Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA TOKOH NATHAN DALAM

NOVEL NATHAN MIMPI MERAH MUDA KARYA ARY


NILANDARI
Disusun Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Pengantar Psikologi Semester III

Oleh:
Novitasari Mustaqimatul Haliyah
NIM. C0211027

JURUSAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

A. Pendahuluan
Novel merupakan karya sastra yang bermediumkan bahasa. Sastra dianggap sebagai fiksi
pada hakikatnya adalah fakta. Menurut Dwi Susanto (2011:42), Sastra sebagai fakta sosial
(produk masyarakat) dan fakta sejarah yang memiliki peran dan fungsi yang signifikan dalam
masyarakat.
Novel sebagai karya sastra yang mempunyai peran dan fungsi yang signifikan
mengemban fungsi dulce et utile, yaitu menghibur dan mendidik. Selain itu, novel yang
berdasarkan fakta mencerminkan masyarakat pengarangnya atau mencerminkan masyarakat
dalam lingkungan sebuah daerah tertentu. Novel Nathan Mimpi Merah Muda merupakan
novel anak-anak yang menggambarkan bagaimana psikologi anak-anak dan menggambarkan
tingkah polah anak-anak.
Novel Nathan Mimpi Merah Muda karya penulis novel anak Ary Nilandari ini sangat
menarik untuk dipelajari dan diteliti terutama mengenai perkembangan kepribadian anakanak lewat analisis psikologi sastra anak. Lewat analisis psikologi sastra dari Sigmund Freud,
penulis akan memaparkan kondisi psikologi yang ada dalam diri seorang anak.
B. Landasan Teori
Menurut KBBI (2011:1109), Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses mental,
baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku; ilmu pengetahuan tentang
gejala dan kegiatan jiwa.
Sedangkan menurut Rika L. Atkinson, dkk. (1983:18), psikologi sebagai studi ilmiah
mengenai proses perilaku dan proses mental. Definisi ini mencerminkan perhatian psikologi
terhadap studi objektif mengenai perilaku yang dapat diamati. Hal ini sangat berkaitan erat
dengan kepribadian.
Seperti yang dijelaskan dalam bab pendahuluan, penulis akan memaparkan dan
menganalisis sebuah novel anak dengan pendekataan psikologi sastra atau sering disebut
psikoanalisis. Teori psikoanalisis mengupas kepribadian pribadi, motif-motif tak sadar yang
mengarahkan perilaku. Teori psikoanalisis juga membahas perkembangan kepribadian (Rita
L. Atkinson, dkk., 1983: 162).

Kepribadian tersusun dari tiga sistem utama, yaitu id, ego, dan superego. Id merupakan
bagian kepribadian yang paling primitif, yang sudah ada sejak lahir. Dari id inilah yang
nantinya ego dan superego berkembang. Id terdiri dari impuls atau dorongan biologis, seperti
kebutuhan makan, minum, buang air, menghindari rasa sakit, dan memperoleh kenikmatan
seksual. Seperti anak kecil, id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle).
Id berusaha menghindari rasa sakit dan memperoleh kesenangan tanpa mempedulikan situasi
eksternal.
Ego anak-anak segera belajar bahwa impuls mereka tidak selalu dapat dipuaskan dengan
segera. Rasa lapar harus menunggu sampai seseorang memberi makanan. Ego berkembang
ketika anak belajar untuk mempertimbangkan tuntunan realitas. Ego memiliki prinsip
realitas, pemuasan impuls harus ditunda sampai ditemukan kondisi lingkungan yang tepat.
Superego adalah gambaran internalisasi nilai dan moral masyarakat yang diajarkan oleh
orangtua dan orang lain pada anak. Pada dasarnya superego merupakan hati nurani
seseorang. Superego menilai apakah suatu tindakan benar ataukah tidak. Id mencari
kesenangan, ego menguji realitas, dan superego berusaha menjadi sempurna. Superego
menggabungkan semua tindakan yang menyebabkan anak dihukum atau ditegur dan semua
tindakan yang menyebabkan anak mendapat ganjaran.
Menurut Sigmund Freud dalam Dwi Susanto (2011:58), pikiran yang tidak sadar mampu
mengungkapkan dirinya dalam bentuk yang lain atau dalam satu tindakan-tindakan, katakata, fantasi-fantasi mental dalam mana arti dari keadaan tersebut dapat diketahui melalui
pengetahuan kesadaran ataupun penyaringan dari kejiwaan. Jadi, lewat fantasi-fantasi bisa
terbawa sampai dunia alam bawah sadar seperti mimpi.
Dalam buku The Interpretation of Dream (1900) yang menerapkan interpretasi mimpi
dan digunakan sebagai model dalam penarapan psikoanalisis sastra model klasik.
Berdasarkan buku tersebut Sigmund Freud menerapkan beberapa model yakni model yang
bersifat dinamis, model ekonomis, dan model topografis (Dwi Susanto, 2011: 58).
Model dinamis bekerja dengan cara menguraikan konflik yang dialami seseorang.
Konflik tersebut terdapat dalam pikiran-pikiran antara impuls-impuls yang secara tidak sadar
berusaha mencapai pelepasan. Pelepasan-pelepasan itu juga diiringi dengan berbagai

kekuatan tekanan yang sama-sama kuat secara sengaja menghalangi impuls-impuls yang
tidak sadar muncul ke permukaan. Dua persaingan ini membentuk symptom yang berupa
imaji-imaji mental, aksi-aksi, dan kata-kata. Esensi dari kata-kata mental tersebut dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagian, yakni kondensasi, pengalihan, dan simbolisasi.
Kondensasi diwujudkan melalui beberapa pikiran yang berbeda atau percampuran katakata yang tidak seide ke dalam satu kata atau ide utama. Pikiran itu pada awalnya bersifat
kontradiktif. Pengalihan sendiri merupakan bentuk mental yang mengalami mekanisme
penyingkiran. Hal ini dapat dicontohkan dalam mimpi. Kondensasi ini merupakan suatu katakata yang mula berhubungan dengan satu idea atau imaji tertentu dipisahkan dari kata
tersebut dan disalurkan pada ide-ide atau imaji-imaji yang memiliki satu hubungan asosiasi
dengan ide yang pertama. Hal ini sangat erat hubungannya dengan konsep figurasi yakni
pikiran atau mimpi yang seringkali difigurasikan dalam bentuk, citra, dan kata-kata.
Figurasi hampir sama dengan simbolisasi. Kata mental bisa dicirikan dengan simbolisasi.
Simbolisasi diartikan sebagai pengungkapan secara tidak langsung atau satu ide yang
ditunjukkan dengan simbol-simbol dari suatu karya seni.
Model ekonomis oleh Sigmund Freud dalam tafsir mimpi mempertimbangkan distribusi
dan sirkulasi energy yang kemudian dihubungkan dengan ide-ide tertentu, objek-objek,
ataupun bagian-bagian tubuh tertentu. Model ekonomis berbeda dengan model topografis.
Model topografis terdiri dari subsistem-subsistem yang terdiri dari dua bagian. Yang pertama
dibagi atas sadar, prasadar, dan tak sadar. Yang kedua adalah model structural id, ego,
superego seperti yang telah dijelaskan di atas.
Sigmund Freud membagi tahapan-tahapan perkembangan, yaitu tahapan oral, bayi
memperoleh kenikmatan menyusu, memasukkan ibu jari ke dalam mulut.

Ciri dari

kepribadian ini adalah sarkastik, sinis, suka mendominasi atau mengatur orang lain,
mengeksploitasi orang lain, pesimistik, dan juga argumentatif. Tahap anal, anak memperoleh
pengalaman pertama dengan kendali yang ditentukan dari luar dalam bentuk pembiasaan
kebersihan. Ciri kepribadiannya, sadistik, destruktif, tidak teratur, impulsif, dan jorok. Tahap
falik, bayi mulai memusatkan perhatian pada alat kelaminnya. Terjadi pada usia 3-6 tahun
dan mulai tertarik pada lawan jenis meski hanya samar-samar. Tahap selanjutnya adalah

tahap laten. Tahap ini dimulai ketika anak usia 7 tahun hingga 12 dan 13 tahun. Dalam tahap
ini dorongan seksual dialihkan pada kegiatan sang anak. Tahapan penting perkembangan ego
dan superego, anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tahap terakhir adalah
tahap genital. Tahap ini merupakan tahap puncak perkembangan kepribadian manusia.
C. Analisis
Novel Nathan Mimpi Merah Muda merupakan novel anak-anak dengan media bahasa
yang sangat sederhana disesuaikan dengan bahasa anak-anak yang ringan dan ceria. Konflik
yang disampaikan tidak terlalu banyak seperti pada novel-novel remaja atau novel-novel
dewasa yang konfliknya bertubi-tubi dan berbelit-belit. Sebaliknya, novel Nathan Mimpi
Merah Muda ini sangat representatif sekali dengan dunia anak-anak, penuh dengan khayalan
dan imajinasi ala anak-anak.
Novel Nathan Mimpi Merah Muda akan dianalisis menurut analisis Sigmund Freud
berdasarkan psikologi sastra yang berlandaskan id, ego, dan superego. Namun, tidak seperti
penelitian pada umumnya yang disangkutpautkan dengan kejiwaan pengarang. Analisi ini
lebih pada kejiwaan tokoh dalam cerita novel karya Ary Nilandari.
Adakalanya sebuah mimpi itu merupakan reperesentasi dari kehidupan nyata. Ketika
pikiran seseorang dipenuhi dengan sebuah masalah, maka hal yang akan tercermin dalam
pikiran adalah masalah itu lalu tergambarkan dalam bayangan-bayangan yang akan terrekam
atau terbentuk sebuah video dalam bentuk mimpi.
Nathan bermimpi tentang anak laki-laki yang terjatuh dari kuda bengis, dan kuda itu
merupakan kuda yang nakal dan jahat. Keesokan harinya ia mendengar cerita dari teman
sekelasnya tentang dua anak laki-laki yang koma di rumah sakit karena terjatuh dari kuda.
Nathan merasa ini ada hubungan dengan mimpunya yang sering muncul di setiap ia tertidur.
Lalu Nathan mencoba menyelami mimpi itu kembali karena memang Nathan mempunyai
kemampuan untuk memasuki mimpi orang lain. Dalam nalurinya, ia ingin sekali menolong
kedua anak laki-laki tadi. Hal ini merupakan pencerminan dari id. Nathan sangat mempunyai
hasrat untuk menolong kedua anak laki-laki tadi. Hanya saja ia tidak tahu bagaimana cara
menolong kedua anak itu.

Kemudian Nathan mencoba untuk mencari solusi. Hal ini berkaitan erat dengan ego
dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Nathan mulai mencari-cari ide untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Seperti yang telah diungkapkan pada bab
landasan teori bahwa ego berkaitan dengan realitas, bahwa suatu keinginan harus disesuaikan
dengan realitas. Maka, Nathan mulai berkunjung ke rumah kedua anak tadi dan
bersilaturahim mencari tahu penyebab kenapa kedua anak yang terjatuh dari kuda itu tidak
sadarkan diri sampai sekarang.
Setelah mengetahui penyebabnya lebih detail, lalu Nathan mencoba menyelam ke dalam
dunia mimpi kembali. Ia menyelami mimpi di lapisan gelembung pertama. Ia menciptakan
suasana dan tempat dalam mimpi itu sesuai keinginannya dan ternyata dia tidak menemukan
apa-apa. Nathan tidak menemukan kedua anak tadi. Ia menemukan sebuah lubang mierestus,
lubang hitam, dan Nathan ingin sekali memasukinya tetapi dicegah oleh Isio. Hal ini
menunjukkan perkembangan psikologi anak yang mempunyai rasa ingin tahu tinggi tanpa
mempedulikan baik buruknya. Seorang anak memang perlu untuk dinasihati. Masa anakanak merupakan golden age, imajinasi-imajinasi yang dilakukan Nathan mencerminkan
kepribadian anak yang suka dengan khayalan-khayalan atau fantasi-fantasi. Seorang anak
suka membayangkan hal-hal yang diluar dugaan, bakkan kadang fantasi yang dilakukan
seorang anak lebih dahsyat disbanding fantasi-fantasi yang dibuat oleh orang dewasa.
Judul yang dituliskan dalam novel itu adalah Nathan Mimpi Merah Muda, hal ini lagilagi merupakan representasi dari dunia nyata. Nathan mempunyai teman yang suka sekali
dengan warna pink atau merah muda, namanya Pinkan. Suatu ketika karena Nathan sebal
terhadap Pinkan yang super cerewet, Nathan memanggil Pinkan dengan nama Pinky. Pinky
tidak marah, justru Pinky semakin girang karena temannya yang satu ini menyebutnya sesuai
dengan orangnya yang suka warna merah muda. Hal ini sampai terbawa ke alam mimpi, pada
detik-detik terakhir mimpi Nathan berubah menjadi warna merah muda dan Nathan tidak
dapat merubah warna itu padahal biasanya Nathan mempunyai kekuatan untuk mengubah
apapun sesuai dengan pikirannya di alam mimpi.
Bersinggungan dengan psikologi, mimpi seseorang merupakan hasil ketidaksadaran
seseorang terhadap apa yang telah melekat pada diri seseorang. Apa yang telah dipikirkan

secara mendalam meski tidak sadar akan terbawa ke alam bawah sadar dan kadangkala
menjadi sebuah mimpi.
Mimpi bisa berkebalikan dengan dunia nyata atau fakta, seperti halnya dalam novel
Nathan Mimpi Merah Muda, kuda yang digambarkan dalam mimpi Nathan adalah kuda
yang benis, congkak, dan jahat tetapi kenyataannya pada dunia nyata kuda yang ada
bukanlah kuda yang jahat tetapi kuda yang penurut.
D. Sinopsis
Nathan mempunyai kemampuan memasuki mimpi orang lain. Mimpi bagi Nathan tidak
hanya sebagai bunga tidur tetapi juga sebagai masalah yang harus diselesaikan. Lewat
mimpi-mimpi yang dijelajahinya, Nathan mulai menyadari bahwa mimpi-mimpi yang ia lihat
bukanlah mimpinya sendiri tetapi merupakan mimpi orang lain dan itu tidak hanya sekedar
mimpi.
Suatu hari Nathan bermimpi ia melihat dirinya dijatuhkan oleh seekor kuda bengis yang
sangat kejam. Kuda bengis itu tertawa cekikikan seolah menertawakan Nathan yang jatuh
terjerembab dan ketakutan.
Nathan mulai diganggu mimpi buruk, mimpi yang sama mengenai kuda bengis itu selalu
diulang-ulang. Nathan merasa resah dan merasa bahwa mimpinya menjadi kenyataan ketika
mendengarkan celotehan dari Pinkan, teman sekelasnya tentang kisah dua anak laki-laki yang
koma akibat terjatuh dari kuda. Nathan mencari anak-anak itu dalam mimpi masing-masing.
Namun, dunia mimpi ternyata sangat luas dan dihuni makhluk-makhluk misterius yang
belum tentu baik seperti Isio. Isio adalah seekor kera yang selalu membantu Nathan di dunia
mimpi, meberikan petuah-petuah dan nasihat-nasihat.
Dengan berbagai cara, akhirnya Nathan mampu membangunkan kedua anak laki-laki itu
dari komanya dengan memasuki mimpi kedua anak laki-laki itu di lapisan kedua dan
memasuki lubang mierestus.
Tokoh Nathan ini merupakan salah satu tokoh anak yang berkecimpung dalam dunia
fantasi dan sudah bisa mewakili dunia akan-anak yang memang penuh dengan fantasi-fantasi.
Sebuah fantasi-fantasi bisa membentuk sebuah karakter seorang anak.

E. Kesimpulan
Tokoh Nathan dalam novel Nathan Mimpi Merah Muda memang mencerminkan dunia
anak-anak yang penuh dengan fantasi-fantasi. Pemikiran seorang anak memang tidak
berbelit-belit seperti seorang remaja atau seorang dewasa. Anak-anak sibuk dengan dunianya
yang baru dikenal dan akan menjadi sebuah pedoman. Pemikiran yang sederhana yang
dicoba untuk diungkapkan dan dilakukan.
F. Daftar Pustaka
Ary Nilandari. 2012. Nathan Mimpi Merah Muda. Solo: Tiga Ananda.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi
(Edisi Kedelapan: Jilid 1). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi
(Edisi Kedelapan: Jilid 2). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dwi Susanto. 2011. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Caps.
Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa:
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai