Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS NASKAH DRAMA

ROBOHNYA SURAU KAMI”


KARYA : AA. Navis
Penyadur/Adaptasi Hermana HMT

Oleh :
Enda Surnia (19023016)

PRODI PENDIDIKAN SENDRATASIK


JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
1. UNSUR INSTRINSIK

1. Tema

2.      Alur atau plot

3.      Latar atau seting (latar tempat, latar waktu)

4.      Penokohan atau perwatakan

5.      Dialog (Gaya Bahasa)

6. Konflik

7. Sudut Pandang

8. Amanat

a.       Tema

Tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra
(1992:52).

Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya
dalam membuat suatu tulisan.

b.      Alur atau Plot

Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu.
Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot
merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan
tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.

c.       Latar atau setting

Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan
dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala
2. Analisis Unsur Instrinsik Naskah Drama ”Robohnya Surau Kami”

 Unsur intrinsik Naskah Drama ”Robohnya Surau Kami”antara lain :

1.      Tema

Tema yang diangkat drama ini adalah “keagamaan “ yaitu mengenai hubungan manusia
dengan pencipta 

2.      Alur

Alur yang digunakan dalam cerita ini adalah alur campuran

3.      Latar

a.       Latar tempat          : Di Rumah

   “Assalamualaikum… assalamualaikum… assalamualaikum.”

   Di Surau

   “ di surau ia menggorok lehernya dengan sebua pisau cukur .”

   Di Indonesia

    “ kami ini adalah umat tuhan yyang tinggal di Indonesia.”

b.      Latar waktu           : subuh

“ ya, tak subuh kakek kedapatan matinya di surau yang dalam keadaan yang mengerikan
sekali ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”

“setiap hari, setiap malam bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut namanya.”

c.       Latas suasana        : tegang dan sedih.

   “ bunuh diri, ada yang bunuh diri”

4.      Tokoh/penokohan

a.       Laki-laki (aku): baik, dermawan, dan perhatian.

“Kenapa kek?”
“Kakek marah?”

b.      Kakek : murah terhasut dan baik.

“mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasa tajam-tajam ini menggorok


tenggorokanya.”

c.       Istri aku : baik.

d.      Ajo sidi : pembualan.

“apa ajo sidi telah membuat bualan tentang kakek?”

e.       Istri ajo sidi : penurut dan baik.

f.       Haji Saleh : rajin beribadah dan selalu bersyukur.

“aku menyembah tuhan”

g.      Tuhan : segala sifat baik.

5.      Dialog (Gaya Bahasa)

Gayabahasa yang digunakan oleh penulis pada cerita ini cukup jelas.Adadi
beberapa bagian menggunakan majas parabola dan sinisme. Serta banyak terdapat
kata-kata islami.

6. Konflik

a. Munculnya Konflik.

Kutipan naskah : “Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku
berkata apa aku tak pergi menjenguk.”

Penjelasan: dari kutipan tersebut dapat dietahui bahwa akan terjadi


sebuah konflik.

b. Puncak Konflik

Kutipan dalam naskah : “Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam
keadaan yang ngeri sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”

Penjelasan: puncak dari konflik di cerpen ini yaitu ketika sang istri mengatakan


bahwa Kakek meninggal dengan menggorok lehernya dengan pisau cukur.
7. Sudut Pandang

Dalam cerita ini sudut pandangnya adalah orang pertama.

8.   Amanat

 Hendaklah senantiaasa kita menyerahkan segala sesuatu dan beribadah


kepada Allah SWT.
 Jangan terlalu mendengarkan omongan orang lain.
 Bersikap positif.
 Jangan terlalu besar kepala, atau apa yang kita lakukan demi ingin terlihat
oleh tuhan

3. UNSUR EKSTRINSIK NASKAH DRAMA “Robohnya Surau Kami”

1. Latar Belakang Penulis


Ali Akbar Navis lahir di Kampung Jawa, Padangpanjang pada 17 November
1924. Ia menyelesaikan studi di Ruang Pendidik Institut Nasional Syafei
(INS) di Kayutanam pada tahun 1946.[1]

Selepas sekolah, Navis pernah bekerja sebagai seorang pegawai pada sebuah
pabrik porselen di Padang Panjang, kota kelahirannya. Ia kemudian menjadi
seorang pegawai negeri. Dari tahun 1952 hingga 1955, ia merupakan Kepala
Bagian Kesenian pada Jawatan Kebudayaan Sumatra Tengah, berkedudukan
di Bukittinggi.[1]

Pada awal karirnya, Navis aktif di dunia jurnalistik. Ia juga pernah memimpin
harian Semangat sebagai pemimpin redaksi dari tahun 1971 hingga 1972.[2]
Dari tahun 1950 hingga 1958, ia juga pernah berperan sebagai penasihat ahli
untuk RRI Studio Bukittinggi. Terakhir, ia bekerja sebagai manajer umum
bagi percetakan Singgalang dari tahun 1982 hingga 1984.[1]
Selain itu, Navis aktif pula sebagai seorang pengajar dan akademisi. Ia tercatat
pernah mengajar sebagai guru gambar di Sekolah Kepanduan Putri
Bukittinggi (1955-58)[1] dan dosen luar biasa pada Akademi Seni Karawitan
Indonesia (kini Institut Seni Indonesia) Padang Panjang dan Fakultas Sastra
(kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas.[1][2]

Dari tahun 1972 hingga 1982, Navis duduk di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sumatra Barat sebagai wakil dari Golkar. Di partai ini, ia
pernah duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Sumbar
periode 1994 hingga 1999.[1]

2. Status Sosial dan Budaya


Latar belakang budaya yang ditampilkan pun masih terasa umum. Jadi,
siapa pun (baik yang beragama Islam, kristen, Hindu,maupun Budha) bisa
dengan mudah memahaminya dan tidak menimbulkan pertentangan yang
mendasar. Meskipun di dalamnya terdapat kosa kata islami, hal ini tidaklah
menggangu bahkan akan menarik jika siswa membandingkan dengan kosa
kata non-Islam yang sejenis

Anda mungkin juga menyukai