Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Karya sastra merupakan salah satu sarana yang bisa digunakan sebagai suatu
hiburan bagi si penikmat karya sastra itu sendiri. Karena, dengan membaca karya
sastra kita bisa menikmati dan menemukan hiburan untuk memperoleh kepuasan
batin. Karya sastra juga merupakan salah satukarya imajinatif yang
bahkandipandang lebih luas dari pada karya fiksi. Novel sebagai salah satu karya
sastra yang penulisnya bisa secara bebas memaparkan imajinasi dan kemampun-
kemampuan para penulis dalam mengolah kata. Selain itu, novel juga termasuk
salah satu karya sastra yang secara bebas membahas mengenai kehidupan manusia
dalam berbagai permasalahandari aspek-aspek kehidupanyang terjadi di lingkungan
masyarakat dengan mengangkat berbagai norma dan peraturan sebagai salah satu
latar belakang latar belakang konflik yang biasanya terjadi dalam sebuah novel.
Namun, dari sekian banyak penikmat karya sastra (novel) masih banyak
pembaca yang sulit untuk menafsirkan hal-hal yang terjadi dalam sebuah karya
sastra (novel) itu sendiri. Oleh karena itu, untuk memahaminya kita memerlukan
adanya analisis, yaitu dengan menguraikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat
dalam novel tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas saya akan menganalisis novel yang
berjudul Mandi Cahaya Rembulan Karya Abdul Mutaqin dengan menguraikan
unsur-unsur intrinsik dari dalam novel tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa tema yang terdapat di novel tersebut?
2. Bagaimana alur cerita dalam novel tersebut?
3. Bagaimana sudut pandang cerita dalam novel tersebut?
4. Apa saja gaya bahasa yang terdapat pada novel tersebut?
5. Siapa saja tokoh yang berperan dalam novel tersebut dan berikan juga
sifat dari masing-masing tokoh dalam bentuk tabel!
6. Sebutkan apa saja pembagian tokoh pada novel tersebut dalam bentuk
tabel!
7. Apa saja amanat yang terdapat dalam novel tersebut?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui tema dari novel tersebut.
1
2. Untuk menetahui alur daru novel tersebut.
3. Untuk mengetahui latar dari novel tersebut.
4. Untuk mengetahui sudut pandang dari novel tersebut.
5. Untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam novel
tersebut.
6. Untuk mengetahui sifat dari setiap tokoh yang berperan dalam novel
tersebut.
7. Untuk mengetahui pembagian tokoh dalam novel tersebut.
8. Untuk mengetahui amanat yang terkandung dalam novel tersebut.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Para Ahli

Unsur Intrinsik adalah unsur yang membangun teks itu dari dalam.

Unsur-unsur Intrinsik dari novel:

1. Tema
2
Tema merupakan gagasan sentral yang mencakup permasalahan dalam cerita,
yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita
karya sastra.(Holmon 1981-443)
2. Alur
Alur merupakan kontruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai suatu peristiwa
secara logik dan kronologik. (Luxemburg)
3. Latar
Latar atau setting adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam
suatu cerita. (Tarigan 1984-136)
4. Penokohan
Penokohan yang baik adalah penokohan yang berhasil menggambarkan tokoh-
tokoh tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan
amanat. (Esten 1984-27)
5. Karakter (Watak)
Karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu dengan
individu lainnya. (W.B Saunders 1977:126)
6. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita
yang dipaparkan. (Aminudin 1995:90)
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yamg memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Gorys
Keraf 2009:112:113)
8. Amanat
Amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin
ditanakannya secara tidak langsung ke dalam benak pembaca. (Akhmad
Saliman 1996:67

2.2. Teori Pribadi

Menurut saya, tema adalah gagasan pokok yang ingin disampaikan penulis
kepada para pembaca yang bertujuan menentukan arah dan tujuan cerita, sedangkan
Alur merupakan jalan cerita yang dibuat oleh penulis agar pembaca mengerti apa yang
dimaksud oleh si penulis. Dan latar merupakan suatu unsur yang berkaitan dengan
tempat, suasana, dan waktu.

Lalu, Penokohan adalah pembagian jenis tokoh menurut watak/karakter tokoh


tersebut, karakter/watak merupakan sifat yang ditunjukkan oleh tokoh yang satu

3
terhadap tokoh-tokoh lainnya. Sudut pandang ialah pandangan penulis terhadap cerita
tersebut, dan gaya bahasa merupakan cara penulis mengungkapkan pikiran kepada
pembaca melalui bahasa yang khas. Terakhir, Amanat merupakan pesan yang tersirat di
dalam sebuah karya tulis yang ingin disampaikaan penulis kepada pembacanya.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Tema

Menurut saya novel ini bertema pengorbanan karena novel ini berceritakan
tentang pengorbanan seorang guru yang honornya tak seberapa namun integritasnya
sebagai guru yang sangat luar biasa, ia tidak hanya memberikan materi pelajaran
kepada murid-muridnya tetapi ia juga secara tidak langsung memberikan pelajaran
tentang kehidupan. Dan ia rela memberikan seluruh waktunya demi membuat anak

4
didiknya mengerti akan penjelasan yang ia berikan, bahkan ia rela mempertaruhkan jiwa
dan raganya demi anak-anak didiknya dan integritas dirinya sebagai seorang guru.

3.2. Alur

Novel tersebut bercerita tentang kisah tiga puluh delapan tahun yang lalu (Hlm 5
paragraf 1), otomatis alur cerita dalam novel tersebut termasuk alur mundur. Karena,
alur mundur adalah alur cerita yang mengisahkan cerita lampau atau terdahulu.

3.3. Latar

3.3.1. Latar tempat

3.3.1.1. Depok

Sebuah dusun di pinggiran depok (Hlm 5 paragraf 1)

3.3.1.2. Sawah

Menuai berkah panen dimulai saat serombongan wanita bertopi caping dengan
sumringah mengetam padi yang masak diseluruh penjuru sawah. (Hlm 9
paragraf 2)
Bau harum daging bakar yang mengundang selera di tengah sawah, disantap
perut-perut yang keroncongan. (Hlm 10 paragraf 1)
Sebentar lagi, jangkrik pun akan lelah dan segera masuk ke lubang-
lubang sarangnya di gelengan sawah yang hangat. (Hlm 58 paragraf 2)
Atau bermain laying-layang sambil menyaksikan burung-burung pipit
mencuri padi di sawah. (Hlm 110 paragraf 2)
Dengan telanjang kaki, sebenarnya Qori masih betah berlama-lama menyusuri
pematang sawah. (Hlm 130 paragraf 3)

