Tempat : Wonokromo
dekat Surabaya di
Jawa Timur
Waktu : Pagi
Suasana : Tegang dan Genting
SUDUT PANDANG BUMI MANUSIA
Diksi
“Sinyo, ndoro, raden mas, kebon giro, mbedah praja mboyong putri,
wisma, wanita, turangga, kukila, curiga, dan lainnya ”
Citraan Penglihatan
“Dipojokan berdiri seperangkat mejamakan dengan enam kursi.
Didekatnya terdapat tangga naik ke lonteng”
Citraan Penciuman
“Bau susu sapi memenuhi ruangan”
Citraan Pendengaran
“Terdengar suara sepatu berjalan menyeret pada lantai. Makin lama
makin jelas. Makin dekat”
Citraan Taktil
“Darahku naik ke kepala mendengar itu. Bibirku menggeletar kering.
Aku melangkah perlahan mendekatinya dan sudah siap hendak
mencakar mukanya”
Citraan Perabaan
“Tanganku diraih dan dipegangnya. Tangannya agak gemetar”
Majas Personifikasi
“Ilmu pengetahuan telah memberikan padaku suatu restu yang tiada terhingga
indahnya. Jaringan jalan kereta api membelah – belah pulauku, Jawa. Pandang dua
pemuda itu terasa menusuk punggungku. Butir – butir air yang kelabu itu merajai
segalanya”
Majas Asindeton
“Kereta api, kereta tanpa kuda, tanpa sapi, tanpa kerbau, … Pemandangan tambah
lama tambah membosankan, tanah gersang, kadang kelabu, kadang kuning keputihan”
Majas Hiperbola
“Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa nenek moyangku dalam
cerita wayang. Sekarang aku malu terpental – pental. Pikiranku mulai gila
bergerayangan. Ia terus menggerutu seakan sedang jadi pengawal langit jangan sampai
merobohi bumi”
Majas Sinekdoke
“Jerman malah sudah membuat kereta digerakkan listrik”
Majas Metafora
“Dikejauhan sana samar – samar nampak gunung – gunung berdiri tenang dalam
keangkuhan, seperti petapa berbaring membatu”
Majas Simile
“Matanya bak sepasang kejora bersinar dilangit cerah”
Majas Alegori
“Jantungku mendadak berdebaran ibarat laut yang diterjang angin
barat”
Majas Simbolik
“Dia telah menjadi hewan yang tak tahu lagi baik daripada buruk”
Majas Pleonasme
“Ia berkaca dan melihat dirinya sendiri”
Majas Anti Klimaks
“Para lurah, wedana, mantri, polisi menyerbu pendopo”
Majas Elipsis
“Darsam !”
Majas Paradoks
“Nampaknya guru – guruku, dengan adanya benda mewah itu, lebih
banyak memperlakukan aku sebagai orang yang tak dikenal dan sama
derajat”
AMANAT NOVEL BUMI MANUSIA
Tempat : Jakarta
Waktu : Pagi, siang, sore, dan malam
Suasana : Ketakutan & bingung, tegang,
penyesalan, kesedihan &
kehilangan yang sangat mendalam,
berduka, kekecewaan Nathan
kepada Salma, dan bahagia
SUDUT PANDANG NOVEL DEAR NATHAN
Majas Hiperbola
“Nathan membelah jalan raya ibu kota yang mulai memadat”
Majas Personifikasi
“… menjelang tenggelamnya sang raja langit kembali keperaduan.
Meninggalkan cakrawala dalam kegelapan yang gulita”
Menggunakan gaya bahasa anak remaja sekarang, santai, dan
mudah dipahami
AMANAT NOVEL DEAR NATHAN