Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS NOVEL SEJARAH

“ORANG ASING”

KELOMPOK :
Jaki Ajiansyah
Fadhel Maulana Afandhi
Christyo Eka Chandra
Yoel Eigtha hambapulu
Raihan Mubarok
Muhammad Rafly Rafizkillah
Sinopsis
Meursault, sang protagonis cerita ini, seorang warga kota Aljir berwarganegara Prancis (apa yang
disebut pied noir), mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia di sebuah rumah jompo yang terletak
di luar kota. Lalu ia pergi dan melayatnya. Di sana ia ditanya apakah ia ingin melihat ibunya sebelum
dikubur, ia menolak. Maka iapun mengunjungi upacara penguburan jenazah ibunya bersama-sama dengan
teman ibunya, antara lain Perez yang kata orang adalah pacar ibunya. Maka setelah semua selesai iapun
kembali ke Aljir. Keesokan harinya ia tetap melanjutkan kehidupan kembali seperti biasanya dan
berjalan-jalan dengan pacarnya yang bernama Marie.
Maka sekali peristiwa ia bepergian dengan pacarnya Marie dan seseorang teman lainnya yang
bernama Raymond ke pinggir pantai. Di sana cuaca sangat panas dan temannya si Raymond bertengkar
dengan dua orang Arab Aljazair yang bersenjatakan pisau tajam dan pergi ke tempat Meursault.
Kebetulan ia membawa sepucuk pistol dan Meursault mengambil senjata itu dari padanya. Lalu ia
kembali ke tempat dua orang Arab tersebut dan salah satunya ditembak hingga mati.
Meursault pun ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Maka ia segera diinterogasi oleh sang
kepala penjara. Tetapi pertanyaannya berkisar antara hubungannya dengan ibunya. Ketika ia ditanya
apakah ia sayang terhadap ibunya ia menjawab bahwa ia mencintainya tetapi kebutuhan tubuhnya sering
kali menghalang-halangi perasaannya. Hal ini diungkapkannya dengan kalimat berikut: "Le jour où
j’avais enterré maman, j’étais très fatigué, et j’avais sommeil" (dalam bahasa Indonesia: "Pada hari saya
mengubur ibu, saya sangat capai dan saya mengantuk"). Tetapi sang kepala penjara ingin supaya
Meursault merasa menyesal dan ia menunjukkan sebuah salib yang diambilnya dari laci. Tetapi Meursault
tak peduli dan hanya terlihat bosan saja. Akhirnya sang kepala penjara tidak melanjutkan usahanya.
Ketika Meursault ditanya apakah ia menyesali perbuatannya, ia menjawab bahwa ia sebenarnya
lebih merasakan rasa kesal daripada rasa sesal. Lalu sang kepala penjara menyebutnya sebagai seorang
"Antikristus".
Marie, pacarnya juga menjenguknya tetapi ia ingin melupakannya karena itu merupakan bagian
dari hukumannya. Setelah beberapa lama ia tidur lebih baik dan membuang waktu dengan membaca
sebuah kisah dari Cekoslovakia: seorang pria ketika masih muda pergi merantau untuk mencari uang dan
kembali dengan seorang istri dan anak. Ketika pulang kembali ke kampung halamannya ia ingin
memberikan kejutan kepada ibu dan saudari perempuannya yang memiliki sebuah hotel. Dalam
melaksanakan hal ini, ia menitipkan istri dan anaknya di sebuah penginapan lainnya. Maka sebagai
sebuah lelucon ia memesan kamar di hotel ibunya dan ingin membayarnya. Lalu pada malam hari ibunya
dan saudarinya yang tak mengenalinya lagi membunuhnya karena ia dianggap seorang musafir yang
kaya. Lalu mayatnya dibuang ke sungai. Keesokan harinya istrinya menemukan dan menguak jati diri
suaminya. Kemudian ibu dan saudara perempuannya bunuh diri; ibu menggantung diri dan saudarinya
menceburkan dirinya ke sebuah sumur. Meursault sendiri berpendapat bahwa itu memang sudah ganjaran
sang musafir itu dan ia memang seyogianya jangan bermain-main seperti itu. Maka hari-hari berlalu
seperti itu.
Maka akhirnya ia diadili di pengadilan dan ia duduk di kursi terdakwa. Ia melihat kepala panti
