Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah Manajemen Reputasi dan Krisis

Etika dan Komunikasi


Dosen: Dr. Elly Yuliawati, M.Si

Kelompok:
Chandra Respati/55215120008
Natalina Inggriyani/55215120026
Cecilia Gandes PW/55215120035

Magister Ilmu Komunikasi


Universitas Mercu Buana
2016

1. Pengertian Etika
Persoalan etika kerap muncul ketika kita berinteraksi atau melibatkan orang
lain. Akan tetapi, organisasi cenderung lebih banyak menyoroti masalah etika
dibandingkan pihak-pihak lainnya. Pelanggaran terhadap etika yang telah diterima
secara umum merupakan masalah yang harus diwaspadai dalam organisasi.
Seberapa besar diskusi etika diperlukan dalam organisasi bisnis? Kartunis
majalah The New Yorker, Charles Saxon, menjawabnya dalam hasil karya seninya.
Menurutnya, diskusi mengenai etika dapat bermanfaat untuk mempelajari beberapa
masalah etika dalam konteks pembuatan keputusan mengenai pekerjaan dalam
organisasi. Bidang karier apapun yang ditekuni, pasti mencakup sejumlah dilema
dan paradoks mengenai etika kehidupan yang sesungguhnya.
Lalu, apa pengertian dari etika? Secara etimologi, etika berasal dari
bahasa Yunani ethos, artinya watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari
bahasa Latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti juga
adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya. Akan tetapi, terdapat
perbedaan terapan dalam kegiatan sehari-hari, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang berlaku.
Sekelompok teoretisi (Solomon & Hanson, 1985) mengemukakan bahwa etika
berkaitan dengan pemikiran dan cara bersikap. Pemikiran mengenai etika terdiri
dari evaluasi masalah dan keputusan dalam arti bagaimana kedua hal ini memberi
andil pada kemungkinan peningkatan seseorang seraya menghindari akibat yang
merugikan orang lain dan diri sendiri. Perilaku etis berhubungan dengan tindakan
yang sesuai dengan keputusan yang relevan, yang sejalan dengan seperangkat
pedoman yang menyangkut perolehan yang mungkin dan akibat yang merugikan
orang lain.
Sementara itu, K. Bertens dalam buku Etika (1994) menjabarkan etika secara
umum, yaitu sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya.
2. Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik
yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau
perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
2

4. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang
hadir.
Dengan adanya irisan antara etika dan moral, sering kali kita jumpai tindakantindakan organisasi yang melanggar etika, tetapi tidak bisa diperkarakan dalam
hukum. Ada juga penyimpangan etika yang bisa berujung pada jalur hukum.
Contoh kasusnya, brand endoser Tokopedia, vokalis Isyana Sarasvati. Hasil
wawancaranya di sebuah media dan merek ponsel yang digunakannya banyak
disindir netizen. Pasalnya, ia mengaku tidak pernah berbelanja melalui internet
karena takut tertipu. Padahal, ia diketahui sebagai brand endoser toko online,
Tokopedia.
Menyadari kesalahan yang dibuatnya, Isyana langsung memberikan klarifikasi
melalui akun Twitter pribadinya. "Berita soal aku ga berani belanja online memang
benar, kalau bukan di Tokopedia :)," kicaunya. Namun, ia justru melakukan
kesalahan kedua. Ia mengunggah kicauannya menggunakan ponsel merek iPhone.
Di satu sisi, ia juga dikenal sebagai brand endoser ponsel merek OPPO. Netizen
kembali berkicau di media sosial. Mereka menganggap bahwa Isyana sedang
berbohong. Kasus ini tidak sampai ke ranah hukum. Akan tetapi, reputasi Isyana
dan Tokopedia bisa saja menurun.
Lain lagi dengan kasus dugaan adanya pelanggaran hak paten kepada Apple
Inc yang dilakukan oleh produsen ponsel Samsung pada beberapa tahun silam.
Secara etika, plagiasi bukanlah sesuatu yang baik. Namun, ranah ini dapat
dikaitkan dengan peraturan perlindungan hak paten. Wajar saja jika Apple Inc
membawa masalah ini hingga ranah hukum. Hakim memutuskan bahwa Tablet
Samsung Galaxy Tab (yang dijual di AS) melanggar hak paten iPad milik Apple
Inc meski sebenarnya pihak Apple Inc juga diminta untuk menunjukkan validitas
paten.
2. Masalah Etika dalam Organisasi
Masalah etika dalam organisasi dibagi dalam dua kategori, yakni masalah
yang menyangkut praktik-praktik organisasi di tempat kerja dan masalah yang
menyangkut keputusan perorangan (Ezorsky, 1987).
2.1 Praktik Organisasi
2.1.1 Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan.
Masalah ini berhubungan dengan cara organisasi memperlakukan
anggotanya. Dari sudut pandang sebagian besar anggota organisasi,

