“ORANG ASING”
KELOMPOK :
Jaki Ajiansyah
Fadhel Maulana Afandhi
Christyo Eka Chandra
Yoel Eigtha hambapulu
Raihan Mubarok
Muhammad Rafly Rafizkillah
Sinopsis
Meursault, sang protagonis cerita ini, seorang warga kota Aljir berwarganegara Prancis (apa yang
disebut pied noir), mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia di sebuah rumah jompo yang terletak
di luar kota. Lalu ia pergi dan melayatnya. Di sana ia ditanya apakah ia ingin melihat ibunya sebelum
dikubur, ia menolak. Maka iapun mengunjungi upacara penguburan jenazah ibunya bersama-sama dengan
teman ibunya, antara lain Perez yang kata orang adalah pacar ibunya. Maka setelah semua selesai iapun
kembali ke Aljir. Keesokan harinya ia tetap melanjutkan kehidupan kembali seperti biasanya dan
berjalan-jalan dengan pacarnya yang bernama Marie.
Maka sekali peristiwa ia bepergian dengan pacarnya Marie dan seseorang teman lainnya yang
bernama Raymond ke pinggir pantai. Di sana cuaca sangat panas dan temannya si Raymond bertengkar
dengan dua orang Arab Aljazair yang bersenjatakan pisau tajam dan pergi ke tempat Meursault.
Kebetulan ia membawa sepucuk pistol dan Meursault mengambil senjata itu dari padanya. Lalu ia
kembali ke tempat dua orang Arab tersebut dan salah satunya ditembak hingga mati.
Meursault pun ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Maka ia segera diinterogasi oleh sang
kepala penjara. Tetapi pertanyaannya berkisar antara hubungannya dengan ibunya. Ketika ia ditanya
apakah ia sayang terhadap ibunya ia menjawab bahwa ia mencintainya tetapi kebutuhan tubuhnya sering
kali menghalang-halangi perasaannya. Hal ini diungkapkannya dengan kalimat berikut: "Le jour où
j’avais enterré maman, j’étais très fatigué, et j’avais sommeil" (dalam bahasa Indonesia: "Pada hari saya
mengubur ibu, saya sangat capai dan saya mengantuk"). Tetapi sang kepala penjara ingin supaya
Meursault merasa menyesal dan ia menunjukkan sebuah salib yang diambilnya dari laci. Tetapi Meursault
tak peduli dan hanya terlihat bosan saja. Akhirnya sang kepala penjara tidak melanjutkan usahanya.
Ketika Meursault ditanya apakah ia menyesali perbuatannya, ia menjawab bahwa ia sebenarnya
lebih merasakan rasa kesal daripada rasa sesal. Lalu sang kepala penjara menyebutnya sebagai seorang
"Antikristus".
Marie, pacarnya juga menjenguknya tetapi ia ingin melupakannya karena itu merupakan bagian
dari hukumannya. Setelah beberapa lama ia tidur lebih baik dan membuang waktu dengan membaca
sebuah kisah dari Cekoslovakia: seorang pria ketika masih muda pergi merantau untuk mencari uang dan
kembali dengan seorang istri dan anak. Ketika pulang kembali ke kampung halamannya ia ingin
memberikan kejutan kepada ibu dan saudari perempuannya yang memiliki sebuah hotel. Dalam
melaksanakan hal ini, ia menitipkan istri dan anaknya di sebuah penginapan lainnya. Maka sebagai
sebuah lelucon ia memesan kamar di hotel ibunya dan ingin membayarnya. Lalu pada malam hari ibunya
dan saudarinya yang tak mengenalinya lagi membunuhnya karena ia dianggap seorang musafir yang
kaya. Lalu mayatnya dibuang ke sungai. Keesokan harinya istrinya menemukan dan menguak jati diri
suaminya. Kemudian ibu dan saudara perempuannya bunuh diri; ibu menggantung diri dan saudarinya
menceburkan dirinya ke sebuah sumur. Meursault sendiri berpendapat bahwa itu memang sudah ganjaran
sang musafir itu dan ia memang seyogianya jangan bermain-main seperti itu. Maka hari-hari berlalu
seperti itu.
Maka akhirnya ia diadili di pengadilan dan ia duduk di kursi terdakwa. Ia melihat kepala panti
jompo, 'pacar' ibunya: Thomas Pérez, Raymond, Marie dan lain-lainnya. Hakim menginterogasinya
tentang ibunya dan lalu tentang orang Arab yang dibunuhnya. Orang-orang dari panti jompo mengatakan
bahwa Meursault tidak menjatuhkan tetesan mata sedikitpun jua ketika ibunya dikubur. Meursault merasa
bahwa ia dibenci oleh semua orang dan ia merasa ingin menangis. Lalu jaksa menyerangnya secara
berapi-api dengan antara lain mengatakan bahwa ia tidak sepantasnya minum-minum kopi di depan peti
mati ibunya ketika ibunya meninggal meskipun ditawari demikian. Kemudian ia menyerangnya lagi
bahwa Meursault tidak sepantasnya keesokan harinya setelah ibunya dikubur lalu pergi berpacaran
dengan seorang wanita seperti Marie. Dan akhirnya jaksa berseru dengan mengatakan bahwa Meursault
"telah mengubur ibunya dengan hati seorang kriminal."
Meursault sendiri merasa bahwa pengacaranya kurang sekali dalam membelanya dan merasa pula
bahwa mereka seakan-akan membicarakan kasusnya di luar dirinya. Lalu jaksa menyerangnya tentang si
orang Arab yang dibunuhnya bahwa Meursault membunuhnya dengan keji dan dingin. Meursault
membidikkan senjatanya lalu memicu pistolnya dan setelah orang Arab ini jatuh, Meursault masih
menembakkan peluru tajam sebanyak empat kali kepada mayat yang tak bergerak lagi ini tentu secara
sadar. Lalu jaksa mengatakan bahwa Meursault tidak menyatakan rasa sesal dan masyarakat umum harus
dilindungi dari seorang insani seperti Meursault ini. Jaksa bahkan menuduh Meursault bahwa ia tidak
memiliki jiwa.
Akhirnya Meursault ditanya sekali lagi akan motifnya lalu ia menjawab bahwa itu semua ia
lakukan karena "pengaruh matahari." Maka hadirin sekalian di dalam ruang sidang tertawa
mendengarnya. Pengacara Meursault tidak mampu untuk membela di depan anggota juri dan jaksa sekali
lagi mengatakan bahwa masyarakat ramai harus dilindungi dari seseorang seperti Meursault.
Hakim akhirnya menyatakan bahwa Meursault harus menerima hukuman mati dengan dipenggal
kepalanya menggunakan guillotine. Ia menjatuhkan vonisnya atas nama ‘Rakyat Prancis’. Maka
Meursault lalu mengingat akan kehidupan yang akan segera berakhir, yang bukan miliknya lagi. Ia
mengingat kenangan-kenangan manis kecil seperti bau musim panas, langit yang baru dan senyum serta
gaun pacarnya; Marie. Tetapi kemudian ia berpikir bahwa semuanya tidak ada gunanya, sidang ini semua
dan apaun jua. Ia hanya merasakan ingin bergegas-gegas kembali ke selnya untuk tidur.
Maka menurut koran-koran ditulis bahwa Meursault harus membayar kembali hutangnya kepada
masyarakat. Di sisi lain Meursault sendiri berpendapat bahwa itu semuanya tak ada maknanya, semuanya
sama saja. Dan akhirnya ia berkata pada dirinya sendiri: “Ya sudahlah aku akan mati ... Tetapi semua
orang toh tahu bahwa hidup itu tak ada gunanya dijalani. Di dalam lubuk hatiku, aku tahu bahwa mati
pada usia 30 tahun atau 70 tahun tidak ada bedanya. Pada kedua kasus ini orang-orang lain, pria dan
wanita tetap hidup semua dan ini sudah terjadi selama ribuan tahun.
Pada saat-saat terakhirnya ia didatangi seorang pastor yang ingin memberinya sedikit bimbingan
rohani, tetapi Meursault menolaknya dan bahkan memaki-makinya. Ia berkata kepadanya bahwa ia tidak
ingin membuang saat-saat terakhirnya dengan perbincangan mengenai Tuhan atau agama. Ia
mempercayakannya terhadap "ketidakpedulian dunia".
Akhirnya Meursault menutup kisah ini dengan kalimat: “Supaya semua tereguk, supaya aku tidak
merasa terlalu kesepian, aku hanya mengharapkan agar banyak penonton datang pada hari pelaksanaan
hukuman matiku dan agar mereka menyambutku dengan meneriakan cercaan-cercaan .”
Struktur Nilai
Unsur Intrinsik
Unsur Ekstrinsik
1. Eksistensialisme
Meskipun Camus sebagian besar terhubung dengan absurdisme , ia secara rutin
dikategorikan sebagai eksistensialis , sebuah istilah yang ia tolak beberapa kali. Camus
sendiri mengatakan asal filosofisnya terletak pada filsafat Yunani kuno, Nietzsche , dan
moralis abad ke-17 sedangkan eksistensialisme muncul dari filsafat abad ke-19 dan awal
abad ke-20 seperti Kierkegaard , Karl Jaspers , dan Heidegger . Dia juga mengatakan
karyanya, The Myth of Sisyphus , merupakan kritik terhadap berbagai aspek
eksistensialisme. Camus menolak eksistensialisme sebagai filsafat, tetapi kritiknya
sebagian besar difokuskan pada eksistensialisme Sartrean , dan pada tingkat lebih rendah
pada eksistensialisme agama. Dia berpikir bahwa pentingnya sejarah yang dipegang oleh
Marx dan Sartre tidak sesuai dengan keyakinannya pada kebebasan manusia David
Sherman dan yang lainnya juga menyarankan persaingan antara Sartre dan Camus juga
berperan dalam penolakannya terhadap eksistensialisme. David Simpson berpendapat
lebih jauh bahwa humanisme dan kepercayaannya pada sifat manusia membedakannya
dari doktrin eksistensialis bahwa keberadaan mendahului esensi . Di sisi lain, Camus
memfokuskan sebagian besar filosofinya seputar pertanyaan eksistensial. Absurditas
kehidupan, akhir yang tak terhindarkan (kematian) disorot dalam
tindakannya. Keyakinannya adalah bahwa yang absurd—kehidupan yang hampa makna,
atau ketidakmampuan manusia untuk mengetahui makna itu jika memang ada—adalah
sesuatu yang harus dianut manusia. Anti-Kristennya, komitmennya pada kebebasan
moral individu dan tanggung jawab hanyalah beberapa kesamaan dengan penulis
eksistensial lainnya. Lebih penting lagi, Camus membahas salah satu pertanyaan
mendasar dari eksistensialisme: masalah bunuh diri. Dia menulis: "Hanya ada satu
pertanyaan filosofis yang sangat serius, dan itu adalah bunuh diri." Camus memandang
pertanyaan bunuh diri muncul secara alami sebagai solusi atas absurditas kehidupan.
2. Absrudisme
Banyak penulis eksistensialis telah membahas Absurd, masing-masing dengan
interpretasi mereka sendiri tentang apa itu dan apa yang membuatnya
penting. Kierkegaard menjelaskan bahwa absurditas kebenaran agama menghalangi kita
untuk mencapai Tuhan secara rasional. Sartre mengakui absurditas pengalaman
individu. Pemikiran Camus tentang Absurd dimulai dengan siklus buku pertamanya dan
esai sastra The Myth of Sisyphus , ( Le Mythe de Sisyphe ), karya utamanya tentang subjek
tersebut. Pada tahun 1942, ia menerbitkan kisah tentang seorang pria yang menjalani
kehidupan yang absurd di L'Étranger . Dia juga menulis sebuah drama tentang kaisar
Romawi Caligula, mengejar logika absurd, yang tidak dilakukan sampai 1945. Pemikiran
awalnya muncul dalam kumpulan esai pertamanya, L'Envers et l'endroit ( Betwixt and
Between ) pada tahun 1937. Tema-tema absurd diekspresikan dengan lebih canggih
dalam koleksi keduanya. dari esai, Noces ( Pernikahan ) pada tahun 1938. Dalam esai ini,
Camus merefleksikan pengalaman Absurd. Aspek dari pengertian Absurd dapat
ditemukan dalam The Plague .
Camus mengikuti definisi Sartre tentang Absurd: "Yang tidak berarti. Jadi, keberadaan
manusia tidak masuk akal karena kemungkinannya tidak menemukan pembenaran
eksternal". Yang Absurd tercipta karena manusia, yang ditempatkan di alam semesta
yang tidak berakal, menyadari bahwa nilai-nilai kemanusiaan tidak dibangun di atas
komponen eksternal yang kokoh; atau seperti yang dijelaskan Camus sendiri, Absurd
adalah hasil dari "konfrontasi antara kebutuhan manusia dan keheningan dunia yang tidak
masuk akal." Meski absurditas tak terhindarkan, Camus tidak hanyut menuju
nihilisme. Tetapi realisasi absurditas mengarah pada pertanyaan: Mengapa seseorang
harus terus hidup? Bunuh diri adalah pilihan yang dengan tegas ditolak oleh Camus
sebagai penolakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan. Sebaliknya, dia
mengusulkan agar kita menerima bahwa absurditas adalah bagian dari hidup kita dan
hidup dengannya.
Titik balik dalam sikap Camus terhadap Absurd terjadi dalam kumpulan empat surat
kepada seorang teman Jerman anonim, yang ditulis antara Juli 1943 dan Juli 1944. Yang
pertama diterbitkan di Revue Libre pada tahun 1943, yang kedua di Cahiers de
Libération pada tahun 1944 , dan yang ketiga di surat kabar Libertés , pada tahun 1945.
Keempat surat itu diterbitkan sebagai Lettres un ami allemand ( Surat untuk Teman
Jerman ) pada tahun 1945, dan dimasukkan dalam koleksi Perlawanan, Pemberontakan,
dan Kematian .
Camus menyesalkan terus menyebut dirinya sebagai "filsuf yang absurd". Dia kurang
tertarik pada Absurd tidak lama setelah menerbitkan Le Mythe de Sisyphe . Untuk
membedakan ide-idenya, para sarjana terkadang merujuk pada Paradoks Absurd, ketika
merujuk pada "Absurd Camus".
3. Pemberontak
Camus dikenal karena mengartikulasikan kasus untuk memberontak melawan
segala jenis penindasan, ketidakadilan, atau apa pun yang tidak menghormati kondisi
manusia. Dia cukup berhati-hati, bagaimanapun, untuk menetapkan batas
pemberontakan. L'Homme révolté ( Pemberontak ) menjelaskan secara rinci
pemikirannya tentang masalah ini. Di sana, ia membangun di atas absurd (dijelaskan
dalam The Myth of Sisyphus ) tetapi melangkah lebih jauh. Dalam pendahuluan, di mana
ia meneliti metafisika pemberontakan, ia menyimpulkan dengan frasa "Saya
memberontak, oleh karena itu kita ada" yang menyiratkan pengakuan akan kondisi
manusia yang umum. Camus juga menggambarkan perbedaan antara revolusi dan
pemberontakan dan mencatat bahwa sejarah telah menunjukkan bahwa revolusi
pemberontak mungkin dengan mudah berakhir sebagai rezim yang menindas; karena itu
ia menempatkan pentingnya moral yang menyertai revolusi. Camus mengajukan
pertanyaan penting: Mungkinkah manusia bertindak dengan cara yang etis dan bermakna,
di alam semesta yang sunyi? Menurutnya jawabannya adalah ya, karena pengalaman dan
kesadaran akan Absurd menciptakan nilai-nilai moral dan juga menetapkan batas-batas
tindakan kita. Camus memisahkan bentuk pemberontakan modern menjadi dua
mode. Pertama, ada pemberontakan metafisik, yaitu "gerakan di mana manusia
memprotes kondisinya dan terhadap seluruh ciptaan". Modus lainnya, pemberontakan
historis, adalah upaya untuk mewujudkan semangat abstrak pemberontakan metafisik dan
mengubah dunia. Dalam upaya ini, pemberontak harus menyeimbangkan antara
kejahatan dunia dan kejahatan intrinsik yang dibawa setiap pemberontakan, dan tidak
menyebabkan penderitaan yang tidak dapat dibenarkan.
Ketika ia telah pergi, penjaga pintu berkata, "Saya akan meninggalkan Anda sendirian."
Aku tidak tahu gerakan apa yang telah kulakukan, tetapi ia tetap tinggal, berdiri di
belakangku.
Mereka semua menyatakan ikut bersedih dan Celeste berkata, "Kita hanya mempunyai
seorang ibu." Ketika aku pergi, mereka mengantarkan aku sampai ke pintu.
Rumah jompo itu ada di Marenggo, delapan puluh kilometer dari Aljazair. Aku
merencanakan naik bis pada pukul dua supaya tiba pada sore hari.
Aku naik bis pada pukul dua. Hari sangat panas. Aku makan di rumah makan milik
Celeste, seperti biasa.
Jujur
Ia bertanya mengapa aku mengirim lbu ke panti wreda. Aku menjawab karena aku tidak
mempunyai cukup uang untuk mengupah orang menjaga clan merawat lbu. Ia bertanya
kepadaku apakah hal itu menyebabkan aku merasa kehilangan secara pribadi, dan aku
menjawab bahwa lbu maupun aku, satu sama lain ticlak mengharapkan apa-apa lagi, juga
clari orang lain, clan bahwa kami masing-masing terbiasa pada kehidupan kami yang
baru.