Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cerita pendek atau biasa disingkat cerpen adalah salah satu jenis prosa yang isi ceritanya bukan
kejadian nyata dan hanya dibuat-buat (fiksi). Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada
tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novelet maupun novel.
Jumlah kata di dalam cerita pendek tidak lebih dari 10.000 kata atau kurang dari 10 halaman
Penulisan cerita pendek menggunakan gaya bahasa yang naratif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Cerpen?
2. Bagaimana Unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen robohnya surau kami, BAB keempat yaitu
“Topi Helm”?
3. Mengapa harus menggunakan struktur kaidah kebahasaan pada cerpen robohnya surau kami,
bab 4 yaitu “Topi helm”?

C. Tujuan
1. Cerpen atau cerita pendek merupakan prosa fiksi yang menceritakan tentang
suatu peristiwa yang dialami oleh tokoh utama. Seperti namanya, cerpen lebih
sederhana daripada novel, cerpen termasuk dalam sastra populer. Karya sastra ini
terdiri dari satu inti kejadian yang dikemas dengan cerita yang padat. Satu cerpen
akan habis dibaca dalam sekali duduk saja.
2. Untuk dapat mengetahui hasil analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen
Robohnya Surau Kami bab 4 yang berjudul “Topi Helm”.
3. Sebab adanya struktur kaidah kebahasaan dalam cerpen ini kita dapat memahami
struktur kaidah kebahasaan serta menyelesaikan makalah ini dengan benar dan
terperinci.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Unsur Intrinsik


1. Tema
Tema dalam cerpen Robohnya Surau Kami yang berjudul Topi Helm adalah, tentang
Warisan sebuah topi yang sangat beharga yang diwariskan oleh tuan O.M. kepada pak Kari
yang sangat beharga bagi keduanya.
2. Alur
Robohnya Surau Kami yang berjudul Topi Helm memiliki alur campuran

Mundur “Topi itu tiga tahun yang lalu dibelinya di semarang”

Maju “ Setahun kemudian topi helm itu tidak punya wibawa lagi”

3. Tokoh dan Penokohan


a. Tuan O.M
1) Berwibawa
"tersandang jugalah wibawanya sebagai opseter mesin di bengkel itu" (RSK:41)
b. Masinis
1) Lucu
"si masinis asyik mengobrol dengan segala geraknya yang lucu." (RSK:42)
2) Sombong

"patutnya padaku kalian takut,si kingkong ini." (RSK:43)

3) Tidak memegang kata katanya sendiri


"hilanglah segala omongannya yang besar tadi." (RSK:43)
c. Nyonya Gunarso (Istri Tuam O.M)
1) istri yang baik,mendukung suami

"coba dulu siapa yang pas betul pap." (RSK:45)

d. Pak kari
1) berpiki positif
"kejengkelan itu adalah disebabkan rasa iri hati mereka." (RSK:43)

2) penyabar

"kesabarannya sering kali mendapat tantangan yang sangat tengik." (RSK:47)

4. Latar
a. Latar Tempat
1) Bengkel Kereta
“kelancaran kerja di bengkel kereta api” (RSK:41)
2) lubang panjang di bawah lok kereta
“betapa meriahnya suasana dalam lubang di bawah lok itu.” (RSK:42)
3) Stasiun
“bangun pagi pagi dan sebelum jam 5 sudah mesti berada di stasiun.” (RSK:46)
4) Rumah Pak kari
“tinggalah topi helmnya di rumah.” (RSK:47)

5) Kota

“berjalan jalan keliling kota.” (RSK:48)

6) Gerbong Kereta Api

“dengan punggung ke arah luar gerbong.” (RSK:51)

b. Latar Waktu
1) Malam
“pulangnya kadang sudah jam 9 malam.” (RSK:46)
2) Pagi
“bangun pagi pagi dan sebelum jam 5 sudah mesti berada di stasiun.” (RSK:46)
c. Latar Suasana
1) Konflik
“ketika kereta api sampai di stasiun, orang orang sadar Pak Kari tidak lagi di
tempatnya” (RSK:52)
2) Bahagia
“merasa bahagia dipanggil si Gunarso.” (RSK:46)
5. Sudut Pandang
a. Sudut pandang orang ke 2
karena penulis seolah seolah sedang menempatkan diri dalam cerita hal ini diperkuat
karena kalimat nya kebanyakan narator yang menceritakan salah satu contoh buktinya
1) "Daripada dibuang, Mam, apa tidak sebaiknya kalau diberikan kepada mereka
saja?"kata Tuan O.M, minta musyawarah istrinya. (RSK:45)
6. Amanat
a. Amanat yang disampaikan pada buku ini yaitu bekerjalah dengan sunguh sunguh, jangan
sombong, harus bertanggung jawab atas tindakan yang di lakukan diri sendiri, selalu
berpikir positif, dan percaya diri.

