Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH DILAN DALAM NOVEL DILAN

(DIA ADALAH DILANKU) TAHUN 1990

KARYA PIDI BAIQ

Shifa Latifatul Adhawia (2101417035)


Rombel 01
Dosen: Dr. Nas Haryati Setyaningsih M.Pd.

1. LATAR BELAKANG

Novel Dilan Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 (Dilan 1990) Karya Pidi Baiq merupakan
novel yang berisi tentang kisah percintaan sepasang remaja pada masa SMA. Novel ini banyak
digemari oleh pembaca karena menyuguhkan cerita yang menarik dan unik. Karena tingginya
minat pembaca, novel Dilan 1990 ini telah diangkat ke dalam sebuah film layar lebar dan
penontonnya juga tidak kalah banyak dari film-film yang lain.

Di dalam Novel Dilan 1990 bercerita tentang kisah cinta tokoh Milea dan Dilan pada
tahun 1990 an. Kisah cinta yang sederhana namun dikemas secara menarik oleh sang penulis
sehingga dapat membangkitkan jiwa-jiwa cinta yang mati, atau cukup membuat pembaca
mengingat kembali kisah cinta mereka pada masa SMA. Maka tidak heran jika novel ini
memiliki banyak pembaca dan sangat populer, baik di kalangan remaja maupun dewasa.

Banyak hal menarik yang perlu dikaji di dalam novel Dilan 1990, selain menceritakan
tentang kisah cinta tokoh utama Milea dan Dilan, penggambaran para tokoh-tokohnya juga
merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji. Karena keunikan dan karakteristik tokoh-
tokoh yang terdapat di dalam Novel Dilan 1990 merupakan salah satu alasan novel ini sangat
populer dan digemari banyak pembaca.

Selain tokoh utama Milea, tokoh Dilan sendiri merupakan daya tarik dan tokoh yang
cukup nyentrik keberadaanya di dalam novel ini. Gambaran sekilas tentang tokoh Dilan, Dilan
merupakan anak geng motor dan memiliki posisi sebagai panglima tempur di dalam geng motor
tersebut. Jika dilihat dari gambaran sekilas tersebut, tentunya tokoh dilan merupakan tokoh
yang unik dan istimewa di dalam novel ini.
Karakteristik tokoh Dilan di dalam novel ini juga merupakan salah satu alasan mengapa
novel ini memiliki banyak pembaca. Pemikiran-pemikirannya yang unik dan berbeda serta
tingkahnya yang lucu dan nakal, namun juga membuat gemas tentang bagaimana sikapnya
memperlakukan tokoh Milea merupakan hal yang sangat perlu untuk dikaji.

Kajian dalam penelitian ini memfokuskan tentang bagaimana sebuah karakteristik


dapat dibentuk. Karakteristik atau kepribadian tokoh Dilan tersebut tentu memiliki alasan dan
dasar yang membentuknya. Karena tokoh Dilan merupakan salah satu daya tarik di dalam
Novel Dilan 1990 maka kepribadian tokoh Dilan serta alasan atau faktor kepribadian yang
membentuk tersebut tentu sangat perlu untuk dikaji agar pembaca lebih mengerti tentang cerita
Novel Dilan 1990.

2. RUMUSAN MASALAH

2.1 Apa saja faktor yang mempengaruhi kepribadian tokoh Dilan dalam Novel Dilan 1990?

2.2 Bagaimana dampak dari faktor tersebut dapat mempengaruhi tokoh Dilan dalam Novel
Dilan 1990?
3. LANDASAN TEORI

3.1 Teori Kepribadian

Teori kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Frenud terkenal dengan nama
psikoanalisa. Dalam teori ini kepribadian dipandang sebagai sebuah struktur yang terdiri dari
tiga struktur atau sistem, yakni id, ego, dan superego. Ketiga sistem tersebut merupakan
instansi yang menandai hidup psikis dan saling berkaitan serta menbentuk suatu totalitas.
Koswara (1991: 32-34) mengatakan,

Tingkah laku manusia tidak lain merupakan produk interaksi antara id, ego dan
superego. Id (dalam istilah Freud: das es) adalah sistem kepribadian yang paling dasar yang di
dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem lainnya, id adalah sistem yang
bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem tersebut
untuk operasi-operasi atau kegiatan- kegiatan yang dilakukan.

Id tidak bisa mentoleransi penumpukan energi yang bisa menyebabkan meningginya


taraf ketegangan organisme atau individu secara keseluruhan. Meningginya tegangan itu
merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi individu. Id akan selalu ketaraf
semula. Sedangkan (Koswara, 1991: 33) berpendapat, dalam menjalankan fungsi dan
operasinya, Id dilandasi oleh maksud mempertahankan konstansi (the principle of contancy)
yang ditujukan untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan dan mencapai keadaan
yang menyenangkan (the pleasure principle).

Untuk mencapai maksud tujuannya, id memiliki perlengkapan berupa dua macam


proses. Proses pertama berupa tindakan reflek, yakni suatu bentuk tingkah laku atau tindakan
yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera serta adanya pada individu merupakan bawaan.
Proses kedua adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi
psikologis yang rumit. Dalam proses ini, id berusaha mengurangi tegangan dengan cara
membentuk bayangan dari objek yang bisa mengurangi tegangan. Bagi id, objek yang
dihadirkan dalam proses primer itu nyata namun bagaimana pun dalam relitas objek itu tetap
tidak akan sungguh-sungguh mengurangi tegangan. Individu masih membutuhkan sistem lain
yang bisa mengarahkan kepada pengurangan tegangan secara nyata atau sesuai dengan
kenyataan. Sistem ini tidak lain adalah ego namun demikian id tidak terpengaruh kontrol ego.

Ego (dalam istilah freud: Das Ich) adalah sistem yang bertindak sebagai pengarah
individu kepada dunia objek dari kenyataan, menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip
kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan kenyataan (the reality principle). Ego
terbentuk dari deferensial id karena kontaknya dengan dunia luar. Proses yang dijalankan ego
sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuham atau mengurangi ketegangan adalah proses
sekunder (secondary proses). Dengan proses sekundernya ini ego memformulasikan rencana
pemuasan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksanakan atau tidak.

Ego tidak hanya bertindak sebagai petunjuk kepada kenyataan tetapi juga berperan
sebagai penguji kenyataan (reality tester) (Koswara, 1991: 34). Ego memainkan peranannya
dengan melibatkan fungsi psikologis yang tinggi yakni fungsi kognitif dan intelektual. Tugas
ego adalah mempertahankan kepribadian dan menjamin penyesuaian dengan dunia luar. Ego
dalam menjalankan fungsinya ditunjukkan untuk menghambat pemuasan kebutuhan atau
naluri yang berasal dari id melainkan bertindak sebagai perantara dari tuntunan-tuntunan
naluriah organisme disatu pihak dengan keadaan lingkuangan dipihak lain. Yang dihambat
oleh ego adalah pengungkapan naluri yang tidak layak atau yang tidak dapat diterima oleh
lingkungan. Jadi, fungsi yang paling dasar dari ego adalah pemeliharaan kelangsungan hidup
dari individu dan menjalankan kesatuan kepribadian (Freud dalam Koswara, 1991: 11).

Superego (dalam istilah Freud : Das Uber Ich) adalah sistem kepribadian yang berisi
nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif. Superego terbentuk melalui internalisasi nilai atau
aturan dalam diri individu dari orang lain yang diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya
terpancar dari dalam. Dengan kata lain superego merupakan hasil proses internalisasi sejauh
larangan dan perintah yang tadinya ditemui asing bagi si subjek akhirnya dianggap berasal
dari subjek sendiri.

Menurut koswara (1991: 35) fungsi utama superego adalah (a) pengendali dorongan-
dorongan atau impuls-impuls id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk
yang dapat diterima masyarakat, (b) mengarahkan ego pada tujuan yang sesuai dengan moral
daripada kenyataan dan (c) mendorong individu kepada kesempurnaan. Freud (dalam
Koswara, 1991: 11) mengatakan, aktifitas superego dalam diri individu terutama bila aktifitas
ini bertentangan dengan ego menyatakan diri dalam emosi tertentu seperti perasaan bersalah
dan penyesalan. Sikap-sikap tertentu dari individu seperti observasi dari, koreksi atau kritik
diri juga bersumber dari superego ini.

Selain itu penjelasan tentang teori kepribadian telah banyak dijabarkan oleh para ahli
psikologi. Kata kepribadian berasal dari kata personality (Inggris) yang berasal dari kata
persona (Latin) yang berarti kedok/ topeng, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain
panggung yang dimaksudkan untuk menggambarkan perilaku, watak pribadi seseorang
(Sujanto, 1991: 10). Koentjaraningrat (dalam Sobur, 2003: 301) menyebut kepribadian atau
personality sebagai susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan keberadaan tingkah
laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia. Definisi tentang kepribadian tersebut,
diakuinya sendiri, sangat kasar sifatnya, dan tidak banyak berbeda dengan arti yang diberikan
pada konsep itu dalam bahasa sehari-hari.

Heymans (1857-1930), seorang ahli psikologi berkebangsaan Belanda, mencoba


membuat pembagian kepribadian manusia berdasarkan sifat psikis yang menurut pendapatnya,
merupakan sifat-sifat pokok dari jiwa manusia (Sobur, 2003: 316). Heymans bependapat,
bahwa manusia itu sangat berlain-lainan kepribadiannya, dan tipe-tipe kepribadian itu bukan
main banyak macamnya (Suryabrata, 1993: 83). Dijelaskan lagi bahwa secara garis besar tokoh
dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam kualitas kejiwaan, yaitu.
1) Emosinalitas (emotionaliteit)

Yaitu mudah atau tidaknya perasaan orang terpengaruh oleh kesan-kesan. Pada dasarnya semua
orang kecakapan ini, yaitu kecakapan untuk menghayati sesuatu perasaan karena pengaruh
sesuatu kesan.2) Proses Pengiring (primaire en secundaire functie) Yaitu banyak sedikitnya
pengaruh kesan-kesan terhadap kesadaran setelah kesan-kesan itu sendiri tidak lagi ada dalam
kesadaran.
3) Aktivitas (aktiviteit)
Adapun yang dimaksud dengan aktivitas di sini yaitu, banyak sedikitnya orang menyatakan
diri, menjelmakan perasaan-perasaannya dan pikiran-pikirannya dalam tindakan yang spontan.
Berdasarkan tiga macam kualitas kejiwaan di atas, selanjutnya Gerart Heymans (dalam Sobur,
2003: 317) membagi tipe kepribadian manusia, berdasarkan kuat lemahnya ketiga unsur
tersebut di atas dalam diri setiap orang, menjadi tujuh tipe, seperti berikut:

a. Gapasioneerden (orang hebat): orang yang aktif dan emosional serta fungsi sekunder yang
kuat. Orang ini selalu bersikap keras, emosional, gila kuasa, egois, dan suka mengancam.
Mereka adalah patriot yang baik, memiliki rasa kekeluargaan yang kuat, dan suka menolong
orang lemah.

b. Cholerici (orang garang): orang yang aktif dan emosional, tetapi fungsi sekundernya lemah.
Orang ini lincah, rajin bekerja, periang, pemberani, optimis, suka pada hal-hal yang faktual.
Mereka suka kemewahan, pemboros, dan sering bertindak ceroboh tanpa berpikir panjang.
c. Sentimentil (orang perayu): orang yang tidak aktif, emosional, sering implusif (menurutkan
kata hati), pintar bicara sehingga mudah mempengaruhi orang lain, senang terhadap kehidupan
alam, dan menjauhkan diri dari kebisingan dan keramaian.
d. Nerveuzen (orang penggugup): orang yang tidak aktif dan fungsi sekundernya lemah, tetapi
emosinya kuat. Orang-orang tipe ini sifatnya emosional (mudah naik darah, tetapi cepat
mendingin), suka memprotes, mengancam orang lain, tidak sabar, tidak mau berpikir panjang,
agresif, tetapi tidak pendendam.

e. Flegmaticiti (orang tenang): orang yang tidak aktif dan fungsi sekundernya kuat. Orang-
orang tipe ini selalu bersikap tenang, sabar, tekun bekerja secara teratur, tidak lekas putus asa,
berbicara singkat, tetapi mantab. Mereka berpandangan luas, berbakat matematika, senang
membaca, dan memiliki ingatan baik. Orang tipe ini rajin dan cekatan serta mampu berdiri
sendiri tanpa banyak bantuan orang lain.
f. Sanguinici (orang kekanak – kanakan): orang yang tidak aktif, tidak emosional, tetapi fungsi
sekudernya kuat. Orang ini, antara lain, sukar mengambil keputusan, kurang berani/ ragu-ragu
bertindak, pemurung, pendiam, suka menyendiri, berpegang teguh pada pendiriannya,
pendendam, tidak gila hormat dan kuasa, dan dalam bidang politik selalu berpandangan
konservatif.

g. Amorfem (orang tak berbentuk): orang yang tidak aktif, tidak emosional, dan fungsi
sekundernya lemah. Sifat-sifat tipe orang ini, antara lain, intelektualnya kurang, picik, tidak
praktis, selalu membeo, cenggung, dan ingatannya buruk. Mereka termasuk orang perisau,
peminum, pemboros, dan cenderung membiarkan dirinya dibimbing dan dikuasai orang lain.

3.2 Teori Pembentuk Kepribadian

Kepribadian merupakan daftar respon berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan yang dipegang
kuat. Kepribadian akan mengarahkan reaksi emosional seseorang di samping rasional terhadap
setiap pengalaman hidup. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian (Susilo, 2009) :

1. Faktor Internal : ialah segala sesuatu yang telah dibina oleh individu sejak lahir, baik yang
bersifat kejiwaan maupun yang bersifat kebutuhan

2. Faktor eksternal : ialah segala sesuatu yang ada di luar manusia. Kepribadian merupakan
hasil pengaruh hereditas dan lingkungan. Menurut Thomas dan kawan-kawan, kepribadian
dibentuk oleh temperamen dan lingkungan yang terus menerus saling mempengaruhi. Thomas
selanjutnya menerangkan bahwa jika kedua pengaruh itu harmonis, orang dapat mengharap
perkembangan kepribadian yang sehat, jika tidak harmonis, masalah perilaku hampir pasti akan
muncul (dalam Nuraeni, 2006).

Anda mungkin juga menyukai