OLEH:
DOSEN PENGAMPU:
Aprollita, S.P., M. Si.
Siti Kurniasih, S.P., M. Si.
Aristoteles (384 SM–322 SM) adalah seorang filsuf Yunani. Model komunikasi
yang digunakan oleh Aristoteles pada dasarnya adalah model komunikasi paling
klasik, model ini disebut model retoris (rhetorical model). Inti dari komunikasi ini
adalah persuasi, yaitu komunikasi yang terjadi ketika seorang pembicara
menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam mengubah sikap mereka.
Ilmu retorika pada awalnya dikembangkan di Yunani berkaitan dengan ilmu tentang
seni berbicara (Techne Rhetorike).
Retorika sendiri adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk
menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen
(logo). Awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric
dengan judul ‘Grullos’ atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum adalah seni
manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan
menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui
pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai,
kepercayaan dan pengharapan mereka.
Dalam bukunya yang berbicara mengenai Rhetorica, Aristoteles berusaha
mengkaji mengenai ilmu komunikasi itu sendiri dan merumuskannya kedalam model
komunikasi verbal. Model komunikasi verbal dari Aristoteles ini merupakan model
komunikasi pertama dalam ilmu komunikasi. Ia juga menuliskan bahwa suatu
komunikasi akan berjalan apabila ada 3 unsur utama komunikasi yaitu pembicara
(speaker), pesan (message), dan pendengar (listener).
Aristoteles memfokuskan komunikasi pada komunikasi retoris atau yang lebih di
kenal saat ini dengan komunikasi publik (public speaking) atau pidato, sebab pada
masa itu seni berpidato terutama persuasi merupakan keterampilan penting yang
dibutuhkan pada bidang hukum seperti pengadilan, dan teori retorika berpusat pada
pemikiran mengenai retorika (mempersuasif). Fokus model ini adalah pada
kemampuan bicara atau pidato yang biasanya berpusat pada kemampuan persuasi
seorang pembicara yang dapat dilihat dari isi pidato, susunan pidato dan cara
penyampaiannya, dengan tercapainya tiga hal tersebut maka seseorang dapat diukur
kemampuan persuasinya.
2. Logos
Logos adalah isi dari argumen yang menarik dari sisi logika. Data-data yang
disajikan haruslah akurat dan tidak membingungkan. Informasi yang mendalam
namun mudah dipahami akan semakin meningkatkan dimensi ethos dari sang
pembicara.
Struktur bahasa yang rasional dan proporsional akan ditangkap dengan jelas oleh
pikiran para pendengar. Kejelasan dari alasan-alasan serta bukti-bukti yang kuat akan
mendorong pesan dan argumen menjadi semakin persuasif. Persiapan yang matang
adalah kuncinya.
3. Phatos
Phatos adalah sisi daya tarik emosional yang menyertai isi argumen dari sisi
logos dan kompetensi komunikator dari sisi ethos. Penyampaian argumentasi dengan
pathos inilah yang menguatkan unsur persuasinya. Pathos adalah penentu dari
persetujuan pendengar pada pemaparan sang pembicara.
IV. Jenis-jenis Retorika
Retorika forensik: keadaan ketika para pembicara mendorong munculnya rasa
bersalah atau tidak bersalah dari khalayak. Pidato forensik atau juga disebut pidato
Yudisial biasanya ditemui dalam kerangka hukum. Retorika forensik berorientasi pada
masa waktu lampau.
Retorika epideiktik : wacana yang berhubungan dengan pujian atau tuduhan
Sering disebut juga pidato seremonial. Pidato jenis ini disampaikan kepada publik
dengan tujuan untuk memuji, menghormati, menyalahkan dan mempermalukan.
Pidato jenis ini berfokus pada isu-isu sosial yang ada pada masa waktu sekarang.
Retorika deliberatif : saat pembicara harus menentukan suatu tindakan yang
harus diambil, sesuatu yang harus atau tidak boleh di lakukan oleh khalayak. Pidato ini
sering disebut juga dengan pidato politis. Pidato deliberatif berorientasi pada masa
waktu yang akan datang.
Kekurangan dari model komunikasi Aristoteles atau model retoris antara lain :
Komunikasi dianggap sebagai fenomena statis. Dimana hanya terdapat transfer
pesan dari pembicara ke pendengar saja. Misalnya, seorang pembicara sedang
berbicara tentang sesuatu hal dan kemudian ia menyampaikan pesan kepada para
khalayak. Kemudian, khalayak mendengarkan apa yang menjadi pesan dari si
pembicara. Tahap-tahap komunikasi dalam peristiwa ini terjadi secara berurutan
dimana itu terjadi terus-menerus terjadi secara statis ketimbang terjadi secara
simultan.
Model komunikasi ini memunculkan persepsi yang salah bahwa kegiatan yang
terstruktur yang selalu disengaja. Seperti, pembicara menyampaikan dan
pendengar hanya mendengarkan tanpa di jelaskan lebih jauh mengenai gangguan
yang mungkin terjadi dalam proses penyampaian pesan, efek yang akan terjadi
dan sebagainya.
Di dalam model komunikasi yang diutarakan oleh Aristoteles ini tidak membahas
mengenai aspek-aspek non-verbal dalam persuasi yang berperan dalam proses
komunikasi.
APLIKASI MODEL KOMUNIKASI ARISTOTELES DALAM KELOMPOK TANI