Anda di halaman 1dari 2

Perkembangan retorika terjadi sudah lama sekali, seiring lamanya perjalanan

kehidupan manusia. Ketika itu retorika mengalami masa kejayaannya pada masa
Yunani dan Roma. Namun retorika pertama terjadi pada masa Yunani.
Saat terjadinya penggusuran tanah rakyat, saat itu belum ada pengacara. Maka cara
satu-satunya ialah orang yang pandai berbicara. Seperti yang dilakukan oleh orang
Syracuse,
sebuah
koloni
Yunani
di
pulau
Sicilia.
Untuk memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika yang
diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata). Dalam bukunya Corax meletakkan dasardasar organisasi pesan. Ia membagi pidato pada lima bagian yaitu:

Pembukaan
Uraian
Argument
Penjelasan tambahan
Kesimpulan
Dan berkat karyanya ajaran Corax tetap berpengaruh. Selanjutnya masih di pulau
Sicilia, hidup seorang filosof, mistikus, politisi, sekaligus orator cerdas yang menguasai
banyak pengetahuan bernama Empodocles (490-430 SM). Konon ia pernah beguru
pada Phytagoras dan menulis The Nature of Things. Konon ia mengajarkan retorika
pada Gorgias dan menyebarkannya kepada penduduk Athena. Gorgias menekankan
dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromptu bersama Protagoras,
mereka bersama-sama menjadi dosen terbang.
Protagoras menyebut kelompoknya sophistai guru kebijaksanaan. Ada yang
menyebutkan mereka kelompok Sophis. Mereka berjasa mengembangkan retorika dan
mempopulerkannya. Bagi mereka retorika bukan hanya ilmu pidato, tetapi meliputi ilmu
pengetahuan sastra, gramatika, dan logika. Berkat kaum sophis, abad 4 SM adalah
abad retorika. Salah satu orang yang terpengaruh ialah Demothenes dan Isocrates.
Demothenes mengembangkan gaya bicara yang tidak berbunga-bunga, tetapi jelas dan
keras. Ia juga menggabungkan narasi dan argumentasi serta memperhatikan cara
penyampaiannya. Semenjak itu terjadi duel antara Demothenes dan Aechines, bahkan
mereka membentuk citra negatif kaum sophis.
Maka dari itu muncullah seorang tokoh yang berusaha mengembangkan retorika
dengan menyingkirkan Sophisme negative adalah Isocrates. Ia menganggap tidak
semua orang boleh diberi pelajaran ini, hanya untuk mereka yang berbakat dan retorika
menjadi sebuah pelajaran yang elit. Semenjak itu ia mendirikan sekolah retorika yang
paling berhasil tahun 391 SM. Ia mendidik muridnya menggunakan kata-kata dalam
susunan yang jernih tetapi tidak berlebih-lebihan. Karena ia tidak mempunyai
keberanian yang baik untuk tampil ia hanya menuliskan pidato dan menyebarkannya.
Salah satu risalah yang ditulisnya mengkritik kaum sophis. Gaya bahasa Isocrates telah
mengilhami tokoh-tokoh retorika sepanjang zaman: Cicero, Milton, Massilon, Jeremy
Taylor, dan Edmud Burke.

Salah satu tokoh yang mengembangkan retorika ialah Plato. Plato merupakan murid
Socrates yang menerima pendapat tentang Sophisme, saat itu Plato menjadikan
Gorgias dan Socrates sebagai contoh retorika yang palsu dan retorika yang benar, atau
retorika yang berdasarkan pada Sophisme dan retorika berdasarkan filsafat. Sophisme
mengajarkan kebenaran yang relative sedang filsafat membawa pengetahuan yang
sejati. Plato kemudian membahas organisasi, gaya, dan penyampaian pesan hingga
akhirnya ia menciptakan karyanya yang berjudul Dialog.
Kemudian salah satu murid Plato yang melanjutkan kajian retorika ilmiah ialah
Aristoteles. Ia menulis tiga buah jilid buku yang berjudul De Arte Rhetorica. Dalam
bukunya kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato yang dikenal sebagai Lima
Hukum Retorika (The Five Canons of Rhetoric) yakni:

Inventio (penemuan)
Pada tahap ini pembicara dituntut untuk menggali topic dan meneliti khalayak untuk
mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Dalam tahap ini juga pembicara
merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan (argumen) yang sesuai dengan
kebutuhan khalayak.

Disposition (penyusunan)
Pada tahap ini pembicara menyusun pidato atau mengorganisasikan pesan. Pesan
harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan dengan logis. Oleh karena itu
Aristoteles membagi susuna pidato sebagai berikut: pengantar, argumen, dan epilog.

Elocution (gaya)
Pada tahap ini pembicara memilih kata-kata dan mengubah bahasa yang tepat untuk
mengemas pesannya. Misalanya menggunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat
diterima.

Memoria (memori)
Pada tahap ini pembicara harus mengingat apa yang ingin disampaikannya. Aristoteles
menyebutnya sebagai jembatan kedelai untuk memudahkan ingatan.

Pronuntiatio (penyampaian)
Pada tahap ini pembicara menyampaikan pesannya secara lisan. Disini acting sangat
berperan. Pembicara harus memperhatikan olah suara dan gerakan anggota badan.

Anda mungkin juga menyukai