Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Teori Retorika Aristoteles

Menurut Aristoteles, retorika adalah kemampuan retorikan

untuk mengemukakan sesuatu, dan dalam penyampaiannya tersebut,

retorikan dapat memberikan efek persuasif kepada para

pendengarnya. Secara etimologis, retorika berasal dari bahasa

Yunani, “rhetrike” yang berarti seni kemampuan berbicara yang

dimiliki seseorang. Aristoteles dalam bukunya “Rhetoric”

mengemukakan pengertian retorika, yaitu kemampuan untuk

memilih dan menggunakan bahasa dalam situasi tertentu secara

efektif untuk mempersuasi orang lain.

Sedangkan menurut Gorys Keraf, retorika adalah suatu istilah

secara tradisional yang diberikan pada suatu teknik pemakaian

bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang

tersusun baik. Menurut P. Dori Wuwur Hendrikus, retorika adalah

kesenian untuk berbicara baik yang digunakan dalam proses

komunikasi antarmanusia.

Kajian retorika secara umum didefinisikan sebagai simbol yang

digunakan manusia. Pada awalnyam ilmu ini berhubungan dengan

persuasi sehingga retorika adalah seni penyusunan argumen dan

11
12

pembuatan naskah pidato. (Karen A. Foss, Stephen W. Liitlejohn,

2014: 73).

Retorika didefinisikan sebagai the art of construcing arguments

and speechmaking (seni membangun argumentasi dan seni

berbicara). Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses

untuk menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang

dengan ide melalui berbagai macam pesan. (adjusting ideas to

people and people to ideas in messages of all kinds). (Morissan,

2013: 44).

Menurut Littlejohn dkk (2011) yang menjadi inti tradisi

retorika adalah Lima Hukum Retorika atau The Five Canons of

Rhetoric yaitu invention atau penemuan, arrangement atau

penyusunan, style atau gaya, delivery atay penyampaian, dan

memory atau pengingatan. .

a. Invention atau penemuan mengacu pada penggalian dan

penemuan ide atau gagasan serta penelitian khalayak guna

mengetahui metode persuasi yang akan digunakan.

b. Arrangement atau penyusunan mengacu pada pengorganisasian

ide atau gagasan menjadi pesan

c. Style atau gaya mengacu pada pemilihan kata-kata atau bahasa

yang tepat.

d. Delivery atau penyampaian mengacu pada penyampaian pesan

secara lisan oleh retor atau pembicara.


13

e. Memory atau pengingatan mengacu pada kemampuan retor

atau pembicara untuk mengingat apa yang akan disampaikan

kepada khalayak.

Menurut Aristoteles, keindahan bahasa hanya dapat digunakan

untuk 4 hal yaitu, membenarkan (corrective), memerintah

(instructive), mendorong (suggestive), serta mempertahankan

(devensive). Tradisi retorika dapat menjelaskan baik dalam kontek

komunikasi antar personal maupun komunikasi massa.

Retorika memiliki makna yang berbeda dalam periode yang

berbeda, terdapat 6 periode tradisi retorika, antara lain: zaman klasik,

pertengahan, renaissance, pencerahan, kontemporere, dan postmodern.

(Karen A. Foss, Stephen W. Liitlejohn, 2014: 73).

a. Zaman klasik dari abad ke 5 sampai abad ke 1 sebelum masehi,

didominasi usaha untuk mendifinisikan dan menyusun

peraturan snei retorika. Mengarah pada pendekatan relativistik

Sophist terhadap pengetahuan yang meyakini adanya

kemungkinan ideal atau kebenaran absolut.

b. Zaman pertengahan )400-1400 Masehi) memandang kajian

retorika yang berfokus pada permasalahan penyusunan dan

gaya. Retorika zaman ini telah merendahkan praktik dan seni

pagan, serta berlawanan dengan Kristen yang memandang

kebenaran itu sebagai sebuah keyakinan.


14

c. Zaman Renaissance (1300-1600 Masehi) memandang sbeuah

kelahiran kembali dari retorika sebagai filosofi seni, dapat

menemukan kembali teks retorika klasi dalam sebuah usaha

untuk mengenal dunia manusia.

d. Zaman Pencerahan (1600-1800 Masehi) retorika dibatasi

karena gayanya, memunculkan gerakan belles lettres yang

berarti surat-surat indah atau menarik. Mengacu pada karya

sastra dan semua karya seni murni (puisi, drama, musik,

bahkan berkebun).

e. Zaman kontemporer (abad ke 20) menunjukkan pertumbuhan

dalam retorika ketika jumlah, jenis, dan pengaruh simbol-

simbol meningkat. Retorika bergeser fokusnya dari pidato ke

semua jenis penggunaan simbol.

f. Post modern (abad ke 21) dimana aliran ini merupakan

alternatif yang dimulai dari asumsi dan nilai- nilai acuan yang

berbeda, untuk menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.

2.2. Pengertian Radio

Radio merupakan salah satu media komunikasi yang notabene

adalah elemen atau komponen dari proses komunikasi. Sebagai bagian

dari media massa, radio mempunyai sifat yang dapat menjadi

kelebihan dan keunggulan dalam menyampaikan pesan kepada

masyarakat (Setiyaji, Achmad dkk. 2015: 4).


15

Menurut J.Schupan yang dikutip kembali oleh Niken

Widiastuti (1992: 3), “Radio adalah alat untuk melayani tiga tujuan,

yaitu memelihara, memperluas, dan melancarkan kebudayaan. Ini

perlu diperhatikan dengan munculnya nilai, walaupun nilai

penyiarannya pada masyarakat tidak dapat mencapai keseimbangan

dan kestabilan”. (Setiyaji, Achmad dkk. 2015: 5).

Radio memiliki kelebihan yang mampu menyajikan informasi

terkini, memberikan suatu nuansa mendengarkan informasi melalui

audio. “Radio siaran tergolong sebagai media komunikasi yang

memiliki daya tarik khas yang berkaitan dengan adanya faktor antara

lain kata-kata lisan (spoken words), musik (music), dan efek suara

(sound effect). Dengan iringan musik dan didukung suara binatang,

hujan atau badai, mobil atau pesawat dan lain-lain, suatu acara yang

disajikan radio menjadi lebih hidup.” (Setiyaji, Achmad dkk. 2015: 5).

Menurut Ardianto (2004: 115) radio merupakan media massa

tertua dan sangat luwes yang hadir sebelum 1950-an. Radio sebagai

media massa tertua beradaptasi dengan mengikuti perubahan zaman

agar tetap eksis dan mampu menjalin hubungan yang baik dengan

khalayaknya. Radio bersifat sepintas dan memiliki keunggulan dapat

didengarkan dimana dan kapan saja.

Sebagai media massa, radio dijuluki sebagai The Fifth Estate

karen radio memiliki 5 fungsi yang dapat menarik perhatian


16

khalayaknya dibanding dengan media massa lain. Kelima fungsi

tersebut menurut Ardianto (2004: 119):

1. Radio sebagai media pemberi informasi dari satu pihak ke

pihak lainnya .

Radio Pati Adi Suara FM penyalur informasi pendengar.

2. Radio sebagai media penyampaian pendapat publik dan kontrol

sosial.

Radio Pati Adi Suara FM menyalurkan pendapat publik ke

pemerintah.

3. Radio sebagai media persuasi untuk mencari solusi bersama

yang saling menguntungkan. Radio Pati Adi Suara FM sebagai

perantara pencarian solusi atau permasalahan pendengar.

4. Radio sebagai saran untuk mendidik dalam hal mengikuti

kebersamaan dan semangat kemanusiaan dan kejujuran. Radio

Pati Adi Suara FM mengutamakan semangat kebersamaan

dalam kehidupan pendengar.

5. Radio Sebagai media massa yang digunakan untuk menghibur

khalayaknya melalui program-program yang disiarkan.

Program yang disiarkan Radio Pati Adi Suara FM bermanfaat

untuk menghibur.
17

2.3. Gaya Bahasa

Gorys Keraf (1998: 112) mengungkapkan bahwa gaya atau

khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.

Kata style diturunkan dari kata latin stilus. Karena perkembangan,

gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau

pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata,

frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu,

persoalan gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan

pikiran melalui bahasa.

Menurut Gorys Keraf (Diksi dan Gaya Bahasa, 1998: 113)

bahwa gaya bahasa dibagi menjadi dua menurut fungsinya:

2.3.1. Jenis-jenis Gaya Bahasa

2.3.1.1. Gaya Bahasa Segi Non Bahasa

Gaya bahasa dapat ditinjau dari berbagai

macam sudut pandang. Yaitu dari segi bahasa dan

non bahasa. Dalam jenis-jenis bahasa dari segi non

bahasa dapat dibagi atas lima pokok (Gorys Keraf,

1998:115).

a. Berdasarkan Pengarang

Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi

orang-orang sehingga dapat membentuk sebuah

aliran.
18

b. Berdasarkan masa

Gaya bahasa yang didasarkan pada masa,

misalnya ada gaya bahasa lama, gaya klasik,

gaya modern.

c. Berdasarkan medium

Setiap bahasa karena struktur dan situasi sosial

pemakainya dapat memiliki corak tersendiri,

misalnya karya tulis dalam bahasa Jerman akan

memiliki corak tersendiri bila ditulis dalam

Bahasa Indonesia.

d. Berdasarkan tempat

Gaya ini mendapat namanya dari lokasi

geografis, karena ciri-ciri kedaerahan

mempengaruhi ungkapan dan ekspresi bahasa.

