Anda di halaman 1dari 21

HEGEMONI DAN PERTENTANGAN KASTA PADA MASYARAKAT BALI

DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI

Nabilatur Rohmah (11190130000001)

Ajija Ulfah Harahap (11190130000015)

Abstrak: Tarian Bumi merupakan novel karya Oka Rusmini yang berlatar kehidupan
di Bali. Novel ini mengulas tentang perjalanan dan kehidupan perempuan Bali yang
berupaya mendobrak adat istiadat, tradisi, dan budaya pendahulu yang sudah melekat
dalam dirinya sebagai perempuan yang terlahir di pulau seribu pura tersebut. Novel
ini memuat berbagai macam konflik, mulai dari adanya konflik batin pada masing-
masing tokoh, konflik yang terjadi antar tokoh, stratifikasi sosial, dan juga
diskriminasi. Konflik-konflik yang bermunculan tersebut bermuara pada adat istiadat
dan kebudayaan yang berkaitan dengan norma dan pakem yang berlaku di Bali. Di
mana sistem kasta dan kepercayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan sosial
masyarakat masih sangat kental dan dipertahankan. Novel Tarian Bumi ini secara
jelas menggambarkan persoalan kasta dan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat
Bali, dari sinilah muncul adanya hegemoni atau pengaruh kekuasaan yang berlanjut
pada pertentangan kasta yang dinilai melahirkan perbedaan dalam kodrat kehidupan
manusia yang telah diterima sebagai masyarakat adat yaitu status sosial, sehingga
kebahagiaan yang diterima setiap orang pun juga berbeda dan dibutuhkan adanya
perjuangan yang besar untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Hegemoni kasta
ditemukan dalam kekuasaan tokoh yang berkasta Brahmana terhadap tokoh yang
berkasta Sudra, dan pertentangan kasta dalam novel Tarian Bumi ini dikemas dengan
baik oleh pengarang melalui bahasa, adat, tradisi, kehidupan, dan aktifitas sehari-hari.
Sebagai pengarang, Oka Rusmini mendukung adanya penentangan pelarangan
terhadap penerapan dan praktik-praktik kasta, tetapi di sisi lain, pengarang juga
meneguhkan sistem kasta itu sendiri dengan menghadirkan upacara penurunan
wangsa atau kasta pada tokoh perempuan dalam ceritanya, dengan demikian
pengarang membuat pembaca dapat menentukan pandangannya sendiri terhadap
karya sastra ini.

Kata Kunci: Hegemoni, Kasta, Masyarakat.

Latar Belakang

Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan masalah-masalah manusia dan


kemanusiaan, tentang makna hidup dan kehidupan. Akan tetapi, kadangkala
pengarang memilih pengalaman manusia secara kreatif dan secara kreatif pula
menuangkannya ke dalam karya sastra, dengan menggunakan bahasa sebagai
medianya sehingga menghasilkan suatu karya seni yaitu karya sastra yang dapat
dinikmati oleh para penikmatnya.1 Oka Rusmini dalam novel Tarian Bumi,
menyajikan sebuah cerita yang amat dekat dengan pembaca, menggunakan bahasa-
1
Ni Nyoman Karmini, Teori Pengkajian Fiksi dan Drama, (Denpasar: Pustaka Larasan, 2011), hlm. 2-3
bahasa atau istilah Bali yang tidak umum namun disertai dengan rujukan kata dengan
penjelasannya.

Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini yang mengambil tema kehidupan
masyarakat Bali dengan segala persoalan yang berseberangan dengan berbagai
macam hukum kasta. Dalam kebudayaan Bali, masyarakat yang menikah antar kasta
sangat dilarang, mereka mempunyai pendapat bahwa hal tersebut akan mendatangkan
aib bagi kedua belah pihak keluarga. Jika pernikahan antar kasta itu sampai terjadi,
maka bagi perempuan yang berkasta Brahmana akan mendapat sanksi berupa
penurunan kasta melalui upacara patiwangi, sebaliknya bagi perempuan yang berkasta
Sudra akan diberikan perlakuan yang berbeda dengan perempuan-perempuan asli
Brahmana.

Oka Rusmini melalui novel Tarian Bumi merekam dengan apik keadaan
masyarakat Bali dengan menyuguhkan adat istiadat Bali yang tampak baik-baik saja,
tetapi sebetulnya terdapat gejolak yang luar biasa di dalamnya. Novel Tarian Bumi
memvisualkan adanya hubungan yang menyubordinasikan kekuasaan. Namun
terlepas dari adanya subordinasi, tokoh-tokoh Sudra yang terdapat dalam Tarian
Bumi digambarkan dengan karakter yang kuat, mandiri, radikal, dan bahkan
memberontak,2 demi menyetarakan hak-haknya di masyarakat. Gejolak kekuasaan
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Bali yang ada dalam novel Tarian Bumi ini
tergambar jelas melalui teks yang disajikan. Karena itulah analisis hegemoni dan
pertentangan kasta menjadi fokus utama yang akan dianalisis pada makalah ini.

Rumusan Masalah

1) Bagaimana struktur intrinsik dalam novel Tarian Bumi karya Oka


Rusmini?
2) Bagaimana analisis hegemoni dan pertentangan kasta dalam novel
Tarian Bumi karya Oka Rusmini?

Acuan Teoritis

Dalam menganalisis sebuah karya sastra, dibutuhkan adanya teori sebagai


acuan dalam menguraikan keseluruhan isi dari karya sastra tersebut. Pada kesempatan
kali ini teori yang digunakan untuk menganalisis novel Tarian Bumi karya Oka
Rusmini ini adalah teori sosiologi sastra. Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang
melihat hubungan karya sastra dengan realitas, sejauh mana karya sastra itu
mencerminkan kenyataan.

Sosiologi sastra sendiri merupakan pendekatan penelitian karya sastra yang


mempertimbangkan nilai-nilai sosial di dalamnya. Nilai-nilai budaya yang ada selalu
terikat dan beriringan dengan nilai-nilai sosial, maka dari itu sosiologi sastra
dikatakan sebagai teori yang mengungkap tentang sosial budaya. Sehingga sastra
2
Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud. Tarian Bumi
(2000). Diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul 21:55 WIB.
tidak akan lepas dari nilai-nilai sosial budaya sebagaimana manusia pahami. Nilai-
nilai ini dapat dihayati dalam novel berupa perilaku-perilaku masyarakatnya,
kepercayaannya, kebiasaannya, dan lain-lain sebagai potret kenyataan sosial. Melalui
sudut pandang Thomas Warton yang dikutip oleh Wellek dan Warren, sastra adalah
gudang adat istiadat, buku sumber sejarah peradaban, terutama sejarah bangkit dan
runtuhnya semangat kesatriaan.3

Sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat sosial yang
berpangkal pada karya sastra sebagai objek yang diceritakan. Sosiologi sastra sebagai
pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dari
segi sosial masyarakat. Oka Rusmini melalui karyanya acap kali mengangkat
permasalahan adat istiadat dan tradisi Bali, hal ini dikarenakan ia besar dan tumbuh
dalam kebudayaan Bali.

Literature Review/Penelitian Relevan

Beberapa penelitian relevan dengan makalah ini adalah:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zainal Arifin dengan judul


“Kepemimpinan Hegemonik Kasta Brahmana Terhadap Kasta Sudra dalam Novel
Tarian Bumi Karya Oka Rusmini”4 yang dimuat dalam jurnal Garuda: Sasindo,
Universitas PGRI Semarang, volume 1, nomor 1. Penelitian ini mendeskripsikan
aturan hegemoni budaya yang ada pada novel Tarian Bumi. Di mana kepemimpinan
yang diterapkan kasta Brahmana merupakan kepemimpinan hegemonik, dalam kasta
Brahmana terdapat pengaruh kepemimpinan dan kekuasaan yang mendominasi
terhadap kasta Sudra.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Juniati Siti Chodijah dan Rerin
Maulinda dengan judul “Tinjauan Sosiologi Sastra pada Novel Tarian Bumi Karya
Oka Rusmini”5 yang dimuat dalam jurnal Sasindo Unpam, volume 7, nomor 1.
Penelitian ini mendeskripsikan permasalahan-permasalahan sosial yang muncul dalam
novel Tarian Bumi dengan melihat dari potret realitas dan nilai sosial pada novel
tersebut. Permasalahan sosial yang muncul melibatkan adat istiadat dan budaya yang
ada di Bali.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Meliana Ade Kusumawati dengan


judul “Pertentangan Kasta dalam Kebudayaan Bali: Kajian Hegemoni dalam Novel
Tarian Bumi Karya Oka Rusmini”6. Mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini mengupas adanya
penghegemonian kasta Brahmana terhadap kasta Sudra pada novel Tarian Bumi.

3
Wellek, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014), hlm. 110
4
Zainal Arifin, “Kepemimpinan Hegemonik Kasta Brahmana Terhadap Kasta Sudra dalam Novel Tarian Bumi
Karya Oka Rusmini”, Jurnal Garuda, Vol. 1, no. 1, 2013.
5
Juniati Siti Chodijah dan Rerin Maulinda, “Tinjauan Sosiologi Sastra pada Novel Tarian Bumi Karya Oka
Rusmini”, Jurnal Sasindo Unpam, Vol. 7, no. 1.
6
Meliana Ade Kusumawati, Pertentangan Kasta dalam Kebudayaan Bali: Kajian Hegemoni dalam Novel
Tarian Bumi Karya Oka Rusmini. (Semarang: Skripsi, Universitas Negeri Semarang, 2011)
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh I Komang Widana Putra dengan
judul “Hegemoni Kasta dalam Tiga Prosa Karya Oka Rusmini” 7. Penelitian ini
mengulas tentang adanya kekuasaan tokoh yang berkasta Brahmana atas tokoh yang
berkasta Sudra pada karya sastra Tarian Bumi, Sagra, dan Kenanga.

Biografi Pengarang

Tarian Bumi merupakan novel karya Ida Ayu Oka Rusmini atau yang lebih
suka dipanggil dengan nama Oka Rusmini. Lahir di Jakarta, 11 Juli 1967 dari
pasangan Ida Ayu Made Werdhi dan Ida Bagus Made Gede. Sesuai dengan namanya
yang diawali dengan Ida Ayu, Oka Rusmini merupakan keturunan Brahmana, kasta
tertinggi dalam masyarakat Bali. Oka Rusmini menikah dengan seorang penyair,
Arief B. Prasetya dan dikaruniai anak yang bernama Pasha Renaisan. Sebelumnya,
Oka Rusmini mengenyam pendidikan SD dan SMP di daerah Cijantung, Jakarta.
Setelah menginjak SMA, ia pindah ke Bali untuk melanjutkan pendidikannya dan
menyelesaikan kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Udayana. 8 Saat ini, Oka Rusmini
dan keluarganya tinggal di Denpasar, Bali, dan bekerja di harian Bali post.

Oka Rusmini adalah penulis puisi, cerpen, esai, novel dan merupakan seorang
wartawan. Pada tahun 2014, karyanya diapresiasi dalam penghargaan Kusala
Khatulistiwa Award untuk buku puisi Saiban. Sosok dan karya-karyanya cukup
fenomenal dan seringkali kontroversial karena mengangkat sejumlah persoalan adat
istiadat dan tradisi Bali yang dianggap kolot dan merugikan perempuan, terutama di
lingkungan griya, rumah kaum Brahmana.9 Akan tetapi karya-karya itu pulalah yang
mengangkat nama Oka Rusmini di kancah kesusastraan.

Oka Rusmini juga kerap kali diundang ke berbagai acara sastra nasional dan
internasional, di antaranya: Festival Sastra Winternachten di Den Haag dan
Amsterdam, Belanda, sekaligus hadir sebagai penulis tamu di Universitas Hamburg,
Jerman (2003), serta Singapore Writer Festival (2011).10

Karya:

 Monolog Pohon (puisi, 1997)


 Tarian Bumi (novel, 2000)
 Sagra (cerpen, 2001)
 Kenanga (novel, 2003)
 Warna Kita (puisi, 2007)
 Pandora (puisi, 2008)
 Tempurung (novel, 2010)

7
I Komang Widana Putra, “Hegemoni Kasta dalam Tiga Prosa Karya Oka Rusmini”, Jurnal Linguistika, Vol.
24, no. 47.
8
Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud. Oka Rusmini
(1967-sekarang). Diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul 21:48 WIB.
9
basabali.org diakses pada Minggu 2 Mei 2021 pukul 02:00 WIB.
10
Oka Rusmini, Tarian Bumi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017) bagian tentang penulis.
 Akar Pule (antologi cerpen, 2012)
 Saiban (puisi, 2014)
 Men Cobong (2019)
 Koplak (2019)

Penghargaan:

 Penghargaan Penulisan Karya Sastra 2003 dari Pusat Bahasa,


Departemen Pendidikan Nasional Indonesia (2003)
 Anugerah Sastra Tantular 2012 dari Balai Bahasa Denpasar (2012)
 Penghargaan Sastra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (2012)
 South East Asian (S.E.A) Write Award dari Pemerintah Thailand
(2012)
 Kusala Sastra Khatulistiwa 2013-2014, kategori Puisi (2014)
 Ikon Berprestasi Indonesia, kategori Seni dan Budaya, dari Unit Kerja
Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017)
 CSR Indonesia Awards, kategori Karsa Budaya Prima (2019)
 Bali Jani Nugraha dari Pemerintah Provinsi Bali (2019)11

Analisis Struktur Teks

Novel merupakan sebuah karya sastra yang dibangun melalui berbagai unsur
intrinsik yang terdiri dari peristiwa, plot (alur), tokoh (penokohan), latar, sudut
pandang, dan lainnya yang semua unsur tersebut bersifat imajinatif. 12 Berikut analisis
unsur intrinsik novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini:

1. Tema
Tema merupakan gagasan utama pada sebuah cerita. Tema dari novel Tarian
Bumi karya Oka Rusmini terdiri dari tema utama yakni tema mayor dan tema
tambahan atau tema minor. Tema mayor Tarian Bumi adalah hegemoni atau
pengaruh kekuasaan dan pertentangan kasta. Sedangkan tema minor novel
tersebut adalah usaha perempuan yang meningkatkan derajat dan kedudukannya.
Novel ini mengangkat tema utama kehidupan sosial masyarakat di Bali dengan
segala persoalan adat istiadat, budaya, kasta, dan posisi perempuan.

2. Alur

Alur adalah tahapan-tahapan peristiwa yang membentuk sebuah cerita atau


kisah. Novel Tarian Bumi menggunakan alur campuran. Cerita dibuka dengan
interaksi antara Telaga dengan anaknya, Luh Sari. Kemudian Telaga mulai
menyingkap cerita masa lalunya, di sini semua disajikan, mulai dari pemunculan
konflik hingga penyelesaian, dan diakhiri kembali dengan kehidupan Telaga dan

11
okarusmini.wordpress.com/ diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul 23:10 WIB.
12
Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), hlm. 5
anaknya di masa kini. Jika digambarkan dalam bentuk skema, maka alur pada
novel Tarian Bumi ini sebagai berikut:
A
A B1
B1 B2
B2 C
C D
D E
E

Keterangan:
A : pengenalan
B1 : pemunculan konflik
B2 : peningkatan konflik
C : klimaks
D : peleraian
E : penyelesaian
1) Pengenalan
Tahap pengenalan ini merupakan tahapan yang paling utama, bagian
ini merupakan bagian pengantar cerita dan juga mendeskripsikan tentang
keadaan atau situasi yang dirasakan oleh para tokoh yang ada dalam cerita.
Pada tahapan ini pula, hubungan antar tokoh diceritakan.
Pada novel Tarian Bumi ini, tahap pengenalan diawali dengan
munculnya Luh Sari dan Telaga. Cerita pun dibuka dengan adanya
interaksi dan kebersamaan yang terjalin di antara Ibu dan anak ini,
kemudian tahapan berlanjut dengan cerita Telaga yang akan membawa
pembaca ke kehidupan masa lalunya.
“Luh, Meme sering berkata, kan? Jangan sering berteriak. Masuk dulu,
baru bercerita.” Telaga menepuk pipi bocah perempuan kecilnya.
Bocah itu tersenyum, lalu duduk di pangkuan ibunya. (hlm. 1)

Masa lalu itu tiba-tiba saja meloncat dari otaknya. (hlm. 3)

2) Pemunculan Konflik
Pada tahapan ini, persoalan-persoalan yang menyebabkan terjadinya
konflik mulai diperlihatkan. Persoalan yang dimunculkan adalah keirian
Luh Sadri terhadap Telaga. Luh Sadri merupakan perempuan yang
menjadi teman Telaga. Luh Sadri iri terhadap kebangsawanan, kekayaan,
dan kecantikan yang dimiliki Telaga.
“Karena dia seorang putri Brahmana, maka para Dewa memberinya
taksu, kekuatan dari dalam yang tidak bisa dilihat mata telanjang. Luar
biasa. Lihat! Ketika perempuan itu menari seluruh mata seperti
melahap tubuhnya. Alangkah beruntungnya perempuan itu. Sudah
bangsawan, kaya, cantik lagi. Dewa-dewa benar-benar pilih kasih!”
Seorang perempuan berkata sedikit sinis. Bau iri melukis matanya
yang tajam dan sangat tidak bersahabat itu. (hlm. 4)
Kemudian persoalan lain yang muncul dan yang paling utama adalah
ketika Telaga yang seorang keturunan Brahmana mencintai dan menjalin
hubungan dengan Wayan Sasmitha, seorang laki-laki Sudra yang
berprofesi sebagai seorang pelukis.

Wayan mencoba menatapnya lebih berani. Dia ingin menangkap


sesuatu yang pernah dia tangkap ketika bertemu pertama kali dengan
Telaga. Wayan ingin meyakinkan dirinya bahwa apa yang dia pendam
selama ini masih pada tempatnya. Dia juga ingin yakin bahwa
argumantasinya benar. (hlm. 134)
Mereka berdua terdiam. Wayan menggengam tangan Telaga erat-erat.
(hlm. 136)
3) Peningkatan Konflik
Tahapan ini merupakan kelanjutan dari tahap pemunculan konflik. Di
mana konflik yang telah dimunculkan sebelumnya semakin mengalami
peningkatan. Pada novel Tarian Bumi ini cerita berlanjut dengan Telaga
dan Wayan Sasmitha yang datang kepada Luh Gumbreg, Ibu Wayan
Sasmitha untuk meminta restu. Namun, Luh Gumbreg menentang
hubungan Telaga dan Wayan karena adanya perbedaan kasta di antara
mereka, Luh Gumbreg beranggapan apabila hubungan itu dilanjutkan
maka akan menimbulkan aib untuk keluarganya.
“Kau sadar siapa dirimu, Wayan? Kau sudah berpikir apa jadinya
kalau kau menikah dengan Dayu Telaga? Ada apa dengan dirimu! Kau
anak laki-laki satu-satunya milik Meme. Jangan buat masalah dengan
orang-orang griya. Tugeg, pikirkan lagi keputusan ini. Tolonglah, ini
semua demi kebaikan kami.” Suara perempuan tua itu terdengar penuh
iba. (hlm. 136)

4) Klimaks
Pada tahap ini, permasalahan atau konflik yang dialami oleh para
tokoh telah mencapai titik puncak. Tahap ini terjadi setelah Telaga dan
Wayan Sasmitha tetap melangsungkan pernikahan meskipun keduanya
tidak mengantongi restu dari keluarga. Perubahan sikap Luh Gumbreg juga
sangat drastis. Pada mulanya Luh Gumbreg sangat menyayangi Telaga
namun setelah pernikahan itu terjadi, Luh Gumbreg berubah sikap menjadi
ketus dan dingin. Begitu juga dengan adik Wayan Sasmitha, Luh Sadri,
kedua perempuan ini sangat tidak menyukai keberadaan Telaga di rumah
mereka.
Hubungan antara Telaga dan ibunya, Jero Kenanga juga menjadi tidak
baik. Jero kenanga benar-benar dibuat murka dengan pernikahan Telaga
dan Wayan Sasmitha. Hal ini dikarenakan, Jero Kenanga menginginkan
Telaga untuk menikah dengan laki-laki bangsawan yang sepadan dengan
mereka. Namun nyatanya, Telaga malah mencintai dan bahkan menikah
dengan Wayan Sasmitha yang seorang Sudra.
“Di sini tidak ada orang yang bisa menyiapkan makanan untukmu.”
Suara mertuanya terdengar ketus. (hlm. 146)

Sekarang perempuan itu bebas menumpahkan seluruh rasa irinya.


Sering kali Luh Sadri yang manis itu mengungkit tentang
perkawinannya. (hlm. 147)

“Anak tiang sudah mati. Dia tidak mungkin kembali lagi!” Suara Ibu
terdengar sangat tidak bersahabat. (hlm. 168)

5) Peleraian
Tahap peleraian ini merupakan bagian yang terjadi setelah tercapainya
puncak permasalahan. Di mana Telaga diminta oleh Luh Gumbreg untuk
melakukan upacara patiwangi atau upacara untuk menurunkan kasta dari
Brahmana ke Sudra.
“Dulu, ketika kau dikawini anak tiang, kau belum pamit ke griya. Kau
juga belum melakukan upacara patiwangi. Aku ingin kau melakukan
semua itu. Demi keluarga ini!” Suara Gumbreg mirip perintah. Telaga
mengangkat wajahnya, berharap dirinya sedang bermimpi. (hlm. 164)
Tahapan ini berlanjut ketika Telaga datang ke griya menemui Jero
Kenanga dan Ida Bagus Tugur untuk meminta izin melakukan upacara
patiwangi. Akan tetapi, Jero Kenanga menolak untuk menemui Telaga dan
tetap berada di kamarnya.

“Meme, ini tiang. Hari ini tiang sudah pamit pada leluhur. Hari ini
juga tiang akan menanggalkan nama Ida Ayu. Tiang akan jadi
perempuan Sudra yang utuh. Meme, bicaralah pada tiang!” Telaga
mengetuk pintu kamarnya. Tidak ada suara. Perempuan itu benar-benar
perempuan keras kepala. (hlm. 173)
6) Penyelesaian
Tahapan akhir dari alur Tarian Bumi ini digambarkan ketika Telaga
memenuhi permintaan Luh Gumbreg untuk melaksanakan upacara
patiwangi, dan berpamitan kepada Ibunya, Jero Kenanga, untuk
menjalankan upacara itu dan berbicara mengenai pilihan hidupnya yang
tak pernah ia sesali.
“Meme, tiang ingin pamit. Tiang percaya Meme mendengar kata-kata
tiang.” (hlm. 174)

“Terima kasih, Meme. Meme harus tahu, tiang tidak menyesal menjadi
istri Wayan. Yang tiang sesalkan, begitu banyak orang yang merasa
lebih bangsawan daripada bangsawan yang sesungguhnya.” Telaga
menjauh. (hlm 174)
Telaga bergumam, membiarkan perempuan tua itu mencuci kaki di
ubun-ubunnya untuk menjelmakan dirinya menjadi perempuan baru.
Perempuan Sudra!*** (hlm. 175)

3. Tokoh dan Penokohan


Tokoh dalam sebuah cerita adalah pelaku yang mengemban peristiwa,
sedangkan penokohan adalah watak atau karakter yang menjadi ciri khas setiap
tokoh dalam sebuah cerita. Setiap tokoh memiliki watak atau karakter masing-
masing yang menunjang jalannya cerita dalam novel.
Dalam novel Tarian Bumi terdapat 24 tokoh yang disebutkan namanya dan
beberapa tokoh yang muncul namun tidak disebutkan namanya. Semuanya
memiliki peran masing-masing dalam membangun cerita Tarian Bumi menjadi
satu kesatuan yang utuh. Pada analisis ini, novel Tarian Bumi akan dilihat dari dua
kategori tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam novel
Tarian Bumi yaitu Ida Ayu Telaga Pidada, Wayan Sasmitha, Luh Sari, Luh Sekar
(Jero Kenanga), Ida Bagus Ngurah Pidada, Ida Ayu Sagra Pidada, dan Ida Bagus
Tugur. Sedang tokoh yang lainnya adalah toko tambahan. Tokoh tambahan yang
akan diulas pada makalah kali ini antara lain Luh Sadri, Putu Sarma, Luh Kenten,
Luh Gambreg, Luh Dalem, Luh Kambren, dan Ida Bagus Ketu Pidada. Hal ini
didasarkan pada peranan tokoh-tokoh tambahan yang dinilai cukup signifikan
dalam membangun jalannya cerita selain ketujuh tokoh utama yang telah
disebutkan sebelumnya.

a. Tokoh Utama

Tokoh utama merupakan tokoh yang memiliki porsi kemunculan yang banyak
dan dinilai penting. Tokoh utama dalam novel Tarian Bumi adalah yaitu Ida Ayu
Telaga Pidada, Wayan Sasmitha, Luh Sari, Luh Sekar (Jero Kenanga), Ida Bagus
Ngurah Pidada, Ida Ayu Sagra Pidada, dan Ida Bagus Tugur. Ketujuh tokoh ini
memiliki peran yang dominan dalam keterlibatannya pada alur penceritaan di
setiap kejadian yang diceritakan pada novel.

Silsilah tokoh utama dalam novel Tarian Bumi


1) Ida Ayu Telaga Pidada
 Cantik
“ . . . Alangkah beruntungnya perempuan itu. Sudah
bangsawan, kaya, cantik lagi. . . .” (hlm. 4)
 Baik hati
“ . . . Alangkah jahatnya aku, padahal Telaga sangat baik
padaku. Perempuan itu selalu penuh hormat pada
keluargaku. . . .” (hal. 6)
 Santun
Suara Telaga begitu santun pada ibu Luh Sadri. (hlm 7)
 Bertanggung jawab
“Aku tidak pernah meminta peran sebagai Ida Ayu Telaga
Pidada. Kalaupun hidup terus memaksaku memainkan peran
itu, aku harus menjadi lakon yang baik. Dan hidup harus
bertanggung jawab atas permainan gemilangku sebagai
Telaga.” (hlm. 175)
2) Wayan Sasmitha
 Gagah
Wayan sudah datang dari Jepang. Rambut Wayan gondrong.
Hampir satu tahun di Jepang, laki-laki itu makin terlihat
dewasa. (hlm. 128)
3) Luh Sari
 Pintar
“Apa yang Luh bawa hari ini? Hadiah lagi”
“Ya. Tadi ada lomba membaca cepat di sekolah.” (hlm. 1)
 Periang
Luh Sari tertawa geli. Lalu berputar sambil melempar tinggi-
tinggi bungkusan yang ada di tangannya. (hlm. 2)
4) Luh Sekar (Jero Kenanga)
 Ambisius
“Apa pun yang akan terjadi dengan hidupku, aku harus jadi
seorang rabi, seorang istri bangsawan. Kalau aku tak
menemukan laki-laki itu, aku tak akan pernah menikah!” Suara
Luh Sekar terdengar penuh keseriusan. (hlm. 22)
 Cantik
“Dengarlah aku! Kau cantik, Sekar. Sangat cantik! Kau pandai
menari. . . .” (hlm. 23)
 Penyayang
Luh sekar mengusap pipi perempuan lemah yang terbaring di
amben bambu itu. (hlm 48)
 Otoriter
Ibulah perempuan paling sibuk di rumah ini, terlebih setelah
Nenek tidak ada. Ibu jadi terlalu otoriter. Kebenarannya adalah
kebenaran dari kecamata itu sendiri. (hlm. 108)
5) Ida Bagus Ngurah Pidada
 Pemarah
Suatu hari, lelaki tidak menarik itu berteriak. Memaki-maki
tidak keruan. (hlm. 10)
 Berandal
Kalau di rumah, kerjanya hanya metajen, adu ayam, atau
duduk-duduk dekar perempatan bersam apara berandalan
minum tua, minuman keras. (hlm 12)
6) Ida Ayu Sagra Pidada
 Keras
Nenek, perempuan yang luar biasa keras. (hlm 14)
 Pemarah
. . . Persoalan kecil gampang jadi besar. Tidak ada orang di
rumah ini yang bisa meredam Nenek. (hlm.18)
 Cantik
Kata orang-orang griya, dulu Nenek adalah perempuan
tercantik di desa. (hlm. 18)
7) Ida Bagus Tugur
 Gagah
“Ini semua dari penilik sekolah. Dia gagah sekali, Meme. . . .”
(hlm. 1)
 Ambisius
Ida Bagus Tugur nama laki-laki itu. Dia seorang laki-laki
terpelajar. Ambisinya memperoleh jabatan tinggi dalam
pemerintahan. (hlm. 14)
 Baik hati
“ . . . Dia tidak tahu siapa laki-laki yang sering datang ke
sekolahnya dan memberi beasiswa untuk anak-anak yang
pandai itu. Dia luar biasa, Telaga.” (hlm. 169)

b. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan merupakan tokoh dalam cerita yang berfungsi sebagai unsur
pelengkap perkembangan cerita. Barikut penjabaran penokohan tokoh tambahan
yang terdapat dalam novel Tarian Bumi.

1) Luh Sadri
 Dengki
“Karena dia seorang putri Brahmana, maka para Dewa
memberinya taksu, kekuatan dari dalam yang tidak bisa dilihat
mata telanjang. Luar biasa. Lihat! Ketika perempuan itu menari
seluruh mata seperti melahap tubuhnya. Alangkah
beruntungnya perempuan itu. Sudah bangsawan, kaya, cantik
lagi. Dewa-dewa benar-benar pilih kasih!” Seorang perempuan
berkata sedikit sinis. Bau iri melukis matanya yang tajam dan
sangat tidak bersahabat itu. (hlm. 4)
 Gila harta
Luh Sadri sejak tadi hanya terdiam. Yang ada dalam otak
perempuan itu adalah kebahagiaan. Telaga pasti akan
membawa seluruh pakaiannya, kain-kain yang harganya
ratusan juta itu, juga perhiasannya yang banyak. (hlm. 139)
2) Putu Sarma
 Gagah
Laki-laki itu adalah Putu Sarma, laki-laki paling gagah dan
sering jadi pembicaraan perempuan-perempuan Sudra di desa.
(hlm. 8)
 Liar
. . . Tangan itu terlaku kukuh. Napas laki-laki itu juga memburu.
Lidahnya menelusuri leher telaga. Telaga terus memberontak. Tapi
semakin dia bergerak, tubuh itu semakin rapat. (hlm. 165)
3) Luh Kenten
 Pekerja keras
. . . Kalau dia harus bekerja mengangkati kayu bakar dari pasar,
kondisi itu sangat mengganggunya. (hlm. 31)
 Cantik
“ . . . Sebenarnya dia sangat cantik, tapi dingin sekali.” (hlm.
31)
 Keras kepala
“Tidak, Meme. Tidak akan!” (hlm. 34)
 Penyuka sesama
Harum tubuh perempuan itu benar-benar membuat Kenten
bersemangat melindunginya. Kenten benar-benar membenci
mata para perempuan yang sering mencuri pandang pada Sekar.
Dia cemburu! Marah! . . . (hlm. 36)
4) Luh Gumbreg
 Pekerja keras
Tiap pagi ibu Wayan menumbuk ketan. Sementara Wayan
membantu mengiris ketan, dan Sadri menjemurnya. Mereka
keluarga miskin yang luar biasa. (hlm. 111)
5) Luh Dalem
 Sederhana
Dulu, ketika Luh Sekar berusia sembilan tahun, tulang
punggung keluarga berpusat pada Luh Dalem, perempuan
sederhana yang tidak memiliki kemampuan apa pun. Luh
Dalem hanya bisa berkebun atau berternak babi. (hlm 47)
 Pantang menyerah
Kata-kata Luh Dalem adalah kata-kata seorang perempuan
yang tidak pernah mengeluh pada hidup. Dia berusaha
meyakinkan diri, bahwa dia bisa mengatasi semua persoalan
yang ditawarkan hidup. (hlm. 81)
6) Luh Kambren
 Dingin
“Menjadi penari itu harus siap berbakti kepada para dewa.
Menari harus mampu berdialog dengan jiwa. Kalau Tugeg
tidak sanggup melakukannya, jnagan pernah bermimpi menjadi
seorang penari.” Perempuan itu berkata dingin. Dia memiliki
mata yang sangat tajam. (hlm. 75)
 Tegas
“Pandang wajah tiang, Tugeg.” Suara perempuan itu benar-
benar membuat Telaga menarik napas dalam-dalam. (hlm. 76)
7) Ida Bagus Ketu Pidada
 Baik hati
“Dia sudah kuanggap sebagai anak angkatku. Tak seorang pun
boleh mengganggunya. Dia ada di griya ini untuk membantu
sekaligus belajar melukis. Anak itu sangat berbakat!” Suara
Ketu terdengar mirip perintah. (hlm. 111)