jompo, 'pacar' ibunya: Thomas Pérez, Raymond, Marie dan lain-lainnya. Hakim menginterogasinya
tentang ibunya dan lalu tentang orang Arab yang dibunuhnya. Orang-orang dari panti jompo mengatakan
bahwa Meursault tidak menjatuhkan tetesan mata sedikitpun jua ketika ibunya dikubur. Meursault merasa
bahwa ia dibenci oleh semua orang dan ia merasa ingin menangis. Lalu jaksa menyerangnya secara
berapi-api dengan antara lain mengatakan bahwa ia tidak sepantasnya minum-minum kopi di depan peti
mati ibunya ketika ibunya meninggal meskipun ditawari demikian. Kemudian ia menyerangnya lagi
bahwa Meursault tidak sepantasnya keesokan harinya setelah ibunya dikubur lalu pergi berpacaran
dengan seorang wanita seperti Marie. Dan akhirnya jaksa berseru dengan mengatakan bahwa Meursault
"telah mengubur ibunya dengan hati seorang kriminal."
Meursault sendiri merasa bahwa pengacaranya kurang sekali dalam membelanya dan merasa pula
bahwa mereka seakan-akan membicarakan kasusnya di luar dirinya. Lalu jaksa menyerangnya tentang si
orang Arab yang dibunuhnya bahwa Meursault membunuhnya dengan keji dan dingin. Meursault
membidikkan senjatanya lalu memicu pistolnya dan setelah orang Arab ini jatuh, Meursault masih
menembakkan peluru tajam sebanyak empat kali kepada mayat yang tak bergerak lagi ini tentu secara
sadar. Lalu jaksa mengatakan bahwa Meursault tidak menyatakan rasa sesal dan masyarakat umum harus
dilindungi dari seorang insani seperti Meursault ini. Jaksa bahkan menuduh Meursault bahwa ia tidak
memiliki jiwa.
Akhirnya Meursault ditanya sekali lagi akan motifnya lalu ia menjawab bahwa itu semua ia
lakukan karena "pengaruh matahari." Maka hadirin sekalian di dalam ruang sidang tertawa
mendengarnya. Pengacara Meursault tidak mampu untuk membela di depan anggota juri dan jaksa sekali
lagi mengatakan bahwa masyarakat ramai harus dilindungi dari seseorang seperti Meursault.
Hakim akhirnya menyatakan bahwa Meursault harus menerima hukuman mati dengan dipenggal
kepalanya menggunakan guillotine. Ia menjatuhkan vonisnya atas nama ‘Rakyat Prancis’. Maka
Meursault lalu mengingat akan kehidupan yang akan segera berakhir, yang bukan miliknya lagi. Ia
mengingat kenangan-kenangan manis kecil seperti bau musim panas, langit yang baru dan senyum serta
gaun pacarnya; Marie. Tetapi kemudian ia berpikir bahwa semuanya tidak ada gunanya, sidang ini semua
dan apaun jua. Ia hanya merasakan ingin bergegas-gegas kembali ke selnya untuk tidur.
Maka menurut koran-koran ditulis bahwa Meursault harus membayar kembali hutangnya kepada
masyarakat. Di sisi lain Meursault sendiri berpendapat bahwa itu semuanya tak ada maknanya, semuanya
sama saja. Dan akhirnya ia berkata pada dirinya sendiri: “Ya sudahlah aku akan mati ... Tetapi semua
orang toh tahu bahwa hidup itu tak ada gunanya dijalani. Di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa mati
pada usia 30 tahun atau 70 tahun tidak ada bedanya. Pada kedua kasus ini orang-orang lain, pria dan
wanita tetap hidup semua dan ini sudah terjadi selama ribuan tahun.
Pada saat-saat terakhirnya ia didatangi seorang pastor yang ingin memberinya sedikit bimbingan
rohani, tetapi Meursault menolaknya dan bahkan memaki-makinya. Ia berkata kepadanya bahwa ia tidak
ingin membuang saat-saat terakhirnya dengan perbincangan mengenai Tuhan atau agama. Ia
mempercayakannya terhadap "ketidakpedulian dunia".
Akhirnya Meursault menutup kisah ini dengan kalimat: “Supaya semua tereguk, supaya aku tidak
merasa terlalu kesepian, aku hanya mengharapkan agar banyak penonton datang pada hari pelaksanaan
hukuman matiku dan agar mereka menyambutku dengan meneriakan cercaan-cercaan .”
Struktur Nilai
Unsur Intrinsik
Unsur Ekstrinsik

Latar Belakang Penulis


Novel “orang asing” atau dalam bahasa prancis dikenal sebagai “ L’Étranger” ditulis oleh Albert
Camus, asal Aljazair berkewarganegaraan prancis. Lahir pada 7 november 1913 drean, aljazair .
Dia adalah seorang sastrawan dan filsuf,tetapi dia tidak ingjn disebut sebagai seorang filsuf
maupun sastrawan;dia ingin disebut sebagai seorang pemberontak.
Dia menghabiskan masa kecilnya di lingkungan miskin dan kemudian belajar filsafat
di Universitas Aljazair. Dia berada di Paris ketika Jerman menginvasi Prancis selama Perang
Dunia II pada tahun 1940. Camus mencoba melarikan diri tetapi akhirnya bergabung dengan
Perlawanan Prancis, dia menjabat sebagai pemimpin redaksi di Combat, sebuah surat kabar
terlarang. Setelah perang, ia menjadi seorang tokoh tekemuka dan memberikan banyak kuliah di
seluruh dunia. Dia menikah dua kali tetapi memiliki banyak hubungan diluar nikah. Camus aktif
secara politik; dia termasuk seorang sayap kiri yang menentang Uni Soviet karena
totalitarianismenya. Camus adalah seorang moralis dan condong ke arah anarko-sindikalisme.
Dia juga bergabung dengan banyak organisasi yang mencari integrasi Eropa. Selama Perang
Aljazair (1954–1962), ia mempertahankan sikap netral, mendukung gagasan Aljazair yang
multikultural dan pluralistik, posisi ini menimbulkan kontroversi dan ditolak oleh sebagian besar
pihak.
Secara filosofis, pandangan Camus berkontribusi pada munculnya filsafat yang dikenal
sebagai absurdisme. Ia juga dianggap sebagai seorang eksistensialis, meskipun dia dengan tegas
menolak istilah tersebut sepanjang hidupnya.

Karir Sebagai Sastrawan

Publikasi pertama Camus adalah drama berjudul Révolte dans les Asturies ( Pemberontakan di


Asturias ) yang ditulis bersama tiga temannya pada Mei 1936. Subjeknya adalah pemberontakan
tahun 1934 oleh penambang Spanyol yang ditindas secara brutal oleh pemerintah Spanyol yang
mengakibatkan 1.500 hingga 2.000 kematian. Pada Mei 1937 ia menulis buku
pertamanya, L'Envers et l'Endroit ( Antara dan Antara , juga diterjemahkan sebagai Sisi yang
Salah dan Sisi Kanan ). Keduanya diterbitkan oleh penerbit kecil Edmond Charlotte . 
Camus membagi karyanya menjadi tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari novel, esai, dan
drama. Yang pertama adalah siklus absurd yang terdiri dari L'Étranger , Le Mythe de Sysiphe ,
dan Caligula . Yang kedua adalah siklus pemberontakan yang meliputi La Peste ( The
Plague ), L'Homme révolté ( The Rebel ), dan Les Justes ( The Just Assassins ). Yang ketiga,
siklus cinta, terdiri dari Nemesis . Setiap siklus adalah pemeriksaan tema dengan menggunakan
mitos pagan dan termasuk motif alkitabiah. 
Buku-buku dalam siklus pertama diterbitkan antara tahun 1942 dan 1944, tetapi temanya telah
disusun sebelumnya, setidaknya sejak tahun 1936.  Dengan siklus ini, Camus bertujuan untuk
mengajukan pertanyaan tentang kondisi manusia , membahas dunia sebagai tempat yang absurd,
dan memperingatkan umat manusia tentang konsekuensi totalitarianisme. 
Camus memulai pekerjaannya pada siklus kedua ketika dia berada di Aljazair , pada bulan-bulan
terakhir tahun 1942, tepat ketika Jerman mencapai Afrika Utara.  Dalam siklus kedua, Camus
menggunakan Prometheus , yang digambarkan sebagai seorang humanis revolusioner, untuk
menyoroti nuansa antara revolusi dan pemberontakan. Dia menganalisis berbagai aspek
pemberontakan, metafisikanya, hubungannya dengan politik, dan memeriksanya di bawah lensa
modernitas, historisitas , dan ketiadaan Tuhan. 
Setelah menerima Hadiah Nobel, Camus mengumpulkan, mengklarifikasi, dan menerbitkan
pandangannya yang cenderung pasifis di Actuelles III: Chronique algérienne 1939–
1958 ( Algerian Chronicles ). Dia kemudian memutuskan untuk menjauhkan diri dari Perang
Aljazair karena dia merasa beban mentalnya terlalu berat. Dia beralih ke teater dan siklus ketiga
yaitu tentang cinta dan dewi Nemesis
Dua karya Camus diterbitkan secara anumerta. Yang pertama berjudul La mort heureuse ( A
Happy Death ) (1970), menampilkan karakter bernama Patrice Mersault, sebanding dengan The
Stranger  's Meursault. Ada perdebatan ilmiah tentang hubungan antara kedua buku. Yang kedua
adalah novel yang belum selesai, Le Premier homme ( The First Man ) (1995), yang ditulis
Camus sebelum dia meninggal. Itu adalah karya otobiografi tentang masa kecilnya di Aljazair
dan publikasinya pada tahun 1994 memicu pertimbangan ulang luas dari kolonialisme Camus
yang diduga tidak menyesal. 
Pemikiran Filsafat Albert Camus

1. Eksistensialisme
Meskipun Camus sebagian besar terhubung dengan absurdisme ,  ia secara rutin
dikategorikan sebagai eksistensialis , sebuah istilah yang ia tolak beberapa kali.  Camus
sendiri mengatakan asal filosofisnya terletak pada filsafat Yunani kuno, Nietzsche , dan
moralis abad ke-17 sedangkan eksistensialisme muncul dari filsafat abad ke-19 dan awal
abad ke-20 seperti Kierkegaard , Karl Jaspers , dan Heidegger .  Dia juga mengatakan
karyanya, The Myth of Sisyphus , merupakan kritik terhadap berbagai aspek
eksistensialisme.  Camus menolak eksistensialisme sebagai filsafat, tetapi kritiknya
sebagian besar difokuskan pada eksistensialisme Sartrean , dan pada tingkat lebih rendah
pada eksistensialisme agama. Dia berpikir bahwa pentingnya sejarah yang dipegang oleh
Marx dan Sartre tidak sesuai dengan keyakinannya pada kebebasan manusia David
Sherman dan yang lainnya juga menyarankan persaingan antara Sartre dan Camus juga
berperan dalam penolakannya terhadap eksistensialisme.  David Simpson berpendapat
lebih jauh bahwa humanisme dan kepercayaannya pada sifat manusia membedakannya
dari doktrin eksistensialis bahwa keberadaan mendahului esensi .  Di sisi lain, Camus
memfokuskan sebagian besar filosofinya seputar pertanyaan eksistensial. Absurditas
kehidupan, akhir yang tak terhindarkan (kematian) disorot dalam
tindakannya. Keyakinannya adalah bahwa yang absurd—kehidupan yang hampa makna,
atau ketidakmampuan manusia untuk mengetahui makna itu jika memang ada—adalah
sesuatu yang harus dianut manusia. Anti-Kristennya, komitmennya pada kebebasan
moral individu dan tanggung jawab hanyalah beberapa kesamaan dengan penulis
eksistensial lainnya.  Lebih penting lagi, Camus membahas salah satu pertanyaan
mendasar dari eksistensialisme: masalah bunuh diri. Dia menulis: "Hanya ada satu
pertanyaan filosofis yang sangat serius, dan itu adalah bunuh diri." Camus memandang
pertanyaan bunuh diri muncul secara alami sebagai solusi atas absurditas kehidupan.

2. Absrudisme
Banyak penulis eksistensialis telah membahas Absurd, masing-masing dengan
interpretasi mereka sendiri tentang apa itu dan apa yang membuatnya
penting. Kierkegaard menjelaskan bahwa absurditas kebenaran agama menghalangi kita
untuk mencapai Tuhan secara rasional.  Sartre mengakui absurditas pengalaman
individu. Pemikiran Camus tentang Absurd dimulai dengan siklus buku pertamanya dan
esai sastra The Myth of Sisyphus , ( Le Mythe de Sisyphe ), karya utamanya tentang subjek
tersebut. Pada tahun 1942, ia menerbitkan kisah tentang seorang pria yang menjalani
kehidupan yang absurd di L'Étranger . Dia juga menulis sebuah drama tentang kaisar
Romawi Caligula, mengejar logika absurd, yang tidak dilakukan sampai 1945. Pemikiran
awalnya muncul dalam kumpulan esai pertamanya, L'Envers et l'endroit ( Betwixt and
Between ) pada tahun 1937. Tema-tema absurd diekspresikan dengan lebih canggih
dalam koleksi keduanya. dari esai, Noces ( Pernikahan ) pada tahun 1938. Dalam esai ini,
Camus merefleksikan pengalaman Absurd.  Aspek dari pengertian Absurd dapat
ditemukan dalam The Plague .
Camus mengikuti definisi Sartre tentang Absurd: "Yang tidak berarti. Jadi, keberadaan
manusia tidak masuk akal karena kemungkinannya tidak menemukan pembenaran
eksternal".  Yang Absurd tercipta karena manusia, yang ditempatkan di alam semesta
yang tidak berakal, menyadari bahwa nilai-nilai kemanusiaan tidak dibangun di atas
komponen eksternal yang kokoh; atau seperti yang dijelaskan Camus sendiri, Absurd
adalah hasil dari "konfrontasi antara kebutuhan manusia dan keheningan dunia yang tidak
masuk akal."  Meski absurditas tak terhindarkan, Camus tidak hanyut menuju
nihilisme. Tetapi realisasi absurditas mengarah pada pertanyaan: Mengapa seseorang
harus terus hidup? Bunuh diri adalah pilihan yang dengan tegas ditolak oleh Camus
sebagai penolakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan. Sebaliknya, dia
mengusulkan agar kita menerima bahwa absurditas adalah bagian dari hidup kita dan
hidup dengannya. 
Titik balik dalam sikap Camus terhadap Absurd terjadi dalam kumpulan empat surat
kepada seorang teman Jerman anonim, yang ditulis antara Juli 1943 dan Juli 1944. Yang
pertama diterbitkan di Revue Libre pada tahun 1943, yang kedua di Cahiers de
Libération pada tahun 1944 , dan yang ketiga di surat kabar Libertés , pada tahun 1945.
Keempat surat itu diterbitkan sebagai Lettres un ami allemand ( Surat untuk Teman
Jerman ) pada tahun 1945, dan dimasukkan dalam koleksi Perlawanan, Pemberontakan,
dan Kematian .
Camus menyesalkan terus menyebut dirinya sebagai "filsuf yang absurd". Dia kurang
tertarik pada Absurd tidak lama setelah menerbitkan Le Mythe de Sisyphe . Untuk
membedakan ide-idenya, para sarjana terkadang merujuk pada Paradoks Absurd, ketika
merujuk pada "Absurd Camus". 

3. Pemberontak
Camus dikenal karena mengartikulasikan kasus untuk memberontak melawan
segala jenis penindasan, ketidakadilan, atau apa pun yang tidak menghormati kondisi
manusia. Dia cukup berhati-hati, bagaimanapun, untuk menetapkan batas
pemberontakan.  L'Homme révolté ( Pemberontak ) menjelaskan secara rinci
pemikirannya tentang masalah ini. Di sana, ia membangun di atas absurd (dijelaskan
dalam The Myth of Sisyphus ) tetapi melangkah lebih jauh. Dalam pendahuluan, di mana
ia meneliti metafisika pemberontakan, ia menyimpulkan dengan frasa "Saya
memberontak, oleh karena itu kita ada" yang menyiratkan pengakuan akan kondisi
manusia yang umum.  Camus juga menggambarkan perbedaan antara revolusi dan
pemberontakan dan mencatat bahwa sejarah telah menunjukkan bahwa revolusi
pemberontak mungkin dengan mudah berakhir sebagai rezim yang menindas; karena itu
ia menempatkan pentingnya moral yang menyertai revolusi.  Camus mengajukan
pertanyaan penting: Mungkinkah manusia bertindak dengan cara yang etis dan bermakna,
di alam semesta yang sunyi? Menurutnya jawabannya adalah ya, karena pengalaman dan
kesadaran akan Absurd menciptakan nilai-nilai moral dan juga menetapkan batas-batas
tindakan kita.  Camus memisahkan bentuk pemberontakan modern menjadi dua
mode. Pertama, ada pemberontakan metafisik, yaitu "gerakan di mana manusia
memprotes kondisinya dan terhadap seluruh ciptaan". Modus lainnya, pemberontakan
historis, adalah upaya untuk mewujudkan semangat abstrak pemberontakan metafisik dan
mengubah dunia. Dalam upaya ini, pemberontak harus menyeimbangkan antara
kejahatan dunia dan kejahatan intrinsik yang dibawa setiap pemberontakan, dan tidak
menyebabkan penderitaan yang tidak dapat dibenarkan. 

Proyeksi Pemikiran Albert Camus Pada Novel Orang Asing (L’stranger)


Orang Asing yang tampak sekilas seperti novel konvensional itu: alur dan
penokohan tampak linear dan konvensional. Terdiri atas dua
bagian: pertama mengungkapkan kehidupan Meursault yang monoton, tak sadar dan
menyatu dengan alam; kedua menceritakan saat-saat kesadarannya muncul ketika ia
merenungkan keadaannya yang tanpa kebebasan dan tanpa harapan, yang terdampar pada
kondisi hidup yang absurd.
Hal ini menunjukan kepiawaian Camus menyusun suatu suspense (ketegangan) dalam
suatu cerita yang sangat sederhana namun begitu pelik. Karena dalam Orang
Asing Camus tak pernah memberi suatu jawaban atau penyelesaian. Lebih jelasnya
seperti ini, ketika Mersault terdampar dalam kondisi hidup yang absurd itu—menurut
Camus—Tuhan pun tak dapat menolong manusia. Hal ini tampak, pada tokoh Mersault
yang menolak campur tangan pendeta pada saat-saat terkahir eksekusi hukuman matinya:
Tetapi tiba-tiba ia mengangkat kepala dan menatapku, “Mengapa?”  ia bertanya “Anda
menolak kunjungan saya?” Aku menjawab bahwa aku tidak percaya kepada Tuhan. Ia
ingin tahu apakah aku yakin benar akan hal itu. Dan aku berkata bahwa aku merasa
tidak perlu mempertanyakannya: kurasa itu soal yang sama tidak penting. Ia lalu
melemparkan tubuhnya ke belakang pada dinding, tangannya telungkup di paha. Dengan
sikap yang seakan-akan hampir tidak berbicara kepadaku, ia mengatakan bahwa
kadang-kadang orang merasa yakin, tetapi pada kenyataannya tidak. Aku tidak
mengatakan apa-apa. Ia memandang aku dan bertanya, “Bagaimana pendapat Anda
mengenai hal itu?” Aku menjawab bahwa hal itu mungkin. Bagaimanapun juga,
mungkin aku tidak merasa yakin mengenai hal yang sungguh-sungguh kuminati, tetapi
aku benar-benar merasa pasti akan hal yang tidak kuminati. Dan justru yang
dibicarakannya, tidak menarik perhatianku.
Ia memalingkan pandangannya, tetap tanpa mengubah duduknya, bertanya kepadaku
apakah aku berkata demikian karena aku merasa sangat putus asa. Aku menerangkan
bahwa aku tidak berputus asa. Aku hanya mersa takut, itu wajar. “Kalau begitu, Tuhan
akan membantu Anda.” Ia menerangkan, “Semua orang yang saya kenal yang berada
dalam keadaan seperti Anda berpaling kepada-Nya.” Aku mengakui bahwa itu hak
mereka. Itu juga membuktikan bahwa mereka mempunyai waktu. Sedangkan aku, aku
tidak mau dibantu dan justru aku tidak mempunyai banyak waktu untuk tertarik pada
yang tidak menarik hatiku (Orang Asing: 117-118).
Dalam bagian akhir (Resolusi) dari kutipan di atas, bahwa jelas menunjukan gagasan
Camus tentang absurditas, mengapa? Kerena dalam resolusi tersebut Camus tidak
memberikan titik terang atau jawaban atas konflik yang dibangunnnya. Sedangkan,
biasanya dalam resolusi, para penulis umumnya—terutama penulis aliran naturalis dan
romantis—selalu memberikan pemecahan masalah dari semua peristiwa yang terjadi.
Camus menyajikan pengertian irasionalitas keadaan manusia dalam bentuk serta
alasan yang jelas dan logis. Hal ini lah yang hendak disampaikan oleh Camus. Sehingga,
dalam hal ini Camus berbeda dengan para pengarang yang mengusung aliran
‘absurdisme” lainnya seperti halnya Kafka. Camus begerak dari yang irasionalitas dengan
bentuk yang rasional, bergerak dari A ke B dan pada akhirnya bergerak juga pada premis
yang tak dapat diketahui  dalam konklusi Y. Sedangkan Franz Kafka sebaliknya.
Yang menarik lagi dalam Orang Asing adalah bukan hanya dianggap hebat karena
isinya, tapi gaya kepenulisannya yang berbeda dan serta keorisinilannya dan spirit
penulisnya. Sartre dalam ulasannya juga  menyentuh wilayah tersebut, ia mengatakan
bahwa kalimat-kalimatnya yang  pendek dan terpenggal-penggal, yang mungkin hal biasa
bagi pembaca Indonesia, tapi berbeda bagi kritikus Prancis yang sangat peka dan cermat
memperhatikan bentuk penyajian dan aspek kebahasaan. Kalimat-kalimat dalam Orang
Asing Albert Camus terpulau-pulau, karena ada kekosongan di antara kalimat-kalimat itu.
