Anda di halaman 1dari 7

Retorika : Mengapresiasi pesan Corax sampai

Cicero tentang berkesenian dalam tuturan


“Persuasi (bujukan, desakan dan meyakinkan) adalah
seni penanaman alasan-alasan atau motif-motif yang
menuntun ke arah tindakan bebas yang
konsekuen”(Aristoteles)

“Dari bunyinya dapat diketahui apakah sebuah kapal


retak atau tidak, begitu pula dari ujaran-ujarannya dapat
dibuktikan apakah seseorang itu bijaksana atau
tolol”(Demosthenes)

A. Pendahuluan
Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi sangat mempengaruhi
kehidupan individual kita. Melalui sistem ini kita saling bertukar tempat,
gagasan, perasaan dan keinginan, dibantu lambang-lambang yang disebut kata-
kata. Sistem ini memberi keefektifan bagi individu mendirikan hubungan
mental dan emosional dengan anggota lainnya. Ujaran merupakan ekspresi
gagasan dan menekankan hubungan dua arah—memberi dan menerima
(Powers, 1954:5-6). Didasarkan kepentingan ini, beberapa cara telah
diusahakan para ahli untuk menganalisis proses berbicara. Analisis Wollbert
(1927) misalnya; “seorang pembicara pada dasarnya terdiri atas empat hal yang
semuanya diperlukan dalam menyatakan pikiran kepada orang lain. Pertama,
pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, suatu makna yang dimiliki
oleh orang lain, yaitu; suatu pikiran (a thought). Kedua, pembicara adalah
pemakai bahasa, membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata. Ketiga,
pembicara adalah sesuatu yang ingin disimak, ingin didengarkan,
menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada orang lain melalui suara dan
Keempat, pembicara adalah sesuatu yang harus dilihat, memperlihatkan rupa,
sesuatu tindakan yang harus diperhatikan dan di baca ” (Knower, 1958:1331).
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan
dan perasaan. Berbicara juga merupakan suatu sistem tanda yang di dengar
(audible) dan kelihatan (visible) dengan memanfaatkan sejumlah otot dan
jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang
dikombinasikan. Bahkan berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia
yang memanfaatkan faktor; fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik
sehingga menjadi alat manusia bagi kontrol sosial. Lama sebelum lambang-
lambang tulisan digunakan, orang sudah berbicara sebagai alat komunikasi.
Bahkan setelah tulisan ditemukan bicara tetap lebih banyak digunakan
disebabkan beberapa kelebihan yang tidak dapat digantikan dengan tulisan.
Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal) dan lebih manusiawi. Dalam Mein
Kampf, dengan tengas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan
1
oleh kemampuannya berbicara (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan
oleh ahli-ahli pidato bukan oleh jago-jago tulisan).
Berbicara bukan sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Berbicara merupakan alat mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai kebutuhan penyimak; sebagai instrumen apakah
pembicara memahami atau tidak, baik bahan maupun penyimaknya; apakah dia
bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat gagasan
dikomunikasikan; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave,
1954; 3-4). Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, menjadi
keharusan pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin
dikomunikasikan. Pembicara harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya
terhadap penyimak dan mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala
situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.

B. Mengenai Defenisi
Eksistensi seorang orator kualitasnya ditentukan dalam hal; bagaimana
berbicara supaya nampak menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif),
menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Orator mesti berbicara
berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika---seni
berkomunikasi secara lisan yang dilakukakan kepada sejumlah orang secara
langsung melalui tatap muka. Dalam bahasa yunani;rhetor, orator, teacher,
adalah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan
melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logos).
Retorika atau bahasa Inggris rhetoric dari perkataan Latin rhetorica
artinya; ilmu bicara. Clenth Brooks dan Robert Penn Warren dalam Modern
Rhetoric mendefenisikan sebagai seni penggunaan bahasa secara efektif. Kedua
pengertian ini menunjuk dua arti; arti sempit hanya mengenai bicara sedang arti
luas menyangkut penggunaan bahasa---bisa lisan atau tulisan. Oleh Platon
mendefenisikan sebagai seni manipulatif yang bersifat transaksional dengan
menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar
melalui tuturan, dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan
nilai, kepercayaan, dan pengharapan. Kenneth Burke (1969) mengatakan
sebagai substansi dengan menggunakan media oral atau tertulis. Oleh kaum
sofis---Gorgias, Lysias Phidias, Protagoras, dan Sokrates akhir abad ke-5 SM---
retorika memberikan suatu kasus melalui bertutur yang mengajarkan orang
keterampilan berbicara dan menemukan sarana persuasif yang objektif dari
suatu kasus. Studi yang mempelajari kesalahpahaman serta penemuan sarana
dan pengobatannya.
Retorika mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan,
penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian dan kerja
sama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ajaran Arstoteles,
terdapat tiga teknis alat persuasi (mempengaruhi) politik, yaitu deliberatif,
forensik dan demonstratif. Retorika Deliberatif fokus kepada kemungkinan
yang akan terjadi apabila diterapkan sebuah kebijakan. Retorika Forensik
2
berfokus pada sifat yuridis dan apa yang terjadi dimasa lalu untuk menunjukan
bersalah atau tidak, pertanggung jawaban atau ganjaran. Sedang Retorika
Demonstratif memfokuskan pada wacana memuji dengan tujuan memperkuat
sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga ataupun gagasan.

