Anda di halaman 1dari 12

IaRETORIKA

RETORIKA

DOSEN PENGAMPU :

ISMAIL RAHMAD DAULAY M.Pd.

DISUSUN OLEH :

SURYA BONGSU (2101010017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN

PADANGSIDIMPUAN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Adapun judul dari makalah ini adalah “Retorika”. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih bnayak terdapat
keslahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya menjadi makalah yang lebih baik lagi dan
semoga makalah ini memberi manfaat bagi yang membaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang Sidempuan , 3 April 2023

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat retorika

B. Sejarah perkembangan retorika

C. Syarat sebuah retorika

D. Ruang lingkup retorika

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi
dengan sesama kita baik melalui bahasa langsung (berbicara) maupun tidak langsung
(bahas tulis). Ada berbagai macam maksud yang hendak kita sampaikan seperti
meyakinkan, mempengaruhi, mengajak, memerintah dan lain-lain. Keberhasilan kita
dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah logos
(meyakinkan dengan logika-logika), patos (kejiwaan atau aspek psikologi), etos
(kepercayaan atau kredibilitas).

Dalam kajian ilmu pengetahuan seni berbicara atau komunikasi ini sering disebut dengan retorika.
Orang yang menguasai ilmu retorika atau memiliki retorika yang bagus dalam berkomunikasi
maka akan lebih mudah menyampaikan maksud dan tujuan dari apa yang dibicarakannya serta
terasa enak didengarkannya dan tidak membuat bosan pendengarnya.

Retorika, bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi pengetahuan sastra, gramatika, dan
logika.Karena dengan rasio tidak cukup untuk meyakinkan orang, untuk meyakinkan orang lain
memerlukan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyentuh
hati pendengar.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Hakikat Retorika ?

2. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Retorika ?

3. Apa sajakah Syarat Sebuah Retorika ?

4. Bagaimanakah Ruang Lingkup Retorika ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui Hakikat Retorika


2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Retorika

3. Mengetahui Syarat Sebuah Retorika

4. Mengetahui Ruang Lingkup Retorika

BAB II PEMBAHASAN

1 . Hakikat Retorika

Retorika (bahasa Belanda: retorica, bahasa Inggris: rhetoric) adalah cabang dari dialetika yang
membahas mengenai kemampuan dalam membuat argumen dalam bahasa sebagai alat di bidang
ilmu etika.Retorika (berasal dari bahasa Yunani: ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik
pembujuk-rayuan menggunakan persuasi untuk menghasilkan bujukan baik terhadap karakter
pembicara, emosional, atau argumen.

Berbicara ataupun berbahasa merupakan kunci utama dari retorika. Dari sisi historis, retorika
dimaksudkan dengan apa yang ingin dicapai didasarkan bakat dan keterampilan sebagai kesenian
berbicara dengan baik, hal inilah yang disebut retorika.

Awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul
‘Grullos’ atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi
politik bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara
dengan pendengar melalui pidato, persuader (orang yang mempersuasi) dan yang dipersuasi saling
bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka

Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media
oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik
sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi
yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas
teks tertulis dan visual. Misalnya, ketika seseorang menjadi pandai menggunakan retorika terhadap
orang lain, orang itu akhirnya tanpa sadar menggunakannya pada diri sendiri .
2 . Sejarah Retorika

Demosthenes (384-322 SM) merupakan pemikir yang dikenal sebagai sarjana rajanya orator masa
Yunani-Romawi. Berbeda dengan Isocrates, ia menginginkan agar Yunani bebas dari kekuasaan
Macedonia. Demosthenes lebih memfokuskan retorika melalui perkataan dari lisannya dibandingkan
bagaimana ekspresi wajahnya ataupun bahasa tubuhnya di depan khalayak (pendengar).[28]

Romawi Kuno

Munculnya istilah retorika di Romawi ditandai runtuh simbol kejayaan Yunani digantikan oleh
kekaisaran Romawi Kuno. Retorika merupakan hal yang didatangkan dan dibumikan oleh Romawi
atas kemenangan ekspansi militer mereka ke Yunani. Romawi mempelajari perkembangan budaya
Yunani, salah satunya ilmu berbicara, pidato berbekal pengetahuan teoritis yang mengandung
retorika.[29] Retorika dikembangkan dan diperkenalkan oleh dua orang filsuf legendaris yakni Cicero
dan Quintilianus.

