RETORIKA POLITIK
Dosen Pengampuh : Nasrullah La Madi, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
ALFANDI UMATERNATE
Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan
di atas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks tertulis dan visual.
1.2 Sejarah Retroika Politik
Kontroversi kedua menyangkut relasi antara retorika dan moral: apakah alam pidato juga
diinahkan masalah moral.
Dalam Phaedrus karya plato, Socrates memaklumkan bahwa retorika adalah suatu seni yang
dangkal yang dapat memperoleh nilai kalau amatanya mengambil dalam alam bagian filsafat.
Para pendengar adalah anggota badan legislatif atau eksekutif; (3) pidato epideiktik atau
demonstrative, yaitu pidato-pidato baik untuk pementasan, ucapan-ucapan ibadah maupun bukan
ibadah biasanya berisi kecaman atau pujian mengenai hal-hal yang terjadi sekarang.
1.3 Jenis Retroika Politik
Dalam Karyanya, Retorika, Aristoteles mengidentifikasi ada tiga jenis retorika yang
sering digunakan dalam peristiwa politik antara lain:
2.Retorika forensik/yuridis yang berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu sebagai upaya
menunjukkan bersalah atau tidak bersalah seseorang yang bisanya digunakan dalam proses
pengadilan.
Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi dan radio juga mengikuti garis
retorika demonstratif, digunakan untuk memperkuat sifat-sifat positif kandidat yang didukung
dan sifat-sifat negatif lawannya.Teun van Dijk memandang retorika berita terkait erat dengan “
bagaimana jurnalis mengatakan sesuatu”.
Pendapat Aristoteles dan Dijk didukung Gill and Karen Whedbee yang berpendapat
retorika memiliki beragam pengertian, tetapi semuanya mendefinisikan retorika sebagai tipe
instrumental teks berita, wahana menggiring pemahaman pembaca (audiance). Asumsinya tidak
semua individu atau kelompok masyarakat memiliki kesamaan akses ke saluran komunikasi
(media), karena teks berita bisa menjadi hegemonik. Dalam relasi seperti itu retorika cenderung
dijadikan alat dominasi atau menindas misalnya, ketika teks berita senatiasa berperspektif
tunggal untuk memahami berbagai peristiwa.
Media pasti mempunyai retorika tertentu ketika memberitakan suatu masalah. Hal ini
dapat diamati dari bingkai berita yang ditonjolkan. Menyusun orasi dari juru kampanye menjadi
berita adalah suatu strategi wacana yang dilakukan jurnalis. Bagi jurnalis yang mendukung satu
kandidat, komentar kandidat, jurkam atau pendapat tokoh mengenai satu kandidat cenderung
akan dikutip apa adanya dalam teks berita. Sebaliknya jika jurnalis tidak setuju, maka komentar
atau ucapan kandidat itu akan tetap dikutip dalam teks berita, tetapi biasanya dengan
mengkontraskannya dengan pendapat yang berseberangan. Dengan cara itu, jurnalis secara tidak
langsung mensugestikan kepada pembaca bahwa komentar calon kandidat atau tokoh itu tidak
benar, dan tidak didukung banyak orang.
1.4 Contoh Kasus
Seperti yang di bahas beberapa bulan bahkan beberapa tahun yang lalu, wacana hukuman
mati bagi pelaku tindak pidana korupsi yang diusulkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis
Akbar dianggap hanya permainan politik. Banyak yang menuding wacana tersebut hanyalah
sebuah akal-akalan agar dapat mengecoh konsentrasi masyarakat dan mencari simpatik publik
untuk sejenak melupakan masalah-masalah yang lainnya di Negara ini. Dan sampai saat ini
retorika politik masih dilakukan oleh beberapa pihak untuk memanipulasi atau mempengaruhi
khalayak luas di luar sana.