zaman Romawi, perubahannya yaitu orang-orang Romawi hanya mengambil segi-segi kepraktisan saja yang ada di studi retorika tersebut. Retorika pada abad pertengahan mengalami kegelapan. Dalam hal ini, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Akhirnya renaissance (masa pencerahan) membawa retorika menjadi retorika modern Lain lagi pengertianretorika yang di kemukakan oleh kaum Sofis menjelang akhir abad ke-5 sebelum masehi. Tokoh yang menonjol dari golongan ini antara lain Gorgias, Lycias, Phidias Protogoras, dan Isocrates. Menurut mereka retorika tidak merupakan suatu alat yang digunakan untuk memenangkan suatu kasus lewat bertutur, asal saja tutur tersebut berdasarkan petunjuk- petunjuk retorika yang telah digariskan oleh kaum Sofis seperti kepandaian memainkan ulasan, kefasihan berbahasa, pandai memanfaatkan emosi penanggap tutur, dan terakhir keseluruhan tutur harus ditujukan untuk mencapai kemenangan Retorika menurut kaum Sofis ini tidak lain dari sarana tutur yang efektif untuk mencapai suatu kemenangan. Dalam abad modern ini dasar-dasar retorika Sofis kelihatan dimanfaatkan dalam hal-hal tertentu seperti propaganda, indoktrinasi, agitasi, kampanye, dan terlihat juga dalam reklame. Aristoteles adalah seorang filsuf yang menyelamatkan retorika dari pengertian yang kurang baik sebagai akibat dari ajaran kaum Sofis. Menurutnya retorika adalah ilmu yang mengajarkan orang tentang keterampilan menemukan secara persuasif dan objektif suatu kasus. Retorika bertujuan meyakinkan pihak lain akan kebenaran kasus yang dibicarakan. Keyakinan akan kebenaran kasus merupakan tujuan akhir. Berbeda dengan kaum Sofis yang mempunyai tujuan akhir memenangkan kasus Dalam hal ini Aristoteles mengemukakan 4 fungsi retorika yaitu: 1. Menuntut orang untuk mengambil keputusan dalammenghadapi memecahkan suatu kasus 2. Membimbing orang memahami kondisi kejiwaan penanggap tutur 3. Memimpin orang menganalisis kasus secara sistematis objek untuk menemukan secara persuasif yang efektif untuk emyakinkan orang 4. Mengajarkan cara-cara yang efektif untuk mempertahankan gagasan Dengan demikian, akhirnya pengertian retorika ini tidak lain dari penyempitan pengertian retorika, semua kegiatan yang memakai bahasa sebagai sarana dasar dapat dikelompokan dalam kegiatan berbicara. Retorika dapat dibatasi dengan teori dan kemahiran dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Retorika bertujuan menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan untuk menulis dan bertutur untuk mempengaruhi sikap dan perasaan orang. Retorika membicarakan prinsip-prinsip yang fundamental untuk menyusun sebuah wacana. Peranannya cukup penting dalam masyarakat, disamping itu retorika juga mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Tanpa kemampuan berbicara, manusia tidak akan memiliki peradaban dan kebudayaan Public Speaking Istilah public speaking berawal dari para ahli retorika, yang mengartikan sama yaitu seni (keahlian) berbicara atau berpidato. Public Speaking juga dapat didefenisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang secara sengaja serta ditujukan untuk menginformasikan, mempengaruhi ataupun menghibur pendengar. Whitman dan Boase (1983) mengatakan bahwa dalam penggunaannya yang lebih kontemporer, public speaking berfungsi untuk menarik perhatian, menghibur, memberikan informasi, mempertanyakan suatu perkara, membujuk, meyakinkan, memberikan rangsangan, memberikan kritikan, membentuk kesan, memperingatkan, membangun semangat, memberikan instruksi, menyajikan sebuah penelusuran, menggerakan massa, dan menyamarkan suatu perkara Kampanye Politik Tujuan kampanye secara umum yaitu untuk memobilasi dan melibatkan orang- orang dalam menyebar luaskan informasi secara tertulis maupun tidak tertulis, melakukan perubahan terhadap perilaku, serta mempersuasi orang untuk mengerti, memahami, dan melakukan sesuatu. Defenisi dari kampanye politik yaitu periode yang diberikan oleh panitia pemilihan umum kepada semua peserta, baik partai politik atau perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan. Tidak hanya itu, kampanye politik juga mengkomunikasikan intensi dan motivasi partai politik atau kontestan individu dalam memperbaiki kondisi masyarakat Retorika Politik Salah satu bentuk atau jenis komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan dilakukan oleh para politikus atau aktivis adalah Retorika politik. Retorika politik berkaitan dengan pembentukan citra