Dan itu dimulai dari awal Orang Asing. “Hari ini ibu meninggal. Atau mungkin kemarin,
aku tidak tahu. Aku menerima telegram dari panti wreda, ‘Ibu meninggal kemarin.
Dimakamkan besok. Ikut berdukacita.’ Kata-kata itu tidak jelas. Mungkin ibu meninggal
kemarin.”
Gaya telegrafis ini  sungguh tak lazim bagi pembaca sastra Perancis yang terbiasa
menghadapi kalimat-kalimat panjang dan puitis. Namun, bukan berarti Camus tidak
memperdulikan hal itu, Orang Asing pun memiliki aspek puitis. Pada alinea terakhir dari
bagian pertama Orang Asing merupakan lirisme puitis, kami kutip sebagian:
Pada waktu itulah semua bergoyang. Laut meniupkan hembusan yang pekat dan
bergelora. Aku merasa seakan langit seluruhnya menganga untuk mencurahkan hujan
api.  Seluruh tubuhku meregang dan aku menekankan tanganku pada pistol.  Pelatuk
tertekan, aku menyentuh bagian tengah gagang pistol yang licin. Dan saat itulah, dalam
suara yang sekaligus kering dan memekakkan, semua ini dimulai. Aku mengibaskan
keringat dan matahari.  Aku mengerti bahwa aku telah menghancurkan keseimbangan
hari, kebisuan luar bia sadari sebuah pantai tempat aku pernah merasa bahagia. Lalu,
aku menembak lagi empat kali tubuh yang tidak bergerak itu, tempat peluru-peluru
menembus dan tidak keluar lagi. Dan semua itu seperti empat letusan singkat yang
kuketukkan pada pintu kesengsaraan (Orang  Asing: 60-61).
Sedangkan ke orisinilan dan spirit penulis yang berbeda dari penulis Prancis saat itu,
yang tertuang dalam Orang Asing adalah buku itu menampilkan sosok baru dalam
pertokohan sastra Prancis. Mersault adalah seorang pegawai kecil sebuah kantor
perwakilan kecil. Gaji nya tak cukup untuk menghidupi ibunya. Apartemennya  dihuni 
manusia-manusia kumuh seperti Raymond, si mucikari,  dan Salamano yang suka
“meludah” di mana-mana, yang selalu bersama anjingnya yang penuh kudis. Dan
ruangan Meursault, yang hanya dipisahkan dari ruang tetangganya oleh dinding tipis
yang tidak kedap suara, hanya berisi kursi-kursi jerami yang reyot, dan lemari yang
kacanya menguning.
Tokoh semiskin ini di sebuah novel serius Perancis sungguh suatu pemandangan baru
bagi pembaca negara  itu. Sebab, pada saat itu kesusastraan Perancis terutama adalah
kesusastraan bourgeoise: kesusastraan yang erat kaitannya dengan materi atau kekayaan.
Dalam hal ini Camus telah sampai pada puncak kesadaran “absurditas”-nya.
Dibandingkan dengan tokoh-tokoh bourgeois  itu, Meursault adalah manusia biasa, yang
miskin dan  tak memasalahkan apa pun: tekanan kehadirannya dalam novel itu adalah
pada être atau mengadanya, dan bukan pada avoir (memiliki) maupun faire (melakukan).
Sebenarnya, dalam buku-bukunya Camus (terutama Orang Asing) interpretasi Camus
terhadap kehidupan manusia di dunia ini, selalu berpijak pada Mite Sisifus yang menjadi
landasan dasar gagasan “absurd”-nya. Camus melihat manusia seperti Sisifus yang
mendapatkan hukuman dari para dewa tanpa henti, namun tetap bahagia dan bermartabat
karena telah mengalahkan batunya. Sebuah hukuman yang pada awalnya dianggap sangat
mengerikan, kini menjadi sesuatu yang biasa dan bahkan menyenangkan. Menjadi suatu
kebiasaan yang pada awalnya tidak terbiasa, karena terus menerus diterima dan dijalani.
Melalui novelnya Orang Asing, Camus hanya ingin mengatakan suatu cerminan
hidup yang rumit dan tak masuk akal. Orang harus sadar bahwa dalam kehidupan ini
setiap orang harus tegar, dan sadar akan keterbatasannya sebagai manusia, namun tetap
berikhtiar terus-menerus. Sehingga, gagasan Absurditas Camus yang berawal dari
dongeng Sisifus adalah sesuatu yang sangat puitis, sebuah pemikiran yang konyol namun
menjadi aktual dan akan tetap relevan dengan kehidupan manusia saat ini, di sebuah
zaman yang semakin sulit dipahami dan tidak manusiawi.
UNSUR KEBAHASAAN
1. Kata Ganti Orang
Kata ganti orang dikenal juga dengan istilah pronomina persona. Digunakan untuk
menunjukkan kategori persona (orang atau pribadi). Intinya, segala kata yang merujuk
pada seseorang, pribadi, atau pembiacara, dikategorikan sebagai kata ganti orang.