Ada gaya Jakarta, gaya Jogja, ada gaya Medan,

Ujung Pandang dan sebagainya.

e. Berdasarkan hadirin

Seperti halnya dengan subyek, maka hadirin

atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya

yang dipergunakan seorang pengarang . ada

juga gaya intim (familiar) yang cocok

digunakan untuk lingkungan keluarga atau

orang yang akrab.


19

f. Berdasarkan tujuan

Gaya yang disampaikan oleh

pengarang,tujuannya untuk mencurahkan

gejolak emotifnya. Ada gaya yang sentimental,

gaya sarkastik, diplomatis, gaya agung atau

luhur, gaya teknis atau informasional, dan

gaya humor.

2.3.1.2. Gaya Bahasa Segi Bahasa

a. Gaya Berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan gaya bahasa ini mempersoalkan

ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-

situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku)

dapat dibedakan menjadi gaya bahasa resmi, gaya

bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan (Gorys

Keraf, 1998: 117).

a) Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya

dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang

diperguakan dalam kesempatan-kesempatan

resmi, gaya yang digunakan oleh mereka

yang diharapkan mempergunakannya

dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa


20

resmi ini biasa digunakan dalam acara

upacara, wisuda, dan acara keagamaan.

b) Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi merupakan

gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa

standar, khususnya dalam kesempatan yang

tidka fotmal atau kurang formal. Bentuknya

tidak terlalu konservatif. Bahsa resmi

biasanya digunakan dalam acara yang lebih

santai, seperti seperti acara smeinar, dan

acara ulang tahun.

c) Gaya Bahasa Percakapan

Dalam gaya bahasa ini, pilihan

katanya adalah kata-kata populer dan kata-

kata percakapan. Namun, disini harus

ditambahkan segi-segi morfologi dan

sintaksis, yang secara bersama-sama

membentuk gaya bahasa percakapan ini,

yang digunakan sehari-sehari ketika

berkomunikasi dengan orang lain.

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada

sugesti dari rangakain kata-kata yang terdapat dalam


21

sebuah wacana. Seperti ini akan lebih nyata jika diikuti

dengan sugesti suara dari pembicara. Gaya bahasa

berdasarkan nada dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

gaya bahasa sederhana, gaya bahasa mulia bertenaga,

dan gaya bahasa menengah (Gorys Keraf, 1998: 121).

a). Gaya Sederhana

Gaya ini digunakan secara efektif,

pembicara harus memiliki kepandaian

dan pengetahuan yang cukup. Seperti

ketika dosen mengajar di depan

mahasiswa dan mahasiswinya maka

gaya bicara berdasarkan nadanya akan

sederhana, namun yang diucapkan harus

bersumber dari pengetahuan yang tinggi.

b). Gaya Mulia dan Bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini

penuh dengan vitalitas dan enersi, dan

biasanya dipergunakan untuk

menggerakkan sesuatu. Menggerakkan

sesuatu tidak saja empergunakan tenaga

dan vitalitas pembicara, tetapi juga

mempergunakan nada keagungan dan

kemuliaan. Gaya dengan bernada mulia


22

dan bertenaga digunakan oleh komandan

upacara.

c). Gaya Menengah

Gaya menengah adalah gaya yang

biasa mempergunakan metafora bagi

pilihan katanya. Gaya yang tujuannya

adalah menciptakan suasana senang dan

damai, maka nadanya juga bersifat

lembut-lembut dan mengandung humor

yang sehat.

Sedangkan menurut Ena Noveria dalam Jurnal Bahasa dan

Seni Vol 9 No. 2 Tahun 2008 (99-108), mengenai Ragam Fungsiolek

Bahasa Penyiar Radio SIPP FM Padang: Suatu Tinjauan

Sosiolinguistik, disebutkan bahwa menurut Moeliono (1989: 141)

menyebutkan bahwa ragam bahasa yang terjadi dapat dilihat dari

beberapa sudut pandang, yaitu pertama ragam yang ditinjau dari sudut

pandangan penutur dan kedua ragam yang ditinjau dari sudut

pandangan pemakainya. Ragam berdasarkan sudut pandang penutur

terbagi menjadi:

a. Ragam bahasa menurut daerah, dikenal dengan nama

dialek atau logat.


23

b. Ragam bahasa menurut pendidikan, akan membedakan

antara ragam bahasa orang yang berpendidikan dengan

orang yang tidak berpendidikan.

c. Ragam bahasa menurut sikap penutur, akan melahirkan

langgam atau gaya bahasa. Dapat dipengaruhi oleh umur,

kedudukan, pokok persoalan yang disampaikan, serta

tujuan penyampaian informasi.

Sedangkan ragam bahasa ditinjau dari sudut pandang

pemakainya, terbagi menjadi:

a. Ragam dari sudut pandangan atau pokok persoalan

b. Ragam menurut sarananya

c. Ragam yang mengalami gangguan pencampuran, yang

sudah mengalami pencampuran antara bahasa Indonesia,

bahasa daerah, dan bahasa asing yang dianggap bisa

merusak bahasa Indonesia.

Menurut Martin Joss (dalam Nababan, 1991: 14) membagi

fungsiolek bahasa Inggris berdasarkan tingkat formalitas

komunikasi itu atasa lima tingkat yang disbeut sebagai style

(gaya bahasa). Kelima tingkat itu antara lain:

a. Frozen Style (ragam beku),

Merupakan ragam bahasa yang paling resmi yang

digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi.


24

Dalam bentuk lisan ragam beku ini dituturkan oleh penutur

dan didengar oleh lawan bicaranya, penutur hampir tidak

menyadari akan kehadiran pendengarnya, tidak ada reaksi

pendengar yang membuatnya mengubah gaya bicaranya,

sedangkan dalam bentuk tertulis ragam beku ini terdapat

dalam dokumen–dokumen bersejarah seperti undang–

undang dasar dan dokumen-dokumen lainnya.

b. Formal Style (ragam resmi)

Merupakan ragam bahasa yang dipergunakan dalam

situasi–situasi resmi. Ragam bahasa resmi ini ditemukan

dalam bentuk tertulis.

c. Consultative Style (ragam usaha)

Merupakan ragam bahasa yang dipergunakan dalam

situasi yang tidak resmi. Dalam ragam usaha pembicaraan

yang terjadi tidak direncanakan terlebih dahulu. Masalah

yang diungkapkan dalam pembicaraan memang tidak

direncanakan, sehingga ujaran yang keluar meluncur

begitu saja

d. Casual Style (ragam santai)

Merupakan ragam bahasa antara teman dalam

berbincang-bincang, diskusi, rekreasi, berolah raga, dan

sebagainya. Gaya ujaran ini dicirikan dengan sering


25

terulangnya istilah–istilah tertentu yang tidak lazim dipakai

pada ragam beku, ragam resmi, dan ragam usaha

e. Intimate Style (ragam akrab)

Merupakan ragam bahasa antar anggota yang sangat

akrab terutama dalam keluarga atau teman-teman. Mereka

tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi

yang terang, tetapi cukup dengan ucapan ucapan yang

pendek

2.4. Kerangka Berpikir

PROGRAM ACARA DI RADIO


PATI ADI SUARA FM

ANALISIS RETORIKA

Penemuan Penyusunan Gaya Penyampaian Daya Ingat

GAYA SIARAN
PENYIAR
Gambar. 7.1

Dalam teori retorika Aristoteles, terdapat 5 poin penting dalam

gagasan utama teori terorika, antara lain penemuan, penyusunan, gaya,


26

penyampain dan daya ingat. Penemuan mengacu pada proses menentukan

makna dari simbol melalui interpretasi, respon terhadap fakta, respon

terhadap fakta yang telah ada tetapi menciptakan penafsiran melalui

kategori yang digunakan. Penyusunan adalah menyusun informasi yang

berhubungan dengan orang, simbol, dan konteks yang terkait. Gaya,

berhubungan dengan anggapan yang terkait dalam penyajian dari semua

simbol, mulai dari memilih sistem simbol, makna yang diberikan pada

simbol, sifat simbol. Penyampaian, menjaid perwujudan dari simbol

dalam bentuk fisik, mencakup pilihan nonverbal untuk menulis, berbicara,

dan memdiasikan pesan. Serta daya ingat yaitu mengingat budaya dengan

proses persepsi yang berpengaruh pada penyimpanan dan pengolahan

informasi. (Karen A. Foss, Stephen W. Liitlejohn, 2014: 73).

Berdasarkan pemaparan di atas, sesuai dengan teori retorika

Aristoteles, gaya siaran penyiar di radio mengacu pada 5 poin penting

mulai dari penemuan hingga daya ingat. Yang saling berkesinambungan

dalam upaya penyampaian pesan secara serentak kepada publik, dalam hal

ini adalah pendengar radio Pati Adi Suara FM.

Anda mungkin juga menyukai