kepentingan organisasi didahulukan dan kepentingan anggota dijadikan


yang paling akhir, dinomorduakan pun tidak pernah.
2.1.2 Kebijakan dan praktik personel
Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian, pemberian gaji,
kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhentian dan masalah pensiun
anggota organisasi. Kewajiban umum organisasi adalah berlaku adil
pada anggota organisasi yang prospektif di setiap jenjang kariernya.
Misalnya, praktik-praktik seperti pengujian pelamar, penaikan pangkat
secara eksklusif dalam organisasi dan penentuan gaji yang sesuai
menunjukkan beberapa keputusan yang sulit.
2.1.3 Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi.
Perjanjian implisit dan eksplisit antara pegawai dengan organisasi yang
mempekerjakan mereka, memberikan peluang kepada organisasi untuk
memperhatikan faktor-faktor yang secara jelas memengaruhi prestasi
kerja pegawai. Namun, masalah etika muncul bila organisasi menaruh
perhatian khusus pada masalah kehidupan pribadi anggota yang tidak
secara langsung memengaruhi prestasi kerja mereka dalam organisasi.
Misal, ada hal yang terjadi pada karyawan pada saat masa cuti.
2.1.4 Pemantauan perilaku.
Masalah yang termasuk hal ini adalah sejauh mana organisasi memiliki
hak untuk memaksa anggotanya agar membeberkan informasi mengenai
diri mereka melalui peralatan terselubung, pemakaian tes kepribadian,
serta tes pemakaian obat terlarang. Argumentasi leganya bergantung
pada apa yang biasa disebut sebagai persetujuan atas informasi yang
diberikan (informed consent).
2.1.5 Kualitas lingkungan kerja.
Hal ini meliputi sejumlah besar kegiatan, termasuk masalah-masalah
kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil dan anak-anak, serta
hubungan pegawai-manajer. Misalnya, lingkungan ruangan dibuat lebih
bersih dan bebas dari bahan-bahan berbahaya bagi karyawan yang
sedang mengandung. Kemudian, karyawan yang mengandung juga
mendapat akses cuti hamil dan fasilitas biaya perawatan anak.
2.2 Keputusan Perorangan

Ada sejumlah masalah etika yang mencakup keputusan anggota organisasi.


Berikut adalah beberapa masalah yang sering dijumpai.
2.2.1 Konflik kepentingan.
Masalahnya adalah bagaimana bila penilaian anggota organisasi
bercampur aduk dengan suatu kepentingan yang mereka miliki dalam
hasil transaksi. Bentuk konflik kepentingan yang paling sering terjadi
meliputi investasi keuangan dalam organisasi lain yang mengurus
persediaan, menangani distribusi produk dan pelayanan organisasi;
pemanfaatan suatu jabatan formal anggota organisasi dalam organisasi
tersebut bagi kepentingna pribadi. Bila seorang anggota organisasi
terlibat dalam salah satu praktik tersebut, masalah etika selalu muncul,
meskipun kadang-kadang mereka hanya terlibat dalam konflik
kepentingan yang sepele.
2.2.2 Kewajiban terhadap orang lain.
Secara umum, anggota organisasi berkewajiban berhubungan dengan
orang lain, misalnya dengan pelanggan, secara adil dan jujur, sehingga
menghindari kerugian fisik, psikologis, keuangan, dan bentuk-bentuk
kerugian lainnya. Suatu kewajiban mungkin lebih mendominasi suatu
situasi khusus dibandingkan dengan kewajiban lainnya. Artinya, anggota
organisasi harus memantau keputusan mereka sendiri dan praktik-praktik
tindakan organisasi yang merusak satu atau lebih pedoman etika yang
mendasar ini. Misalnya, bila seorang arsitek menemukan atau
mencurigai beberapa kesalahan dalam rancangan, ia harus berpatok pada
pedoman keselamatan karena rancangan suatu jembatan atau bangunan,
dapat menimbulkan kecelakaan yang serius bagi orang lain.
2.2.3 Diskriminasi kerja
Dasar legal mengenai diskriminasi yang tidak sah adalah bahwa seorang
pegawai tidak dapat membuat keputusan keputusan kerja menyangkut
pekerjaan, penghargaan prestasi, gaji, penugasan kerja, pelatihan, dan
pemberhentian dengan dalih ras, jenis kelamin, usia, kebangsaan, atau
cacat fisik sebagai alasan-disengaja atau tidak sengaja- untuk suatu
keputusan tertentu.
2.2.4 Pelecehan Seksual