Ketika ia telah pergi, penjaga pintu berkata, "Saya akan meninggalkan Anda sendirian."
Aku tidak tahu gerakan apa yang telah kulakukan, tetapi ia tetap tinggal, berdiri di
belakangku.

Mereka semua menyatakan ikut bersedih dan Celeste berkata, "Kita hanya mempunyai
seorang ibu." Ketika aku pergi, mereka mengantarkan aku sampai ke pintu.

la rnenarnbahkan, "Anda tahu, di sini ia rnernpunyai ternan-ternan, orang-orang yang


sebaya dengannya. Dengan rnereka ia bisa berbagi rninat rnasanya, suatu rnasa lain.
Anda rnuda, dan pasti ia bosan dengan Anda."

2. Kalimat Deskripsi Latar


Kalimat deskripsi latar adalah kalimat terperinci yang menjelaskan mengenai waktu,
tempat, dan suasana supaya para pembaca dapat merasakan apa yang disampaikan dan
menulis dan bermain dengan imajinasinya.

Rumah jompo itu ada di Marenggo, delapan puluh kilometer dari Aljazair. Aku
merencanakan naik bis pada pukul dua supaya tiba pada sore hari.

Aku naik bis pada pukul dua. Hari sangat panas. Aku makan di rumah makan milik
Celeste, seperti biasa.

Kehadirannya di belakangku membuat aku merasa tidak enak. Ruang persemayaman


dipenuhi cahaya indah sore hari. Dua ekor lebah mendengung di balik kaca. Dan aku
mulai merasa mengantuk.

3. Kalimat Deskripsi Penokohan


Penokohan sering juga disebut sebagai karakterisasi. Penokohan merupakan gambaran
watak atau karakter yang diberikan oleh pengarang terhadap tokoh-tokoh dalam cerita.
Penokohan ini berkaitan dengan sikap, keinginan, ketertarikan, emosi, dan prinsip moral
yang dimiliki tokoh-tokoh dalam cerita.

Bersikap acuh tak acuh


Pada saat itu penjaga pintu masuk di belakang punggungku. la cencu habis berlari. la
agak cerengah-engah. "Kami sudah menucupnya, tetapi saya akan membuka peci itu agar
Anda dapat melihatnya." la sedang mendekati peti ketika aku menahannya. la berkata,
"Anda tidak mau?" Aku menjawab, "Tidak." la terdiam dan aku merasa tidak enak karena
seharusnya aku cidak mengacakan hal icu. Secelah beberapa saac, ia memandangku dan
bercanya "Mengapa?" cecapi cidak dengan nada menyalahkan, seakan-akan untuk
mengetahui saja. Aku berkata. "Saya tidak tahu." Lalu, sambil memilin-milin kumisnya
yang putih, tanpa memandangku, ia menyatakan, "Saya mengerti."

Jujur
Ia bertanya mengapa aku mengirim lbu ke panti wreda. Aku menjawab karena aku tidak
mempunyai cukup uang untuk mengupah orang menjaga clan merawat lbu. Ia bertanya
kepadaku apakah hal itu menyebabkan aku merasa kehilangan secara pribadi, dan aku
menjawab bahwa lbu maupun aku, satu sama lain ticlak mengharapkan apa-apa lagi, juga
clari orang lain, clan bahwa kami masing-masing terbiasa pada kehidupan kami yang
baru.

Anda mungkin juga menyukai