3.3.1.3. Kamar

Sambil menangis ia bergegas masuk ke bilik kamarnya. (Hlm 18 paragraf )


Rupanya ia mengunci diri di kamarnya. (Hlm 143 paragraf 1)
Di kamar rumah biliknya, Qori membukan surat dari suster Yasmin. (Hlm 218
paragraf 3)

3.3.1.4.Rumah
5
Di rumah itu, tinggal pula adik laki-lakinya yang sudah beristri. (Hlm 11
paragraf 4)
Dan betapa takjub Maryam, saat melihat bualn purnama bertengger tepat diatas
genting rumahnya. (Hlm 21 paragraf 1)
Bulan, Pak. Bulan turun tepat di atas rumah kita. Teraaaaang sekali. (Hlm 22
paragraf 5)
Bu, makan ya. Qori lapar sekali pinta Qori sesampainya di rumah. (Hlm 34
paragraf 4)
Di rumah, Qori masih mendapatka pelajaran hidup dari bapaknya, terutam
soal-soal aqidah dan akhlak. (Hlm 28 paragraf )
Apalagi sesampainya di rumah tak ada nasi untuk mengganjal perutnya yang
lapar. (Hlm 36 paragraf 7 )
Di bale-bale bambu rumah mereka, Qori menumpahkan isi hatinya. (Hlm 46
paragraf 4)
Segera Qori beranjak menuju pedasan di belakang rumah. (Hlm 59 paragraf 3)
Dalam takziyah di rumah Hanum, Qori menemukan kesempurnaan jawaban
itu dalam bahasa kebisuan dan linangan air mata. (Hlm 113 paragraf 2)
Qori beusaha menerka-nerka namun keburu orang itu menginjak beranda
rumahnya, dan mengucap salam, Qori baru mengenalinya. (Hlm 115 paragraf
1)
Di luar rumah duka terdengar keributan. (Hlm 140 paragraf 2)
Lalu heran manakala orang tua itu kemudian masuk ke rumah duka dan tidak
kembali lagi. (Hlm 142 paragraf 8)
Maka saat ia melihat pagar pohon perdu disampig rumah tetangganya tertata
rapi, sambil berlari kecil ia menyentuh ujung pagar dengan ujung jemarinya.
(Hlm 147 paragraf 3)

3.3.1.5.Dapur

Satu waktu bahkan sangat susah, saat diman ia tidak menemukan makanan di
dapur seharian. (Hlm 45 paragraf 3)

3.3.1.6. Kelas

Bagaiman tidak, dikelas tadi ia diingatkan kalau belum membayar tunggakan


uang sekolah. (Hlm 36 paragraf 5)

6
Segera dia berlari kecil menyusul Maghfira di depan pintu kelas. (Hlm133
paragraf 1)
Anak itu sesenggukan di pojok kelas. (Hlm 155 paragraf 1)
Belum selesai Qori membarikan tambahan penjelasan hari itu, pintu kelas
diketuk Bu Wita. (Hlm 203 paragraf 3)

3.3.1.7. Sekolah (Madrasah)

Sampai di madrasah, sejenak menghilangkan letih, mempersiapkan keperluan


mengajar, lalu bergelut dengan siswa-siswanya sampai pukul 12:35 siang. (Hlm
43 paragraf )
Sudah seminggu Hanum tidak hadir di madrasah. (Hlm 91 paragraf 1)
Banyak pohon di sekitar madrasah. (Hlm 131 paragraf 2)
Suasana berkabung seketika menyelimuti setiap pojok Madrasah. (Hlm 136
paragraf 5)
Madrasah masih merasakan suasana kelabu. (Hlm 148 paragraf 3)
Di madrasah Lastri lebih banyak menyendiri. (Hlm 158 paragraf 4)
Esok pagi setelah acara perpisahan di madrasah, mereka akan kembal ke
Jakarta. (Hlm 192 paragraf 3)
Sebab kedatangan mereka ke madrasah sebenarnya bukan untuk mengungkit
lagi kemayian Maghfira, melainkan untuk meminta bantuan Qori
menerjemahkan surat yang ditulis kakek Maghfira. (Hlm 208 paragraf 1)
Hebat, tiga bulan bergaul dengan psikolog Bu Nilam dan Bu Saraswati, banyak
kemajuan di madrasah. (Hlm 193 paragraf 4)
Hingga jam setengah tujuh pun madrasah masih lengang. (Hlm 214 paragraf 1)

3.3.1.8. Kantor/Ruang guru

Di ruang kantor yang sempit, para guru tengah menikmati bakwan dan tahu isi
sambil bercengkrama. (Hlm 44 paragraf 1)
Guru-guru masih dudukduduk di kantor menunggu di panggil TU untuk
mengambil honornya. (Hlm 83 paragraf 1)
Qori meletakkan buku-buku bahan ajarnya di ruang guru. (Hlm 135 paragraf
2)
Tubuhnya dihempaskan di sofa ruang guru yang tampak kusam. (Hlm 156
paragraf 1)
Ruang guru yang sempit itu bertambah pengap. (Hlm 158 paragraf 7)

7
Di atas sofa ruang guru, Qori duduk sendirian menunggu siswa-siswanya dan
curah hujan yang belum reda sambil terkantuk-kantuk. (Hlm 214 paragraf 4)

3.3.1.9. Kompleks

Obrolan Qori dan Bejo semakin hangat, sehangat suasana sore di kompleks
tempat Bejo bekerja. (Hlm 63 paragraf 4)
Semilir angin berhembus memainkan dahan-dahan cemara di sisi jalan
kompleks. (Hlm 64 paragraf 1)

3.3.1.10. Rumah Sakit

Ia harus menghabiskan hari-harinya di ruang perawatan Rumah Sakit Cipto


Mangunkusumo Jakarta. (Hlm 92 paragraf 1)
Di ruang terpisah, tangis bayi pecah memenuhi ruang persalinan. (Hlm 109
paragraf 4)
Sampai di RSCM, Qori bingung harus kemana dan menghubungi siapa. (Hlm
175 paragraf 6)
Pada suatu selasar rumah sakit, saat Qori hendak menuju bagian informasi
untuk memutuskan kebingungannya, ia berpapasan dengan seorang suster. (Hlm
176 paragraf 1)
Sekarang ia dating menemuinya untuk mencari informasi soal psikolog di
RSCM. (Hlm 177 paragraf 5)
Hari itu di RSCM menjadi hari yang sangat bermakna bagi Qori. (Hlm 188
paragraf 1)

3.3.1.11. Masjid

Selepas mengajar, biasanya Qori mengistirahatkan tubuhnya di masjid,


sebelum pulang. (Hlm 41 paragraf 1)
Sebuah julukan yang di dapatnya dari perbincangan mereka di sudut masjid.
(Hlm 119 paragraf 5 )
Tiba di teras masjid, mereka mencopot sepatu. (Hlm 121 paragraf 3)
Di masjid sudah ada Pak Saif dan Pak Setiawan. (Hlm 204 paragraf 1)

3.3.1.12. UKS

8
Qori meminta waktu bicara pada wali kelas dan Orang tua Lastri di ruang
UKS. (Hlm 160 paragraf 1)
Sampai dengan sepuluh hari berlalu setelah perbincangan di ruang UKS itu,
belum ada tanda-tanda Lastri akan sembuh. (Hlm 173 paragraf 1)

3.3.1.13. Ruang informasi

Suster di ruang informasi itu rupanya mengenal Hanum dengan baik. (Hlm
176 paragraf 6)

3.3.1.14. Kantin

Atas saran suster Netha, mereka berbincang di kantin. (Hlm 181 paragraf 3)

3.3.1.15. Pemakaman

Suasana duka bertambah kuat saat di pemakaman. (Hlm 143 paragraf 2)

3.3.1.16. Warung sayur

Apalagi ocehan dari mulut pahit adik iparnya di warung sayur dengan nada
menyindir di suatu pagi. (Hlm 30 paragraf 3)

3.3.2. Latar waktu

3.3.2.1. Tiga puluh delapan tahun

Tiga puluh delapan tahun yang lalu sangat sejuk dan asri. (Hlm 5 paragraf 1)

3.3.2.2. Malam menjelang pagi

Mulai lepas Shalat isya sampai menjelang subuh, rezeki Allah melimpah
bertebaran di atas air berlumpur. (Hlm 10 paragraf 3)

3.3.2.3. Pagi

Tadi pagi saya dimarahi Nyai, sahut Maryam tercekat. (Hlm 14 paragraf 5)
Setengah terhisak Maryam menceritakan kejadian pagi itu. (Hlm 15 paragraf 1)
Pagi yang bertambah sejuk oleh rimbunan rumpun bamboo menjadi hangat oleh
cerita tentang bulan. (Hlm 22 paragraf 2)
9
Matanya berbinar bahagia menyambut karunia pagi itu. (Hlm 23)
Apalagi ocehan dari mulut pahit adik iparnya di warung sayur dengan nada
menyindir di suatu pagi. (Hlm 30 paragraf 3)
Sebelum pukul tujuh pagi ia sudah harus sampai. (Hlm 43 paragraf 1)
Pagi hari burung terbang dengan tembolok yang kempis. (Hlm 56 paragraf 1)
Sejuk wudhu di pagi buta menghantar Qori dalam bentangan sajadah panjang.
(Hlm 59 paragraf 4)
Dan Minggu pagi itu, Qori seperti menurut jalan profesinya ke belakang dengan
mengenakan sepatunya yang bocor. (Hlm 87 paragraf 4)
Fajar belum menyingsing. (Hlm 127 paragraf 1)
Upacara Senin pagi tidak dilaksanakan seperti biasanya. (Hlm 214 paragraf 2)

3.3.2.4. Seminggu

Seminggu Maryam meninggalkan rumah. (Hlm 19 paragraf 1)

3.3.2.5. Dua hari

Sebelum Maryam bercerita kepada Zulkarkanin soal mimpinya dua hari


berselang, ia telah bertanya sana-sini kepada para tetua di Kampung Pesisir.
(Hlm 22 paragraf 1)
Dua hari berturut-turut Maghfira dan Lastri kehabisan jajanan es buah di jam
istirahat. (Hlm 131 paragraf 5)
Ibunya Johan datang ke Madrasah dua hari yang lalu. (Hlm 198 paragraf 7)

3.3.2.6. Siang

Anak-anak semakin banyak yang rutin mendengarkan ceritanya setelah shalat


Zuhur. (Hlm 41 paragraf 1)
Hari semakin beranjak siang. (Hlm 43 paragraf 2)
Jam sudah lewat lima menit waktu zuhur. (Hlm 82 paragraf 1)
Suasana menjadi semakin panas melebihi panasnya matahari zuhur. (Hlm 206
paragraf 8)

3.3.2.7. Sore

Setelah menunaikan shalat ashar, Qori menghampiri Bapaknya. (Hlm 46


paragraf 4)

10
Obrolan Qori dan Bejo semakin hangat, sehangat suasana sore di kompleks
yang asri. (Hlm 63 paragraf 4)
Celakanya, lepas maghrib Qori tertidur dan baru terbangun saat mencium bau
sangit dari arah dapur. (Hlm 70 paragraf 1)
Ditingkahi rumpun bamboo yang meliuk pelan diempas angin, sore terasa
semakin romantis. (Hlm 114 paragraf 5)

3.3.2.8. Malam

Hingga mmenjelang tidur selepas isya, Qori masih berusaha mencerna semua
yangdisampaikan bapaknya. (Hlm 57 paragraf 3)
Malam semakin larut. (Hlm 58 paragraf 2)
Malam semakin menjauh. (Hlm 59 paragraf 1)
Tadi malam sebelum tidur, Qori menambal kembali tapak sepatunya dengan
karet ban. (Hlm 85 paragraf 1)
Malam itu, perbincangan di sudut masjid terngiang kembali. (Hlm 120 paragraf
1)
Malam itu, lamunan Qori terbang menjumpai Hanum kembali. (Hlm 121
paragraf 1)

3.3.2.9. Siang beranjak sore

Mengibas-ngibas sisa panas udara siang beranjak sore. (Hlm 64 paragraf 1)

3.3.2.10. Sepuluh menit

Sepuluh menit berlalu TU yang ditunggu-tunggu pun dating. (Hlm 83 paragraf


2)

3.3.2.10. Empat bulan

Sudah hampir empat bulan hujan tidak turun. (Hlm 131 paragraf 2)

3.3.2.11. Tiga hari

Kematian Maghfira telah berlalu tiga hari. (Hlm 148 paragraf 2)

3.3.2.12. Setiap minggu

11
Setiap minggu harus disepuh supaya tetap manjur. (Hlm 161 paragraf 6)
Belum lagi mahar sepuh setiap minggu. (Hlm 162 paragraf 1)
Sampai dengan sepuluh hari berlalu setelah perbincangan di ruang UKS itu,
belum ada tanda-tanda Lastri bias sembuh dari traumatiknya. (Hlm 173 paragraf
1)

3.3.2.13. Beberapa detik

Beberapa detik mereka bersitatap. (Hlm 176 paragraf 1)

3.3.2.14. Satu jam

Hampir satu jam Qori berbincang-bincang dengan Bu Nurlela,psikolog1yang


bertugas di Poliklinik Psikiatri RSCM. (Hlm 184 paragraf 6)

3.3.2.15. Empat minggu

Dalam empat minggu, sudah tampak perubahan yang menggembirakan (Hlm


189 paragraf 4)

3.3.2.16. Beberapa menit

Hanya dalam tempo beberapa menit, surat itu selesai dibacanya. (Hlm 212
paragraf 4)

3.3.2.17. Beberapa minggu

Meskipun sekedar diizinkan dirinya menginap barang beberapa minggu


dirumah orang tuanya. (Hlm 17 paragraf 4)

3.3.3. Latar Suasana

3.3.3.1. Ramai

Suasana sawah mulai lebih semarak dan gaduh saat padi sudah mulai jeli.
(Hlm 8 paragraf 1)
Burung-burung liar gemericit berkejaran menambah suasana meriah. (Hlm 64
paragraf 2)
Suasana kelas manjadi riuh rendah. (Hlm 74 paragraf 6 )

12
3.3.3.2. Sunyi, hening

Lepas jamaah maghrib dan bardzikir, Qori tambah larut dalam kebisuan. (Hlm
55 paragraf 2)
Suasana bertambah hening. (Hlm 58 paragraf 2)
Geli, kasihan, lucu, wajar, atau tertawa dengan kebisuan. (Hlm 71 paragraf 2)
Dua rekan Qori itu terdiam. (Hlm 80 paragraf 1)
Suasana seketika berubah berubah hening. (Hlm 117 paragraf 3)
Kebetulan sudah sepi. (Hlm 155 paragraf 4)

3.3.3.3. Damai

Suasana Kampung Pesisisir yang damai malam itu terasa lebih kental dari
malam-malam berlalu. (Hlm 57 paragraf 6)

3.3.3.4. Syahdu

Benar-benar suasana malam yang syahdu. (Hlm 58 paragraf 1)

3.3.3.5. Panik/Cemas

Betapa terkejutnya Qori setelah didapatinya sebelah Titanianya terbakar


menyala seperti obor olimpiade. (Hlm 70 paragraf 1)
Wajah Daroji berubah pucat. Titik-titik keringat merembes di keningnya. (Hlm
72 paragraf 2)
Dengan panik ia meraup tubuh Maghfira dan membopongnya ke beranda
rumah. (Hlm134 paragraf 6)
Suasana seketika menjadi cemas dengan kata-kata kesetrum. (Hlm 135 paragraf
4)

3.3.3.6. Mencekat/menegangkan

Mata seluruh kelas menatap lekat Daroji seolah mengusirnya segera pergi.
(Hlm 72 paragraf 3)
Qori menghela napas. (Hlm 81 paragraf 7)
Sampai di sini tenggorokan Qori tersumbat. (Hlm 88 paragraf 6)
Suasana amat menegangkan. (Hlm 107 paragraf 2)
Kembali Hanum tergelak. (Hlm 124 paragraf 6)
Orang bersahut-sahutan dengan nada marah. (Hlm 140 paragraf 2)
Suasana makin tak terkendali. (Hlm 141 paragraf 6)
13
Tiba-tiba orang tua Lastri berdiri sambil menggebrak meja amat keras. (Hlm
169 paragraf 7)

3.3.3.7. Mengharukan

Maryam tersedu. (Hlm 18 paragraf 1)


Maryam terharu dan segera mendekapnya sambil sesenggukan. (Hlm 19
paragraf 7)
Maryam pilu dan sedih. (Hlm 35 paragraf 3)
Air mata Maryam bertambah deras. (Hlm 36 paragraf 3)
Bertambahlah kepedihan Qori lahir batin. (Hlm 36 paragraf 6)
Zainab terpuruk. Air matanya tak kuasa lagi dibendung. (Hlm 89 paragraf 8)
Qori begitu terharu manakala Zainab memeluk dan mengucapkan terima kasih
padanya. (Hlm 90 paragraf 4)
Guru-guru yang ikut menjenguk tak kuasa menahan sedih. (Hlm 94 paragraf 5)
Hanum terisak lagi. Air matanya tumpah lagi. (Hlm 95 paragraf 7)
Air matanya tidak bias lagi dibendung. (Hlm 108 paragraf 4)
Matanya berkaca-kaca lagi oleh kecerdasan jiwa Hanum. (Hlm111 paragraf
2)
Suasana berubah haru, manakala bunda Hanum menyampaikan maksud
kedatangannya untuk memenuhi permintaan Hanum. (Hlm 116 paragraf 5)
Tak disadari air matanya menitik membaca baris demi baris isi surat tersebut.
(Hlm 117 paragraf 4)
Jiwanya seperti habis dilumat keharuan sepanjang isi surat itu. (Hlm 118
paragraf 3)
Madrasah bersedih. Air mata menetes. Tangisan pilu tak bisa dibendung.
(Hlm 136 paragraf 5)
Suasana menjadi begitu pilu. (Hlm 143 paragraf 3)
Mata Qori berkaca-kaca, sambil lambat-lambat melafazkan doa. (Hlm 154
paragraf 3)
Air matanya meleleh membasaahi jilbab mungilnya. (Hlm155 paragraf 1)
Tangisnya berubah menjadi ratapan pilu. (Hlm 158 paragraf 1)
Selanjutnya suasana berubah lebih haru. (Hlm 192 paragraf 3)

3.3.3.8. Gembira/Suka cita

Saat batang padi mulai rimbun dan berisi, anak-anak Kampung Pesisir bersuka
cita. (Hlm 7 paragraf 3)

14
Betapa suka citanya wanita tua itu mendapati Maryam kembali. (Hlm 19
paragraf 7)
Anak-anak masih menikmatinya riang. (Hlm 43 paragraf 2)
Zainab senang sekali. (Hlm 90 paragraf 1)
Surat yang membuat mereka kembali tertawa riang. (Hlm101 paragraf 8)
Betapa girangnya Hanum. (Hlm 110 paragraf 1)
Qori tertawa lebar sambil menunjuk sayanag Hanum dan Maghfira karena
leluconnya yang jenaka. (Hlm 216 paragraf 1)
Usai membaca surat itu, Hanum tertawa riang. (Hlm 99 paragraf 1)

3.3.3.9. Serius

Sementara Qori dan orang tua Hanum serius dia bebincang. (Hlm 116 paragraf
4)

3.3.3.10. Berkabung/Kelabu

Suasana berkabung seketika menyelimuti setiap pojok Madrasah. (Hlm 136


paragraf 5)
Suasana duka bertambah kuat saat di pemakaman. (Hlm 143 paragraf 2)
Madrasah jadi merasakan suasana kelabu. (Hlm 148 paragraf 3)
Suasana menjadi kelam. (Hlm 213 paragraf 7)

3.4. Sudut Pandang

Menurut saya novel tersebut bersudut pandang: Orang ketiga serba tahu
Karena di novel tersebut, pengarang berada di luar cerita. Artinya dia tidak terlibat
dalam cerita. Pengarang berposisi seperti dalang atau pencerita saja. Dan di dalam novel
tersebut pengarang menggunakan kata dia atau nama-nama tokoh dalam setiap
narasinya.

3.5. Gaya Bahasa

3.5.1. Hiperbola

Berbunga-bunga hati pemiliknya saat rumpun padi mulai meninggi. (Hlm 7


paragraf 2)
Berkah yang membasuh peluh, kulit yang dibakar kulit serta penebus lelah
ayunan cangkul dan luku. (Hlm 9 paragraf 2)
15
Bau harum daging bakar yang mengundang liur menyeruak di tengah sawah,
disantap perut-perut yang keroncongan. (Hlm 10 paragraf 1)
Zulkarnain banting stir dengan berdagang pagar dari anyaman bambu. (Hlm 11
paragraf 3)
Kata-kata istrinya itu membuat lidahnya kelu. (Hlm 13 paragraf 4)
Mata Maryam berkaca-kaca, memberikan jawaban pada sosok mertua yang
dipanggilnya Abah. (Hlm 17 paragraf 1)
Tapi mencekik batin Qori hingga menjerit pilu. (Hlm 36 paragraf 5)
Amukan mereka seperti petir bersahutan menyambar-nyambar dengan kilatnya
yang menyilaukan. (Hlm 40 paragraf )
Ia merasa dadanya seluas langit dan bumi. (Hlm 41 paragraf 2)
Terik matahari yang membakar tak mereka hiraukan. (Hlm 43 paragraf 2)
Seringkali bakwan dan tahunya telah masuk ke perut besar, tapi pedas cabe
rawitnya masih membakar bibir dan lidah mereka. (Hlm 44 paragraf 1)
Jiwanya seperti habis dilumat keharuan sepanjang surat itu. (Hlm 118 paragraf
3)
Bagaikan berlian yang kilauannya menghias hidupnya sampai ia menyusul
Hanum yang entah sampai kapan. (Hlm 119 paragraf 3)
Angin malam semakin menusuk tulang sumsum. (Hlm 120 paragraf 1)
Burung-burung perenjak mulai terganggu dengan kokokan si jengger merah
yang mengangkasa. (Hlm 128 paragraf 1)
Pipi meronah merah delima. (Hlm 130 paragraf 2)
Qori bungkam seribu bahasa. (Hlm 136 paragraf 4)
Air matanya meleleh membasaahi jilbab mungilnya. (Hlm155 paragraf 1)

3.5.2. Personofikasi

Burung-burung yang selamat dari balik semak hanya mengintip sedih,


menyaksikan nasib kawannya jadi hidangan makan siang gratisan anak-anak
Kampung Pesisir. (Hlm 10 paragraf 1)
Rumahnya itu, hanya cukup untuk berteduh kala terik, berlindung kala hujan,
dan berselimut kantuk kala malam. (Hlm 11 paragraf 5)
Ia memiliki istri yang sabar dan penurut, meskipun kesabaran istrinya itu pernah
terbang sesaat. (Hlm 13 paragraf 1)
Bulan penuh leluasa mengintip dari muka jendela yang menganga. (Hlm 57
paragraf 5)

16
Berangkulan dengan halusnya gemercik air selokan yang jernih. (Hlm 57
paragraf 6)
Hanya senandung nyanyian serangga malam yang mengusiknya tanpa henti.
(Hlm 57 paragraf 6)
Bersahut-sahutan dengan suara parau kodok sawah yang mengerok sejak senja
beranjak malam. (Hlm 58 paragraf 1)
Pohon seperti bermandi cahaya perak. (Hlm 59 paragraf 3)
Dilihatnya pensil bergoyang meliuk-liuk melahirkan kata dan cerita. (Hlm 75
paragraf 3)
Suara gesekan daun bambu yang dimainkan angin bagai perkusi music
orchestra. (Hlm 114 paragraf 5)
Meski serangga malam sudah berhenti bernyanyi, kepak sayap kelelawar sudah
tak terdengar lagi. (Hlm 120 paragraf 1)
Kokok ayam mulai bersahutan sambung-menyambung. (Hlm 127 paragraf 1)
Daun-daun dan batang kamboja yang bergoyang dikibas angin, seperti salam
selamat dating bagi jasad Maghfira dan lambaian perpisahan bagi para pelayat
yang mengantarkan. (Hlm 143 paragraf 5)
Gaun putih yang mereka kenakan berkibar-kibar disapu angin. (Hlm 216
paragraf 2)

3.5.3. Asosiasi

Bagaikan sebuah pulau di tengah lautan air tawar yang subur. (Hlm 5 paragraf
1)
Seisi rumah bagaikan ditaburi cahaya keberkahan, terang dan syahdu. (Hlm 12
paragraf 1)
Suaranya bagai gemuruh kepanikan yang menciutkan nyali. (Hlm 12 paragraf
4)
Sementara Eneng seperti tikus yang bersembunyi dari kejaran kucing di
lubangnya dan hanya sudi melihat dari jauh keadaan mertuanya. (Hlm 20
paragraf 1)
Cahaya bulan purnama itu baginya seperti obat dari kegundahan. (Hlm 21
paragraf 2)
Pesan yang membuat mukanya merah seperti kepiting rebus di hadapan teman-
temannya. (Hlm 36 paragraf 4)
Namun bisa berubah bagai awan hitam menggayut di langit yang merubah
birunya menjadi kelam. (Hlm 39 paragraf 4)
17
Amukan mereka seperti petir bersahutan menyambar-nyambar dengan kilatnya
yang menyilaukan. (Hlm 39 paragraf 4)
Mengajar seperti memberi cahaya di dalam buta dan semua orang akan datang
mendekatimu. (Hlm 53 paragraf 1)
Ia seperti terjepit, seperti makan buah simalakama. (Hlm 62 paragraf 1)
Sosokya bagai ruhani yang mendidik dengan cinta dan senyum. (Hlm 65
paragraf 2)
Tangis menjadi bersahutan seperi simponi dukamengalun di ruang perawatan.
(Hlm 95 paragraf 8)
Qori bagai dihujani selaksa haru. (Hlm 111 paragraf 2)
Warnanya yang putih bagai kapas amat mempesona. (Hlm 129 paragraf)
Kaki jangkungnya kurus seperti batang-batang bambu Cina. (Hlm 129
paragraf 1)
Sengatan listrik yang merenggut nyawanya seolah memutus degup jantung
mereka. (Hlm 136 paragraf 6)
Maghfira bagai kunang-kunang di malam gelap. (Hlm 147 paragraf 2)

3.5.4. Metafora

Hewan berjengger itu bangun lebih pagi dari kebanyakan manusia. (Hlm 127
paragraf 2)
Burung-burung perenjak mulai terganggu dengan kokokan si jengger merah
yang mengangkasa. (Hlm 128 paragraf 1)

3.6. Penokohan

3.6.1. Karakter

No Nama Tokoh Protagonis Antagoni Tritagonis Cuplikan/Bukti


. s
1. Zulkarnain Kharisma
Zulkarnain begitu
kuat dihadapannya.
(Hlm 47 paragraf 3)

2. Maryam Ia beruntung
memiliki istri yang

18
sabar dan penurut,
meskipun kesabaran
istrinya pernah
terbang sesaat. (Hlm
13 paragraf 1)

3. Qori Hanum merasa


bahagia telah diasuh
oleh guru yang
hebat, ikhlas, dan
bersahaja. (Hlm 114
paragraf 1)

4. Syam Syam, kawan


mengajarnya di
madrasah yang
dirintisnya bersama-
sama, menguasai
keuangan madrasah dan
menikmatinya sendiri.
(Hlm 11 paragraf 2)
5. Eneng Perempuan itu keras
hati, angkuh, dan
berlidah pahit. (Hlm 14
paragraf 2)
6. Zainab Ia adik perempuan yang
sangat ringan tangan.
Sering membantu
Maryam dalam urusan
rumah tanpa diminta.
(Hlm 34 paragraf 2)
7. Pak Marhali Saya tidak bisa
mengusir ingatan
penghinaan Pak
19
Marhali yang
meremehkan Bapak dan
keluarga kita. (Hlm 50
paragraf 4)
8. Suster Yasmin Suster Yasmin lebih
benyak memberinya
dorongan semangat
untuk sembuh daripada
suster yang lain. (Hlm
99 paragraf 4)
9. Bunda Hanum Di saat seluruh
perhatiannya untuk
Hanum, ia masih pula
ikhlas menerima
kehamilan sebagai
kodrat kewanitaannya.
(Hlm 104 paragraf 1)
10. Hanum Mengenang Hanum
adalah mengenag
keharuan, kecerdasan,
keceriaan, senyum dan
keseriusan. (Hlm 120
paragraf 4)
11. Maghfira Meski sebagai murid,
Maghfira adalah guru
kesantunan bagi teman-
temannya. (Hlm 139
paragraf 2)

20
12. Pak Sarmili Dia rajin sekali
meminta anak-anaknya
menggantikan perannya
menulis materi
pelajaran di papan tulis.
(Hlm 132 paragraf 7)
13. Rustam Rustam merespon
penjelasan Qori dengan
nada emosi. (Hlm 211
paragraf 2)
15. Umi Nurul Sosokya bagai ruhani
yang mendidik dengan
cinta dan senyum. (Hlm
65 paragraf 2)
16. Bejo Obrolan Qori dan Bejo
semakin hangat,
sehangat suasana sore
di komplek tempat Bejo
bekerja. (Hlm 63
paragraf 4)

3.6.2. Sifat

No. Nama Tokoh Sifat Cuplikan/Bukti


1. Zulkarnain Berwibawa Kharisma Zulkarnain
begitu kuat dihadapannya.
(Hlm 47 paragraf 3)
Zulkarnain banting stir
dengan berdagang pagar
Pantang menyerah
dari anyaman bambu.
(Hlm 11 paragraf 3)
Zulkarnain menasehati
Maryam untuk bersabar.
21
Suka menasehati (Hlm 16 paragraf 1)
2. Maryam Sabar & Penurut Ia beruntung memiliki
istri yang sabar dan
penurut, meskipun
kesabaran istrinya pernah
terbang sesaat. (Hlm 13
paragraf 1)
Harus, Pak. Apa nanti
Gengsi
kata para tetangga. (Hlm
26 paragraf 6)
Bahkan Maryam tidak
Keras kepala luluh hatinya meskipun
bapak mertuanya ikut
menasehati dan
menahannya. (Hlm 16
paragraf 4)
Ikhlas Maryam tidak merasa jijik
degan kotoran, kubul, dan
dubur saat ibu mertuanya
buang air dan diistinjakan.
(Hlm 20 paragraf 2)
Namun rasa hormat pada
Berbakti/hormat
suami lebih dia turuti
daripada terus bermain-
main bersama angan-
angan yang tidak berujung
mana tafsiran mimpi yang
bisa ia pegang. (Hlm 24
paragraf 2)
3. Qori Berbakti keparda Ia takut mengecewakan
orang tuanya bapaknya. (Hlm 47
paragraf 1)
Kata-katanya lugas dan
Sopan
runtut. (Hlm 51 paragraf
22
1)
Menurut Qori, pekerjaan
Pandai bersyukur
apapun asalkan halal dan
mulia. (Hlm 63 paragraf
2)
Hanum merasa bahagia
telah diasuh oleh guru
Ikhlas
yang hebat, ikhlas, dan
Bersahaja
bersahaja. (Hlm 114
paragraf 1)
Dar, jangan terlalu sedih.
Mungkin besok, giliran
Empati aku yang tidak naik.
(Hlm 72 paragraf 5)
4. Syam Rakus Syam, kawan
mengajarnya di madrasah
yang dirintisnya bersama-
sama, menguasai
keuangan madrasah dan
menikmatinya sendiri.
(Hlm 11 paragraf 2)
5. Eneng Suka memanfaatkan Namun berharap agar
orang lain Maryam benar-benar
minggat, sebab dirinya
akan dengan leluasa bisa
memanfaatkan sisa
simpanan ibu mertuanya
saban hari. (Hlm 18
paragraf 3)
Mau kali kalo anaknya
Tidak bisa menjaga
nanti sakit-sakitan dan
perkataannya
otaknya tolol, sergah
Eneng masih dengan nada

23
menusuk. (Hlm 31
paragraf 3)
6. Zainab Suka membantu Ia adik perempuan yang
sangat ringan tangan.
Sering membantu
Maryam dalam urusan
rumah tanpa diminta.
(Hlm 34 paragraf 2)
7. Pak Marhali Suka menghina Saya tidak bisa mengusir
orang lain ingatan penghinaan Pak
Marhali yang
meremehkan Bapak dan
keluarga kita. (Hlm 50
paragraf 4)
8. Suster Perhatian Suster Yasmin lebih
Yasmin benyak memberinya
dorongan semangat untuk
sembuh daripada suster
yang lain. (Hlm 99
paragraf 4)
9. Bunda Ikhlas Di saat seluruh
Hanum perhatiannya untuk
Hanum, ia masih pula
ikhlas menerima
kehamilan sebagai kodrat
kewanitaannya. (Hlm 104
paragraf 1)
Tetapi kepasrahan dan
Berjiwa besar
jiwa besar Bunda Hanum
pada kemurahan Allah,
membuat dia tetap optimis
menjalani kehamilannya.
(Hlm105 paragraf 6)

24
10. Hanum Cerdas Matanya berkaca-kaca
lagi oleh kecerdasan jiwa
Hanum. (Hlm 111
paragraf 2)
Dengan polosnya, Hanum
Polos
membuka kerudung yang
membungkus kepalanya.
(Hlm 94 paragraf 1)
Mengenang Hanum
Serius
adalah mengenag
Ceria
keharuan, kecerdasan,
keceriaan, senyum dan
keseriusan. (Hlm 120
paragraf 4)
11. Maghfira Santun Meski sebagai murid,
Maghfira adalah guru
kesantunan bagi teman-
temannya. (Hlm 139
paragraf 2)
Itu karena gadis kecil itu
Berbudi & pandai
amat berbudi dan pandai
mengambil hati
mengambil hati siapapun.
orang lain
(Hlm 138 paragraf 5)
Suka membantu Karena Fira baik, Pak.
Fira sering membantu.
(Hlm 150 paragraf 6)
12. Pak Sarmili Malas Dia rajin sekali meminta
anak-anaknya
menggantikan perannya
menulis materi pelajaran
di papan tulis. (Hlm 132
paragraf 7)
13. Rustam Emosian Rustam merespon
penjelasan Qori dengan
25
nada emosi. (Hlm 211
paragraf 2)
14. Umi Nurul Tulus Sosokya bagai madrasah
ruhani yang mendididk
dengan cinta dan senyum
15. Bejo Tidak pandai Jadi guru kan tidak ada
bersyukur shift-shift-an kaya satpam.
Engga ada jaga malam.
Orang-orang enak tidur,
kita masih keliling-
keliling. Belumlagi resiko
keamanan. Padahal, gaji
sebulan Cuma tiga ratus
ribu. (Hlm 61 paragraf 3)
16. Abah Perhatian Sudah Yam. Abah
tahu, air panasmu
memang Eneng
yang mengganti.
Jangan diambil
hati terlalu dalam.
Kelakuan iparmu
sudah begitu.
Jangan pulang.
(Hlm 16 paragraf
5)

3.7. Amanat

Tuluslah memberi karena orang yang tulus memberi tidak akan gelisah jika tidak
ada yang membalas jasanya.
26
Kita harus empati, dan empati tumbuh saat kita belajar.
Mendidik bukanlah mengisi ember, tapi menyalakan api.
Guru yang sedang-sedang saja memberitahukan. Guru yang baik menjelaskan.
Guru yang ulung mendemonstrasikan. Dan maha guru itu menginspirasi.
Tempat untuk berbahagia itu di sini. Waktu untuk berbahagia itu kini. Cara untuk
berbahagia ialah dengan membuat orang lain berbahagia.
Barang siapa yang mengajarkan ilmu maka akan memperoleh pahala orang yang
mengamalkannya tnpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan tersebut.
Orang yang membuat semua hal yang sulit menjadi mudah dipahami, yang rumit
menjadi mudah dimengerti, atau yang sukar menjadi mudah dilakukan itulah
pendidik sejati.
Keutamaan orang berilmu di atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan rembulan
di atas seluruh gugusan bintang.
Murid meneladani tindakan nyata gurunya, bukan kata-kata.
Menjadi pendidik adalah satu-satunya profesi yang menciptakan segala macam
jenis profesi lainnya.
Jangan pernah lakukan apapun yang bisa dilakukan sendiri oleh anak didikmu.
Jika ini kau lakukan, kau akan menjadikan mereka orang-orang yang lumpuh.
Bila seorang anak tidak bisa belajar dari cara kita mengajarkan sesuatu
kepadanya, mungkin kitalah yang harus mengubah cara mengajar kita agar
sesuai dengan cara belajar mereka.
Mengajarkan murid agar bisa berhitung itu bagus, tetapi yang terbaik dan paling
penting adalah mengajarkan mereka tentang hal-hal yang tidak bisa dihitung
nilainya (sesuatu yang sangat berharga dalam hidup ini, misalnya prinsip dan
kode etik hidup, kebaikan, nilai moral, pengabdian, dan sebagainya)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

27
Karya tulis ini berisi analisis novel Mandi Cahaya Rembulan secara lebih
mendalam. Penulis menganalisis novel ini berdasarkan unsur intrinsik yang ada pada
sebuah novel diantaranya tema, alur, sudut pandang, tokoh dan penokohan, latar
(setting), gaya bahasa, dan amanat.

Analisis novel ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sangat berguna
bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Semoga dengan dibuatnya karya tulis
ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap isi sebuah novel. Berikut ini
merupakan kesimpulan dari novel yang berjudul Mandi Cahaya Rembulan

Zulkarnain adalah salah satu penduduk di Kampung Pesisir yang berprofesi


sebagai seorang guru. Ia orang terpelajar yang miskin. Nasib baik juga tadak berpihak
kepadanya. Seumur hidup, nasibnya hanya sebagai guru honorer. Namun, Zulkarnain
masih beruntung. Ia mempunyai istri yang sabar dan penurut, meskipun kesabaran
istrinya pernah terbang sesaat. Zulkarnain juga mempunyai anak-anak yang penurut,
tidak banyak menyusahkan orang tuanya.

Maryam nama istri Zulkarnain. Ia istri yang sangat berbakti kepada suaminya,
semua perkataan suaminya ia turuti. Namun terkadang ia keras kepala, tidak
mendengarkan nasehat dari orang lain kalau pendiriannya sudah tetap. Ia juga sering
difitnah oleh adik iparnya, Eneng.

Qori, salah satu dari anak Zulkarnain dan Maryam yang mengikuti jejak
Zulkarnain menjadi seorang guru. Qori juga mengawali karirnya sebagai seorang guru
honorer. Namun, Honor mengajarnya yang hanya tiga puluh lima ribu sebulan dan
pengalaman mengajar yang ditulisnya menjadi tiket untuk melanjutkan studi sampai ia
meraih tiket gelar sarjana kelak.

Salah satu murid yang tidak akan Qori lupakan adalah Hanum. Hanum adalah
anak penderita kanker. Di akhir-akhir hidupnya, keakrabannya dengan Qori semakin
erat. Apalagi ia meminta Qori untuk mengiriminya surat setiap hari supaya ia tidak
bosan berada di rumah sakit. Hanum juga yang mempertemukannya dengan suster
Yasmin, seorang wanita yang membuat hatinya berbunga-bunga setiap mereka bertemu.

28
Perjalanan Qori menjadi seorang guru tidaklah singkat.. Murid-muridnyalah
yang membuat Qori sadar bahwa pekerjaan apapun yang penting halal dan mulia
walaupun honornya sangat minim tidaklah masalah. Yang terpenting adalah pengalam
yang kita dapat. Lagi pula rezeki sudah ada yang mengatur.

B. Saran

Cara penyampaiannya agak sedikit bertele-tele sedikit menyulitan pembacanya


untuk memahami alur cerita yang ingin dirangkai. Hanya saja ending yang disajikan
penulis terkesan masih menggantung. Namun, mungkin penulis juga ingin mengajak
pembacanya terlibat secara emosional memberi sumbangsih bagi eksistensi guru.

Sebaiknya penyampainnya jangan terlalu bertele-tele supaya memudahkan


pembaca untuk memahami alur ceritanya. Dan sebaiknya ending diperjelas supaya
pembaca mengerti akan cerita dari novel tersebut.

Lampiran

Kampung Pesisir. Sebuah dusun di pinggiran Depok. Tiga puluh delapan tahun
yang lalu sangat sejuk dan asri. Tanahnya berupa daratan tinggi. Dikelilingi sawah dan
rawa-rawa. Penduduknya mayoritas berprofesi sebagai pedagang dan petani, beberapa

29
berprofesi sebagai seorang guru. Zulkarnain salah satunya. Profesi itu dijalaninya
selepas lulus dari madrasah.

Zulkarnain adalah orang terpelajar yang miskin. Nasib baik tidak berpihak
kepadanya. Seumur hidup, nasibnya hanya sebagai seorang guru honorer. Namun ia
masih beruntung mempunyai istri yang sabar dan penurut, meskipun kesabaran istrinya
itu pernah terbang sesaat. Dan ia juga mempunyai anak-anak yang penurut pula.

Maryam nama istri Zulkarnain, ia amat hormat terhadap suaminya. Ia juga


sangat sabar. Bukan saja sabar karena himpitan ekonomi, tapi juga sabar oleh kelakuan
adik iparnya. Maryam juga tulus. Ia mau mengurus ibu mertuanya, saat di akhir-akhir
hidup ibu mertuanya itu.

Bayram Abqori adalah salah satu anak Zulkarnain. Qori nama panggilannya.
Ketika mengandung Qori, ibunya bermimpi melihat rembulan jatuh diatas genting
rumahnya. Cahayanya menembus celah bilik bambu rumahnya. Ibu Qori selalu berdoa
agar Qori menjadi cahaya rembulan bagi kegelapan manusia seperti mimpinya.

Selepas lulus Madrasah Muallimin, Qori mengajar di sebuah madrasah di


kampungnya. Ia ingin menjadi guru, mengikuti jejak bapaknya. Baginya guru adalah
profesi terbaik yang bisa melahirkan manusia-manusia yang berakal dan berakhlak.
Namun saat menerima gaji pertamanya, ia terhenyak. Sebulan mengajar ia hanya
dihargai 35 ribu rupiah, jauh dibawah gaji buruh pabrik dan satpam komplek.

Qori kecewa. Profesi guru yang amat mulia dihargai begitu rendah. Ia sempat
bimbang apakah ia masih bisa bertahan menjalani profesinya. Namun, berkat bimbingan
bapaknya. Dia mampu bertahan menjalani profesinya menjadi seorang guru honorer.

Perjalanan Qori sebagai seorang guru honorer tidaklah mulus. Penuh sesak dan
lika-liku. Ia telah menghadapi murid yang bermacam-macam. Sebagai contoh, ia pernah
mempunyai murid penderita kanker. Murid itu bernama Hanum. Ia amat cerdas,
prestasinya amat bagus. Namun kecerdasannya lama-lama pudar dan hilang karena
dimakan penyakitnya tersebut. Hanum termasuk murid kesayangannya. Menjelang
kematian Hanum, Qori sempat surat-menyurat karena Hanum merasa kesepian berada

30
di rumah sakit. Hanum mengaku bangga karena telah diasuh oleh guru yang hebat,
ikhlas, dan bersahaja.

Qori juga pernah mempunyai murid yang meninggal karena kesetrum kabel
listrik di pohon perdu di jalan pulang menuju rumahnya. Saat itu jam istirahat, ia pulang
karena kesal terhadap tukang es buah dimadrasah karena dua hari berturut-turut ia tidak
disisakan es buah. Jadi dia pulang bersama temannya untuk mengambil es buah yang
sudah dibuatnya dari pagi.

Satu lagi murid yang tidak akan Qori lupakan adalah Johan. Johan adalah salah
satu anak dari sekian banyak anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Johan
lebih suka menyendiri dan melamun. Di saat Qori memberikan tugas,yang ia keluarkan
dari tas bukan buku pelajaran namun buku gambar. Ia menggambar wajah dengan air
mata yang mengalir. Sebelah telinganya tengah dijewer. Qori mengira itu adalah potret
dirinya saat berada dirumahnya. Ia sering diperlakukan kasar oleh ayah tirinya.

Banyak pelajaran yang dapat Qori petik dari profesinya menjadi seorang guru. Ia
tidak menyesal menjadi seorang guru, sebaliknya ia malah bangga dengan profesinya
sebagai guru. Qori juga tidak menyangka, honor mengajarnya yang hanya tiga puluh
lima ribu sebulan dan pengalaman mengajar yang ditulisnya menjadi tiket untuk
melanjutkan studi sampai ia meraih gelar sarjana kelak.

Di akhir cerita Qori dikejutkan dengan berita duka. Suster Yasmin mengirim
surat. Ternyata suster Yasmin, suster yang telah merawat Hanum selama ia sakit juga
menderita kanker otak. Dan, ia sudah berada di Singapura untuk operasi. Betapa
terkejutnya Qori, kata-kata dalam penutup surat itu adalah pengakuan bahwa suster
Yasmin mencintainya. Dan suster Yasmin berharap mereka Qori mendapatkan bidadari
ssurga yang lebih baik darinya.

31

Anda mungkin juga menyukai