C. Sejarah Kelahiran
Uraian sistematis retorika diletakkan pertamakali orang Syracuse—
sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia—untuk membantu orang memenangkan
haknya dipengadilan. Penjelasannya dalam makalah Corax yakniTechne logon
(Seni Kata-Kata) tentang Teknik Kemungkinan. Corax dalam makalahnya
menulis; Bila kita tidak memastikan sesuatu, mulailah dari kemungkinan
umum. Corax mencontohkan melalui sebuah kasus; Seorang kaya mencuri dan
dituntut di pengadilan untuk pertama kalinya maka dengan menggunakan teknik
kemungkinan, kita bertanya, “mungkinkah seorang yang berkecukupan
mengorbankan kehormatannya dengan mencuri? Bukankah sepanjang
hidupnya, ia tidak pernah diajukan ke pengadilan karena mencuri”. Contoh
kasus berikutnya; Sekarang, seorang miskin mencuri dan diajukan kepengadilan
untuk kedua kalinya. Kita bertanya, “ia pernah mencuri dan pernah di hukum.
bagaiana mungkin ia berani melakukan lagi pekerjaan yang sama”. Dari contoh
Corax, retorika mirip “ilmu silat lidah” bahkan membawa pemahaman ke
“permainan logika”.
Empedocles (490SM-430SM) filofof, mistikus, politisi, dan orator—
murid Pythagoras dan menulis The Nature Of Things—pengakuan
Aristoteles---“ia mengajarkan prisnsip-prinsip retorika, yang kelak di jual
Gorgias (480-370) kepada penduduk Athena”. Gorgias tokoh aliran sofisme
guru retorika pertama dalam sejarah manusia. Sebagai penganut filsafat mashab
sofisme—kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika terdapat
kemenangan dalam pembicaraan—bahwa karena rasio tidak cukup meyakinkan
orang maka perlu mengajarkan teknik memanipulasi emosi dan menggunakan
prasangka untuk menyentuh hati pendengar. Asumsi ini mendorong Gorgias
bersama Protagoras mengembangkan retorika dan mempopulerkannya sebagai
ilmu pidato meliputi; pengetahuan sastra, gramatika dan logika. Retorika
Gorgias menekankan dimensi bahasa yang puitis dengan teknik berbicara
impromtu. Berbeda dengan Gorgias, Demosthenes (384-322) mengembangkan
retorika dengan menekankan; semangat yang berkobar-kobar dan kecerdasan
pikiran. Retorika Demosthenes ditampilkan lewat gaya bicara yang tidak
berbunga-bunga tetapi jelas, keras, menggabungkan narasi dan argumentasi
serta sangat memperhatikan cara penyampaian (delivery)—Menurut Will
Durant; “ia meletakkan rahasia pidato pada akting (hypocrisis). Tokoh retorika
yang berusaha menyingkirkan sophisme negatif adalah Isocrates yang percaya
bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat; retorika tidak boleh
dipisahkan dari politik dan sastra. Ia mendirikan sekolah retorika tahun 391SM
dan mendidik muridnya menggunakan: kata-kata dalam susunan yang jernih
tetapi tidak berlebih-lebihan, rentetan anak kalimat yang seimbang dengan
3
pergeseran suara dan gagasan yang lancar. Filsafat Isocrates bahwa hakekat
retorika adalah kemampuan membentuk pendapat yang tepat mengenai
masyarakat. Gaya bahasa Isocrates kemudian mengilhami tokoh-tokoh retorika
sepanjang zaman: Cicero, Milton, Massillon, Jeremy Taylor dan Edmund Burke.
Tetapi Platon justru dianggap sebagai peletak dasar retorika ilmiah dan
psikologi khalayak—menanggapi Gorgias sebagai contoh retorika yang palsu.
Melalui bukunya Dialog dia menganjurkan pembicara untuk mengenal “jiwa”
pendengarnya. Menurut Platon, retorika memegang peranan penting sebagai;
metode pendidikan, sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan
sarana untuk mempengaruhi rakyat. Tujuan retorika menurut Platon
memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan
jalan untuk memperoleh pengetahuan yang luas terutama dalam bidang politik.
Adalah Platon yang mengubah retorika sebagai sekumpulan teknik (sophisme)
menjadi wacana ilmiah lalu Aristoteles melalui tiga jilid buku De Arte
Rhetorica kita memperoleh lima tahap penyusunan pidato; terkenal sebagai lima
hukum retorika (The Five Caons of Rhetoric). Bagi Aristoteles retorika adalah
the art of persuation yang diuraikan; singkat, jelas dan meyakinkan. Keindahan
bahasa hanya digunakan untuk empat hal; membenarkan (corrective),
memerintahkan (instructive), mendorong (sugestive) dan mempertahankan
(devensive). Kalau tokoh lainnya memandang retorika sebagai seni, Aristoteles
memasukkan sebagai bagian dari filsafat sebagai “kemampuan untuk
menentukan, dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu, metode persuasi yang
ada”. Dalam tahap ini orator merumuskan tujuan dan mengumpulkan bahan
(argumen) sesuai dengan kebutuhan khalayak. Aristoteles kemudian menyebut
tiga cara memengaruhi manusia. Pertama, orator harus sanggup menunjukkan
kepada khalayak bahwa orator memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian
yang terpercaya, dan status yang terhormat (Ethos). Kedua, orator harus
menyentuh hati khalayak; perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang
mereka (pathos). Ketiga, orator meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti
atau yang kelihatan sebagai bukti. Disini orator mendekati khalayak lewat
otaknya (logos). Disamping; ethos, pathos dan logos, Aristoteles menyebutkan
dua cara lagi yang efektif untuk memengaruhi pendengar yaitu entimem dan
contoh.

D. Retorika Modern
Teori Aristoteles dengan uraian yang lengkap, persuasif, sistematis dan
komperhensif memberi dasar teoretis yang kokoh dan membungkam para ahli
retorika yang datang sesudahnya. Pengaruhnya sampai ke Romawi—sekalipun
selama dua ratus tahun setelah De Arte Rhetorica tidak menambahkan apa-apa
yang berarti bagi perkembangan retorika di Romawi. Buku Ad Herrnium, yang
di tulis dalam bahasa Latin kira-kira 100 SM hanya mensistematisasikan dengan
cara Romawi warisan retorika gaya Yunani. Orang-orang Romawi bahkan
hanya mengambil segi-segi praktisnya saja. Walaupun begitu, kekaisaran

4
Romawi bukan saja subur dengan sekolah-sekolah retorika tetapi juga kaya
dengan orator-orator ulung:Antonius, Crassus,Rufus,Hortensius.
Di Romawi yang mengembangkan retorika adalah Marcus Tulius Cicero
(106-43SM) terkenal karena suaranya dan bukunya De Oratore. Sebagai orator
ulung, Cicero meningkatkan kecakapan retorika menjadi suatu ilmu dengan dua
tujuan pokok; suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan). Cicero percaya
bahwa efek pidato akan baik bila yang berpidato adalah orang baik—The good
man speaks well. Cicero-lah orator yang dianggap sangat terampil
menyederhanakan pembicaraan yang sulit, bahasanya mengalir dengan deras
tetapi indah. Puluhan tahun setelah meninggalnya, Quintillianus mendirikan
sekolah retorika danmerumuskan teori-teori retorika Cicero kemudian di tulis
dalam Institutio Oratoria.
Renaissance memberi sumbangan sangat berarti kepada penyampaian
gagasan kepada kehadiran retorika modern dan jembatan penghubungnya
adalah Roger Bacon (1214-1219). Bacon buka saja memperkenalkan Metode
Eksprerimental tetapi juga menempatkan pentingnya pengetahuan tentang
proses psikologis dalam studi retorika, menurutnya, “kewajiban retorika ialah
menggunakan ratio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih
baik”. Rasio, imajinasi dan kemauan adalah disiplin psikologis yang kelak
menjadi kajian utama ahli retorika modern. Aliran pertama retorika masa
modern yang menekankan proses psikologis di kenal sebagai aliran
epistemologis yang membahas “teori pengetahuan”; asal-usul, sifat, metode, dan
batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis seperti George
Campbell (1719-1796), dalam The Philosophy of Rhetoric serta Richard
Whately berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan
psikologis kognitif (membahas proses mental). Aliran retorika modern kedua
dikenal sebagai gerakan Belles Lettres (tulisan yang indah). Retorika Belletris
sangat mengutamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan—kadang-
kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) yang
menulis Lettures on Rhetoric and Belles Lettres; menjelaskan hubungan antara
retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan disiplin citarasa (taste) yakni
sebuah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan
apapun yang indah.Pada abad kedua puluh, retorika mengambil manfaat dari
perkembangan ilmu pengetahuan modern—khususnya ilmu-ilmu prilaku seperti
psikologi dan sosiologi. Istilah retorika-pun mulai di geser oleh speech, speech
commnucations atau oral commnucations atau public speaking.

