Retorika adalah ilmu yang mempelajari kegiatan bertutur baik secara lisan
ataupun tulisan. Retorika selalu terlibat dalam kehidupan bertutur masyarakat. Selama
tindak dan usaha dalam kegiatan bertutur dilakukan orang selama tindak dan usaha itu
dimaksudkan mempengaruhi pihak lain dan selama maksud mempengaruhi selalu ada
dalam setiap kegiatan bertutur, maka selama itu pula orang terlibat dengan masalah
retorik. Dengan kata lain tidak ada orang yang terlepas sama sekali dari retorik,
sepanjang dia masih menyediakan diri hidup bermasyarakat. Dikatakan demikian atau
kegiatan bertutur menggunakan bahasa sebagai media tutur, pemanfaatan retorika
dalam bidang pendidikan ini artinya pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam
pengembangan sumber daya manusia harus bisa berperan aktif dalam peningkatan
kualitas dan juga kuantitas.
Intinya adalah retorika sangat berpengaruh pada tujuan tuturan yang ingin
dicapai sehingga perlu sekali adanya persiapan dan perlu ada perencanaan terlebih
dahulu dalam melakukan kegiatan bertutur. Seorang guru yang membina peserta didik
harus menggunakan retorika yang baik, tujauannya adalah untuk mencapai target
pendidikan itu sendiri, bahkan lebih dari itu guru menggunakan retorik yang baik agar
membuat peserta didiknya betah dan bersemangat mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Dominansi topik tutur ini diperkuat dengan tindak tutur, dimana tampak
terlihat bagaiman seorang guru melakukan tindakan yang sekiranya memancing
penerima tutur untuk tertarik bahkan bersemangat dalam mengikuti kegiatan bertutur
ini. Dua aspek tersebut memang penutur lakukan agar apa yang ingin disampaikan
bisa tercapai tentunya lewat pendidikan.
Bertutur sebagai salah satu kegiatan yang fungsional dalam kehidupan
manusia telah menjadi objek penelitian dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada
masa lampau kegiatan ini juga dipelajari oleh ilmu yang tergolong dalam kelompok
ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, seperti misalnya Filsafat, Logika, Sosiologi,
Antropoliti, Psikologi, Filologi. Ilmu sastra dan yang lainnya. Dari berbagai cabang
ilmu yang menggarap kegiatan bertutur dan bahasa, ada beberapa diantaranya yang
dekat sekali gejalanya dengan retorika. Cabang ilmu yang dimaksud di sini ialah
Logika, Tatabahasa dan sastra. Ketiga ilmu ini selain batas-batasnya sering
dikaburkan dengan retorika.kerap pula eksistensinya dianggap sebagai induk retorika.
Dalam sejarah perkembangan studi tutur dan bahasa pernah muncul suatu
anggapan bahwa retorik adalah bagian dari tatabahasa. Anggapan ini tu8mbuh subur
sdekitar abad XVIII, yaitu semasa orang memberikan penghargaan yang berlebih-
lebihan kepada tatabahasa. Pada saat itu tatabahasa dipandang sebagai perangkat
kaidah yang mengajarkan bagaimana berbahasa yang baik. Sebuah tutur dikatakan
baik kalau bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah-kaidah yang digariskan oleh
para tatabahasawan. Dengan demikian kalau ada bentuk tutur yang menyimpang dari
kaidah itu, dianggap sebagai tutur yang jelek. Sejalan dengan anggapan ini, maka
Retorika yang dipandangnya sebagai penutur bertutur tidak lain adalah bagian dari
Tatabahasa, yang sekaligus juga merupakan alat penyebarluasan kaidah-kaidahnya.
Kesimpulan bahwa retorika dan tatabahasa adalah dua ilmu yang memiliki
otonomi sendiri-sendiri namun demikian antara masing-masingnya tidak bias dipisah-
pisakan karena keterkaitannya yang dekat.
dunia sastra tidak lepas dengan yang namanya retorika apalagi di maksudkan
untuk mendidik penontonnya banyak hasil karya seni dan sastra yang mengandung
pendidikan seperti wayang kulit, wayang orang, wayang golek, ludruk, arja, tari
topeng pajengan, ketrung dll. dari bidang sastra seperti puisi pantun syair dll. Karya-
karya di atas banyak sekali yang tutur katanya menggunakan bahasa yang terpilih,
ulasan yang mampu mempengaruhi pembaca/penonton dengan menampilkan gagasan
gagasan yang mengandung nilai kehidupan. dalam hubungan inilah sesungguhnya
mereka telah menggunakan retorika dengan baik dalam pewayangan ada dalang yang
mengguanakan retorikauntuk mempengaruhi penontonnya dalam peisi ada penulis
yang menyampaikan nasihat dengan sajak yang indah. dengan inilah pemanfaatan
retorika sangat berperan untuk mempengaruhi penonton dan bisa memahami sebuah
nilai kehidupan yang tersirat tanpa merasa bosan.
Meskipun retorika telah berdiri sebagai suatu ilmu yang terpisah dengan ilmu
lain namun retorika dapat berkaitan dengan ilmu lainnya yaitu :
Dunia seni juga merupakan bidang kehidupan yang tidak lepas dari
retorika. Apalagi seni itu dimaksudkan untuk “mendidik” penontonnya.
Banyak hasil karya seni mengandung pendidikan, misalnya wayang kulit,
wayang orang, wayang golek, wayang beber, ludruk, arja, tari topeng pajegan
(Bali), ludruk, ketrung, dan lain-lain. Pada kesenian tersebut terdapat tokoh-
tokoh punakawan yang pintar bertutur (memberi nasihat), seperti tokoh Cepot
dan Udel (Sunda), Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong (Jawa), Sangut, Delem,
Merdah Tualen, Kartala, Punte (Bali). Tokoh-tokoh ini sering bertutur dengan
menggunakan bahasa yang terpilih, ulasan yang mampu mempengaruhi
penonton dengan menampilkan gagasan-gagasan yang mengandung nilai
kehidupan. Dalam hubungan inilah sesungguhnya mereka telah menggunakan
retorika dengan baik. Dalam pewayangan ada dalang yang menggunakan
retorika untuk mempengaruhi penontonnya. Dalam pewayangan terdapat
tokoh-tokoh yang baik dan tokoh-tokoh yang buruk sebagai persona yang
dipakai oleh dalang untuk menampilkan tutur-tutur bijak yang memukau.
Keberhasilan dalang dalam mempengaruhi penontonnya, karena ia mampu
menerapkan retorika dengan baik. Kemampuan seperti itu diperoleh oleh
dalang melalui latihan-latihan yang sistematis.
Pemanfaatan retorika tidak hanya pada karya seni klasik saja, pada seni
modern retorika juga dimanfaatkan, misalnya pada seni drama, teater, film.
Pada ketiga kesenian ini bahasa dan gaya bahasa dipilih benar, kemudian
ditata dengan baik, selanjutnya ditampilkan di depan penonton. Cara kerja
memilih/menemukan, menata, dan menampilkan benar-benar merupakan
langkah-langkah seperti dalam retorika.