Oleh :
Enda Surnia (19023016)
1. Tema
6. Konflik
7. Sudut Pandang
8. Amanat
a. Tema
Tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra
(1992:52).
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya
dalam membuat suatu tulisan.
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu.
Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot
merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan
tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan
dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala
2. Analisis Unsur Instrinsik Naskah Drama ”Robohnya Surau Kami”
1. Tema
Tema yang diangkat drama ini adalah “keagamaan “ yaitu mengenai hubungan manusia
dengan pencipta
2. Alur
3. Latar
Di Surau
Di Indonesia
“ ya, tak subuh kakek kedapatan matinya di surau yang dalam keadaan yang mengerikan
sekali ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”
“setiap hari, setiap malam bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut namanya.”
4. Tokoh/penokohan
“Kenapa kek?”
“Kakek marah?”
Gayabahasa yang digunakan oleh penulis pada cerita ini cukup jelas.Adadi
beberapa bagian menggunakan majas parabola dan sinisme. Serta banyak terdapat
kata-kata islami.
6. Konflik
a. Munculnya Konflik.
Kutipan naskah : “Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku
berkata apa aku tak pergi menjenguk.”
b. Puncak Konflik
Kutipan dalam naskah : “Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam
keadaan yang ngeri sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”
8. Amanat
Selepas sekolah, Navis pernah bekerja sebagai seorang pegawai pada sebuah
pabrik porselen di Padang Panjang, kota kelahirannya. Ia kemudian menjadi
seorang pegawai negeri. Dari tahun 1952 hingga 1955, ia merupakan Kepala
Bagian Kesenian pada Jawatan Kebudayaan Sumatra Tengah, berkedudukan
di Bukittinggi.[1]
Pada awal karirnya, Navis aktif di dunia jurnalistik. Ia juga pernah memimpin
harian Semangat sebagai pemimpin redaksi dari tahun 1971 hingga 1972.[2]
Dari tahun 1950 hingga 1958, ia juga pernah berperan sebagai penasihat ahli
untuk RRI Studio Bukittinggi. Terakhir, ia bekerja sebagai manajer umum
bagi percetakan Singgalang dari tahun 1982 hingga 1984.[1]
Selain itu, Navis aktif pula sebagai seorang pengajar dan akademisi. Ia tercatat
pernah mengajar sebagai guru gambar di Sekolah Kepanduan Putri
Bukittinggi (1955-58)[1] dan dosen luar biasa pada Akademi Seni Karawitan
Indonesia (kini Institut Seni Indonesia) Padang Panjang dan Fakultas Sastra
(kini Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas.[1][2]
Dari tahun 1972 hingga 1982, Navis duduk di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sumatra Barat sebagai wakil dari Golkar. Di partai ini, ia
pernah duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan DPD Golkar Sumbar
periode 1994 hingga 1999.[1]