E. Tindakan Penyampaian Pesan


Menurut ada-tidaknya persiapan, sesuai cara yang di lakukan sampai
waktu persiapanyang dibutuhkan maka oleh Jalauddin Rakhmat (2012)
mengatakan terdapat empat macam penyampaian pesan yaitu : impromtu,
manuskrip,memoriter dan ekstemporer.

5
1. Impromtu,dilakukan misalnya; menghadiri pesta dan tiba-tiba ada panggilan
untuk menyampaikan pesan-pesan—aktivitas ini sebaiknya di hindari—bila
terpaksa beberapa hal berikut bisa di jadikan pegangan:
a. Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pesan yang baik. Missalnya
cerita, hubungan dengan pidato sebelumnya, bandingan, ilustrasi dan
sebagainya.
b. Tentukan sistem organisasi pesan. Misalnya: Susunan kronologis, teknik
“pemecahan soal”, kerangka sosial ekonomi-politik, hubungan teori dan
praktek.
c. Pikirkan teknik menutup pembicaraan yang mengesankan.
2. Manuskrip, penyampaian pesan dengan naskah dari awal sampai akhir.
Disini tidak berlaku istilah “menyampaikan pesan”, tetapi “membacakan
pesan”. Beberapa petunjuk dapat diterapkan dalam penyusunan dan
penyampaian manuskrip:
a. Susunlah lebih dahulu dalam garis-garis besar dan siapkan bahan-
bahannya;
b. Tulisan manuskrip seperti pembicaraan yang mengalir dan gunakan gaya
percakapan yang lebih informal dan langsung;
c. Baca naskah berkali-kali sambil membayangkan pendengar;
d. Hafalkan sekadarnya sehingga sehingga dapat lebih sering melihat
pendengar;
e. Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas pinggir yang
luas.
3. Memoriter, pesan di tulis kemudian di ingat kata demi kata. Seperti
manuskrip, memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang
terencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan
dengan uraian. Tetapi karena pesan sudah tetap, maka tidak terjalin saling
hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan
banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-
kata kepada usaha mengingat.
4. Ekstempore, jenis pembicaraan paling baik dan paling sering dilakukan.
Pembicara sudah dipersiapkan sebelumnya berupa Out-line sebagai pedoman
untuk mengatur gagasan dalam pikiran. Keuntungan ekstempore karena
komunikasi pendengar dengan pembicara lebih baik dan pembicara
menyampaikan langsung kepada khalayak, pesan dapat fleksibel untuk di
ubah sesuai kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan.

F. Metode Retorika
Untuk tujuan dan fungsi retorika, bahwa tujuan retorika sebagai persuasi,
yaitu keyakinan pendengar terhadap kebenaran gagasan pembicara. Artinya,
retorika ingin membina saling pengertian dan mengembangkan kerjasama dalam
menumbuhkan kedamaian untuk kehidupan bermasyarakat melalui kegiatan
6
bertutur. Sementara fungsi retorika akan membimbing penutur secara lebih baik
memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan penanggap
tutur yang akan dan sedang dihadapi, membimbing penutur menemukan ulasan
yang baik dan membimbing penutur mempertahankan kebenaran dengan alasan
masuk akal. Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar,
orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan
kesusilaan yang dalam pelaksanaannya meliputi:
a. Ivestio, mencari bahan dan tema dengan memperhatikan keharusan
pembicara; mendidik, membangkitkan kepercayaan dan menggerakkan hati.
b. Ordo collocatio, kecakapan orator memilih yang lebih penting dengan
memperhatikan:exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan), confirmatio
(pembuktian), reputatio (pertimbangan) dan peroratio (penutup).

G. Daftar Pustaka
Durant, Will. 1972. The Story of Civilization; New York; Simon and Schuster.
Knower, Franklin H. 1958. Speech dalam Encyclopedia of Educational
Research. New York. MacMillan Company 1960.
Mulgrave, Dorothy. 1954. Speech. New York; Barnes dan Noble, Inc.
Powers, David Guy. 1951. Fundamentals of Speech. New York; Mc graw-Hill
Book Company, Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Retorika Modern; Pendekatan Praktis, Pt. Remaja
Rosda Karya. Bandung.
Ridwan. H. Aang. M.Ag. Filsafat Komunikasi. Percetakan Setia Bandung. 2013
Tarigan, Henri Guntur. Prof.Dr. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Percetakan Angkasa. Bandung.
Uchajana, Effendy Onong. Pro.Dr.MA. Komunikasi Teori dan Praktek. PT.
Remaja Rosda Karya. Bandung. 2011.

Makassar 2 November 2023

Anda mungkin juga menyukai