Anda di halaman 1dari 10

A.

     Pengertian Retorika Dakwah


            Retorika dakwah adalah seni bicara mempengaruhi orang lain melalui pesan dakwah.
Retorika dakwah merupakn cabang dari ilmu komunikasi yang membahas bagaimana
menyampaika pesan kepada orang lain melalui seni bicara agar pesan kita dapat diterima.

B.      Dasar Retorika Dakwah


1.      An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik”.
2.      Hadist Nabi: “Khoothibun naaasa ‘alaa qodri quluubih”. Seni itu sesuai dengan kadar orang
diajak bicara.
3.      Dimanapun orang membutuhkan orang yang memiliki skill untuk bicara.

C.       Sejarah Retorika


      Retorika sudah ada sejak zaman dahulu dimasa Aristoteles, Plato, dan Soekrates, hanya
berfungsi untuk kepentinga politik. Tetapi yang memiliki bukti historis yaitu pada zaman
Nabi Muhammad. Sebagaimana asal mula Nabi Muhammad SAW diutus yakni
menyempurnakan akhlak yang mulia, “innamaa bu’istu liuttamima makaarimal akhlaq”.
Selain itu Nabi Muhammad pun mendapatkan pengakuan dari dunia sebagai orang yag paling
baik berkomunikasi.

D.     Jenis-jenis Pidato


1.    Infromtu, yaitu pidato dadakan tanpa ada persiapa. Namun memiliki kekurangan biasanya
kesimpulan masih mentah, materi tidak meluas dan memadai (kecuali orang yang ahli di
bidangnya), serta demam panggung.
2.     Manuskrip, adalah pidato dengan menggunakan teks. Memiliki kekurangan tidak terpusat
pada audiance, tidak ada komunikasi dengan audiance, pembicara tidak dapat melihat sering
audiance nya.
3.    Memoriter, yakni penceramah membuat teks tetapi ketika pidato tidak membaca, teks
tersebut diingat dan dihafal. Kekurangannya cenderung lupa.
4.    Ekstempore, yaitu membuat garis besar pidato dengan menggunakan media.

E.      Kriteria Topik-topik yang Baik


1.      Latar belakang pengetahuan orator, bias didapat melalui pengetahuan yangluas, pengalaman,
serta dari membaca.
2.      Ambillah topik yang menarik menurut orator (spesialisasi).
3.      Topik membuat menarik minat pendegar.
4.      Topik sesuai pengetahuan pendengar.
5.      Topik harus jelas ruang lingkup pembahasannya.
6.      Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi.
7.      Topik harus ditunjang dengan bahan yang lain, agar pidato tambah menarik.

F.        Mengembangkan Pembahasan


1.      Menjelaskan secara garis besar mengenai topik
2.      Memaparkan contoh-contoh
3.      Analogi: membuat persamaan da perbedaan
4.      Testimoni: mengutip pendapat para ahli
5.      Uraikan dengan data statistik
6.      Adanya perulangan

G.     Memilih Kata-Kata dalam Pidato


1.      Kata-kata harus jelas yakni spesifik dan sederhana
2.      Kata-kata harus tepat
3.      Kata-kata harus menarik

H.     Penyebab Kecemasan


1.      Tidak mengerti apa yang ingin disampaikan
2.      Mengerti bahwa penampilan orator akan dinilai
3.      Karena pemula
Untuk mengatasi itu semua, bisa dilakukan dengan cara
1.    Kuasai buku atau teori retorika
2.    Latihan, karena retorika adalah ilmu praktis
3.    Memancing respon audiance denga banyak humor

I.        Membangun Kredibilitas


1.      Memiliki latar belakang pendidikan yag jelas terhadap apa yang akan disampaikan
2.      Memiliki pemikiran yang praktis, menyampaikan gagasan yang dapat diterima audiance.
3.      Berakhlak yang baik da memiliki karakter
4.      Good will: sesuai dengan keinginan audiance
Sejarah Perkembangan Retorika

 Dalam perkembangan peradaban pidato melingkupi bidang yang lebih luas. “Sejarah
manusia terutama sekali adalah catatan peristiwa penting yang dramatis, yang seringkali
disebabkan oleh pidato-pidato besar. Sejak Yunani dan Roma sampai zaman kita sekarang,
kepandaian pidato dan kenegarawanan  selalu berkaitan. Banyak jago pedang juga terkenal
dengan kefasihan bicaranya yang menawan”.

Uraian sistematis retorika pertama diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni  Yunani
yang diperintah para tiran di Pulau Sicilia. Para tiran senang menggusur tanah rakyat. Para
rakyat harus berjuang untuk mendapatkan haknya. Namun sayang rakyat tidak pandai
berbicara sehingga tidak dapat meyakinkan mahkamah.

Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah


retorika, yang diberi nama Techne Logon (seni kata-kata). Makalahnya itu berbicara tentang
“teknik kemungkinan ”. Corax juga meletakkan dasar-dasar organisasi pesan. Ia membagi
pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argument, penjelasan tambahan, dan
kesimpulan.

Di Agrigentum, Pulau Sicilia, hidup Empedocles (490-430 SM), filosofhe , mistikus,


politisi,dan sekaligus orator. Sebagai filosof, ia pernah berguru kepada Pythagorasdan
menulis The Nature of Things. Sebagai orator, menurut Aristoteles, “ penduduk Aia
mengajarkan prinsip-prinsip retorika, yang kelak dijual Gorgias kepada Athena”.

Gorgian mendirikan sekolah retorika di Athena. Ia menekankan dimensi bahasa yang puitis
dan teknik bicara impromtu.

Protagoras menyebut kelompoknya sophistai, “guru kebijaksanaan”. Mereka mengajarkan


teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan prasangka untuk menyntuh hati
pendengar.

Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dank eras.
Ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga amat memperhatikan cara penyampaian
(delivery). Demosthenes sempat menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal
Mahkota.

Aristoteles menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dari Aristoteles dan ahli
retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato : terkenal sebagai Lima
Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric). Yaitu invention (penemuan),
disposition(penyusunan), elocution(gaya), memoria(memori), dan pronuntiatio
(penyampaian).

Retorika Zaman Romawi


Kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi juga kaya
dengan orator-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius. Kemampuan Hortensius
disempurnakan oleh Cicero. Ia percaya bahwa efek pidato akan baik, bila yang berpidato
adalah orang baik juga. The good man speaks well.

Retorika Abad Pertengahan.


Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik : talk it out (membicarakan sampai
tuntas) dan shoot it out (menembak sampai habis). Abad pertengahan sering disebut abad
kegelapan, retorika tersingkir ke belakang panggung. Umat Kristen waktu itu melarang
mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para
penyembah berhala.

Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru. Seorang Nabi penyampai firman
Tuhan. Balaghah(kumpulan khotbah-khotbah) menjadi disiplin ilmu yang menduduki status
yang mulia dalam peradaban Islam. Kaum Muslim menggunakan balaghah sebagai pengganti
retorika.

Retorika Modern.
Pertemuan orang Eropa dengan Islam dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance.
Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Roger Bacon, pembangun jembatan
yang menghubungkan renaissance dengan retorika modern. Ia memperkenalkan metode
eksperimental dan pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika.

Aliran pertama retorika dalam masa modern menekankan pada proses psikologis, yaitu aliran
epistemologis yang membahas teori pengetahuan. Aliran retorika modern kedua dikenal
sebagai gerakan belles lettres yang sangat mengutamakan keindahan bahasa, dan terkadang
mengabaikan segi informatifnya. Aliran pertama dan kedua terutama memusatkan perhatian
pada persiapan pidato. Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis, yang menekankan pada
teknik penyampaian pidato.

Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan
modern. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech/speech communication/oral
communication/public speaking.