Marcus Tullius Cicero

Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dikenal banyak orang Roma sebagai pembicara hebat, seorang
profesor retorika Republik Romawi.[30] Cicero dianggap sebagai salah satu ahli retorika terkenal
sebagai orator, dan gaya tulisannya berpengaruh kuat di dunia bagian barat.[31] Ia juga banyak
dikenal sebagai seorang filsuf yang membawa perkembangan filsafat Yunani ke Roma, ke bahasa
Latin, dan ke tradisi barat (filsafat barat) untuk pertama kalinya dalam pidato, surat dan dialognya.
[32] Adapun bentuk interpretasi dirinya yang terkenal ditampilkan di “De Natura Deorum” dan “De
Divinatione”.[33] Cicero memandang bahwa retorika meliputi dua tujuan utama yakni anjuran dan
penolakan (dissuasio). Dari penggabungan kedua hal itu, dapat ditemui pada berbagai pidato oleh
orator-orator Romawi.[34] Pengajaran retorika klasik kepada murid berfokus pengaturan argumen
dan struktur teks dalam berpidato (seperti, ekspresi wajah atau mimik). Dalam Dispositio, kanon
retorika klasik yang membahas teknik argumen penyusunan penulisan dan bicara dalam bagian-
bagian pidato atau ceramah agar tertata secara baik. Ia membagi kedalam enam elemen penting
yang penulisan pidato yakni pembukaan (exordium), narasi terkait fakta (narratio), pembagian
berbagai situasi maupun topik (partitio), kehadiran bukti (confirmatio), evaluasi kekeliruan pada
kejadian (reprehensio), dan penutup (peroratio).[35]

•Marcus Fabius Quintilianus

Marcus Fabius Quintilianus (35 SM-97 M) merupakan seorang guru yang ahli dalam berbicara atau
berkata sekaligus orang yang berhasil membahas mengenai beberapa fakta Socrates, sebagai
seorang guru orator, Quintilianus memfokuskan keyakinannya dalam pendidikan dengan peletakan
pada kesempurnaan dan kemampuan yang ada pada manusia berekspresi sebagai dasar pendidikan
atau pengajarannya.[36] Quintilian menggambarkan retorika sebagai “kefasihan yang
dipersonifikasikan”.

-Masa Abad Pertengahan

•St. Agustinus

Santo Agustinus

Dalam perkembangan pendidikan agama Kristen, salah satunya seorang bapa gereja bernama
St. Agustinus yang memiliki kontribusi penting dan mendominasi abad pertengahan. Agustinus (354–
430 M) dilahirkan di Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius, tepatnya Tagaste. Ia memulai
pendidikannya di kampung halamannya di Tagaste, dan kemudian belajar retorika dan filsafat di
Kartago. Setelah itu, ia kembali ke kampung halamannya dan menjadi guru retorika. Kepindahannya
ke Kartago pada tahun 372 sekaligus menjadikan dia sebagai guru ilmu retorika di sana.Ia
mengeksplorasi penggunaan retorika baru dalam Buku Keempat dari De Doctrina Christiana yang
membahas bahwa konsep dasar dari apa yang akan menjadi homiletika, retorika khotbah. Agustinus
memulai buku ini dengan menanyakan mengapa “kekuatan kefasihan, yang begitu mujarab dalam
memohon baik untuk tujuan yang salah atau hak”, tidak boleh digunakan untuk tujuan yang benar
(IV. 3).

-Zaman Modern

•Retorika modern pertama (Renaisans)

Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di negara bagian Eropa dengan
selang waktu yang lama menjadikan warisan peradaban Yunani diabaikan. Pertemuan orang Eropa
dengan Islam yang mengembangkan khazanah Yunani dalam Perang Salib yang mengakibatkan
Renaisans. Salah seorang pemikir Renaisans yang menarik kembali minat orang pada retorika adalah
Peter Ramus. Ramus menemukan bahwa seni retorika dan logika tercakup dalam keduanya retorika
dan logika Inventio dan dispositio.[38] Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika.
Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja. Taksonomi Ramus
berlangsung selama beberapa generasi.

Retorika oleh Roger Bacon (1214-1219) dihubungkan Renaisans dengan retorika modern, ia
mengemukakan dengan menggunakan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan
tentang proses psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, “... kewajiban retorika ialah
menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”. Rasio, imajinasi,
kemauan adalah ilmu-ilmu dalam psikologi yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern.
[39]

Aliran pertama retorika hingga masa modern dalam penekanan terhadap proses psikologis,
dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas tentang “teori pengetahuan” yang
meliputi asal-usul, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis
berupaya mengkaji retorika klasik sebagai sorotan perkembangan psikologi kognitif
(seperti,pembahasan terkait proses mental). George Campbell (1719-1796) dalam buku pertamanya
yang berjudul “Philosophy of Rhetoric”, ia menggunakan metode psikologi guru dengan mempelajari
Aristoteles. Psikologi departemen mencoba menjelaskan empat departemen perilaku manusia—
atau departemen jiwa manusia: penyebab pemahaman, ingatan, imajinasi, sensasi, dan kemauan
keras. Menurut definisi Campbell, retorika harus menunjuk pada upaya “mencerahkan
pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan”.
Tokoh lainya yang memngembangkan retorika adalah Richard Whately mengembangkan retorika
yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia
menekankan argumentasi sebagai fokus retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari
argumentasi yang tepat dan mengorganisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell
menekankan pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang berorientasi
pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum epistemologis – aliran pertama
retorika modern.

•Retorika modern kedua (belles lettres

Abad modern kedua, retorika dikenal dengan nama Belles Lettrers (dalam bahasa Perancis berarti
“tulisan yang indah”). Aliran retorika pada abad ini, salah satunya bernama Hugh Blair.

•Hugh Blair

Aliran retorika modern kedua yang dikenal sebagai gerakan belles lettres. Retorika belletris
merupakan retorika yang mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, terakdang juga
mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) sebagai seorang menteri agama, penulis,
dan ahli retorika Skotlandia, ia dianggap sebagai salah satu ahli teori wacana tertulis pertama. Ia
menulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Menganai hubungan antara retorika, sastra, dan
kritik. Ia memperkenalkan citarasa (taste), yang diartikan sebagai kemampuan untuk memperoleh
kepuasan dari suatu pertemuan dengan apa pun yang indah.

•Retorika modern ketiga (elokusionis)

Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis, aliran yang menekankan teknik penyampaian pidato.
[44] Gilbert Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, “Pembicara tidak
boleh melihat melantur. Ia harus mengarahkan matanya langsung kepada pendengar, dan menjaga
ketenangannya.[44] Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu
pengetahuan modern – khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika
pun mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public
speaking. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir:

•James A Winans

James A Winans dalam terbitan bukunya yang berjudul “Public Spaking” pada tahun 1917 yang
membahas tentang teori psikologi dan cara penyampaian pidato. Ia menyatakan bahwa tindakan itu
dipengaruhi perhatian, di mana persuasi diartikan sebagai suatu proses yang memunculkan
perhatian yang memadai dan tidak dipengaruhi oleh proposisi.[45]

•Charles Henry Woolbert


Retorika oleh Charles Henry Woolbert, retorika yang dikemukanya berkaitan dengan ilmu
tingkah laku. Pandanganya tentang setorika tidak hanya berhubungan dengan teori ilmiah atau
kajian ilmiah di mana pembicara mempengaruhi pendengar dengan pengetahuan ilmiah
mnggunakan seni dalam berbicara.[46] Dalam karya bukunya berjudul “The Fundamental of
Speech”, ia membahas mengenai persiapan dalam berpidato yang didasarkan pada tahapan yakni 1)
teliti tujuan, 2) khalayak dan situasi, 3) kecocokan proposisi, serta 4) kalimat secara logis.

•Alan H. Monroe

Retorika oleh Monroe sebagai pemikir dalam retorika, ia menghubungkan retorika kedalam cara
pengorganisasian pesan atau pesan yang tersusun didasarkan pada proses berpikir manusia. Hal ini
yang disebut urutan bermotif. Adapun urutan itu mencakup yakni 1) perhatian, 2) kebutuhan, 3
pemuasan, gambaran visual, serta tindakan.

•Barack Obama & Susilo Bambang Yudhoyono

Retorika sebagai bagian politik tidak terlepas dari bahasa politik. Hal ini memengaruhi
masyarakat terhadap penggunaan bahasa politik yang menjadi cerminan suatu realitas. Presiden
Barack Obama bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers menerapkan
teori implikatur dan konsep atau teori-teori retorika bahasa sebagai pendekatan pragmatik.[49]
Retorika oleh Obama dan Susilo Bambang semasa kepresidenennya sebagai aktor politik juga dalam
penanggapan isu ISIS dalam United Nations General Assembly pada tanggal 24 September 2014.
Penggunaan bahasa verbal dan nonverbal oleh Obama melalui retorikanya merupakan upaya dalam
penyelesaian pertentangan dengan Islam terhadap Amerika Serikat negara yang anti Islam. Obama
berusaha untuk mengatasi situasi dengan menawarkan beberapa solusi dan tindakan agar tidak ada
teroris yang mengatasnamakan agama Islam. Sedangkan retorika yang dilakukan oleh Yudhoyono,
disimpulkan bahwa ia memiliki keraguan dan kurang tegas dibandingkan dengan Obama dalam
mengambil keputusan ataupun menawarkan solusi dalam menanggapi kasus ISIS. Karena Indonesia
sebagai penganut muslim terbanyak di dunia sehingga Yudhoyono harus berhati-hati dengan hanya
memberi himbauan agar tidak ada penyerangan lagi.

3 . Ruang Lingkup Retorika

•Retorika forensik

Retorika forensik difokuskan pada keadaan seseorang, instansi maupun lembaga (seperti,
yuridius) dengan mendorong terjadinya rasa bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau
ganjaran. Retorika forensik sering kali dikenal dengan retorika yudisial atau pidato yudisial.[51]
Retorika forensik dapat digambarkan sebagai keterlibatan banyak pembelaan, masing-masing
berbeda di setiap tempat, audiens, strategi, dan proses peradilan.

•Retorika epideiktik
Retorika epideiktik digunakan promosi nilai-nilai kewarganegaraan melalui bahasa pujian dan
celaan. Retorika epideiktik dalam demonstratif, dimaksudkan sebagai wacana baik memuji atau
penistaan dengan tujuan menyalahkan seseorang atau lembaga.[53]

•Retorika deliberatif

Retorika deliberatif merupakan retorika yang memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi
dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Fokus utama retorika deliberatif adalah
pada audiens politik seperti majelis demokratis. Tujuannya untuk membuat seseorang atau audiens
terbuka terhadap penilaian tertentu (seperti motivasi orang melalui media sosal).

4 . Syarat -Syarat Retorika

-Bahasa

Bahasa dapat dikatakan sebagai unsur pendukung utama retorika. Tidak ada retorika apabila
tidak ada bahasa, karena penggunaan bahasa memiliki hubungan dalam penyajian pesan, hal ini
merupakan wujud fisik dari retorika. Pada penggunaan bahasa inilah dilakukan pemilihan
kemungkinan unsur bahasa yang dipandang paling persuasif oleh komunikator. Pemilihan unsur-
unsur bahasa itu bisa dalam bentuk istilah, kata, ungkapan, gaya bahasa, kalimat, dan lain-lain.

-Etika dan nilai moral

Etika dan nilai moral sebagai bagian terpenting. Adanya etika dan nilai moral dalam retorika
menjadikan aktifitas komunikasi yang dilakukan bertanggung jawab. Etika dan nilai moral inilah
menjadi tumpuan bahwa orang yang menguasai retorika harus bertanggung jawab dalam aktifitas
komunikasinya. Dalam mengkomunikasikan informasi, komunikator perlu memperhatikan tiga syarat
yang berkaitan dengan etika yakni 1) bertanggung jawab memilih unsur persuasif dan menyadari
kemungkinan melakukan kesalahan, 2) berusaha memahami dan memperlakukan secara jujur
kerugian yang diakibatkan oleh penipuan diri sendiri, 3) Menoleransi pendengar yang tidak setuju
dengan isi yang disampaikan.

-Penalaran yang Benar

Penyampaian informasi dalam komunikasi harus didukung dengan penalaran yang benar agar
informasi yang disampaikan memiliki kekuatan atau landasan. Dengan penalaran yang benar,
pembawa pesan juga harus menggunakan argumen logis untuk meyakinkan pendengarnya. Untuk
mendukung penalaran yang benar, pengguna (penerima pesan) atau retorika yang diterima dapat
mengikuti kaidah penalaran seperti hukum berpikir, silogisme, probabilitas induksi, dan kesalahan
penalaran.[62] Oleh karena itu, dalam retorika ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu akal dan
karakter komunikator sehingga dapat dijadikan dasar persuasi dimana kepribadian digunakan
sebagai tanda psikologis apakah pengirim pesan berbohong atau jujur.
-Pengetahuan yang Memadai

Apabila tidak disertai dengan pengetahuan yang memadai, maka penyampai pesan dapat
menjadi orang sekedar menghasut dengan omong kosongnya. Komunikator harus benar-benar
memahami apa yang ingin mereka sampaikan. Mengenai materi dan strategi penyampaian dapat
dipahami yakni sebagai 1) Pemahaman atau pengetahuan tentang materi yang akan disampaikan
sangat penting bagi pembicara. 2) Keberhasilan retorika tergantung pada pemahaman pembicara
tentang manusia (audiens) dan berbagai aspek.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Retorika adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan menggunakan


bahasa sebagai alatmya. Dalam peristiwa komunikasi itu, tujuan utama komunikator adalah
menyampaikan pesan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, dan dapat diterima oleh
komunikan. Penyampaian pesan itu dilakukan secara persuasif dengan mengembangkan
kemungkinan-kemungkinan cara yang paling efektif untuk menunjang pesan komunikasi yang
ingin disampaikan itu.

B. Saran

1. Dalam makalah ini kita diharapkan untuk mengetahui apa saja upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran menyimak.

2. Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis
meminta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Buckingham, Will; Burnham, Douglas; J. King, Peter; Hill, Clive; Weeks, Marcus; Marenbon, John
(2011). The Philosophy Book: Big Ideas Simply Explained (PDF) (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1).
New York: DK Publishing. ISBN 978-0-7566-6861-7.

Sulistyarini, Dhanik; Zainal, Anna Gustina (2018). Buku Ajar Retorika (PDF) (edisi ke-1). CV. AA.
Rizky. ISBN 978-623-7726-81-4.

Erickson, Keith V. (ed.). 1974. Aristotle: The Classical Heritage of Rhetoric, Metuchen, NJ

Burnyeat, Myles. 1994. “Enthymeme: The Logic of Persuasion.” In DJ Furley and A. Nehamas (eds.),
Aristotle’s Rhetoric . Princeton: Princeton University Press. 3-55.

Cooper, John M. 1993. “Rhetoric, Dialectic, and the Passions.” In Oxford Studies in Ancient
Philosophy 11: 175-198.

Anda mungkin juga menyukai