Dalam perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. “Sejarah
manusia terutama sekali adalah catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali
disebabkan oleh pidato-pidato besar. Sejak Yunani dan Roma sampai zaman kita sekarang,
kepandaian pidato dan kenegarawanan selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga terkenal
dengan kefasihan bicaranya yang menawan”.
Uraian sistematis retorika pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani
yang diperintah para tiran di Pulau Sicilia. Para tiran senang menggusur tanah rakyat. Para
rakyat harus berjuang untuk mendapatkan haknya. Namun sayang rakyat tidak pandai
berbicara sehingga tidak dapat meyakinkan mahkamah.
Gorgian mendirikan sekolah retorika di Athena. Ia menekankan dimensi bahasa yang puitis
dan teknik bicara impromtu.
Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dank eras.
Ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat memperhatikan cara penyampaian
(delivery). Demosthenes sempat menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal
Mahkota.
Aristoteles menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli
retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato : terkenal sebagai Lima
Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Yaitu invention (penemuan),
disposition(penyusunan), elocution(gaya), memoria(memori), dan pronuntiatio
(penyampaian).
Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi penyampai firman
Tuhan. Balaghah(kumpulan khotbah-khotbah) menjadi disiplin ilmu yang menduduki status
yang mulia dalam peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti
retorika.
Retorika Modern.
Pertemuan orang Eropa dengan Islam dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance.
Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Roger Bacon, pembangun jembatan
yang menghubungkan renaissance dengan retorika modern. Ia memperkenalkan metode
eksperimental dan pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika.
Aliran pertama retorika dalam masa modern menekankan pada proses psikologis, yaitu aliran
epistemologis yang membahas teori pengetahuan. Aliran retorika modern kedua dikenal
sebagai gerakan belles lettres yang sangat mengutamakan keindahan bahasa, dan terkadang
mengabaikan segi informatifnya. Aliran pertama dan kedua terutama memusatkan perhatian
pada persiapan pidato. Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis, yang menekankan pada
teknik penyampaian pidato.
Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan
modern. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech/speech communication/oral
communication/public speaking.
1. James A Winans
Menurutnya, dalam penyusunan persiapan pidato harus diperhatikan al-hal berikut : (1) teliti
tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3) tentukan proposisi yang cocok dengan
khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis.
Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.
Brigance menekankan factor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi
empat unsure : (1) rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar mempercayai
kemampuan dan karakter Anda, (3) dasarkan pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan
setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan H.Manroe
Menurutnya, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebut
motivated sequence.
BAB II
Pada bab kedua penulis mulai mengenalkan jenis-jenis pidato. Jenis pidato yang dijelaskan
dalam buku ini adalah pidato impromptu dan ekstempore. Kedua jenis puisi memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya.
Kemudian dalam memilih topik dan tujuan pidato, penulis dalam bukunya member
bimbingan untuk memilih criteria topic yang baik, agar para pendengar pun merasa tertarik
untuk mendengar pidato yang kita bawakan. Kriteri topic yang baik diantaraya:
Setelah kita memahami jenis pidato dan cara memilih topik pidato yang benar dalam buku ini
penulis mengharapkan pembaca dapat mulai masuk pada tahap cara membuka dan menutup
pidato. Menurut penulis cara-cara membuka pidato dan berapa banyak waktu yang
dibutuhkan aat berrgantung kepada topic, tujuan, situasi, khalayak, dan hubungan antara
komunikator dengan komunikan. Penulis juga memberikan pilihan cara membuka pidato
dengan cara-cara di bawah ini.
3. Menghubungkan dengan cerita mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat
perhatian khlayak.
9. Dll.
Disamping itu, cara menutup pidato menurut penulis adalah bagian-bagian yang paling
menentukan. Karena menurut penulis penutupan pidato harus dapat memfokuskan pikiran
dan perasaan khalayak pada gagasan utama atau kesimpulan penting dari seluruh isi pidato.
Penutup pidato yang baik menurut penulis adalah.
2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda.
1. Kontak
Penulis menyebutkan bahwa pidato adalah komunikasi tatap muka, yang bersifat dua arah.
Walaupun pembicara lebih banyak mendominasi pembicaraan, ia harus “mendengarkan”
pesan-pesan yang disampaikan para pendengarnya (baik berupa kata-kata tau bukan kata-
kata).
Penulis mengatakan pidato, seperti teater, sangat bergantung pada acting. Salah satu unsur
acting adalah olah vocal. Dalam buku ini ada toga hal yang harus diperhatikan dalam olah
vocal: kejelasan, keragaman, dan ritma.
3. Olah visual
Menurut penulis, gerak-gerak tubuha anada dalam berpidato akan melibatkan pendengarnya
untuk bergerak juga. Mereka akan ikut merasakan apa yang anda rasakan. Bagi komunikator,
gerak fisik dapat menyalurkan energy tambah dalam tubuhnya. Dengan demikian, ia
mengurangggi kecemasan komunikator dan meningkatkan kepercayaan diri.
Kemudian, dalam buku Retorika Modern ini penulis juga menjelaskan tentang pidato
informatif, pidato persuasif, dan pidato persuasif.
Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi. Menurut penulis, apa pun
jenisnya, pidato informative merupakan upaya untuk menanamkan pnengertian. Karena itu,
secara keseluruh pidato informative harus jelas, logis, dan sistematis.
Kemudian pidato persuasif. Contoh pidato persuasive adalah menceritakan kembali peristiwa
yang sebenaranya tidak aneh tetapi menggunakan sudut persuasif, tetapi nyata. Dalam
pembahasan tentang pidato persuasive ini, penulis juga memberikan cara bagaimana
memangani berbagai jenis khalyak.
Pidato rekretif menurut Alan H. Monroe “the speech to entertain”, pidato untuk menghibur.
Penulis mengatakan bahwa jenis pidato ini tidak untuk menyampaikan informasi, tidak pula
untuk memengaruhi. Tujuannya hanya untuk mengembirakan, melepaskan ketegangan,
menggairahkan suasana, atau sekedar memberikan selingan yang enak setelah rangkaian
acara yang melelahkan. Pidato rekreatif tidak selalu harus melucu. Anda dapat menceritakan
pengalaman yang luar biasa, eksotik, aneh tetapi nyata, juga aneh tetapi tidak nyata.
- See more at: http://mugnizaelani.blogspot.com/2013/05/resume-buku-retorika-modern-
karya.html#sthash.wyVMyFND.dpuf
RETORIKA (MODERN: IV)
22 03 2010
Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal
sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat,
metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha
mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang
membahas proses mental).
George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan
Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas
psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada
empat fakultas – atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan,
dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya
“mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan
mempengaruhi kemauan”.
Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan
yang indah). Retorika belletris sangat meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis
pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800)
me¬nulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara
retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan
untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki
fakultas cita¬rasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang
indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata
Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio – ketika
rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian
mereka pada persiapan pidato – pada penyu¬sunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran
ketiga – disebut gerakan elokusionis – justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert
Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, “Pembicara tidak boleh
melihat melantur. Ia harus mengarahkan mata¬nya langsung kepada pendengar, dan menjaga
ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan
nada yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan
gumaman orang dan mencengkeram perhatian mereka”. James Burgh, misal yang lain,
menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya.
Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena per¬hatian – dan kesetiaan – yang
berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara
dan bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum
elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-
resep” penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik
otak” atau hasil perenungan rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan
dari hasil penelitian empiris.
Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkem¬bangan ilmu pengetahuan
modern – khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun
mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public
speak¬ing. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir:
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking,
terbit tahun 1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener.
Sesuai dengan teori
James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, men¬definisikan persuasi sebagai
“proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-
propo¬sisi”. Ia menerangkan pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motif
psikologis seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara
berpidato yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato
merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication
Association of America (1950).
4. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai
pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating
process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan
harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.
Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E. Philips
(Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Per¬suasion: A Means of Social Control,
1952), R.T. Oliver (Psychology of Per¬suasive Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh
“notorious” Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede,
1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918)
adalah pelopor retorika modern juga.
Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech
communication -diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu
mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu
sosial. Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap
pres¬tasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti.
Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group) mendapat skor yang lebih
tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil
akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu. Hurst
menyimpulkan:
Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat dasar adalah agen
synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan
memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap aneka fenomena yang membentuk
kepribadian.
Penelitian ini menjadi penting bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang
meyakinkan atau karena berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat
kaitannya dengan prospek retorika di masa depan.