Berikut ini beberapa tokoh retorika modern :

1. James A Winans

Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya.

Judul bukunya : Public Speaking.

Ia adalah pendiri Speech Communication Association of America (1950).

2. Charles Henry Woolbert

Menurutnya, dalam penyusunan persiapan pidato harus diperhatikan al-hal berikut : (1) teliti
tujuannya, (2) ketahui khalayak dan situasinya, (3) tentukan proposisi yang cocok dengan
khalayak dan situasi tersebut, (4) pilih kalimat-kalimat yang dipertalikan secara logis.
Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.

3. William Noorwood Brigance

Brigance menekankan factor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Persuasi meliputi
empat unsure : (1) rebut perhatian pendengar, (2) usahakan pendengar mempercayai
kemampuan dan karakter Anda, (3) dasarkan pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan
setiap gagasan sesuai dengan sikap pendengar.
4. Alan H.Manroe

Menurutnya, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebut
motivated sequence.

BAB II

Pada bab kedua penulis mulai mengenalkan jenis-jenis pidato. Jenis pidato yang dijelaskan
dalam buku ini adalah pidato impromptu dan ekstempore. Kedua jenis puisi memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya.

Kemudian dalam memilih topik dan tujuan pidato, penulis dalam bukunya member
bimbingan untuk memilih criteria topic yang baik, agar para pendengar pun merasa tertarik
untuk mendengar pidato yang kita bawakan. Kriteri topic yang baik diantaraya:

1. Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan anda.

2. Topik harus menarik minat anda.

3. Topik harus menarik minat pendengar.

4. Topik harus sesuai dengan pengetahuan pendengar.

5. Topik harus terag ruang-lingkup dan pembahasannya.

6. Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi.

7. Topik harus dapat ditunjang dengan bahasa lain.

Setelah kita memahami jenis pidato dan cara memilih topik pidato yang benar dalam buku ini
penulis mengharapkan pembaca dapat mulai masuk pada tahap cara membuka dan menutup
pidato. Menurut penulis cara-cara membuka pidato dan berapa banyak waktu yang
dibutuhkan aat berrgantung kepada topic, tujuan, situasi, khalayak, dan hubungan antara
komunikator dengan komunikan. Penulis juga memberikan pilihan cara membuka pidato
dengan cara-cara di bawah ini.

1. Langsung menyebutkan pokok persoalan.

2. Melukiskan latar-belakang masalah.

3. Menghubungkan dengan cerita mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat
perhatian khlayak.

4. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.

5. Menghubungkan dengan tempat kamunikator berpidato.


6. Menghubungakan dengan suasana emosi (mood) yang tengah meliputi khalayak.

7. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.

8. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar.

9. Dll.

Disamping itu, cara menutup pidato menurut penulis adalah bagian-bagian yang paling
menentukan. Karena menurut penulis penutupan pidato harus dapat memfokuskan pikiran
dan perasaan khalayak pada gagasan utama atau kesimpulan penting dari seluruh isi pidato.
Penutup pidato yang baik menurut penulis adalah.

1. Menyimpulkan atau mengumpulkan ikhtisar pembicaraan.

2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda.

3. Mendorong khalayak untuk bertindak (appeal for action).

4. Mengakhiri dengan klimaks.

5. Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli.

6. Mencerikatakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan.

7. Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara.

8. Memuji dan menghargai khalayak.

9. Membuat pertanyaan yang humoris atau anekdot lucu.

Penulis juga menyampaikan prinsip-prinsip menyampaikan pidato pada buku tersebut.


Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kontak

Penulis menyebutkan bahwa pidato adalah komunikasi tatap muka, yang bersifat dua arah.
Walaupun pembicara lebih banyak mendominasi pembicaraan, ia harus “mendengarkan”
pesan-pesan yang disampaikan para pendengarnya (baik berupa kata-kata tau bukan kata-
kata).

