Anda di halaman 1dari 2

Nama : Shazia Quamila

Kelas. : X IPS 2
Tugas Sastra Indonesia
Kritik Film “Kartini”
Sinopsis
Kartini dikisahkan dari rentang waktu 1883-1903 di Jepara, dari mulai masih kanak-kanak
sampai dewasa. Kartini kecil sudah memberontak karena ingin tidur dengan ibunya,
Ngasirah (Christine Hakim) yang notabene adalah asisten rumah tangga. Hal tersebut
bertentangan dengan tradisi Jawa pada saat itu karena Kartini memiliki ayah seorang Bupati
(golongan bangsawan). Waktu berlalu hingga Kartini harus dipingit di dalam kamar karena
usianya yang siap untuk dinikahi.

Kartini remaja yang jenuh dengan kehidupannya di rumah — apalagi setelah kakak
tirinya, Soelastri (Adinia Wirasti) menikah — akhirnya mendapatkan angin segar ketika
kakaknya, Sosrokartono (Reza Rahadian) memberikan kunci lemarinya yang berisi buku-
buku sebelum ia pergi ke Belanda. Kartini yang kemudian membaca buku-buku pemberian
kakaknya berhasil membuat pikirannya tidak terpenjara dengan berbagai macam khayalan
yang divisualisasikannya secara nyata. Sampai pada bagian dimana Kardinah (Ayushita)
dan Roekmini (Acha Septriasa) masuk ke kamar Kartini untuk dipingit. Kartini pun
mendapatkan dua ajudan untuk membantu perjuangannya.

Kelebihan
Dalam sisi penceritaan, film ini sangat menarik dengan penggambaran yang cukup detail
dan dramatis, dengan permainan emosional dari pemain-pemainnya yang memiliki kualitas
akting di atas rata-rata. Film ini sangat artistik dan imajinatif serta mampu memberikan
warna baru bagi kita dalam memahami sosok Kartini secara visual setelah sekian lama
hanya bisa dikenal lewat buku pelajaran dan cerita-cerita sejarah.

Film ini juga memberikan berbagai pesan yang mendalam dan sangat bermakna, salah
satunya adalah bahwa baiklah kita berubah untuk menambah kapasitas pengetahuan kita,
tapi jangan sampai perubahan tersebut mengubah kita menjadi orang yang benar – benar
lain dari “keaslian” kita sendiri.

Kekurangan
Ada beberapa hal yang bagi saya tidak begitu merepresentasikan penggambaran Kartini
sebagai sosok feminis yang ideal. Secara tersirat, penggambaran Kartini sebagai seorang
feminis masih melekat dengan stereotip - stereotip perempuan yang secara umumnya masih
ada dalam budaya berkonteks patriarki.

Lalu, film ini masih memberikan gambaran bahwa perempuan feminis adalah perempuan
yang bertindak seperti laki-laki. Beberapa adegan film nya terkesan terlalu memaksa bahwa
perempuan yang berpikiran feminis haruslah bersikap seperti laki-laki. Bisa dilihat dari
gambaran kartini yang selalu bersikap cuek, suka melawan, duduk mengangkang, menaiki
pagar dan tertawa selebar-lebarnya seperti kaum lelaki.

Anda mungkin juga menyukai