dan Opini Publik yang positif. Retorika yang berasal dari bahasa Yunani rhetorica memang berarti seni berbicara. Pada awalnya dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan antar persona, hingga menjadi komunikasi dua arah. Namun pada perkembangannya retorika juga dapat digunakan dari satu orang ke satu orang lainnya atau beberapa orang untuk saling mempengaruhi dengan cara persuasif dan timbal balik. Untuk itu retorika dikembangkan sebagai kegiatan seni berbicara, dan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri Retorika politik merupakan seni menyusun argumentasi dan pembuatan naskah pidato, karena retorika berkaitan dengan persuasi. Sebagai komunikasi satu ke banyak orang atau komunikasi massa, retorika bergesar menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak (publik) menjadi sasaran Retorika menurut Aristoteles terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) retorika deliberatif, (2) retorika forensik dan (3) retorika demonstratif. Retorika deliberatif dirancang untuk memengaruhi khalayak dalam kebijakan pemerintah. Pembicaraan difokuskan pada keuntungan dan kerugian jika sebuah kebijakan diputuskan dan dilaksanakan. Retorika forensik digunakan di dalam pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif digunakan untuk mengembangkan wacana memuji atau menghujat Retorika politik merupakan salah satu kekuatan dasar yang harus dimiliki oleh para komunikator politik. Di era domokrasi di zaman media massa dan teknologi komunikasi belum begitu canggih, retorika politik menjadi elemen kunci yang pertama-tama harus dikuasai dan dimiliki oleh komunikator politik. Retorika politik bukan hanya menyangkut materi-materi pesan politik, tapi bagaimana materi tersebut disusun, dikemas, dan disampaikan kepada publik dengan dukungan kemampuan fisik dalam berkomunikasi. Retorika politik juga dapat menunjukkan kata-kata yang tanpa arti namun memiliki diksi yang berlebih. Hal ini berkonotasi asosiasi dengan penipuan dan trik yang menutupi kebenaran dan keterusterangan. Menurut Yusrita Yanti, secara umum retorika didefininsikan sebagai menggunakan bahasa dengan efektif dan persuasif. Suatu seni yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pembicara atau penulis untuk menyampaikan informasi, memberikan motivasi, membujuk dan mempengaruhi pikiran masyarakat dalam situasi tertentu Menurutnya sejumlah retorika politik terlihat beberapa karakter, pilihan kata yang digunakan cenderung merupakan emosi terhadap ketidakpuasan, kejengkelan, keinginan, keoptimisan, dan kebanggaan sehingga melahirkan sindiran, dan kritikan-kritikan terhadap fenomena sosial yang terjadi. Secara pragmatis, retorika mencerminkan sikap dari penutur, sikap keoptimisan dapat memperlihatkan sikap tanggung jawab (responsibility) dari penutur, sikap lain yang dapat tercermin lainnya adalah empati, peduli, dan lainnya. Retorika politik juga merupakan tindakan politik yang dapat diamati dari waktu ke waktu, yang dalam waktu lama membentuk pola, yang pada akhirnya bertujuan untuk membentuk citra (image) politik bagi khalayak (masyarakat), yaitu gambaran mengenai realitas politik yang memiliki makna, citra menunjukkan keseluruhan informasi menurut teori informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan oleh individu Secara umum, citra adalah peta seseorang tentang realitas. Tanpa citra, seseorang akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas, kendatipun tidak harus sesuai dengan realitas yang sesungguhnya. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter Lippman (1965) menyebutnya picture in our head. Komunikasi politik dalam hal ini retorika politik, menurut Anwar Arifin bertujuan membentuk dan membina citra dan Opini Publik, mendorong partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan memengaruhi kebijakan politik negara atau kebijakan publik Kesimpulan Retorika politik merupakan seni menyusun argumentasi dan pembuatan naskah pidato, karena retorika berkaitan dengan persuasi. Sebagai komunikasi satu ke banyak orang atau komunikasi massa, retorika bergesar menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak (publik) menjadi sasaran, setelah itu para komunikator mampu membius publik dengn membangun opini publik yang baru dengan berdasarkan apa yang telah mereka ucapkan, baik itu program, ataupun janji-janji, yang mana kesemua itu dapat dilakukan pada retorika politik
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik