Anda di halaman 1dari 12

PUISI LAMA Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta

ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru. A. PUISI LAMA Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain : Jumlah kata dalam 1 baris Jumlah baris dalam 1 bait Persajakan (rima) Banyak suku kata tiap baris Irama 1. Ciri-ciri Puisi Lama Ciri puisi lama: a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima 2. Jenis Puisi Lama Yang termasuk puisi lama adalah a) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib b) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek d) Seloka adalah pantun berkait e) Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat f) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak aa-a-a, berisi nasihat atau cerita g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris 3. Contoh dari Jenis-jenis Puisi Lama a) Mantra Assalammualaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayang Mari kecil, kemari Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu b) Pantun Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti

Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati c) Karmina Dahulu parang, sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (a) d) Seloka Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan e) Gurindam Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a) Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b ) Bagai rumah tiada bertiang ( b ) Jika suami tiada berhati lurus ( c ) Istri pun kelak menjadi kurus ( c ) f) Syair Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) g) Talibun Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu 4. Ciri-ciri dari jenis puisi lama a) Mantra Ciri-ciri: Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. Bersifat lisan, sakti atau magis Adanya perulangan Metafora merupakan unsur penting Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan. b) Pantun Ciri ciri : Setiap bait terdiri 4 baris Baris 1 dan 2 sebagai sampiran Baris 3 dan 4 merupakan isi Bersajak a b a b

Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata Berasal dari Melayu (Indonesia) c) Karmina Ciri-ciri karmina Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan. Bersajak aa-aa, aa-bb Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan. Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi. Semua baris diawali huruf capital. Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik. Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah. d) Seloka Ciri-ciri seloka Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris. e) Gurindam Ciri-ciri gurindam Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. f) Syair Ciri-ciri syair Terdiri dari 4 baris Berirama aaaa Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair g) Talibun Ciri-ciri: Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Apabila enam baris sajaknya a b c a b c. Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a b c d a b c d

Puisi lama terdiri dari beberapa bentuk yaitu:

1. Pantun
Pantun adalah puisi lama yang terdiri dari empat baris dalam setiap baitnya. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat isi.Bunyi huruf terakhir pada kalimat pertama dan ketiga kata terakhir di sebut sajak a. Bunyi huruf terakhir pada kalimat kedua dan kalimat keempat disebut sajak b. Jadi pantun bersajak ab-ab. Contoh:

Sungguh elok asam belimbing ( g: sajak a) Tumbuh dekat limau lungga ( a: sajak b) Sungguh elok berbibir sumbing (g: sajak a) Walau marah tertawa juga (a: sajak b) Berdasarkan isinya pantun dibedakan menjadi: a. Pantun Anak Pantun anak terbagi menjadi:

Pantun Jenaka Pantun Kedukaan Pantun Teka-teki


Contoh: Taruhlah puan di atas pati Benang sutra dilipat jangan Kalau tuan bijak bestari Binatang apa susu delapan b. Pantun Muda-mudi Pantun muda-mudi, terbagi menjadi:

Pantun muda-mudi kejenakaan Pantun muda-mudi dagang Pantun muda-mudi cinta kasih Pantun muda-mudi ejekan
Contoh: Singapura tanjung menjulur Tempat orang bersepak raga Pura-pura jalan menekur Hati di dalam rusak binasa a. Pantun Tua Pantun tua terbagi atas:

Pantun tua kiasan Pantun tua nasihat Pantun tua adat Pantun tua agama Pantun tua dagang
Contoh: Kalau tuan hendak ke Padang Jangan lupa beli tali Kalau tuan hendak berdagang Jangan lupa memuja Illahi

2. Talibun
Talibun meruapakan pantun juga, perbedaannya terletak pada jumlah baris pada tiap baitnya. Dalam pantun terdiri dari empat baris sedangkan pada talibun lebih dari empat

baris. Setiap baris dalam talibun selalu berjumlah genap atau kelipatan gen ap, misalnya enam, delapan, dua belas, dst. Tiap baris dalam talibun terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran dalam talibun tergantung pada jumlah baris tiap baitnya. Talibun yang memiliki enam baris, maka sampirannya terdapat pada tiga baris pertama. Sedangkan isinya terdapat pada ketiga baris terakhir. Contoh: Selasih di rimba Jambi Rotan ditarik orang pauh Putus akarnya di jerami Kasih pun baru dimulai Tuan bawa berjalan jauh Itu menghina hati kami.

3. Seloka
Seloka disebut juga pantun berbingkai. Bedanya dengan pantun adalah kalimat ke-2 dan ke-4 pada bait pertama diulang kembalipengucapannya menjadi kalimat ke-1 dan ke-3 pada bait ke-2. Begitu seterusnya, kalimat ke-2 dan ke-4 pada bait kedua akan diulang lagi pada bait ketiga. Contoh: Seganda gugur di halaman Daun melayang masuk kulah Dengan adinda minta berkenalan Rindunya bukan ulah-ulah Daun melayang masuk kulah Batang berangan di tepi paya Rindunyabukan ulah-ulah Jangan tuan tidak percaya Batang berangan di tepi paya Mari di jolok dengan galah Jika tuan tidak percaya Mari bersumpah kallamulah

4. Gurindam
Persamaan gurindam denganpantun hanyalah pada isi dan tema yang terkandung di dalamnya yaitu sama-sama mengandung nasihat, bersifat mendidik, sertabanyakberisikan masalah agama. Perbedaannya terletak pada persajakan dan jumlah baris, gurindam berbeda dengan pantun. Gurindam terdiri dari dua baris tiap baitnya. Bersajak a-a. Gurindam disebut juga sajak dua seuntai. Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas, karya Ali Haji. Disebut gurindam dua belas sebab jumlah baris seluruhnya berjumlah dua belas. Contoh: 1. Awal diingat di akhir tidak 2. Alamat badan akan rusak 3. Barang siapa mengenal dua 4. Tahulah dia barang terperdaya 5. Mengumpat dan memuji hendaklah pikir 6. Di situlah banyak orang tergelincir 7. Barang siapa meninggalkan sembahyang

8. Seperti rumah tak bertiang 9. Jika hendak mengenal orang berbangsa 10. Lihatlah kepada budi dan bahasa 11. Apabila anak tidak dilatih 12. Jika besar ibu bapaknya letih 5.

Syair
Syair terdiri dari empat baris dalam setiap baitnya. Dilhat dari jumlah barisnyasyair hampir sama dengan pantun. Perbedaannya terletak pada persajakannya yaitu aa-aa Contoh: Ya Illahi Khalikul Bahri Nasibku malang tidak pergi Ditinggalkan suami seorang diri Bakal sengsara setiap hari

6. Mantera
Mantera adalah karya sastra lama yang berisikan puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau dikeramatkan, seperti dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang, atau Tuhan. Mantera biasanya diucapkan secara lisan oleh para pawing atau dukun sewaktu diadakan suatu upacara keagamaan. Contoh: Hai Tok Mambang Putih, Tok Mambang Hitam Yang diam dibulan dan matahari Melimpahkan sekalian alam asalnya pawang Menyampaikan sekalian hajatku, Melakukan kehendakku, Assalamualaikum!

7. Masnawi
Masnawi adalah puisi Arab yang berisi puji-pujian tentang tingkah laku seorang yang mulia. Contoh: UMAR Umar yang adil dengan perinya Nyatalah pun adil dengan sendirinya Dengan adil itu anaknya dibunuh Inilah yang benar sungguh Dengan bedah antara isi alam Ialah yang besar pada siang malam Lagipula yang menjauhan segala syar Immamullah di dalam padang mashyar Barang yang hak Taala katakana itu Maka katanyayang sebenarnya begitu

8. Rubai
Puisi Arab yang berisikan hal-hal yang berhubungan dengan nasihat-nasihat bersifat pemujaan. Contoh:

MANUSIA Subhanallah apa hal segala hal manusia Yang tubuhnya dalam tanah jadi duli yang sia Tanah itu kujadikan tubuhnya kemudian Yang ada dahulu padanya terlalu mulia

9. Kitah
Puisi Arab yang berisikan tentang nasihat-nasihat yang bersifat mendidik. Contoh: Jikalau dalam tanah pada ikhwal sekalian Tiadakan kudapat bedakan pada antara rakyat dan sultan Fana juga sekalian yang ada, dengarkanlah yang Allah berfirman Kullumanalaihi Famin, yaitu barang siapa yang di atas bumi itu lenyap jua

10. Nazam
Puisi Arab yang berisikan tentang cerita hamba sahaya, raja, sultan, pangeran, atau bangsawan istana. Contoh: Bahwa bagi raja sekalian Hendak ada menteri demikian Yang pada suatu pekerjaan Sempurnakanlah segala kerajaan Menteri inilah maha tolan raja Dan peti segenap rahasia sahaja Karena kata raja itu katanya Esa artinya dan dua adanya Maka menteri yang demikianlah perinya Ada keadaan raja dirinya Jika rapat adanya itu Dapat peti rahasianya di situ

11. Gazal
Puisi Arab yang berisikan cinta kasih. Contoh: Kekasihku seperti nyawa pun adalah terkasih dan mulia juga Dan nyawaku pun, mana daripada nyawa itu jauh ia juga Jika seribu tahun lamanya pun hidup ada sia-sia juga Hanya jika pada nyawa itu yang menghidupkan sementara nyawa manusia juga Dan menghilangkan cinta pun itu kekasihnya yang setia juga Bukhari yang ada nyawa itu adalah berbahagia juga

Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat Membaca puisi merupakan kegiataan membaca dengan nada nyaring. Artinya, kita harus berusaha agar orang lain mendengarkan dan menyimak pembacaan puisi tersebut.

agar lebih jelas cara membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang baik, yaitu dengan langkah : 1. Memberi penanda jeda dan tekanan dalam teks puisi, yaitu a. Tanda / merupakan jeda pengganti koma ex : Taman sari / tanah peringatan b. Tanda // merupakan jeda pengganti tanda titik. ex : Taman sari / tanah peringatan // c. tanda--- untuk tekanan keras. ex : Taman sari,tanah peringtan ( di bawah tanah peringatan di beri tanda -- )

Membaca Puisi

1. Membaca puisi sebagai Apresiasi Puisi Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti, 1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra. Pada dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi. Karena kata membacakan mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi pembaca terhadap makna dalam puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang telah didapatkan

dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membaca puisi. Dapat pula dikatakan sebagai suatu kegiatan transformasi dari apresiasi pembaca dengan karakter pembacaannya, termasuk ekspresi terhadap penonton.

2. Faktor-faktor Penting dalam Membaca puisi Setiap bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4) pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, (5) tempat acara: indoor atau outdoor, (6) audien, (7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi: penghayatan, ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan (a) pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi

3. Bentuk dan Gaya dalam Membaca puisi Suwignyo (2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.

3.1. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup,

melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras katakata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu. Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

3.2. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak. Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyumm, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu. Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi mriing dan badan agak membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

3.3. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona. Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca. Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan. Membaca Puisi dengan Lafal, Intonasi, dan Ekspresi yang Tepat

Pembacaan puisi dapat dikatakan berhasil bila pendengar terhanyut dalam suasana pembacaan. Untuk mencapai tujuan itu, pembaca hendaknya berlatih dan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. a. tahap pertama, pembaca harus mempelajari dan memahami puisi yang akan dibaca. b. tahap kedua, pembaca memahami pemenggalan (jeda) baik pada kata, frase, atau kalimat. c. tahap ketiga, pembaca memahami siapa yang menjadi pendengarnya. d. tahap keempat, pembaca harus senang terhadap puisi yang akan dibaca.

Di samping tahapan-tahapan di atas, perlu juga memperhatikan pelafalan atau pengucapan secara jelas, misalnya: a. fonem diucapkan secara jelas, misalnya huruf a dengan mulut terbuka

lebar b. pemberian tekanan atau aksentuasi c. penekanan terhadap intonasi (nada naik, turun atau datar) secara tepat

Dalam pembacaannya pun hendaknya memperhatikan turun naiknya kalimat yang diselaraskan dengan turun naiknya irama jiwa yang bergetar. Kesedihan yang amat sangat pun diwujudkan dengan ekspresi pilu yang mendalam. Cara pembacaan kalimat demi kalimat pun pelan dan bersahaja.

Anda mungkin juga menyukai