Dalam beberapa keadaan pelecehan seksual dibahas sebagai suatu


bentuk diskriminasi, tetapi interpretasi yang paling umum pada masa
kini adalah kaitannya dengna hak-hak perorangan. Definisi pelecehan
seksual meliputi rayuan, permintaan melalui pemanfaatan seksual, dan
perilaku verbal atau prilaku fisik yang bersifat seksual, yang pemenuhan
atas rayuan, permintaan dan tindakantersebut dijadikan syarat bagi
individu untuk bekerja pelecehan seksual juga mencakup julukan yang
diberikan kepada suatu gender secara umum yang mnyatakan prasangka
atau asumsi stereotip mengenai kemampuan dan ambisi kelompok itu
terlepas dari tujuannya, julukan semacam itu mengandung penghinaan
atau merendahkan martabat manusia. Pelecehan seksual meliputi
ungkapan verbal. Hal ini juga mencakup suara suara nonverbal yang
sugestif atau menggangu dan sikap tidak senonoh. Terakhir, pelecehan
seksual mencakup kontak fisik seperti sentuhan, usapan, ataupun
sergapan langsung.
3. Pedoman Etika
Ada lima pedoman penting dalam menilai perilaku etis (Shaw & Bary,
1989:46-47). Apakah makna yang lebih dalam dari setiap pedoman ini bagi orang
orang yang bekerja dalam organisasi?
3.1 Memberi andil kepada orang lain bila masuk akal untuk melakukan hal ini
dan menghindari akibat akibat yang membahayakan orang lain. Prinsip ini
merupakan aturan utama, meminta setiap orang bertanggung jawab atas
pengaruh perilaku perorangan terhadap orang lain terlepas dari kemungkinan
pengaruhnya diri sendiri atau teradap organisasi.
3.2 Mematuhi kesepakatan dan perjanjian yang melebihi kesopanan dan aturan.
Bila anda membuat kesepakatan dengan orang lain atau organisasi lain,
letakan pemenuhan perjanjian pada prioritas utama. Keefektifan organisasi,
paling sedikit untuk jangka panjang, bergantung kepada kepatuhan terhadap
perjanjian dan kesepakatan, membayar utang seseorang, memproduksi dan
memasarkan barang barang serta pelayanan yang bekualitas.
3.3 Jangan hanya mematuhi hukuman dan menghindari keputusan serta tindakan
yang tidak pantas. Jelas bahwa dari sisi etika juga sebagai aturan umum,
bahwa orang-orang harus memenuhi hukum, tetapi banyak keputusan dan

tindakan yang tidak pada tempatanya, tidak jujur, dan kotor, meskipun
semuanya tidak secara jelas illegal.
3.4 Mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang sesuai dengan tuntuan
moral dasar. Tuntunan moral merupakan aturan etis yang diterapkan secara
umum, dalam cara yang tidak dapat dinyatakan, kepada setiap angota
masyarakat, dalam setiap langkah kehidupan dalam masyarakat itu, tanpa
pengecualian, ataupun kepada orang yang bekerja dalam organisasi.
3.5 Memelihara reputasi dan nama baik setiap orang. Istilah etika berasal dari
bahasa Yunani, ethos yang kira-kira searti dengan konsep karakter. Karakter
seseorang tergambar dalam eskpresi nama baiknya. Jadi, reputasi seseorang,
nama baiknya, dan karakternya merupakan ethos orang tersebut, karakter
menggambarkan integritas, penyimpangan moral, posisi etis seseorang dan
posisi etis sebuah organisasi. Individu yang mempertahankan karakter merekas
sendiri dan pada saat yang sama mendukung karakter orang lain biasanya
dapat melihat bahwa mereka menemukan prilaku etis yang kokoh.
4. Kode Etik Media

Dalam terapannya di bidang professional, pedoman etika juga hadir dalam


bentuk aturan yang telah disahkan. Sebagai contoh, operasi media massa di
Indonesia yang dilandasi dua UU yakni, UU No.40/1999 tentang Pers dan UU
No.32/2002 tentang penyiaran. Keduanya mencerminkan semangat kebebasan
media Indonesia dan turut memengaruhi wajah media yang kita rasakan sekarang
ini.
Berdasarkan UU No. 32/2002 ini juga dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) yang bertugas merumuskan Pedoman Perilaku Penyiaran Indonesia. Pada
pasal 27, pedoman tersebut dinyatakan dalam:
1. Lembaga penyiaran tidak boleh menjual jam tayang kepada pihak manapun,
2.

kecuali iklan.
Lembaga penyiaran diperbolehkan menyiarkan program yang merupakan hasil
kerja sama produksi dengan pihak lain atau disponsori pihak lain selama isi

3.

program dikendalikan lembaga penyiaran bersangkutan.


Dalam program berita, lembaga penyiaran dilarang memuat berita yang

4.

disajikan atas dasar imbalan tertentu.


Dalam setiap program yang merupakan kerja sama produsi atau disponsori,
lembaga penyiaran bertugas:
a. Memberitahukan pada khalayak bahwa program tersebut merupakan kerja
sama produksi atau disponsori. Pemberitahuan tersebut ditempatkan dalam

cara yang memungkinkan khalayak dapat dengan mudah mengidentifikasi


bahwa program tersebut didanai atau turut didanai oleh pihak tertentu.
b. Tidak menyajikan program kerja sama produksi atau kerja sama perusahaan
yang memprodksi produk yang dilarang.
Daftar Pustaka
Doorley, John & Garcia, H.F. Reputation Management The Key to successful Public
Relations

and

Corporate

Communication.

2007,

New

York:

Routledge.

Pace, Wayne dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan


Kinerja

Perusahaan.

2013.

Bandung:

PT

Remaja

Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai