LUBIS
2.1 Pengantar
Pada bab sebelumnya telah disinggung beberapa teori yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Salah satu teori yang digunakan adalah teori struktural
Robert Stanton. Teori ini digunakan untuk mengetahui unsur-unsur apa saja yang
analisistema, alur, karakter, latar, sudut pandang, dan simbolisme. Hal ini karena
pemaknaan teks secara keseluruhan. Pada pembahasan di bawah ini, peneliti akan
2.2 Tema
Menurut Stanton (2007: 36) tema merupakan aspek cerita yang sejajar
kampung dalam novel ini sangat percaya kepada ilmu sihir yang dimiliki oleh
134
dukun sehingga dukun menjadi sosok yang dihormati bahkan ditakuti.Jimat-jimat
hutan.Mereka juga sangat hormat dan takut kepada Wak Hitam, seorang dukun
yang dulunya guru dari Wak Katok.Dikisahkan bahwa mereka memiliki ilmu
Kedua, tema takhayul juga terlihat dari adanya unsur mitos dan mistis.Hal
tersebut dilihat dari suasana gaib yang timbul dalam novel ini.Diceritakan bahwa
karakter pendamar percaya bahwa harimau yang memburu mereka adalah harimau
terpikirkan oleh pendamar karena mereka percaya bahwa harimau siluman itu ada.
2.3 Alur
Alur didefinisikan sebagai tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan
kepada karakter-karakter utama dalam novel ini, yaitu tujuh pencari damar; Pak
Haji, Wak Katok, Sutan, Talib, Sanip, Buyung, dan Pak Balam. Perkenalan
adalah dukun dan guru silat yang sangat dihormati oleh penduduk kampung. Wak
menggunakannya untuk memburu. Buyung adalah murid silat dan sihir Wak
Katok yang paling muda (19 tahun) dan masih lugu. Kemahiran menembaknya
hampir menandingi Wak Katok. Ia jatuh cinta, atau lebih tepatnya memiliki obsesi
kepada Zaitun, seorang gadis muda yang cantik dari kampungnya. Namun cinta
Buyung tidak pernah dibalas oleh Zaitun. Sutan dikenal oleh Buyung sebagai
orang yang pandai bergaul dengan wanita dan pandai pula mencari uang. Sanip
adalah seorang yang lucu dan periang. Sedangkan Talib adalah seorang yang
pendiam, pesimis, namun pemberani. Anggota pendamar lain yang lebih tua ialah
dulu. Anggota terakhir adalah Pak Balam, namun dalam bab ini tidak ada
hutan. Mereka menginap di pondok dalam huma milik Wak Hitam, seorang dukun
tua yang misterius dan sangat ditakuti dan dihormati oleh orang-orang termasuk
para pendamar tersebut karena ilmu gaibnya. Wak Hitam memiliki istri muda dan
cantik bernama Siti Rubiyah. Ketujuh pendamar tersebut sangat suka kepada Siti
vulgar tentang Siti Rubiyah ketika sedang tidak ada Wak Hitam. Hal ini terlihat
Kisah dalam bab 2 berlanjut kepada peristiwa para pendamar diramal oleh
seorang juru ramal yang kebetulan berkunjung ke huma Wak Hitam. Mereka
diperingatkan tentang bahaya yang akan datang. Keesokan harinya, Wak Katok
yang didorong oleh hawa nafsunya meniduri Siti Rubiyah di dalam semak-semak
Di hari berikutnya, Buyung dan Siti Rubiyah bertemu secara tidak sengaja
antara Buyung dan Siti Rubiyah. Setelah itu, di hari yang sama Buyung bertemu
dengan Talib di hutan. Mereka melihat enam burung gagak terbang di atas mereka
tepi sungai, Siti Rubiyah menceritakan tentang kekejaman Wak Hitam kepadanya.
Pada peristiwa ini, diungkapkan oleh Siti Rubiyah bahwa gosip-gosip tentang
adalah benar. Buyung merasa iba dengan cerita Siti Rubiyah dan merasa kalau
Buyung tidak mengetahui apa yang dilakukannya terhadap Siti Rubiyah benar
atau salah, namun hatinya merasa yakin bahwa ia telah mengkhianati cintanya
Konflik mulai muncul pada bab 4 setelah peristiwa Buyung dengan Siti
menyerang mereka tersebut adalah seekor harimau tua yang sedang sangat
kelaparan. Mangsanya, seekor rusa jantan, mati ditembak oleh Buyung yang
sedang berburu bersama Wak Katok dan Sutan. Harimau mengikuti mereka
hingga malam. Pak Balam diterkam oleh Harimau itu, namun ia berhasil
perbuatan dosanya bersama Wak Katok pada saat penjajahan Belanda. Dari sini,
kita bisa melihat karakterisasi lebih lanjut mengenai Pak Balam yang tidak ada di
bab 2. Sejak saat itu, Pak Balam menyuruh teman-temannya agar mengakui segala
dosa-dosanya dan bertobat, harimau tersebut adalah harimau utusan Tuhan untuk
menghukum mereka.
Wak Katok kemudian merasa pengakuan dosa Pak Balam yang melibatkan
mereka adalah harimau siluman atau harimau biasa. Untuk membuktikan bahwa
Katok akhirnya melakukan ritual dan membuktikan bahwa harimau itu hanya
untuk mengakui dosa mereka. Sanip yang tak kuat mentalnya akhirnya ikut
mengakui mencuri kerbau itu bersama Talib dan Sutan. Sutan marah kepada Sanip
karena telah membongkar dosa Sutan sendiri. Sanip mulai teringat kepada dosa-
masing.
Talib, Buyung meminta rombongan untuk memburu harimau itu. Wak Katok
menyetujuinya dengan enggan. Akhirnya, Wak Katok, Sanip, dan Buyung pergi
untuk berburu harimau. Sedangkan Pak Haji, dan Sutan tinggal di pondok yang
mereka buat untuk menjaga Pak Balam. Dalam perburuan itu, Wak Katok
merasakan mentalnya teruji dan akan runtuh karena sebenarnya dalam hati
Sutan yang memiliki banyak dosa marah dengan Pak Balam dan hendak
membunuhnya. Ia lalu berlari menyusul Wak Katok, Buyung, dan Sanip yang
didorong rasa amarahnya, ingin sekali lagi mencoba memburu harimau itu. Wak
Anggota pendamar yang tersisa –Pak Haji, Sanip, Buyung, dan Wak Katok–
memburu harimau kembali. Wak Katok yang memimpin jalan sengaja membuat
rombongan tersesat karena ingin menghindari bertemu harimau tersebut. Pak Haji
dapat melihat perubahan sikap dalam diri Wak Katok namun ia tidak ingin
membahasnya dengan kawan-kawan yang lain karena itu bukan urusannya. Pak
Haji telah kehilangan rasa percayanya kepada kebaikan manusia dan Tuhan akibat
menyelamatkan Pak Haji yang sedang melamun dari serangan ular berbisa. Hal itu
Keegoisannya hilang dan kepercayaannya pada manusia datang kembali. Pak Haji
akhirnya mengakui dosa-dosanya.
Puncak atau klimaks dari konflik ini berada pada pertengahan bab 7. Cerita
dilanjutkan dengan terungkapnya sifat asli Wak Katok. Wak Katok sangat
ketakutan akibat serangan harimau dan tidak bisa menahannya lagi. Sanip marah
dan menyalahkan teror harimau tersebut kepada Wak Katok. Terjadi pertengkaran
antara Wak Katok melawan Buyung, Sanip, dan Pak Haji. Pak Haji tertembak
oleh Wak Katok, kemudian Wak katok pingsan karena dipukul kepalanya oleh
Sanip. Pak Haji memberi pesan terakhir kepada Sanip dan Buyung sebelum
Kematian Pak Haji membuat Sanip dan Buyung marah kepada Wak Katok
dan berniat ingin menghukumnya. Pesan terakhir Pak Haji memberikan pengaruh
kepada mereka, terutama kepada Buyung karena pesan Pak Haji berpengaruh
Katok nanti.
menguburkan mayat Pak Haji, Buyung dan Sanip menjadikan Wak Katok sebagai
umpan harimau sekaligus untuk menghukumnya dengan cara mengikat tangan
dan badannya di bawah pohon di tempat yang agak terbuka. Harimau datang. Wak
mata harimau. Sang Harimau akhirnya mati. Buyung merasa saat membunuh
harimau itu ia juga membunuh ‘harimau’ dalam dirinya. Buyung dan Sanip
merasa lega dan. Buyung merasa setelah peristiwa beberapa hari ini
kepribadiannya menjadi lebih baik dan ia berniat ingin melamar Zaitun setelah
pulang ke kampung.
dalam novel Harimau! Harimau! adalah konflik eksternal dan konflik internal. Di
berusaha untuk bertahan hidup dari ancaman di luar dirinya. Pada karakter
rombongan pendamar, hal ini terlihat pada usaha mereka untuk selamat dari
kejaran harimau, sedangkan pada Siti Rubiyah terlihat bahwa ia tersiksa karena
dianiaya oleh Wak Hitam. Di dimensi lainnya, yaitu dimensi internal, para
dosa-dosa yang pernah mereka buat. Hal itu menjadikan nyawa mereka sebagai
taruhannya karena ancama harimau yang memburu mereka tanpa henti. Mereka
harus memilih antara nyawa atau ego mereka sehingga membawa kepada konflik
internal. Dari peristiwa tersebut akhirnya terungkaplah sifat asli serta kekuatan
mental dan nilai-nilai kebajikan yang dimiliki oleh mereka.
Selain itu, dilihat dari urutan alur dalam novel Harimau! Harimau! secara
bagian yang menceritakan latar belakang atau dosa-dosa yang pernah dilakukan
karakter seperti Pak Haji, Sanip, dan Sutan di masa lalu, hal itu tidak mengubah
alur menjadi mundur. Pengndalian alur ini berhubungan dengan penggunaan sudut
pandang yang akan dibahas nanti. Terlebih dahulu, peneliti akan membahas
2.4 Karakter
Seperti yang telah dijelaskan oleh Stanton, karakter biasanya dipakai dalam
percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
Tujuh Pencari Damar (Pak Haji, Wak Katok, Buyung, Sutan Sanip, Talib, Pak
Balam), Wak Hitam, Siti Rubiyah, Zaitun, Peramal, enam orang berpakaian
utama protagonis, Wak Katok sebagai karakter utama antagonis, dan karakter-
karakter pendukung seperti Pak Haji, Sutan, Sanip, Talib, Pak Balam, Wak Hitam
dan Siti Rubiyah.
2.4.1 Buyung
Buyung berumur 19 tahun dan masih lajang. Ia pandai menembak dan merupakan
Namun, cintanya tidak pernah dibalas oleh Zaitun. Baginya jatuh cinta sepihak
saja belum cukup untuk mendapatkannya. Zaitun sendiri juga harus cinta
kepadanya dan memilihnya sebagai pendamping hidup. Sebagai murid sihir Wak
Katok, ia ingin sekali mendapatkan mantera yang bisa dipakai untuk mendapatkan
Zaitun.
daripada cinta secara tulus. Ia putus asa karena Zaitun tidak bisa didekati sampai-
karena ia sudah berumur 19 tahun dan sudah khatam Al-Qur’an dua kali. Watak
naif Buyung didukung pula dengan pendapat orang tua dan kawan-kawannya.
Ketika menginap di huma Wak Hitam di hutan, Buyung bertemu dengan Siti
Rubiyah, istri muda Wak Hitam. Buyung kerap kali bernafsu kepada Siti Rubiyah.
Rubiyah. Ia mengetahui bahwa Siti Rubiyah tidak bahagia menikah dengan Wak
Hitam dan berniat ingin membantunya pergi dari huma Wak Hitam untuk
yang sangat dalam, mereka melakukan hubungan seksual yang terlarang tetapi hal
tersebut membawa konflik batin kepada Buyung. Di satu sisi, Buyung merasa
harus menolong Siti Rubiyah. Di sisi lain ia merasa hal itu adalah perbuatan dosa
karena Buyung baru saja berzinah dengannya. Buyung juga merasa mengkhianati
harus tetap setia pada Zaitun, atau membiarkan Siti Rubiyah berada dalam
meniduri Siti Rubiyah. Lebih baik ia mati daripada mencoreng nama baiknya. Hal
harimau itu. Rasa kemanusiaan Buyung kembali terlihat ketika Pak Haji
menanyakan apa alasan Buyung ingin memburu harimau. Buyung menjawab:
Buyung, yaitu ia tidak ingin orang lain merasakan kerugian yang mereka alami. Ia
rela berkorban demi kepentingan yang lebih besar. Dialog tersebut juga memberi
kita petunjuk tentang sumber moralitasnya, yaitu dari hatinya sendiri. Terlihat dari
diksi yang dipakai dalam kalimat Buyung, yaitu “menurut rasa hatiku”.
Buyung kehilangan rasa hormat kepada Wak Katok. Wak Katok mengakui bahwa
Buyung juga kehilangan rasa ibanya kepada Siti Rubiyah. Terlihat pada kutipan
berikut:
Dia tahu benar kini, mereka esok akan pulang ke kampung dan
tahu, dia tak akan kembali memenuhi janjinya pada Siti Rubiyah.
Apa yang terjadi antara Siti Rubiyah dengan dia adalah sebagai air
sungai yang telah mengalir jauh di belakang -telah tertutup, telah
habis - dia kini tahu bahwa hidup manusia tak semudah yang
disangkanya.(Lubis, 2013:211)
Kutipan di atas menyiratkan bahwa selama ini Buyung salah mengira
tentang Siti Rubiyah. Ternyata Siti Rubiyah tidak selemah yang ia kira. Buyung
kepercayaan. Ia akhirnya tidak percaya lagi dengan ilmu sihir. Hal itu disebabkan
karena terungkapnya watak asli Wak Katok sebagai dukun mereka yang ternyata
palsu. Pak Haji yang sekarat karena tertembak oleh Wak Katok memberikan pesan
terakhir kepada Buyung dan Sanip. Ia berpesan kepada mereka untuk memaafkan
perubahan sikap yang tadinya goyah dan lemah menjadi kuat dan teguh. Ia
Ia juga akhirnya belajar untuk mencintai manusia dengan setulus hati dan
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa Buyung adalah orang yang baik
dan suka menolong sesama manusia. Dia tetap menolong orang lain, walaupun
membawanya menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Ia berubah dari
orang yang percaya takhayul menjadi percaya pada Tuhan. Dari pemuda yang
dengan tulus. Buyung sempat berpikir untuk membiarkan Wak Katok mati
diterkam harimau, ia ingat untuk menjadi seorang yang pemaaf dan membunuh
Wak Katok merupakan tokoh utama antagonis. Wak Katok berumur lima
rambutnya masih hitam, kumisnya panjang dan lebat, otot-otot tangan dan
kakinya bergumpalan. Pada masa penjajahan Belanda dahulu bersama Pak Balam,
yang terluka parah akibat tembakan tentara Belanda. Wak Katok membunuh Sarip
agar ia tidak memperlambat Wak Katok dan Pak Balam untuk kabur dari kejaran
tentara Belanda.
Wak Katok dianggap ahli pencak silat dan dukun besar oleh masyarakat
orang hormat kepadanya dan memandangnya sebagai pemimpin. Wak Katok juga
adalah orang yang pandai berburu, membuat mantra, dan jimat. Hal tersebut
dijelaskan dalam novel ini melalui penjelasan cerita orang-orang kampung tentang
kehebatannya:
kehebatan Wak Katok diceritakan menurut perspektif orang lain. Terlihat di setiap
awal paragraf terdapat frasa “menurut cerita orang” dan “kata orang”. Di bagian-
bagian lain novel yang juga menceritakan tentang ilmu-ilmu gaib Wak Katok,
narator menggunakan frasa “diceritakan” atau “menurut cerita”. Karena itu pada
bagian ini, kemampuan dan kehebatan Wak Katok tersebut belum terbukti
kebenarannya. Pembaca belum dapat mengetahui hal-hal tersebut benar atau cuma
membuat Wak Katok menjadi orang yang angkuh dan gila hormat.
Seraya cerita berjalan, sifat-sifat asli Wak Katok mulai diungkapkan kepada
pembaca. Salah satunya ialah bahwa Wak Katok adalah orang yang mudah
mengikuti hawa nafsunya. Hal itu dapat dilihat pada peristiwa di bab 2 novel.
Wak Katok mengintip Siti Rubiyah, istri Wak Hitam, sedang mandi di sungai. Ia
bernafsu ketika melihat tubuh Siti Rubiyah yang telanjang.Setelah itu, dengan
semak-semak. Wak Katok membayar Siti Rubiah dengan manik agar ia bisa
berhubungan seks dengannya.
Ketika Pak Balam diterkam harimau, Pak Balam mulai mengakui dosa-dosa
yang pernah dilakukannya bersama Wak Katok ketika masa perang melawan
Belanda. Dosa Wak Katok dijelskan melalui cerita Pak Balam. Berikut adalah
kutipannya:
dari anggota pendamar. Disini, ketakutan Wak Katok mulai terlihat. Ia merasa
dalam hatinya ketakutan yang amat sangat. Untuk menguatkan dirinya dari
sebenarnya hanya bisa diukur dari posesinya saja. Wak Katok hanya memiliki
senapan itu untuk melindungi diri dari harimau dan menetapkan statusnya sebagai
pemimpin. Karena itu, Wak Katok merasa tidak memiliki arti jika tidak punya
senapan itu.
bahwa Wak Katok adalah orang yang gila hormat. Maka dari itu, ketakutan
terbesarnya adalah kehilangan rasa hormat itu. Hal ini dijelaskan pada kutipan
berikut:
runtuh karena sebenarnya ia adalah orang yang penakut. Namun pada akhirnya
membunuh harimau itu namun tidak bisa karena mesiu senjatanya basah.
tidak mempunyai ilmu sihir seperti yang orang-orang katakan. Buktinya adalah
daya Wak katok sendiri. Ia bahkan takut ketika dihadapkan dengan sang harimau.
Buyung dan Sanip yang marah kepada Wak Katok mengumpan dia kepada
Wak Katok atas kejahatannya. Sifat asli Wak Katok semakin terlihat pada kutipan
di bawah ketika ia terikat pada batang pohon menunggu sang harimau datang
kepadanya.
Wak Katok tak lagi dapat menahan dirinya, dan berteriak sekeras-
kerasnya, teriak manusia yang dicekik kengerian dan ketakutan hati,
teriak manusia primitip ketika melihat maut hendak datang hinggap
di bahunya.
"Buyuuuuuuuuung dimana engkauuuuuuuuu???? Aduuuuuuuuuh,
tolooooooong!!!! Tolooooooooooong!!! Kalian tinggalkan aku
sendiriiiiiiiii! Bohong kalian, kalian lari meninggalkan akuuuuuuuu!
Buyuuuuuuuung!!! Toloooooooooong!!"
Lama dia berteriak dan menjerit demikian, hingga suaranya serak,
dan setelah dia letih berteriak, maka dia menangis terisak-isak, dan
lalu menjanjikan uang, sawah dan rumah kepada Buyung dan Sanip,
dan ketika ini juga tak berhasil, lalu dia mencoba mengadu Sanip
melawan Buyung, menjanjikan Sanip uang, ilmu, harta, asal Sanip
mau melepaskannya. (Lubis, 2013:207)
Dari uraian tentang karakter Wak Katok, dapat disimpulkan bahwa Wak
Katok adalah sosok pemimpin yang lemah, tidak bisa melindungi orang-orang
disekitarnya dan tidak bertanggung jawab, yang memakai nama besar dan
Pak Haji Rakhmad atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Haji
digambarkan sebagai seorang tua berumur 60 tahun namun badannya masih sehat
kepada teman-teman pendamarnya. Latar belakang Pak Haji adalah seorang yang
pernah mengembara jauh ke berbagai tempat. Sejak usianya 19 tahun, Pak Haji
Arab. Ia juga pernah menjadi pekerja di kapal, anggota sirkus keliling Cina, dan
mengapa Pak Haji melakukan pengembaraan tersebut. Namun dapat dilihat bahwa
dan menjadi pendamar. Ini dikarenakan Pak Haji memiliki rasa apresiasi yang
Pak Haji juga adalah seorang yang dihormati di kampung karena umurnya
dan hajinya. Namun sejak Pak Haji pulang dari pengembaraanya, ia mengucilkan
diri dari masyarakat kampungnya. Pak Haji juga tidak suka mencampuri urusan
orang lain dan meskipun ia memiliki gelar ‘haji’, ia tidak percaya kepada Tuhan
dan kebaikan manusia. Karakter Pak Haji tersebut dipengaruhi oleh latar
kebaikan manusia.
Dalam pengembaraanya juga, Pak Haji pernah memiliki seorang istri dan
seorang anak perempuan yang masih kecil. Namun, istri dan anaknya tersebut
Berdasarkan latar belakang Pak Haji tersebut, karakter Pak Haji yang tidak
percaya kepada kebaikan manusia dan Tuhan menunjukan karakter Pak Haji
Buyung menyelamatkan Pak Haji dari serangan seekor ular berbisa. Pak Haji
Peristiwa ini menjadi titik balik bagi Pak Haji untuk melakukan rangkaian
tindakan kebaikan. Pada akhirnya, dipicu oleh todongan senjata dari Wak Katok,
Pada dialog Pak Haji ini, akhirnya semua telah jelas terungkap. Pak Haji
penderitaan akibat berinteraksi dengan manusia lagi. Disini kita juga bisa melihat
tindakan nyata Pak Haji yang telah mengalami perubahan sikap. Ia yang tadinya
meninggal karena tertembak senjata Wak Katok. Pak Haji pun menyampaikan
pesan terakhirnya pada Buyung dan Sanip. Pak Haji berpesan tentang pentingnya
merupakan seorang yang agamistetapi tindakan dan wataknya tidak sesuai dengan
gelarnya. Namun Pak Haji juga orang yang dapat mengambil pelajaran hidup dari
peristiwa yang dialaminya. Hal itu terlihat pada perubahan sifat yang terjadi pada
Pak Haji ketika ia ditolong Buyung, dan kemudian ia membalas budi dengan
dan kepercayaanya kepada Tuhan akhirnya kembali. Pak Haji telah berubah dari
2.4.4 Sanip
Sanip berumur dua puluh luma tahun dan sudah mempunyai istri dan anak.
senang bermain musik dan melawak. Hal itu dilakukannya untuk menghibur hati
kawan-kawannya.
lemah. Harimau menyerang Pak Balam, Pak balam mengatakan bahwa harimau
itu dikirim oleh Tuhan untuk menghukum dosa-dosa mereka. Sanip telah
tersugesti oleh kata-kata Pak Balam. Lalu ketika Talib mati diterkam harimau,
Sanip yang telah tersugesti dan ditodong oleh senjata Wak Katok akhirnya tidak
mengakui dosanya.
Dari deskripsi tentang karakter Sanip, dapat diketahui bahwa Sanip adalah
orang yang periang namun bermental lemah. Dia pernah melakukan banyak dosa,
terkaman harimau.
2.4.5 Sutan
Sutan berumur dua puluh dua tahun. Sutan memiliki karakter pekerja
keras. Ia bekerja di sawah, mencari rotan dan damar, dan berdagang. Sutan juga
gadis itu di ladang dang tidak tahan melihat buah dadanya yang kelihatan.
Siti Nurbaiti anak yatim piatu di kampung, dan dia tinggal dengan
neneknya yang sudah tua.Dialah yang bekerja mencari sayuran atau kayu
bakar. Bagaimana terjadi apa yang terjadi kemudian, kini pun tak jelas
dapat diingat oleh Sutan. Mungkin hawa nafsu iblisnya terbangun melihat
buah dada anak gadis itu yang kelihatan, karena pakaian yang dipakainya
sudah koyak bagian depannya. (Lubis, 2013:142)
sifat-sifat Sutan, yaitu pada saat Sutan diramal di huma Wak Hitam. Peristiwa
Ketika bahaya datang, yaitu serangan harimau, Pak Balam yang telah
menjadi korban terus mengigau tentang dosa-dosa, membuat Sutan teringat terus
kepada dosanya sendiri. Di masa lalu ia sering sekali melakukan perbuatan dosa.
Seperti makan dan merokok ketika puasa, berbohong, mencuri, dan memperkosa.
sekali.
Dan teringat pada ini, hatinya tak terganggu sama sekali. Dia juga
dapat ingat pada pencurian kerbau yang mereka lakukan.Dan ini pun
tak terlalu menggangu hatinuraninya.(Lubis, 2013:141)
Sutan senang merasa seperti orang yang pemberani, contohnya dengan cara
untuk kepuasan diri, bukan karena kebutuhan materi.Igauan Pak Balam mengetuk
lubuk hati Sutan untuk mengakui bahwa itu adalah perbuatan dosa dan harus
diakui namun Sutan tidak ingin.Ia merasa marah kepada Pak Balam dan hendak
tengah hutan dan mati diterkam sang harimau. Sisa-sisa jasad Sutan ditemukan
adalah senang berbuat jahat. Ia mendapat kepuasan diri dari perbuatan yang
perilaku sosial yang cenderung untuk melanggar, bukan mematuhi karena terdapat
keseruan di dalamnya.
2.4.6 Talib
Talib berumur dua puluh tujuh tahun. Talib diceritakan memiliki latar
sering dimarahi oleh istrinya. Pamannya yang sudah mati dulu pernah dibuang ke
menikamnya.
Namun biarpun ia pendiam dan pesimis, Talib juga adalah seorang yang
melihat perempuan cantik seperti Siti Rubiyah. Ketika Pak Balam diterkam
harimau,Talib pun jadi teringat dan kasihan akan Siti Nurbaiti, gadis remaja yang
diperkosa dan dibunuh dua tahun yang lalu. Talib tidak tahu siapa yang
Dia merasa ikut berdosa juga, karena bukan sekali saja timbul rasa
berahinya melihat gadis umur tiga belas yang badannya lekas
menjadi dewasa itu, dengan buah dada yang besar dan kencang
mendorong baju kurungnya, raut mukanya yang manis, dan cahaya
matanya yang berani dan penuh tantangan. Kemudian dia menutup
pikiran dan menahan hati nuraninya, ketika pikiran-pikiran serupa itu
membawanya terlalu dekat pada dosa-dosanya sendiri. (Lubis,
2013:114)
Setelah Talib mati, dosanya diperjelas lagi oleh pengakuan Sanip. Talib
bersama Sanip dan Sutan mencuri empat ekor kerbau dan Talib menikam
pemiliknya namun tidak sampai mati. Dari sini, jelaslah kejahatan apa yang
dan menikam pemiliknya. Hal ini mungkin disebabkan oleh keturunan dari
ayahnya yang juga pernah membunuh orang dengan pisau. Namun, Talib berhasil
kematiannya.
Pak balam adalah seorang tua yang baik dan pendiam. Badannya kurus,
akan tetapi kuat bekerja. Ia pernah ikut melakukan perlawanan terhadap
tahun 1926 dan pernah dibuang ke Tanah Merah dimana istrinya, Khadijah –yang
Namun meskipun begitu Pak balam bukan seorang komunis. Pak Balam ikut
Pak Balam adalah korban harimau yang pertama. Karena tahu ia sedang
sebelum ia pergi ke hutan, yaitu mimpi buruk sebanyak dua kali. Ia juga
Ia tahu bahwa Wak Katok membunuh temannya, Sarip. Namun Pak Balam hanya
diam saja. Setelah diterkam harimau, ia sadar mengapa ia melakukannya dan ikut
Pak Balam merasa menyesal karena dia tidak pernah mampu menghentikan
orang yang ingin berbuat jahat, walaupun dia melihat sendiri perbuatan orang
tersebut. Setelah mengakui dosanya Pak Balam mendapatkan kepuasan hati. Ia
tertimpa musibah seperti dirinya. Sifat kebajikannya mulai timbul. Pada akhirnya,
dua hari kemudian setelah diserang harimau, Pak Balam meninggal dunia.
Deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa dulu Pak Balam lemah dan
egois karena ia tidak berani dan tidak mau menghentikan Wak Katok dari
adalah orang yang sebenarnya baik hati. Ia memiliki kualitas pada dirinya, yaitu
Wak Hitam adalah dukun tua yang misterius. Ia selalu memakai pakaian
serba hitam. Wak Hitam memiliki ilmu magis yang sangat tinggi. Terdapat
banyak cerita tentang kehebatan dan kesaktian Wak Hitam. Sama seperti Wak
kampung. Sebuah cerita mengatakan bahwa Wak Hitam pernah lari dari penjara
tentara Belanda dengan cara menghilang. Terdapat cerita juga bahwa ia bersekutu
dengan jin dan memelihara harimau siluman, juga katanya ia memiliki tambang
emas rahasia
orang-orang muda seperti Buyung, Sanip, Sutan, dan Talib yang tidak tahu apa-
apa. Hal itu mempengaruhi cara pandang orang-orang terhadapnya. Bahkan Wak
Katok mengakui bahwa Wak Hitam adalah guru silatnya. Semua kehebatan dan
kesaktian Wak Hitam hanya kabar burung yang belum terbukti kebenarannya,
sama seperti kehebatan Wak Katok. Namun itu saja sudah cukup membuat
Wak Hitam sudah ratusan kali berganti-ganti istri. Istrinya yang sekarang
adalah Siti Rubiyah. Ia adalah istri Wak Hitam yang paling muda dan cantik.
Keadaan Wak Hitam sekarang sedang sakit. Siti Rubiyahlah yang selalu
"Aduh, beginilah kalau sudah tua dan sakit-sakit, tak ada lagi
yang mengurus awak," keluhnya, "di mana Siti Rubiyah?"
"Di sungai, mencuci," sahut Buyung.
"Ohhhh," katanya, kehilangan perhatiannya, dan kemudian timbul
kembali kekesalannya dan iba hatinya pada dirinya sendiri. "Di
sungai saja kerjanya. Beginilah Buyung," katanya kembali, "kalau
sudah tua dan sakit-sakit. Bini sendiri pun tidak lagi memperdulikan
kita, apalagi anak-anak atau keluarga yang lain. Mereka malahan
menunggu dan mendoakan supaya kita lekas saja mati, biar mereka
dapat membagi-bagi harta yang kita tinggalkan." (Lubis, 2013:51)
Dalam dialog ini kita bisa melihat sisi lain dari Wak Hitam, yaitu bahwa
Wak hitam juga merupakan orang biasa yang tua dan lemah. Kita juga dapat
melihat permasalahan perkawinan dalam hubungan Wak Hitam dan Siti Rubiyah.
Terlihat dari prasangka Wak Hitam bahwa bininya sudah tidak peduli lagi
Namun kita akhirnya mengetahui sifat asli Wak Hitam dari Siti Rubyiah.
Hal ini terdapat pada adegan Siti Rubiyah menceritakan kepada Buyung tentang
Wak Hitam pada seluruh badannya. Itu adalah bukti kekejaman Wak Hitam
"....Dia bukan manusia lagi kak, dia sudah seperti binatang, seperti
setan saja...”(Lubis, 2013:66)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Wak Hitam adalah orang yang
gila ilmu gaib dan kejam terhadap perempuan. Ia mengawini banyak perempuan
bahwa Wak Hitam mengawini perempuan karena ada perasaan cinta, namun
seorang yang muda –seumuran dengan Buyung– dan juga cantik. Tidak seperti
para karakter laki-laki di atas yang penggambarannya kuat pada ciri mental,
penggambaran karakter Siti Rubiyah sangat kuat pada penggambaran ciri fisik.
Siti Rubiyah digambarkan sebagai perempuan yang amat cantiknya hingga dapat
Mereka semua suka pada Siti Rubiyah. Dia masih muda benar.
Orangnya pun cantik. Jika Buyung tak tergila-gila pada Zaitun, maka
dia akan mudah jatuh cinta padanya. (Lubis, 2013:30-31)
Kecantikan Siti Rubiyah sampai membuat Wak Katok tidak bisa menahan
hawa nafsunya hingga suatu hari ia mengintip Siti Rubiyah mandi. Setelah itu Wak
pula bahwa Siti Rubiyah pandai memasak. Masakan Siti Rubiyah adalah salah satu
hal yang membuat para pendamar senang tinggal di pondok Wak Hitam.
Namun Siti Rubiyah memiliki kisah latar belakang yang memilukan. Siti
Hitam oleh kedua orang tuanya. Siti Rubiyah pernah hampir bunuh diri dibuatnya.
Namun karena ia patuh kepada orang tuanya, maka ia menurutinya. Ia pun tidak
bahagia kawin dengan Wak Hitam karena mereka tinggal hanya berdua di dalam
hutan. Hal itu membuat Siti Rubiyah merasa kesepian karena tidak mempunyai
teman.
yang dilakukan oleh Wak Hitam kepadanya dan meminta Buyung untuk
aku tak tahan lagi, tiap kali aku harus berbuat demikian, tiap kali
terasa tambah berat di hatiku. -- Hatiku tambah segan dan takut —
tolonglah aku kak, aku hendak lari saja, hendak pulang ke kampung.
Bawalah aku pulang ke kampung, kak — atau ke mana saja sungguh
aku tak tahan lagi, aku tersiksa — itu kalau dia lagi sakit — kalau dia
tak sakit... aku lebih disiksanya lagi.(Lubis, 2013:66)
rasakan. Terlihat bahwa Siti Rubiyah sangat menikmati hubungan seksual dengan
Buyung itu.
juga pernah bercinta dengan Wak Katok di semak-semak. Hal ini dilihat dari
dialog antara Sanip dan Wak Katok tentang Siti Rubiyah. Siti Rubiyah rela
kepadanya.
"Ya, kalian mungkin tak percaya, tetapi aku lihat dengan mata
kepalaku sendiri. Pangkal celaka kita tak lain adalah Wak Katok
sendiri. Harimau yang datang menyerang kita adalah harimau Wak
Hitam. Karena Wak Katok telah memaksa istri Wak Hitam, aku lihat,
di pinggir sungai..."
"Berhenti engkau berbicara, bangsat!" serunya, "oh, engkau lihat,
ya? Tapi matamu tak cukup tajam. Aku tak paksa dia. Engkau tahu,
aku bayar dia. Dan dia pun akan mau tidur dengan siapa saja yang
mau memberinya uang atau membelikannya baju.“(Lubis, 2013:193)
karakter perempuan yang sederhana dan penurut. Namun pengaruh buruk dari
2.5 Latar
setting disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat,
yang diceritakan
dalam sebuah hutan. Hutan pun terbagi lagi menjadi tempat-tempat yang lebih
kecil dan spesifik, yaitu huma Wak Hitam dan Sungai Air Putih.Terdapat
deskripsi mengenai letak Kampung Air Jernih tempat pada pendamar tersebut
berasal.Namun itu hanya sebatas informasi tentang letaknya saja, bukan menjadi
Sima, Bangkok, India, Cina, Jepang, dan Mekkah. Namun sekali lagi tempat-
tempat tersebut bukan latar tempat kisah utama terjadi dan hanya menjadi bagian
Deskripsi mengenai hutan dapat dilihat pada bab 1. Pada bab ini diceritakan
tentang pemandangan sebuah hutan raya yang begitu luas dan kaya.
Latar tempat kemudian mengerucut menjadi huma Wak Hitam tempat para
Mereka beruntung, karena tak berapa jauh dari hutan damar, ada
sebuah huma kepunyaan Wak Hitam.Di sebuah pondok di ladang
Wak Hitamlah mereka selalu bermalam selama berada di hutan
damar. (Lubis, 2013:25)
Putih. Peristiwa yang terjadi di latar tempat ini terhitung banyak. Salah satunya
adalah ketika Wak katok mengintip Siti Rubiyah sedang mandi sesaat sebelum ia
Pada latar waktu, tidak dijelaskan kapan atau pada tahun berapa cerita dalam
novel terjadi, seakan-akan kisah dalam novel ini tidak berpatokan pada suatu
dalam novel ini terjadi selama beberapa hari dimulai ketika mereka mencari damar
di hutan dan menginap di pondok Wak Hitam, hingga diakhiri saat harimau yang
memburu mereka mati. Rentang waktu tersebut dihitung sepanjang hari dari pagi
hingga malam selama beberapa hari hingga cerita berakhir. Terlihat pada kutipan
berikut.
Untuk latar sosial, novel ini mengambil keadaan sosial masyarakat yang
masih belum modern dan bergantung kepada alam untuk bekerja. Hal ini
mereka adalah mencari damar di hutan. Dengan kata lain, mereka masih
jimat dan mantera. Mereka juga percaya akan pertanda-pertanda sial seperti
burung gagak dan penerawangan masa depan seperti ramalan dan mimpi. Dalam
masyrakat modern hal-hal semacam ini dikenal dengan istilah takhayul. Berikut
adalah kutipan-kutipan yang berisi unsur-unsur takhayul yang telah disebutkan
Selain hal-hal di atas, takhayul terlihat dari karakter para pendamar yang
memiliki kepercayaan tinggi kepada mitos adanya harimau siluman. Mereka
rasa hormat masyarakat terhadap hal-hal yang dianggap mistis. Hal ini dibuktikan
dari sikap para pendamar kepada Wak Katok dan Wak Hitam yang merupakan
dukun. Harimau pun karena dipercaya sebagai makhluk gaib yang berdimensi
lebih tinggi dari manusia, maka harimau memiliki nilai kesakralan, yaitu harus
"Tapi itu juga tempat nenek," kala Sutan, "dimana ada rusa ada
nenek." Maksudnya harimau.
"Huss," kata Wak Katok. Jangan disebut-sebut namanya." (Lubis,
2013:82)
keyakinan beragama. Agama yang dianut adalah Islam. Hal ini terlihat pada
Dari kedua kutipan di atas, terlihat bahwa para pendamar serius dan khusuk
berupa tahayul tersebut terlihat menyatu dengan agama yang masuk dari luar
Dari uraian mengenai latar sosial tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita
terhadap tahayul masih kental dalam masyrakat ini namun mereka juga
tahayul masih lebih tinggi daripada kepercayaan kepda Tuhan karena unsur
takhayul dalam novel ini lebih banyak daripada unsur agama. Oleh sebab itu,
54) merumuskan bahwa, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama yakni:
katanya sendiri.
b. Orang pertama-sampingan: cerita dituturkan oleh satu karakter bukan
utama (sampingan).
apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter
saja.
menyebut karakter utamnya sebagai orang ketiga (‘dia’ dan ‘mereka’) dan juga
sering menyebut nama karakter. Dalam novel Harimau! Harimau! , teknik ini
dipakai dalam menjelaskan ciri-ciri, kondisi fisik, dan kondisi batin dari karakter-
karakternya.
Wak Hitam adalah seorang tua yang umurnya hampir tujuh puluh
tahun.Malahan menurut cerita orang lebih lagi.Ada yang berani
bersumpah dan mengatakan, bahwa umur Wak Hitam lebih dari
seratus tahun.Orangnya kurus, kulitnya amat hitam, seperti orang
Keling, tetapi rambutnya masih hitam. (Lubis, 2013:25)
tanpa kehadiran karakter utama maupun saat ketika tidak ada satu karakter pun
yang hadir.
Penggunaan sudut pandang orang ketiga dalam novel ini juga berperan besar
dalam mengendalikan alur cerita.Secara keseluruhan, alur dalam novel ini ialah
alur maju.Peristiwa demi peristiwa diceritakan oleh orang ketiga sebagai pencerita
latar belakang atau dosa-dosa yang pernah dilakukan karakter seperti Pak Haji,
Sanip, dan Sutan di masa lalu sehingga terlihat seperti alur berjalan mundur.
Namun sebenarnya itu hanyalah sekedar orang ketiga yang sedang menceritakan
apa yang sedang dipikirkan oleh para karakter sehingga terlihat seperti flashback.
Dari uraian mengenai sudut pandang di atas dapat diketahui bahwa, dalam
cerita ini pencerita bertindak sebagai pencerita serba tahu yang berkedudukan
sebagai pengamat yang berada di luar cerita.Pencerita sebagai orang ketiga serba
tahu memiliki kendali pada berjalannya novel sehingga novel memiliki alur
kondisi mental dan fisik karakter, pola pikir karakter, dan masa lalu karakter.
2.7 Simbol
berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar cerita seperti salah satu objek,
beberapa objek bertipe sama, substansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau
keharuman.
simbolisme tidak dengan sendirinya menjadi eksotis atau sulit karena sebetulnya
dan menyerupai simbol yang lain. Hal ini terlihat dari beberapa kata yang ada
dalam novel yang bisa disebut sebagai simbol dan merupakan bisa merupakan
sebuah “tanda” yang dimunculkan oleh sang pengarang untuk memaknai sesuatu
yang ingin diungkap. Simbol-simbol tersebut terdiri dari senapan lantak, jimat,
dan harimau.
ungkapkan oleh stanton detail yang bermakna simbolis biasanya sering muncul
diulang- ulang dan menyerupai simbol yang lain Stanton (2007, 65-66). Hal ini
terlihat bahwa Wak Katok merasa ialah yang paling berkuasa karena memegang
senapan tersebut.Maka dari itu, senapan lantak menjadi simbol dari kekuasaan.
simbol senapan lantak ini. sebuah ‘tanda’ yang mungkin belum bisa tertangkap
sering muncul melebihi seharusnya. Detail yang simbolis tampak menonjol karena
selalu diulang- ulang dan menyerupai simbol yang lain. Hal ini terlihat dari
Dia (Wak Katok) pandai membuat jimat yang ampuh, yang dapat
mengelakkan bahaya ular, atau binatang buas yang lain, membuat
orang jatuh sayang atau takut atau segan, membuat orang menerima
permintaan seseorang, dia punya ilmu pemanis untuk orang muda,
lelaki atau perempuan, dia punya mantera dan jimat supaya orang
selamat dalam perjalanan, jimat supaya kebal terhadap senjata, atau
jimat supaya kebal terhadap racun ular, dia dapat membuat orang
muntah darah sampai mati, dan dia punya mantera untuk menghilang,
hingga tak dapat terlihat oleh orang lain. (Lubis, 2013:9)
Disebutkan bahwa jimat-jimat dalam novel tersebut semuanya dibuat oleh Wak
Katok. Ia dapat membuat berbagai macam jimat namun yang menjadi fokus dalam
novel ini yaitu jimat penangkal binatang buas. Terlihat pada kutipan kedua yang
menjelaskan keadaan Pak Balam setelah diterkam harimau.
Peristiwa di atas memberikan tanda tanya apakah jimat yang dibuat oleh
Wak Katok memiliki kekuatan yang lemah atau karena jimat tersebut memang
palsu. Kemudian hal tersebut menjadi jelas pada dua kutipan berikut:
“Engkau guru palsu. Lihat ini ..." Dia (Sanip) membuka ikatan
jimat-jimat di pinggangnya, dan dilemparkannya ke tanah. "Jimat-
jimatmu palsu, mantera- manteramu palsu. Inilah jimat-jimat yang
dipakai juga oleh Pak Balam, oleh Talib, oleh Sutan, lihatlah, di
mana mereka kini, karena mempercayai engkau... mereka telah mati,
telah binasa...” (Lubis, 2013:192)
Dalam kutipan di atas, ditegaskan oleh Sanip dan Buyung bahwa jimat yang
dibuat Wak Katok adalah palsu. Secara tersurat peristiwa di atas memang
tersirat ada makna lain yang terdapat dari pembuangan jimat oleh Sanip dan
kepercayaan Buyung dan Sanip kepada ilmu gaib yang akhirnya runtuh. Ditarik
makna yang lebih dalam, simbol jimat dapat menjadi ‘tanda’ yang
merepresentasikan sesuatu yang lebih besar. Maka dari itu, dibutuhkan analisis
dalam novel Harimau! Harimau! . Harimau tidak hanya muncul dalam cerita,
tetapi juga muncul sebagai judul novel. Seperti yang diungkapkan oleh Stanton
(2007, 66) yang menjelaskan bahwa pengarang juga dapat menonjolkan satu
Harimau pertama kali muncul dalam novel dalam kisah tentang Wak Hitam.
perumpamaan dari sifat Wak Hitam. Dari kalimat “jika dilanggar perasaannya,
akan dapat melompat dan menerkam dengan cepat dan mematikan” peneliti
mendapat gambaran tentang sifat harimau dalam novel ini, yaitu ganas. Harimau
mengenai wujud fisik dan sifat harimau tersebut sekaligus. Harimau dalam novel
ini adalah binatang buas yang kelaparan selama dua hari dan ia memburu
pendamar didorong oleh rasa laparnya yang tidak kunjung berkurang. Maka dapat
dismpulkan bahwa sifat harimau ini adalah rakus. Harimau juga diceritakan
Selain dihadirkan dalam wujud binatang biasa, harimau dalam novel ini juga
di-mitos-kan sebagai siluman. Pembaca dibuat bertanya-tanya mengenai
wujudsebenarnya harimau yang memburu para pendamar dalam novel ini. Narator
tentu saja tidak langsung memberi informasi tersebut kepada pembaca, melainkan
melalui karakter dalam novel yang percaya bahwa harimau siluman itu ada.
Dari kutipan di atas terlihat bahwa harimau siluman hanya muncul dalam
cerita orang-orang saja. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa novel ini mengambil
latar sosial masyarakat yang masih percya pada takhayul. Pada kepercayaan
masyarakat dalam novel ini harimau ada dua jenis, yaitu harimau biasa dan
biasalah yang memburu mereka dan sebenarnya harimau siluman itu tidak ada.
Hal tersebut secara langsung juga semakin memperkuat sifat percaya kepada
ditemukan dalam pesan Pak Haji kepada Buyung dan Sanip di saat-saat menjelang
ajalnya.
Dari pesan di atas, dapat dilihat bahwa harimau yang dimaksud Pak Haji
adalah ‘harimau’ sebagai lambang dan bukan eksistensi fisik. Harimau yang
dimaksud melambangkan sesuatu yang ada dalam hati manusia seperti yang
bahwa harimau tersebut merupakan sebuah simbol yang nantinya akan menjadi
teksnya.Dalam novel ini, penarasian cerita secara dominan dilakukan oleh pihak
lain yang hadir dalam sudut pandang orang ketiga serba tahu. Seluruh peristiwa,
latar belakang karakter, dan isi hati dan pikiran karakter diceritakan melalui
‘mata’ pihak ketiga tersebut yang tahu segala informasi mengenai unsur-unsur
dalam struktur teks seperti alur, latar, karakter, dan simbolisme. Informasi
sehingga novel ini memiliki alur maju.Dengan teknik penceritaan seperti ini,
tiap karakternya.
juga memiliki kendali terhadap keberadaan unsur lain seperti alur, latar, dan
karakter. Misalnya bahwa dalam novel Harimau! Harimau! alur yang terjadi
pendamar seperti Pak Haji, Sanip, dan Sutan seolah-olah kembali ke masa lalunya
mundur atau flashback. Alur ini bukan alur yang sebenarnya melainkan alur yang
mereka pun pun telah ‘mengendalikan’ perubahan latar waktu dari masa kini ke
mempengaruhi atau dipengaruhi karakter lain. Terlihat dari karakter Pak Balam
dan Wak Katok yang sama-sama membawa pengaruh mental yang kuat kepada
tersebut menjadi suatu simbol. Simbol-simbol yang ditemukan antara lain senapan
lantak, jimat, dan harimau.Semua unsur yang hadir tersebut menentukan tema dari
unsur yang muncul karena memiliki hubungan dengan unsur lain. Unsur-unsur
tersebut memiliki signifikansi yang mana tanpa unsur tersebut, unsur-unsur lain
tidak akan berarti atau memiliki peran yang penting dalam novel ini.
terdapat dalam bagian latar, karakter, dan simbolisme. Bagian latar terdapat pada
siluman.Dengan demikian, kata ‘nenek’ menjadi tanda yang terdapat dalam unsur
latar.
Dalam karakter juga terdapat tanda dari novel ini, yaitu pada karakter tujuh
dialami oleh kaum wanita saja. Terakhir mengenai tanda yang berasal dari
simbolisme, yang banyak terdapat pada simbol senapan lantak, jimat, dan
diperoleh dari relasi antar unsurnya. Analisis pada bab ini merupakan langkah
awal menuju analisis lebih lanjut pada bab berikutnya. Hasil analisis ini akan