B. Analisis Unsur Ekstrinsik


1. Gaya Bahasa
a. lebih banyak menggunakan kata kata dramatis dan juga kiasan
1) “Dan si Kingkong itu kini merasa telah menjadi kera”.(RSK: 43)
2. Latar Belakang
A.A. Navis lahir 17 November 1924 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Ia mendapat
pendidikan di perguruan kayu-tanam. Pernah menjadi Kepala Bagian Kesenian Jawatan
Kebudayaan Provinsi Sumatera Tengah di Bukittinggi (1952-1955), pemimpin redaksi harian
semangat di Padang (1971-1982), dan sejak 1969 menjadi ketua Yayasan Ruang Pendidik INS
Kayutanam, karya-karyanya adalah Hujan Panas (1964), Kemarau (1967), Di Lintasan
Mendung (1983).

3. Nilai – Nilai
a. Moral
1) selalu berkerja dengan serius walau tidak dilihat oleh atasan.
b. Agama
1) tetap beribadah dengan khusuk walau sedang di jahili.
c. Sosial
1) Kita harus saling membantu dan memberi kepada sesama.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan data data yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya,dapat disimpulkan bahwa
keterkaitan cerita sangat erat dengan realitas objektif, Cerpen yang berjudul “Topi Helm” ini
berhasil mengungkapkan adanya realitas objektif yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
yang mana dapat di aplikasikan pula nilai nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari.
B. Saran
1. Menurut saya cerpen Topi Helm ini memiliki cerita yang membosankan karena kurangnya
konflik yang hebat, dan pembangunan karakter yang monoton
2. selain itu buku ini pun terlalu banyak menggunakan kata kiasan sehingga membuat pembaca
lebih sulit memahami isi alur cerita, akan lebih baiknya menggunakan bahasa kehidupan sehari
hari sehingga pembaca akan lebih mudah memahami isi alur cerita tersebut.
SINOPSIS

Topi helm telah membuat tuan O.M. menjadi orang yang sangat berwibawa. Karena besar
wibawanya tuan O.M. sangat disegani anak buahnya. Pada suatu hari Pak Kari alias “Kingkong”
mengumpat dibelakang tuan O.M. dan menjelek – jelekkannya di depan pegawai lain ternyata tuan O.M.
berada di belakangnya. Saat tuan O.M. hendak pindah ternyata topi helmnya lupa dipack dalam kardus,
kemudian istrinya menyarankan agar topi tersebut diberikan pada seseorang karena tuan sudah tidak
meinginkan topi tersebut. Setelah satu persatu pegawai mencobanya ternyata topi tersebut cocok dan pas
dengan kepala Pak Kari, akhirnya topi itu diwariskan kepada Pak Kari.
Pak Kari sangat senang, saking senangnya dia membawa topi itu kemanapun Ia pergi, meskipun
teman – temannya mengejeknya, Ia tak peduli. Meskipun kantornya menginstruksikan agar memekai topi
seperti petani Jawa, Ia tetap tidak mau memakainya bahkan ketika ada kesempatan Ia membuangnya.
Pada suatu ketika, Saat Ia sedang bertugas mengawasi rem, tiba – tiba topinya jatuh, lalu tanpa piker
panjang Ia langsung melompatmencari topi itu dan tercebur ke sungai. Semua rekannya dan masinis
khawatir kalau pak Kari tak selamat. Tapi Ia akhirnya ditemukan selamat dengan keadaan basah kuyup.
Si masinis sangat marah dan memaki–maki pak Kari karena Ia telah dianggap melalaikan tugasnya.
Hingga akhirnya masinis itu membakar topi helmtersebut. Pak Kari sangat marah meskipun ia sabar
menahannya, sampai pada suatu ketika Ia teringat akan memori topi helm tersebut. Ia benar – benar
marah dan tak dapat dikendalikan dan dilemparkannya arang membara ke wajah masinis itu hingga
wajahnya akhirnya cacat. Dan akhirnya pak Kari lega dan bahagia karena dendamnya telah terbalaskan.

Anda mungkin juga menyukai