2. Karakteristik olah vokal

Penulis mengatakan pidato, seperti teater, sangat bergantung pada acting. Salah satu unsur
acting adalah olah vocal. Dalam buku ini ada toga hal yang harus diperhatikan dalam olah
vocal: kejelasan, keragaman, dan ritma.

3. Olah visual

Menurut penulis, gerak-gerak tubuha anada dalam berpidato akan melibatkan pendengarnya
untuk bergerak juga. Mereka akan ikut merasakan apa yang anda rasakan. Bagi komunikator,
gerak fisik dapat menyalurkan energy tambah dalam tubuhnya. Dengan demikian, ia
mengurangggi kecemasan komunikator dan meningkatkan kepercayaan diri.

Kemudian, dalam buku Retorika Modern ini penulis juga menjelaskan tentang pidato
informatif, pidato persuasif, dan pidato persuasif.

Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi. Menurut penulis, apa pun
jenisnya, pidato informative merupakan upaya untuk menanamkan pnengertian. Karena itu,
secara keseluruh pidato informative harus jelas, logis, dan sistematis.

Kemudian pidato persuasif. Contoh pidato persuasive adalah menceritakan kembali peristiwa
yang sebenaranya tidak aneh tetapi menggunakan sudut persuasif, tetapi nyata. Dalam
pembahasan tentang pidato persuasive ini, penulis juga memberikan cara bagaimana
memangani berbagai jenis khalyak.

Pidato rekretif menurut Alan H. Monroe “the speech to entertain”, pidato untuk menghibur.
Penulis mengatakan bahwa jenis pidato ini tidak untuk menyampaikan informasi, tidak pula
untuk memengaruhi. Tujuannya hanya untuk mengembirakan, melepaskan ketegangan,
menggairahkan suasana, atau sekedar memberikan selingan yang enak setelah rangkaian
acara yang melelahkan. Pidato rekreatif tidak selalu harus melucu. Anda dapat menceritakan
pengalaman yang luar biasa, eksotik, aneh tetapi nyata, juga aneh tetapi tidak nyata.
- See more at: http://mugnizaelani.blogspot.com/2013/05/resume-buku-retorika-modern-
karya.html#sthash.wyVMyFND.dpuf
RETORIKA (MODERN: IV)
22 03 2010

Retorika modern diartikan sebagai seni berbicara atau kemampuan untuk


berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga efektivitas penyampaian pesan dalam
retorika sangat dipengaruhi oleh teknik atau keterampilan berbicara komunikator. Abad
Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang
itu, warisan peradaban Yunani diabai¬kan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam – yang
menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani – dalam Perang Salib menimbulkan
Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada
retorika adalah Peter Ramus. Ia membagi retorika pada dua bagian. Inventio dan dispositio
dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan
elocutio dan pronuntiatio saja. Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.

Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang membangun jembatan,


menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia
bukan saja memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan
tentang proses psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, “… kewajiban retorika ialah
menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik”. Rasio,
imajinasi, kemauan adalah fakultas-¬fakultas psikologis yang kelak menjadi kajian utama
ahli retorika modern.

Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal
sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat,
metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha
mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang
membahas proses mental).

George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan
Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas
psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada
empat fakultas – atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan,
dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya
“mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan
mempengaruhi kemauan”.

Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori


retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai
fokus retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan
meng¬organisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell me¬nekankan
pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang berorientasi pada
khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum epistemologis – aliran pertama
retorika modern.

Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan
yang indah). Retorika belletris sangat meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis
pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800)
me¬nulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara
retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan
untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki
fakultas cita¬rasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang
indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata
Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio – ketika
rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran pertama (epistemologi) dan kedua (belles lettres) terutama memusatkan perhatian
mereka pada persiapan pidato – pada penyu¬sunan pesan dan penggunaan bahasa. Aliran
ketiga – disebut gerakan elokusionis – justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert
Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, “Pembicara tidak boleh
melihat melantur. Ia harus mengarahkan mata¬nya langsung kepada pendengar, dan menjaga
ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan
nada yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan
gumaman orang dan mencengkeram perhatian mereka”. James Burgh, misal yang lain,
menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya.

Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena per¬hatian – dan kesetiaan – yang
berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara
dan bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum
elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan “resep-
resep” penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata “otak-atik
otak” atau hasil perenungan rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan
dari hasil penelitian empiris.
Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari perkem¬bangan ilmu pengetahuan
modern – khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun
mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public
speak¬ing. Di bawah ini diperkenalkan sebagian dari tokoh-tokoh retorika mutakhir:
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya. Bukunya, Public Speaking,
terbit tahun 1917 mempergunakan teori psikologi dari William James dan E.B. Tichener.
Sesuai dengan teori
James bahwa tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, men¬definisikan persuasi sebagai
“proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi terhadap proposisi-
propo¬sisi”. Ia menerangkan pentingnya membangkitkan emosi melalui motif-motif
psikologis seperti kepentingan pribadi, kewajiban sosial dan kewajiban agama. Cara
berpidato yang bersifat percakapan (conversation) dan teknik-teknik penyampaian pidato
merupakan pembahasan yang amat berharga. Winans adalah pendiri Speech Communication
Association of America (1950).

2. Charles Henry Woolbert


Ia pun termasuk pendiri the Speech Communication Association of America. Kali ini
psikologi yang amat mempengaruhinya adalah behaviorisme dari John B. Watson. Tidak
heran kalau Woolbert memandang “Speech Communication” sebagai ilmu tingkah laku.
Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh orga¬nisme. Pidato merupakan
ungkapan kepribadian. Logika adalah da¬sar utama persuasi. Dalam penyusunan persiapan
pidato, menurut Woolbert harus diperhatikan hal-hal berikut: (1) teliti tujuannya, (2) ketahui
khalayak dan situasinya, (3) tentukan proposisi yang cocok dengan khalayak dan situasi
tersebut, (4) pilih kalimat-ka¬limat yang dipertalikan secara logis. Bukunya yang terkenal
adalah The Fundamental of Speech.
3. William Noorwood Brigance
Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance menekankan faktor
keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. “Keyakinan”, ujar Brigance, “jarang merupakan
hasil pemikiran. Ki¬ta cenderung mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita,
ketakutan kita dan emosi kita”. Persuasi meliputi empat unsur: (1) rebut perhatian pendengar,
(2) usahakan pendengar untuk mempercayai kemampuan dan karakter Anda, (3) dasarkanlah
pemikiran pada keinginan, dan (4) kembangkan setiap gagasan sesuai dengan sikap
pendengar.

4. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types of Speech, banyak kita pergunakan dalam buku ini. Dimulai
pada pertengahan tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating
process). Jasa, Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut Monroe, pesan
harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang disebutnya motivated sequence.

Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain A.E. Philips
(Effective Speaking, 1908), Brembeck dan Howell (Per¬suasion: A Means of Social Control,
1952), R.T. Oliver (Psychology of Per¬suasive Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh
“notorious” Hitler, dengan bukunya Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede,
1941), Dessoir (Die Rede als Kunst, 1984) dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918)
adalah pelopor retorika modern juga.

Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech
communication -diajarkan dan diteliti secara ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu
mendatang, ilmu ini tampaknya akan diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu
sosial. Dr. Charles Hurst mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap
pres¬tasi akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti.
Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group) mendapat skor yang lebih
tinggi dalam tes belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil
akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu. Hurst
menyimpulkan:
Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat dasar adalah agen
synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa untuk berpikir lebih teratur dan
memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap aneka fenomena yang membentuk
kepribadian.

Penelitian ini menjadi penting bagi kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang
meyakinkan atau karena berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat
kaitannya dengan prospek retorika di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai