Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH PERKEMBANGAN RETORIKA

DECEMBER 1, 2015 BY DIAN FEBRIANIKA

Retorika adalah seni berkomunikasi, dan itu sudah ada sejak zaman nenek
moyang terdahulu, namun mulai berkembang dan tampak sangat
berpengaruh sejak zaman Yunani dan Roma yang sering melibatkan retorika
dalam urusan kenegaraan. Orang yang berhak berbicara pada mulanya
adalah khusus orang-orang yang mempunyai status tinggi. Kefasihan bicara
mungkin pertama kali dipertunjukkan dalam upacara adat kelahiran,
kematian, lamaran, perkawinan, dan sebagainya. h koloni Yunani di Pulau
Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para tiran. Tiran
Uraian sistematis retorika yang pertama diletakkan oleh orang Syracuse,
sebua yang senang menggusur tanah rakyat. Kira-kira pada tahun 465 SM.
Rakyat melancarkan revolusi untuk menjatuhkan kediktatoran dan
menegakkan demokrasi. Pemerintah mengembalikan lagi tanah rakyat
kepada pemiliknya yang sah. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus
sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Setiap orang harus
meyakinkan mahkamah dengan pembicaraan saja. Sering orang tidak
berhasil memperoleh kembali tanahnya, hanya karena ia tidak pandai bicara.
Di Pulau Sicilia, tepatnya di Agrigenturn, hidup Empedocles (490-430 SM),
filosof, mistikus, politisi, dan sekaligus orator. Ia cerdas dan menguasai
banyak pengetahuan. Sebagai filosof, ia pernah berguru kepada Pythagoras
dan menulis The Nature of Things. Sebagai orator, menurut Aristoteles, ia
mengajarkan prinsip-prinsip retorika yang kelak dijual Gorgias kepada
penduduk Athena. Gorgias mendirikan sekolah retorika di Athena. Ia
menekankan dimensi bahasa yang puitis dan teknik bicara impromtu.
Bersama Protagoras dan kawan-kawan. Gorgias berpindah dari satu kota ke
kota yang lain.
Protagoras menyebut kelompoknya sophistai, guru kebijaksanaan. Mereka
mengajarkan teknik-teknik memanipulasi emosi dan menggunakan
prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Berbeda dengan Gorgias,
Demosthenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga,
tetapi jelas dan keras. Ia menggabungkan narasi dan argumentasi. Ia juga
memperhatikan cara penyampaian (delivery). Demosthenes sempat
menyerang Aeschines dalam pidatonya yang terkenal Perihal Mahkota.
Aristoteles menulis tiga jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dari
Aristoteles dan ahli retorika klasik, kita memperoleh lima tahap penyusunan
pidato: terkenal sebagai Lima Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric).
1. Inventio (penemuan). Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan
tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan
kebutuhan khalayak.
2. Dispositio (penyusunan). Pada tahap ini, pembicara menyusun pidato
atau mengorganisasikan pesan.
3. Elocutio (gaya). Pada tahap ini, pembicara memilih kata-kata dan
menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya.

4. Memoria (memori). Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa


yang ingin disampaikannya, dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya.
5. Pronuntiatio (penyampaian). Pada tahap ini, pembicara menyampaikan
pesannya secara lisan.

Retorika Zaman Romawi


Buku Ad Herrenium, ditulis dalam bahasa latin kira-kira 100 M, hanya
mensistematisasikan dengan cara Romawi warisan retorika gaya Yunani.
Kekaisaran Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika; tetapi
juga kaya dengan orator-orator ulung: Antonius, Crassus, Rufus, Hortensius.
Kemampuan Hortensius disempurnakan oleh Cicero. Ia percaya bahwa efek
pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik juga.

Retorika Abad Pertengahan

Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan
kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Abad
pertengahan disebut abad kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama
Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliyah. Banyak orang
Kristen pada waktu itu yang melarang mempelajari retorika yang dirumuskan
oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala.
Satu abad kemudian, di Timur muncul peradaban baru dengan datangnya
Nabi yang menyampaikan firman Tuhan. Ia seorang pembicara yang fasih
dengan kata-kata yang singkat yang mengandung makna padat. Para
sahabat bercerita bahwa ucapannya sering menyebabkan pendengar
berguncang hatinya dan berlinang air matanya.

Retorika Modern

Pertemuan orang Eropa dengan Islam dalam Perang Salib menimbulkan


Renaissance mengantarkan kepada retorika modern. Yang membangun
jembatan, menghubungkan ressainance dengan retorika modern adalah
Roger Barcon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode
eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang retorika ialah
menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara
lebih baik.

Aliran pertama pada masa ini, yang menekankan proses psikologis, dikenal
sebagai aliran epistemologis. Epistemologis membahas teori pengetahuan,
asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.
Aliran kedua dikenal sebagai gerakan belles letters (tulisan yang indah).
Aliran ini sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan,
kadang-kadang mengabaikan segi informatifnya. Tokohnya adalah Hugh Blair
(1718-1800). Ia menjelaskan hubungan antara retorika, sastra, dan kritik.
Kedua aliran tersebut memusatkan perhatian mereka pada persiapan pidato.
Sedangkan aliran ketiga, disebut gerakan elokusionis yang menekankan
teknik penyampaian pidato. Pembicara tidak boleh terlihat melantur, ia harus
mengarahkan matanya langsung kepada pendengar dan menjaga
ketenangannya.
Aliran ketiga Aliran ketiga disebut gerakan elokusionis menekankan
teknik penyampaian pidato. Berbeda dengan aliran pertama dan kedua yang
memusatkan perhatian pada persiapan pidato pada penyusunan pesan dan
penggunaan bahasa. Gilbert Austin mengemukakan, Pembicara tidak boleh
melihat melantur. Ia harus mengarahkan matanya langsung kepada
pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan
seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan
mengelurakan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman
orang dan mencengkeram perhatian mereka (petunjuk praktis penyampaian
pidato).
Pada abad ke-20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu
pengetahuan modern khusunya ilmu-ilmu perilakuseperti psikologi dan
sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech
communication, atau oral communication, atau public speaking.
Tokoh-tokoh Retorika Modern
1. James A Winans
Ia adalah perintis penggunaan psikologi modern dalam pidatonya.
Bukunya, Public Speaking, terbit tahun 1917 mempergunakan teori psikologi
dari William James dan E.B. Tichener. Sesuai dengan teori James bahwa
tindakan ditentukan oleh perhatian, Winans, mendefinisikan persuasi sebagai
proses menumbuhkan perhatian yang memadai baik dan tidak terbagi
terhadap proposisi-proposisi. Winans adalah ppendiri Speech
Communication Association of America (1950).
1. Charles Henry Woolbert
Ia juga termasuk pendiri Speech Communication Association of
America. psikologi yang amat memengaruhinya adalah behaviorisme dari
John B. Watson. Ia memandang Speech Communicationsebagai ilmu
tingkah laku. Baginya, proses penyusunan pidato adalah kegiatan seluruh
organisme. Bukunya yang terkenal adalah The Fundamental of Speech.
1. William Noorwood Brigance

Berbeda dengan Woolbert yang menitikberatkan logika, Brigance


menekankan faktor keinginan (desire) sebagai dasar persuasi. Keyakinan,
ujar Brigance, jarang merupakan hasil pemikiran. Kita cenderung
mempercayai apa yang membangkitkan keinginan kita, ketakutan kita, dan
emosi kita.
1. Alan H. Monroe
Bukunya, Principles and Types of Speech. Dimulai pada abad pertengahan
tahun 20-an Monroe beserta stafnya meneliti proses motivasi (motivating
process). Jasa Monroe yang terbesar adalah cara organisasi pesan. Menurut
Monroe, pesan harus disusun berdasarkan proses berpikir manusia yang
disebutnya motivated sequence.
Beberapa sarjana retorika modern lainnya yang patut kita sebut antara lain
A. E. Philips (Effective Speaking,1908), Brembeck dan Howell (Persuasion: A
Means of Social Control, 1952), R. T. Oliver (Psychology of Persuasive
Speech, 1942). Di Jerman, selain tokoh notorious Hitler, dengan
bukunya Mein Kampf, maka Naumann (Die Kunst der Rede, 1941), Dessoir
(Die Rede als Kunst, 1984), dan Damachke (Volkstumliche Redekunst, 1918)
adalah pelopor retorika modern juga.

Anda mungkin juga menyukai