RETORIKA POLITIK
Muhamad Rosit, M.Si dan Sayyidah Afifah, S.Sos
Perkuliahan
Program Studi Mata Kuliah Kode MK Dosen
Online
Ilmu Komunikasi Komunikasi 9 575378 Muhamad Rosit,
Politik S.Sos.I., M.Si
Deskripsi Kompetensi
Materi ini membahas ragam teknik retorika dalam arena Mahasiswa mampu
politik. memahami pengertian,
teknik dan tipologi
retorika politik.
A. Pengertian Retorika
Retorika merupakan “art of speech” (seni berbicara), yakni suatu bentuk komunikasi
yang diarahkan pada penyampaian pesan dengan maksud memengaruhi khalayak agar dapat
memperhatikan pesan yang disampaikan secara baik. Retorika menggabungkan antara
argumentasi pesan, cara penyampaian yang menarik serta kredibilitas diri pembicara, sehingga
melahirkan impresi tertentu bagi khalayak. Dengan demikian, retorika politik merupakan seni
berbicara kepada khalayak politik, dalam upaya memengaruhi khalayak tersebut agar sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh komunikator politik.
Retorika, secara etimologi berasal dari bahasa Inggris “rhetoric” dan bersumber dari
perkataan Latin “rhetoric” yang berarti seni bicara. Retorika merupakan seni berbicara yang
dapat dicapai berdasarkan bakat alam dan keterampilan teknik. Retorika sebagai suatu ilmu
memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum dan akumulatif. Rasional, apa yang disampaikan
oleh seorang pembicara harus tersusun secara sistematis dan logis. Empiris berarti menyajikan
fakta-fakta yang dapat diverifikasi oleh pancaindra. Umum artinya kebenaran yang disampaikan
tidak bersifat rahasia dan tidak dirahasiakan karena memiliki nilai sosial. Akumulatif merupakan
perkembangan dari ilmu yang sudah ada sebelumnya, yaitu penggunaan bahasa secara lisan
maupun tulisan.
Kajian retorika, secara umum didefinisikan sebagai simbol yang digunakan manusia
(Littlejohn, 2009). Retorika pada awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika adalah
seni penyusunan argumentasi dan pembuatan naskah pidato. Kemudian berkembang sampai
mengikuti proses adjusting ideas to people and people to ideas dalam segala jenis pesan. Kajian
retorika diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk
memengaruhi lingkungan sekitarnya. Pusat dari tradisi retorika adalah penemuan, penyusunam,
gaya, penyampaian, dan daya ingat, yang dikenal sebagai lima karyawa agung retorika.
Dalam kajian ilmu komunikasi, retorika hadir sebagai tradisi dalam ilmu komunikasi.
Teori Retorika mencakup pemikiran yang sangat luas dalam bidang komunikasi, dengan asumsi-
asumsi yang menuntun teori ini untuk berkembang. Pertama, pembicara yang efektif harus
mempertimbangkan khalayak mereka. Kedua, pembicara yang efektif menggunakan beberapa
bukti dalam presentasi mereka. Komunikasi merupakan proses transaksional, pembicara tidak
diperkenankan merangkai pidato tanpa memikirkan pendengar atau khalayak mereka. Kemudian
pidato yang mereka buat harus memiliki bukti retoris yang sudah dijelaskan sebelumnya yaitu
ethos, pathos, dan logos.
Aristoteles merupakan tokoh utama yang memasyhurkan dan mengembangkan retorika
serta menekankan tujuan persuasi dalam retorika. Seorang pembicara yang tertarik untuk
memersuasi audiens harus mempertimbangkan tiga bukti retorika: logika (logos), emosi (pathos),
dan etika atau kredibilitas (ethos) (Richard & Turner, 2017).
Logika (logos) merupakan bentuk penggunaan argumentasi dan bukti dalam pidato.
Seorang komunikator yang baik akan berbicara dengan menggunakan bukti atau fakta, sehingga
audiens dapat dengan mudah tertarik dan percaya dengan apa yang disampaikan. Emosi (pathos)
merupakan bukti emosional yang didapat dari anggota audiens. Audiens akan terbawa emosinya
ketika melihat dan mendengar komunikator yang pandai melibatkan pesan emosional kepada
audiens. Audiens akan merasa bahwa komunikator tersebut memiliki kredibilitas karena pesan
yang disampaikan. Karakter (ethos) merupakan pandangan mengenai karakter, inteligensia, dan
niat baik seorang pembicara. Komunikator tidak hanya berbicara pengalaman kepada audiens
tetapi juga memperhitungkan relasi antara komunikator dan audiens dengan melibatkan rasa
percaya berdasarkan relasi.
Secara filosofis, retorika dapat dirunut dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Filsuf Aristoteles mempertegas bahwa emosi manusia bervariasi dan ini dapat diperguna- kan
oleh seorang orator atau pembicara untuk mempengaruhi audiensnya. Aristoteles pun
memberikan pengertian bahwa retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai itu
adalah kebenaran dan keadilan yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat.
Bagi Aristoteles, retorika memiliki beberapa fungsi, yaitu pengetahuan yang mendalam tentang
retorika dan latihan-latihan yang dilakukan bisa mencegah retorika digunakan sebagai alat
penipuan; retorika sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi; retorika sama
halnya dengan dialektik yang dapat memaksa orang untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan.
Sumber
Heryanto, G.G. (2021). Strategi Literasi Politik: Sebuah Pendekatan Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD.
Heryanto, G.G., & Rumaru, S. (2013). Komunikasi Politik Sebuah Pengantar. Bogor: PT. Ghalia
Indonesia.
Rajiyem. (2005). Sejarah dan Perkembangan Retorika. Humaniora, Vol. 17, h.142-153.
Richard, W., & Turner, H. L. (2017). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.