4. Latar/setting
Latar merujuk pada tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa yang diceritakan. Berikut pemaparan analisis latar dalam
novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini:
1) Latar tempat
Pada novel Tarian Bumi latar keseluruhan terjadinya peristiwa yang
diceritakan yaitu di Bali, hal ini dikarenakan karena novel ini mengambil
budaya Bali sebagai fokus utama cerita. Adapun latar tempat yang disebut
dalam cerita antara lain:
a. Rumah Luh Gambreg
“Luh, Meme sering berkata, kan? Jangan sering berteriak.
Masuk dulu, baru bercerita.” Telaga menepuk pipi bocah
perempuan kecilnya. Bocah itu tersenyum, lalu duduk di
pangkuan ibunya. (hlm. 1)
b. Sekolah
“Ya. Tadi ada lomba membaca cepat di sekolah.” (hlm. 1)
c. Panggung
Peluh para penari menjadi semangat yang membuat panggung
terlihat semakin jalang. (hlm. 4)
d. Pura
“Kamu jangan bicara ngawur, Sekar. Ini di pura, aku takut para
dewa mendengar pernyataanmu.” (hlm. 22)
e. Pasar Kumbasari
Suatu hari karena harus ikut ujian di sekolah, Sekar tidak bisa
ikut ibunya menjual babi ke Pasar Kumbasari. (hlm. 47)
f. Rumah Luh Sekar
Luh sekar mengusap pipi perempuan lemah yang terbaring di
amben bambu itu. (hlm 48)
g. Pasar Badung
“Sudah makan, Luh?” tanya seorang pedagang buah di Pasar
Badung. (hlm. 49)
h. Sungai
Suatu pagi utusan dari rumah Ibu datang mengabarkan,
perempuan yang melahirkannya ditemukan hanyut di sungai.
(hlm. 62)
i. Griya
Di mata Telaga, dua orang perempuan di rumah ini telah
membuatnya jadi serba salah. Kalau Jero Kenanga masuk ke
kamar Telaga, neneknya pasti akan menatap dengan perasaan
tidak senang. (hlm. 73)
j. Rumah Ida Bagus Ketu Pidada
Dengan menyiapkan sesaji itu, Telaga bisa melewati rumah
Ketu. Dan laki-laki tua itu pasti akan memanggilnya untuk
mampir. (hlm. 111)
k. Rumah Luh Kambren
Seminggu setelah bercerita panjang Luh Kambren mati.
Mayatnya ditemukan telah membusuk di biliknya yang sangat
sederhana. (hlm. 104)
l. Studio lukis
“ . . . Ayolah. Ceritakan waktu kau dilukis Tukakiang Ketu di
studio lukisnya yang besar itu. . . .” (hlm. 130)

2) Latar waktu
Dalam novel Tarian Bumi, Oka Rusmini tidak menampakkan petunjuk
waktu yang terlalu detail. Kebanyakan latar waktu yang ditunjukkan
berupa penggunaan kata; masa lalu, dulu, suatu hari, sejak, sebulan
kemudian, malam, pagi, senja, dan sebagainya. Keterangan waktu ini dapat
dilihat pada kutipan-kutipan berikut:

Masa lalu itu tiba-tiba saja meloncat dari otaknya. (hlm. 3)

Suatu hari, lelaki tidak menarik itu berteriak. Memaki-maki tidak


keruan. (hlm. 10)

Sejak kematian Ayah, Nenek tidak pernah lagi memaki-maki Ibu.


(hlm. 20)

Sebulan kemudian, Nenek, perempuan tua yang selalu memiliki


beratus-ratus kata sangat tajam itu, menyusul. (hlm. 21)
“Untuk apa kau ke pura malam-malam?” (hlm. 39)

Suatu pagi utusan dari rumah Ibu datang mengabarkan, perempuan


yang melahirkannya ditemukan hanyut di sungai. (hlm. 62)

Dulu, Kambren mengira taksu yang didapatnya dari dewa tari akan dia
bawa sampai mati. (hlm. 77)

Telaga mulai menari. Terus menari, sampai tak terasa lagi sebuah senja
miliknya telah hilang, menguap dan digantikan malam. (hlm. 79)

Sudah hampir satu bulanWayan belum pulang juga dari Jakarta. (hlm.
150)

Latar waktu yang juga termasuk di dalamnya dan jelas terjadi di


kisaran tahun 1965, hal ini ditunjukkan dengan adanya peristiwa
pemberontakan PKI. Bagian ini diceritakan pada kutipan berikut:

“ . . . Ayahku terlibat kegiatan politik, sampai kini tak jelas hidup atau
matikah dia. Orang-orang mengucilkan aku. Kata mereka, aku anak
penghianat. Anak PKI! . . .” (hlm. 22)

3) Latar sosial
Latar sosial pada novel Tarian Bumi menggambarkan kondisi
masyarakat dengan adanya struktur sosial yang terbagi atas kasta-kasta.
Dalam masyarakat Bali, Brahmana adalah tingkatan kasta yang paling
tinggi, dan adanya perbedaan kasta itu membedakan posisi dan kedudukan
setiap orang dalam lingkungan masyarakatnya. Di sini, Brahmana sebagai
kasta tertinggi tentunya memiliki banyak peraturan ketat dan salah satunya
adalah mengatur tentang perkawinan.
“Sayang, dia seorang Brahmana. Andaikata perempuan itu seorang
Sudra, perempuan kebanyakan, aku akan memburunya sampai napasku
habis. . . .” (hlm. 7)

“Putu Sarma, kau jangan bermimpi! Perempuan Brahmana itu tak


mungkin menyentuh dan mengerti perasaanmu. . . .” (hlm. 9)

Kekecewaan Nenek semakin sempurna ketika anak laki-laki semata


wayangnya justru terpikat pada Ibu, Luh Sekar, perempuan Sudra.
(hlm. 16)

4) Latar suasana
Latar suasana menggambarkan bagaimana kondisi para tokoh dan
kejadian yang dialami dalam sebuah cerita. Adapun latar suasana yang
terdapat dalam novel Tarian Bumi antara lain:
a. Senang
Luh Sari terus meloncat-loncat keringangan. (hlm. 2)
b. Bangga
“Sungguh?” Mata Kenanga menatap Telaga. Ada kebanggaan
mengalir dari tubuhnya. (hlm. 80)
c. Haru
Kenanga masih ingat ketika menatap mata tua perempuan buta
itu. Dia melihat keteduhan yang dalam. (hlm. 82)
d. Sedih
Pintu rumah tertutup rapat. Hanya ada suara tangis Ibu yang
terdengar dari pintu samping. Tangisan seorang perempuan
Sudra, perempuan yang tidak bisa berbuat apa-apa ketika harus
berhadaoan dengan perempuan senior, perempuan yang telah
lebih banyak tahu arti hidup. (hlm. 12)
e. Gelisah
Ada yang tenggelam begitu dalam ketika Wayan bercerita akan
pameran ke Jepang. Telaga takut kehilangan laki-laki itu. (hlm.
120)
f. Tegang
“Ikat kakinya, Kenanga. Ikat!” teriak perempuan tua itu agak
kasar. “Laki-laki ini memang tidak pernah tahu nilai harga
dirinya, sama seperti ajinya. Bedebah!” Nenek terus memaki.
(hlm. 13)
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel Tarian Bumi merupakan bagaimana cara pandang
Oka Rusmini sebagai pengarang dalam penceritaan yang digambarkan lewat
tokoh dan latar peristiwa dengan gayanya sendiri. Novel Tarian Bumi karya Oka
Rusmini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Oka Rusmini
sebagai narator mengungkapkan dan menceritakan hal-hal yang mengenai tokoh
dalam cerita dengan menyebut nama atau kata ganti. Sudut pandang ini dapat
dilihat pada kutipan-kutipan berikut:

Mata Telaga berair. Kalau saja bocah kecil itu tahu siapa laki-laki yang sering
digodanya itu, Sari pasti akan girang, lalu berteriak sepuasnya menceritakan
pada seluruh misan-misanannya bahwa dia adalah anak perempuan baik-baik.
Keturunan orang terhormat. (hlm. 2)

Nenek, perempuan yang luar biasa keras. Dia adalah seorang putri bangsawan
kaya. Sejak kecil Nenek selalu bahagia. Apa pun yang dimintanya selalu
terpenuhi. (hlm 14)

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa/majas yang terdapat dalam novel Tarian Bumi yaitu
personifikasi, metafora, hiperbola, sarkasme, dan lainnya. Berikut kutipan-kutipan
yang menunjukkan penggunaan gaya bahasa dalam novel Tarian Bumi karya Oka
Rusmini:
a. Personifkasi
Tubuhnya sudah hampir menetaskan manusia baru. (hlm. 150)
b. Metafora
Masa lalu itu tiba-tiba saja meloncat dari otaknya. (hlm. 3)
c. Hiperbola
. . . Entah mengapa, bagi Kenten, Sekar memiliki kindahan
yang luar biasa. Dia belum pernah merasakan keintiman yaitu
begitu dalam berperang dan menyentuh bagian tubuhnya yang
paling rahasia. (hlm. 38)
d. Sarkasme
“Laki-laki ini memang tidak pernah tahu nilai harga dirinya,
sama seperti ajinya. Bedebah!” Nenek terus memaki. (hlm. 13)

7. Amanat
Amanat yang disampaikan Oka Rusmini dalam novel Tarian Bumi ini
mencakup persoalan hidup dan hubungan kehidupan. Pesan-pesan moral yang
dapat diambil dari novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini yaitu baik hati, pantang
menyerah, pekerja keras, bertanggung jawab, patuh terhadap adat istiadat, dan
sebagainya.

Analisis Isi

Analisis Hegemoni dan Pertentangan Kasta pada Novel Tarian Bumi

Pengarang dalam mengusung tema karya sastra kadang kala disesuaikan


dengan tradisi yang ada di mana pengarang itu tumbuh dan dibesarkan. Pemilihan
tema itu adakalanya sebagai bentuk pertentangan yang dilakukan oleh pengarang
terhadap adat istiadat dan tradisi yang berkembang. Sama halnya dengan Oka
Rusmini, pengarang novel Tarian Bumi ini ingin menunjukkan adanya perbedaan dan
aturan tradisi lokal masyarakat Bali pada karyanya.

Hegemoni berasal dari bahasa Yunani hegeisthai yang berarti pemimpin.


Menurut KBBI, hegemoni adalah pengaruh kepemimpinan atau kekuasaan suatu
negara atas negara lain. Pada novel Tarian Bumi ini hegemoni yang dimaksudkan
merujuk pada kekuasaan kasta Brahmana terhadap kasta Sudra masyarakat Bali.
Dalam teks Tarian Bumi, dapat diketahui adanya penggiringan pemikiran masyarakat
Sudra yang ingin merubah hidupnya dengan menikahi laki-laki dari kelas bangsawan.
Meskipun hal itu sangat ditentang oleh peraturan yang telah ada.

Novel Tarian Bumi yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2000 ini disebut
sebagai salah satu mahakarya dari Oka Rusmini yang mengikatkan kasta sebagai
pusat isi cerita yang dibumbui dengan persoalan-persoalan romansa dan cinta yang
terjadi di antara tokoh-tokohnya. Persoalan-persoalan yang ada berkaitan erat dengan
hegemoni kasta yang kemudian pengaruhnya menjadi belenggu bagi para tokohnya,
terutama tokoh utama perempuan yaitu Luh Sekar (Jero Kenanga) dan Ida Ayu
Telaga Pidada.

Diawali dengan kisah Luh Sekar, seorang perempuan Sudra yang menikah
dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, laki-laki keturunan Brahmana. Karena pernikahan
itu maka nama Luh Sekar menjadi Jero Kenanga, dan ia otomatis diboyong untuk
tinggal di griya, rumah keluarga suaminya. Sebagai orang baru yang tinggal di griya,
Luh Sekar (Jero Kenanga) harus beradaptasi dan patuh pada aturan dan pakem yang
ada di keluarga griya. Jero kenanga harus menanggalkan semua yang pernah
membesarkannya, ia tidak boleh lagi memakan nama Ni Luh Sekar13. Luh Sekar (Jero
kenanga) juga tidak lagi bisa bersembahyang di pura keluarganya. 14 Bahkan, Luh
Dalem, Ibu dari Luh Sekar (Jero Kenanga) harus menghormati anaknya dan
memperlakukannya dengan istimewa, karena sekarang derajat Ibu dan anak itu telah
berbeda.15

Semua yang dirasakan oleh Luh Sekar (Jero Kenanga) setelah ia


meninggalkan kehidupan Sudranya dijalaninya dengan kerelaan, termasuk perlakuan
yang tidak baik yang ia peroleh dari mertuanya, Ida Ayu Sagra Pidada. Karena pada
mulanya, Luh Sekar (Jero Kenanga) memang sangat berambisi untuk menjadi bagian
dari bangsawan. Ia sangat tidak mengharapkan menjadi perempuan Sudra yang harus
dipandang lebih rendah dari Brahmana.

Meskipun telah menjadi menantu di griya dan menjadi bagian keluarga


Brahmana, Jero Kenanga tetap dianggap rendah. Ia diharuskan untuk berbahasa dan
berlaku yang santun dengan orang-orang griya. Termasuk kepada anaknya, Ida Ayu
Telaga Pidada, ia tidak boleh memberinya sisa makanannya dan minum satu gelas
dengan anak kandungnya sendiri.16

Pemberlakuan rendah kepada Jero Kenanga itu tidak hanya sampai aturan-
aturan itu saja. Bahkan Luh Sekar (Jero Kenanga) tidak diberika nama Ida Ayu
sebagai nama depan. Dalam hal ini, Oka Rusmini menyajikan penjelasan yang apik
melalui runtutan alur peristiwa yang ia gambarkan terkait pemakaian nama Jero
Kenanga terhadap Luh Sekar. Hal ini disinggung oleh Telaga pada halaman 61.

“Kenapa nama depan Meme tidak pakai Ida Ayu? Apa artinya Jero, Meme?”
“Meme bukan Ida Ayu, Tugeg. Meme perempuan biasa. Dalam tubuh Meme
tidak ada darah bangsawan. . . .” (hlm. 61)
Berikut daftar kosakata yang menggambarkan adanya hegemoni kasta dalam
novel Tarian Bumi

No. Kosakata Bali Makna


1 Ida Ayu Nama depan anak perempuan kasta Brahmana,
biasanya disingkat “Dayu”
2 Ida Bagus Nama depan anak laki-laki kasta Brahmana
3 Griya Rumah tempat tinggal kasta Brahmana
4 Tugeg Singkatan dari “Ratu Jejeg” panggilan anak

13
Oka Rusmini, op. cit. hlm. 55
14
Oka Rusmini, op. cit. hlm. 55
15
Oka Rusmini, op. cit. hlm. 55
16
Oka Rusmini, op. cit. hlm. 61
perempuan kasta Brahmana
5 Tuniang Panggilan Nenek untuk kasta Brahmana
6 Tukakiang Panggilan Kakek untuk kasta Brahmana
7 Jero Nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan
kebanyakan yang menikah dengan laki-laki
bangsawan
8 Ratu Panggilan kehormatan untuk kalangan bangsawan

Hegemoni kasta juga diterima oleh generasi ketiga yaitu Telaga Pidada. Cerita
diawali dengan adanya percintaan antara Ida Ayu Telaga Pidada, seorang perempuan
Brahmana, dan Wayan Sasmitha, laki-laki Sudra. Hubungan mereka ditentang keras
oleh kedua belah pihak keluarga. Luh Gumbreg, Ibu dari Wayan Sasmitha
beranggapan, pernikahan antara Telaga dan Wayan Sasmitha adalah hal yang tidak
benar, karena sebagai keluarga Sudra, mereka seharusnya mengabdi kepada keluarga
Brahmana, bukan malah mengambilnya sebagai pasangan hidup. Luh Gumbreg
percaya bahwa perempuan Brahmana adalah perumpaan surya yang harus dilindungi.
Meskipun hubungan antara Telaga dan Wayan mendapat tentangan namun mereka
tetap menikah, karena selain keduanya sama-sama saling suka, Telaga juga
sebenarnya telah mengandung lima bulan, dan kelak anak tersebut diberi nama Luh
Sari.

Dari analisis isi yang sudah dipaparkan, Oka Rusmini melalui novel ini
menunjukkan bahwa kasta sangatlah berpengaruh dalam mencari dan memilih
pasangan hidup. Aturannya seorang perempuan yang berasal dari keluarga Brahmana
harus menikah dengan laki-laki Brahmana. Jikalau sampai terjadi pernikahan antara
perempuan Brahmana dengan laki-laki Sudra, maka perempuan tersebut akan
dianggap remeh bahkan dikucilkan karena dianggap pembawa sial dalam keluarga.

Hegemoni kasta dalam Tarian Bumi ini dibungkus dalam bentuk kehidupan
sosial yang nyata. Kehidupan masyarakat Bali yang masih kental dengan tingkatan
kasta dan segala aturannya sedikit banyak tergambar jelas dalam novel ini. Hegemoni
ini juga menimbulkan adanya bentuk interaksi sosial. Interaksi sosial itu terjalin antar
tokoh di dalamnya.

Simpulan

Novel Tarian Bumi karya dari sastrawan legendaris Oka Rusmini merupakan
hasil penggambaran dan reportase dari keadaan masyarakat Bali. Novel ini diterbitkan
untuk pertama kali pada tahun 2000 dan hingga kini masih menjadi objek bacaan
pilihan yang banyak dianalisis isinya. Dalam makalah ini sendiri, teori yang
digunakan untuk menganalisis isinya adalah teori sosiologi sastra yang merujuk pada
realitas sosial yang ada.

Novel Tarian Bumi ini mengupas tentang realitas adat istiadat dan tradisi Bali
dengan menonjolkan persoalan kasta dan segala pakemnya, yaitu Brahmana dan
Sudra. Novel ini menggunakan alur campuran dan menyuguhkan tokoh-tokoh dengan
penokohannya yang dapat memberikan warna dalam ceritanya. Selain itu, Oka
Rusmini dominan menggunakan pemajasan dalam penyusunan komposisi teks cerita.

Secara keseluruhan, novel ini menjelaskan hegemoni kasta terdapat pada


kekuasaan tokoh Brahmana atas tokoh Sudra. Bentuk hegemoni kasta dapat
ditemukan dalam pengutaraan bahasa, adat istiadat, dan kehidupan sosial yang
digambarkan dalam novel. Di antara bentuk kosakata yang menggambarkan adanya
hegemoni kasta yaitu Ida Ayu, Ida Bagus, Griya, Tugeg, Tuniang, Tukakiang, Jero,
dan Ratu. Hegemoni kasta dalam adat istiadat misalnya keluarga Sudra yang
menganggap anak perempuan keluarga Brahmana sebagai surya. Sementara dalam
bentuk kehidupan sosial, perubahan sikap dan perlakuan Luh Dalem ketika Luh Sekar
menjadi menantu di griya.

Daftar Pustaka:

Arifin, Zainal. 2013. Kepemimpinan Hegemonik Kasta Brahmana Terhadap Kasta


Sudra dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini. Garuda: Sasindo, Universitas
PGRI Semarang, Volume 1 Nomor 1.

basabali.org diakses pada Minggu 2 Mei 2021 pukul 02:00 WIB.

Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


Kemdikbud. Oka Rusmini (1967-sekarang). Diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul
21:48 WIB.

Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


Kemdikbud. Tarian Bumi (2000). Diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul 21:55 WIB.

Escarpit, Robert. 2008. Sosiologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Juniati, Siti Chodijah dan Rerin Maulinda. 2019. Tinjauan Sosiologi Sastra pada
Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini. Jurnal Sasindo Unpam, Volume 7, Nomor 1.

Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori Pengkajian Fiksi dan Drama. Denpasar: Pustaka
Larasan.

Kusumawati, Meliana Ade. 2011. Pertentangan Kasta dalam Kebudayaan Bali:


Kajian Hegemoni dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini. Bahasa dan Sastra
Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.

Mailiah, Feti Indah. 2018. Pandangan Hidup Tokoh Utama dalam Novel Tarian Bumi
Karya Oka Rusmini dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
okarusmini.wordpress.com/ diakses pada Sabtu 1 Mei 2021 pukul 23:10 WIB.

Panuju, Redi. 1994. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Putra, I Komang Widana. 2017. Hegemoni Kasta dalam Tiga Prosa Karya Oka
Rusmini. Jurnal Linguistika, Volume 24, Nomor 47.

Rusmini, Oka. 2017. Tarian Bumi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suwardi. 2011. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Wulandari, Susan Dwi. 2020. Analisis Struktural Novel Tarian Bumi Karya Oka
Rusmini. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Widya Dharma.

Anda mungkin juga menyukai