Anda di halaman 1dari 4

Sejarah: Awalnya di pengadilan kemudian sesudah memperhatikan bahwa kepandaian berbicara juga dibutuhkan untuk memimpin negara, maka

orang mulai menyusunnya dan disebut retorika (kota Sisilia, Yunani). Selanjutnya berkembang dimiliter. Dalam perkembangannya, retorika disebut sebagai seni berbicara di hadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Perkembangan terakhir retorika mengalami perngerucutan bidang, yakni retorika lisan dan retorika tulisan. Sejarah pertumbuhn retorika dari jaman yunani kuno menunjukkan bahwa tekanan seni wacana diletakkan pada oratori atau seni berpidato. Hal ini dapat dimengerti karena publikasi secara meluas atas suatu hasil pikiran tidak dapat dilakukan dengan tulisan, karena belum ada percetakan. Tindakan yang diandalkan untuk memecahkan suatu persoalan dengan melibatkan banyak orang, atau menyampaikan suatu gagasan pada suatu massa pendengar, hanya bisa dilakukan pada bahasa lisan, atau dengan kata lain melalui pidato. Karena itu, pengertian retorika pada awalnya juga bertumpang tindih dengan seni berpidato atau oratori. Tetapi, setelah penemuan mesin cetak dan mesin uap, maka retorika sebagai seni berpidato mulai merosot peranannya, dan digantikan dengan seni menggunakan bahasa secara tertulis. Dengan publikasi tertulis, gagasan atau ide seseorang dapat lebih luas tersebar daripada jika disampaikan melalui pidato. Sebab itu, tekanan utamapun beralih kepada kemampuan untuk menyampaikan pikiran dalam bentuk bahasa tulis agar dapat dibaca oleh banyak orang. Dengan pergeseran ini, pengertian retorika juga turut bergeser dari bahasa lisan ke bahasa tulis, dari seni berpidato, sebagai titik sentral, bergeser ke kemampuan menulis. Pada waktu ditemukan media komunikasi elektronis, khususnya radio, peranan bahasa lisan muncul kembali. Pidato melalui radio, televise mempunyai peranan yang sama penting dengan komunikasi melalui media tulis. Dengan demikian, sejak awal munculnya retorika hingga saat ini retorika senantiasa mengalami perkembangan. Akibat perubahan-perubahan retorika sesuai dengan tujuan yang berlainan itu, maka buku-buku pegangan mengenai retorika juga hanya mencakup sebagian saja dari aspek retorika yang ada. Studi mengenai retorika pada akhirnya memengaruhi perkembangan kebudayaan Eropa dari jaman kuno hingga abad XVII Masehi. Sesudah itu, retorika sudah tidak dianggap penting lagi. Pada abad ke XX retorika kembali mengambil tempat di antara bidang-bidang pengetahuan lainnya, sebagai suatu cara menyajikan berbagai macam bidang pengetahuan dalam bahasa yang baik dan efektif.

Tradisi retoris dimulai dari retorika sofis pada masa Yunani Kuno pada akhir abad ke-5 SM. Digalakkan oleh Protagoras, Gorgias, dan Isokrates, retorika sofis mengajarkan keterampilan berbahasa [terutama berpidato] di depan publik dengan maksud untuk memenangkan tujuan politik tertentu melalui tuturan [lisan]. Intinya, retorika merupakan kelihaian berbahasa dalam memainkan ulasan mengenai konteks tertentu untuk mencapai tujuan politik. Retorika sofis terlalu mementingkan pencapaian tujuan tanpa mengutamakan kebenaran sehingga tereduksi dalam caracara debat kusir atau bersilat lidah. Retorika jenis ini seringkali muncul dalam debat-debat politik, iklan, propaganda, pernyataan politik, maupun kampanye partai.

awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul Grullos atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual. Plato mengecam retorika sofis sebagai suatu upaya manipulasi opini publik dan mengabaikan kaidah-kaidah pencapaian kebenaran. Retorika sofis tidak menjadikan kebenaran sebagai sarana untuk membentuk opini public melainkan mereduksinya sekedar kecakapan bahasa untuk memenangkan tujuan politik. Di sisi lain, Aristoteles jua menganggap bahwa retorika sofis tidak mampu membangun suatu peradaban manusia yang beradab karena mengabaikan nilai-nilai kebenaran tersebut. Melalui Rhetoric, Aristoteles bermaksud untuk mengendalikan hakikat retorika sebagai sebuah kecakapan [kekuatan] berbahasa sebagai sarana persuasif untuk memecahkan masalah secara objektif, sistematis, dan alternatif. Retorika Aristotelian adalah dalam mana suatu persoalan menjadi wacana kritis, suatu habits of techne untuk memandu publik mengutamakan kebenaran untuk mencapai tujuan politiknya. Output-nya adalah tercipta masyarakat yang beradab dalam arti yang sebenarnya yaitu masyarakat yang cinta kebenaran dalam hidupnya Dalam doktrin retorika Aristoteles terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.

Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika keterampilan berbahasa secara efektif; 2 studi tt pemakaian bahasa secara efektif dl karangmengarang; 3 seni berpidato yg muluk-muluk dan bombastis Retorika adalah seni kemampuan menyampaikan pendapat, mengemukakan gagasan, menyampaikan informasi kepada orang lain secara efektif dengan menggunakan bahasa sebagai alatnya baik secara lisan maupun tulis Menurut Aristoteles retorika berarti kemampuan untuk melihat perangkat alat yang tersedia untuk mempersuasi. Kemapuan dalam pengertian ini kita tafsirkan sebagai kemapuan unutk memilih dan

mengugunakan. Alat perangkat yang tersedia adalah berupa bahasa dan segala aspeknya. Jadi retorika menurut Aristoteles kemampuan unutk memilih dan mengunakan bahasa dalam situasi tertentu secara afektif untuk mempesuasi orang lain. Dengan demikian komonikasi dapat berjalan secara efektif setelah orang lain mengetahui, memahami serta menerima pesan atau komonikasi, sehingga audiens akan menyetujui apa yang dimaksudkan oleh pembicara pesan dalam komonikasi. Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika. Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilah pidato. Bahasa di dalam karya sastra adalah bukan bahasa seperti yang dipakai dalam kommilkasi seharihari. Bahasa dalam karya sastra lebih banyak ditujukan untuk mendapat efek estetis. Untuk kepentingan itulah maka bahasa dalam karya sastra disiasati dan dimanipulasi sedemikian rupa sehinga akan berbeda dengan bahasa nonsastra. Semi (1993: 52) mengatakan bahwa "Bahasa yang dipergunakan sebagai perantara karya sastra itu bukan bahasa komunikasi yang dipergunakan sehari-hari, tetapi merupakan bahasa khas". Bentuk pengungkapan bahasa di dalam karya sastra haruslah berhasil guna mendukung gagasan secara tepat sekaligus mengandung efek estetis sebagai sebuah karya seni. Efek estetis untuk mendukungkefektifan kalimat dalam karya sastra dapat diperoleh dengan memanfaatkan unsure retorika. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Keraf, 1993:52). Yang dimaksud retorika dalam penelitisan ini adalah unsure-unsur kebahasaan dan makna yang digunakan oleh pengarang di dalam mengungkapkan ide dan gagasanya secara jelas dan indah sehingga akan tercipta wacana efektif dan khas. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2002: 298), unsur retorika meliputi penggunaan bahasa figuratif (figurative language) dan wujud pencitraaan (imagety). Retorika berasal dari bahasa Ingeris rethoric yang artinya ilmu bicara. Dalam perkembangannya, retorika disebut sebagai seni berbicara di hadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Retorika adalah suatu gaya/seni berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alami dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara lancar tampa jalan fikiran yang jelas dan tampa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Berretorika juga harus dapat dipertanggung jawabakan disertai pemilihan kata dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu, situasi, dan siapa lawan bicara yang dihadapi.

retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Retorika bertujuan menerangkan kaidahkaidah yang menjadi landasan dari tulisan yang bersifat prosa atau wacana lisan yang berbentuk pidato atau ceramah, untuk memengaruhi sikap dan perasaan seseorang.

Anda mungkin juga menyukai