Anda di halaman 1dari 19

PERILAKU RELIGIUSITAS PEKERJA INDUSTRI PANDAI BESI DI

DESA HADIPOLO JEKULO KUDUS

Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS dan UAS


Mata kuliah: Ilmu Islam Terapan
Dosen Pengampu: Taufikin M.S.I.

Oleh:
Qorin Ferdiana Sa’adah
NIM 1710810054

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2020
Perilaku Religiusitas Pekerja Industri Pandai Besi di Desa Hadipolo Jekulo
Kudus

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan masyarakat, agama merupakan pedoman
berharga bagi perjalanan kehidupan mereka. Keyakinan masyarakat atas
suatu agama akan menghantarkan kepada kesadaran bahwa orientasi
kehidupannya akan menjadi lebih terarah seiring dengan orientasi dasar
dari agama yang diyakini.1 Tak bisa dipungkiri bahwa agama menjadi
kebutuhan dasar bagi masyarakat khususnya individu.
Agama menjadi kebutuhan penting bagi masarakat Desa Hadipolo,
dimana populasinya terbagi dalam beberapa aspek kehidupan sosial dan
latar belakang pendidikan. Desa Hadipolo yang lebih terkenal dengan
sebutan Bareng, memiliki keahlian khusus yakni pandai besi. Para
pengrajin pandai besi Desa Hadipolo membuat alat-alat pertanian seperti
cangkul, sabit, pisau, cetok, garu, golok,2 palu, gunting dan alat lainnya
yang terbuat dari besi. Karena banyaknya pengrajin pandai besi di desa ini,
maka Desa Hadipolo terkenal dengan sebutan “Pusat Pandai Besi”.3
Kualitas produk yang dihasilkan di desa ini sudah terkenal secara nasional
dan internasional seperti Australia, New Zealand dan Malaysia. 4 Keahlian
yang dimiliki pengrajin pandai besi di Hadipolo merupakan warisan turun
temurun dari nenek moyang yang terus berkembang dan lestari hingga

1
Mas’udi, Perubahan Paradigma Beragama (Analisis Perubahan Pemikiran Keagamaan
masyarakat Desa Jepang Mejobo Kudus, Fikrah: Jurnal Aqidah dan Studi Keagamaan, 4 no.2,
2016, hlm. 229, diakses dari https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/1770
pada Kamis, 26 November 2020 pukul 10.14 WIB.
2
Ita Rakhmawati, Pemberdayaan UMKM Berbasis “One Village One Product” sebagai
Gerakan Ekonom Kerakyatan pada Industri Logam di Desa Hadipolo Kudus, BISNIS, 7 no. 1,
2019, hlm. 20 diakses dari https://journal.stainkudus.ac.id/index.php/bisnis/index pada Kamis, 26
November 2020 pukul 11.07 WIB.
3
Anonim, Hadipolo, diakses dari
https://www.wikiwand.com/id/Hadipolo,_Jekulo,_Kudus pada Kamis, 26 November 2020 pukul
10.29 WIB.
4
Dian Utoro Aji, Menelusuri Sentra Pembuatan Senjata Kerajaan Demak di Kudus, 2020,
diakses dari http://newsmeter.id/news/5f42249ec370f7a657bb8733pada Kamis, 26 November
2020 pukul 17.18 WIB.

1
kini. Keahlian tersebut tidak dapat dilepaskan dari sosok Empu Buyut
Tingal yang merupakan cikal bakal dari Desa Hadipolo.
Empu Buyut Tingal merupakan pembuat pusaka hebat pertama di
desa tersebut, hingga keahliannya terdengar oleh Sunan Muria yang
tercengang dengan kehebatannya dalam membuat pusaka. Kehebatan yang
dimiliki oleh Empu tersebut membuatnya mendapat julukan Empu Buyut
Tingal, dimana kehebatannya dapat terlihat atau dalam Bahasa Jawa
ketingal. Dari situlah namanya semakin dikenal dan harum di masyarakat
sehingga banyak orang yang datang untuk berguru kepadanya. 5 Karena
kelebihan Empu Buyut Tingal yang di ajarkan kepada orang-orang
setempat, sehingga desa tersebut dinamakan Hadipolo. Hadipolo berasal
dari dua kata, yakni Adi yang berarti linuwih, apik, becik atau penduduk
yang memiliki kelebihan, bakat yang menonjol, yang diperoleh dari Empu
Buyut Tingal, dan Polo yang berarti otak atau kepala. Maksudnya adalah
orang-orang yang linuwih atau cemerlang, pintar.6
Pekerja industri pandai besi di Desa Hadipolo mayoritas beragama
Islam. Dalam hal praktik keagamaan, mayoritas dari mereka rutin
melakukan ibadah setiap hari seperti sholat berjamaah, pengajian, tahlilan,
maupun kegiatan agama yang lain. Meskipun, jika dilihat dari sejarahnya,
pekerja pandai besi sangat dekat agama, namun, nyatanya terdapat pula
pengrajin pandai besi di masa sekarang ini yang tidak melakukan ibadah
wajib. Selain itu, para pekerja pandai besi berada dalam lingkungan kerja
yang lumayan kotor, sehingga mereka merasa kerepotan untuk
membersihkan diri setiap waktu ibadah tiba karena waktu ibadah tersebut
berada di antara jam kerja. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku religiusitas para
pekerja di bidang industri pandai besi di Desa Hadipolo Jekulo Kudus.
5
Nila Niswatul Chusna, Empu Buyut Tingal Pengrajin Besi Pertama di Desa Hadipolo,
2018, diakses dari https://isknews.com/empu-buyut-tingal-pengrajin-besi-pertama-di-desa-
hadipolo/ pada Kamis, 26 November 2020 pukul 10.38 WIB.
6
Haris Effendi, Pandhe Besi Pewaris Empu Tingal, 11 Februari 2015, diakses dari
http://metrojateng.com/pandhe -besi-pewaris-empu-tingal/ pada Selasa, 1 Desember 2020 pukul
6.58 WIB.

2
Pengertian Religiusitas
Istilah religiusitas, menurut Muhaimin dalam Yanuarti berasal dari
bahasa Inggris religion yang berarti agama, kemudian menjadi kata
religios yang berarti agamis atau saleh.7 Di sisi lain, Jalaluddin
berpendapat bahwa religi berasal dari bahasa Latin, religio yang arti
katanya adalah religare yang berarti mengikat. Maksudnya, religi atau
agama pada umumnya terdapat aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan yang semua itu berfungsi untuk mengikat dan
mengutuhkan diri individu atau kelompok dalam hubungannya dengan
Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.8
Dalam segi istilah, religiusitas atau keagamaan lebih kompleks dari
religi atau agama. Religiusitas menujuk kepada aspek religi yang telah
dihayati. Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama,
pengamalan ritual agama, pengamalan agama, perilaku agama dan sikap
sosial keagamaan. Dalam islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin
pada akidah, syariah dan akhlak, atau dengan ungkapan lain: iman, islam,
ikhsan.9 Dalam pendapat Ahyadi, Religiusitas merupakan suatu keadaan
yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku
sesuai dengan kadar ketaatannya sesuai agama.

7
Eka Yanuarti, Pengaruh Sikap Religiusitas terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, FOKUS: Jurnal Kajian Islam dan Kemasyarakatan, 3
no.1, 2018, hlm. 24, diakses dari http://journal.staincurup.ac.id/index.php/JF pada Kamis, 26
November 2020 pukul 20.30 WIB.
8
Heny Kristiana Rahmawati, Kegiatan Religius Masyarakat Marginal di Argopuro,
Community Development: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 1 no. 2, 2016, hlm. 37,
diakses dari https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/comdev/article/download/2584/2005 pada
Kamis, 26 November 2020 pukul 20.44 WIB.
9
Annisa Fitriyani, Peran Religiusitas dalam Meningkatkan Psychological Well Being, Al-
Adyan, 11 no. 1, 2016 diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alAdyan/article/view/1437 pada Kamis, 26 November
2020 pukul 11.15 WIB.

3
Glock dan Stark dalam penelitian Khairudin 10 berpendapat bahwa
religiusitas merupakan system simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan
sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada
persoalanpersoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate
meaning). Dalam pendapat Otemusu, Prapunoto, dan Kristijanto,11
religiusitas dapat diartikan sebagai pengetahuan dan perasaan individu
terhadap nilai-nilai kepercayaan agama dan budaya yang diwujudkan
dalam tingkah laku hidup sehari-hari.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas, berikut
ini merupakan pendapat Thoules dalam penelitian Rachmawati12:
1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai dan tekanan sosial
(faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam
perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang tua,
tradisi-tradisi sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan
sikap yang disepakati oleh lingkungan.
2. Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu dalam membentuk
sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai:
a. Keindahan, keselarasan dan kebaikan di dunia lain (faktor
alamiah).
b. Adanya konflik moral (faktor moral).
c. Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif).

Mukhlis Khairudin, Peran Religiusitas dan Dukungan Sosial terhadap Subjektif Well-
10

Being pada Remaja, Jurnal Psikologi, 15 no. 1, 2019, hlm. 89 diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/334829742_Peran_Religiusitas_dan_Dukungan_Sosial_t
erhadap_Subjective_Well-Being_pada_Remaja pada Jumat, 27 November 2020 pukul 15.44 WIB.
11
Faty Isabela Otemusu, Susana Prapunoto dan Agustinus Ignatius Kristijanto, Peranan
Psychological Well-Being Dan Religiusitas Perempuan Primigravida Dalam Tradisi Pengasingan
Nuhune, Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 6, No. 1, 2020, hlm. 41, diakses dari
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIIS/article/download/25034/15449 pada Jumat, 27
November 2020 pukul 15.45 WIB.
12
Heny Kristiana Rahmawati, Kegiatan Religius Masyarakat Marginal di Argopuro, hlm.
38-39.

4
3. Faktor yang seluruhnya atau sebagian yang timbul dari kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan terhadap
keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
4. Faktor intelektual yaitu berbagai hal yang berhubungan dengan proses
pemikiran verbal terutama dalam pembentukan keyakinan-keyakinan
keagamaan.
Dalam pendapat lain, Jalaluddin menyatakan bahwa terdapat dua
faktor yang mempengaruhi religiusitas, diantara adalah faktor intern dan
ekstern. Faktor intern meliputi keturunan, usia, kepribadian dan kondisi
kejiwaan. Sedangkan, faktor ekstern meliputi lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.13

Fungsi Religiusitas
Religiusitas memiliki fungsi yang berkaitan erat dengan fungsi
agama. Adapun fungsi agama dalam pendapat Hendropuspito dalam
Rachmawati:14
1. Agama sebagai sumber ilmu dan sumber etika ilmu. Manusia
mempercayakan fungsi edukatif pada agama yang mencakup tugas
mengajar dan membimbing. Pengendali utama kehidupan manusia
adalah kepribadiannya yang mencakup unsur-unsur pengalaman,
pendidikan dan keyakinan yang didapat sejak kecil. Keberhasilan
pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani yang
merupakan pokok-pokok kepercayaan agama.
2. Agama sebagai alat justifikasi dan hipotesis ajaran-ajaran agama dapat
dipakai sebagai hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya. Salah satu
hipotesis ajaran agama Islam adalah dengan mengingat Allah (dzikir),
maka hati akan tenang. Maka ajaran agama dipandang sebagai
hipotesis yang akan dibuktikan kebenarannya secara empirik, artinya

13
Heny Kristiana Rahmawati, Kegiatan Religius Masyarakat Marginal di Argopuro, hlm.
39.
14
Heny Kristiana Rahmawati, Kegiatan Religius Masyarakat Marginal di Argopuro, hlm.
39-40.

5
tidaklah salah untuk membuktikan kebenaran ajaran agama dengan
metode ilmiah. Pembuktian ajaran agama secara empirik dapat
menyebabkan pemeluk agama lebih meyakini ajaran agamanya.
3. Agama sebagai motivator. Agama mendorong pemeluknya untuk
berpikir, merenung, meneliti segala yang terdapat di bumi, di antara
langit dan bumi juga dalam diri manusia sendiri. Agama juga
mengajarkan manusia untuk mencari kebenaran suatu berita dan tidak
mudah mempercayai suatu berita yang belum terdapat kejelasannya.
4. Fungsi pengawasan sosial. Agama ikut bertanggung jawab terhadap
norma-norma sosial sehingga agama mampu menyeleksi kaidah-
kaidah sosial yang ada, mengukuhkan kaidah yang baik dan menolak
kaidah yang buruk agar ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan.
Agama memberi sanksi bagi yang melanggar larangan agama dan
memberikan imbalan pada individu yang mentaati perintah agama. Hal
tersebut membuat individu termotivasi dalam bertingkah laku sesuai
dengan norma-normayang berlaku dimasyarakat, sehingga individu
akan melakukan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Di sisi lain, fungsi agama atau religi bagi manusia menurut
Henropuspito meliputi beberapa hal diantaranya adalah:15
1. Fungsi edukatif, manusia mempercayakan fungsi edukatif pada agama
yang mencakup tugas mengajar dan membimbing. Keberhasilan
pendidikan terletak pada pendayagunaan nilai-nilai rohani yang
merupakan pokok-pokok kepecayaan agama. Nilai yang diresapkan
antara lain: makna dan tujuan hidup, hati nurani, rasa tanggung jawab
kepada Tuhan.
2. Fungsi penyelamatan. Agama dengan segala ajarannya memberikan
jaminan kepada manusia keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Fungsi pengawasan sosial. Agama ikut bertanggung jawab terhadap
norma-norma sosial sehingga agama menyeleksi kaidah-kaidah sosial
yang ada, mengukuhkan yang baik dan menolak kaidah yang buruk

15
Annisa Fitriyani, Peran Religiusitas dalam Meningkatkan Psychological Well Being.

6
agar selanjutnya ditinggalkan dan dianggap sebagai larangan. Agama
juga memberi sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan kepada orangyang
melanggar larangan dan mengadakan pengawasan yang ketat atas
pelaksanaannya.
4. Fungsi memupuk persaudaraan. Persamaan keyakinan merupakan
salah satu persamaan yang bias memupuk rasa persaudaraan yang kuat.
Manusia dalam persaudaraan bukan hanya melibatkan sebagian dari
dirinya saja, melainkan seluruh pribadinya juga dilibatkan dalam suatu
keintiman yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercaya
bersama.
5. Fungsi transformatif Agama mampu melakukan perubahan terhadap
bentuk kehidupan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru.
Hal ini dapat berarti pula menggantikan nilai-nilai lama dengan
menanamkan nilai-nilai baru. Transformasi ini dilakukan pada nilai-
nilai adat yang kurang manusiawi. Sebagai contoh kaum quraisy pada
zaman Nabi Muhammad yang memiliki kebiasaan jahiliyah karena
kedatangan. Islam sebagai agama yang menanamkan nilai-nilai baru
sehingga nilai-nilai lama yang tidak manusiawi dihilangkan. Disini
dapat kita lihat bawasanya agama merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dengan pendidikan (edukatif). Karena secara tidak
langsung semua apa yang kita lakukan itu melalui proses belajar dan
keyakinan serta kepercayaan terhadap tuhan itu sangat diperlukan
untuk memberikan ketenangan dalam diri, karena tidak dipungkiri
setiap manusia memerlukan perlindungan. Dan setiap insan yang hidup
di muka bumi ini bertanggung jawab kelak di akhirat. Karena
kehidupan ini tidak berhenti hanya di dunia saja, setiap perilaku kita
diawasi dan di nilai sehingga kita bisa mengatakan amal perbuatan
baik dan buruk.

Dimensi Religiusitas

7
C.Y. Glock dan R. Stark dalam bukunya yang berjudul American
Piety: The Mature of Religious Commitment menyatakan bahwa bentuk
religiusitas masyarakat dapat dilihat dari beberapa bentuk dimensi
religiusitas, diantaranya:16
1. Religious belief (the ideological dimension) adalah tingkatan sejauh
mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya.
Dimensi keyakinan dalam agama Islam diwujudkan dalam pengakuan
(syahadat) yang diwujudkan dengan membaca dua kalimat syahadat,
bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad itu utusan
Allah.
2. Religious Practice (The Ritual Dimension) yaitu tingkatan sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya.
Wujud dari dimensi ini adalah perilaku masyarakat pengikut agama
tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama.
Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan
menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek
muamalah lainnya.
3. Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau bisa disebut
dimensi pengalaman. Perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah
dialami dan dirasakan. Dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam
perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah
diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika
melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar
adzan atau ayat-ayat Al Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah,
perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.
4. Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi
pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh
seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
ada di dalam kitab sucinya. Seseorang yang beragama harus

16
Eka Yanuarti, Pengaruh Sikap Religiusitas terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, hlm. 24-26.

8
mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus ritus,
kitab suci dan tradisi dalam agama tersebut.
5. Religious Effect (The Consequential Dimension) yaitu dimensi yang
mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-
ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah seseorang
mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan,
mendermawankan hartanya, dan sebagainya.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana perilaku
religiusitas para pekerja industri pandai besi di desa Hadipolo? Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perilaku religiusitas para pekerja industri
pandai besi di desa Hadipolo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
dampak positif terhadap perilaku keagamaan masyarakat Desa Hadipolo,
khususnya para pekerja industri pandai besi.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat post-positivisme, digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan tianggulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.17
Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan pertama, observasi
secara langsung yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap objek
yang diteliti dengan mengadakan pencatatan data seperlunya yang ada
relevansinya dengan penelitian ini. Kedua, wawancara, untuk memperoleh
data yang diperlukan. Ketiga, dokumentasi, adalah mencari data mengenai

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


17

R&D, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 15.

9
variabel yang berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal dan sebagainya
sebagai penguat dari hasil proses penelitian.18
Teknik analisis data yang digunakan yaitu data reduction berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, di cari pola dan temanya; data display artinya tahap analisis
yang sampai pada pembeberan data yang telah direduksi dan perlu
dibeberkan dengan rapi; dan conclusion dalam penelitian ini merupakan
kumpulan hasil penelitian yang dijelaskan secara terperinci.19

B. Pembahasan
Dalam penelitian ini, para pengrajin industri pandai besi yang
menjadi objek penelitian tinggal di Dukuh Argopuro RT 01 RW 02, RT 04
RW 02 dan RT 09 RW 01 Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kudus. Para
pengrajin pandai besi di Desa Hadipolo memiliki latar belakang yang
berbeda-beda, sehingga berpengaruh pula terhadap perilaku
religiusitasnya. Perilaku religiusitas merupakan tingkah laku yang
diwujudkan karena pengetahuan dan perasaan seseorang terhadap nilai-
nilai kepercayaan agama. Perilaku religiusitas dapat dipengaruhi oleh
factor intern seperti fitrah beragama dan juga faktor ekstern berupa
bimbingan dan pengembangan beragama dari lingkungan.
Penelusuran tingkat religiusitas para pekerja industri pandai besi di
Desa Hadipolo diklasifikasikan berdasarkan lima dimensi religiusitas
dengan menggunakan teori C.Y. Glock dan R. Stark:
1. Religious belief (the ideological dimension) atau Dimensi Keyakinan
Agama
Dimensi ini adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-
hal yang dogmatik dalam agamanya. Berdasarkan wawancara terhadap
para pengrajin pandai besi setempat, mereka mempercayai bahwa

18
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, hlm. 308-329.
19
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, hlm. 337-344.

10
agama itu harus diyakini karena agama merupakan pedoman bagi
hidup mereka. Dalam Islam, keyakinan ini tertuang dalam akidah, atau
dengan bahasa lain adalah iman. Iman tidak hanya percaya melainkan
juga harus meyakini serta mengimplementasikan terhadap perbuatan-
perbuatan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh agama. Iman dalam
Islam terdapat dalam Rukun Iman yang berjumlah enam.
Begitupun dengan para pekerja pandai besi yang meyakini bahwa
agama yang mereka anut dan yakini adalah satu-satunya yang benar
yaitu dengan Tuhan mereka Allah SWT., Rasul mereka Nabi
Muhammad SAW., dan kitab mereka adalah Al-Qur’an. Dengan
demikian, adanya keagamaan dalam diri pengrajin pandai besi adalah
suatu ajaran yang harus diyakini dan dipahami oleh masyarakat dan
dengan kesadaran yang timbul dari dirinya sendiri atas dasar iman
kepada Allah.
2. Religious Practice (The Ritual Dimension) atau Dimensi Praktik
Agama
Dimensi Praktik Agama yaitu tingkatan sejauh mana seseorang
mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Wujud dari
dimensi ini adalah perilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam
menjalankan tata cara ibadah dan ritus-ritus tertentu yang berkaitan
dengan agama.
Dimensi praktik agama ini sejajar dengan beribadah. ibadah
merupakan penghambaan manusia kepada Allah sebagai pelaksanaan
tugas hidup selaku makhluk Allah. Ibadah yang berkaitan dengan ritual
adalah ibadah mahdhah yaitu ibadah yang berkaitan langsung dengan
Allah yang tata caranya serta syaratnya sudah di tetapkan dalam Al-
Qur’an serta penjelasannya dalam hadits Nabi.
Pokok agama mayoritas pekerja industri pandai besi masih sangat
berperan aktif terhadap aktifitas agama seperti sholat berjamaah,
tahlilan, pengajian rutin, latihan rebana bapak-bapak dan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan agama. Dalam pengalaman agama ini,

11
mayoritas pekerja industri pandai besi rutin dalam melaksanaan
syariat-syariat agama, dikarenakan dalam pengamalan ibadah, para
pekerja industri pandai besi masih menyempatkan diri untuk beribadah
di waktu-waktu sedang bekerja. Meskipun, terdapat beberapa pekerja
yang belum rutin dalam dalam melaksanakan syariat-syariat agama,
seperti tidak melakukan sholat wajib, tidak mengikuti sholat jum’at
karena melanjutkan pekerjaannya dan tidak berpuasa wajib di bulan
Ramadhan karena harus tetap bekerja.
3. Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau Dimensi
Pengalaman
Dimensi ini adalah bagian dari keagamaan yang berkaitan dengan
perasaan sesorang, sebagai pengalaman keagamaan yaitu unsur
perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada suatu
keyakinan. Pengalaman keagamaan ini dapat terwujud dalam perasaan
dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam
hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika melaksanakan
shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau
ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan
mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.
Pengalaman ibadah dapat diperoleh melalui berbagai pengetahuan
seperti buku, pendidikan formal, dan kehidupan sehari-hari, dengan
demikian mereka dapat merasakan pengalaman agama yang dapat
mengubah manusia menjadi lebih baik dalam melaksanakan ibadah.
Setiap manusia pasti merasakan pengalaman agama masing-masing.
Seiring berjalannya waktu manusia dapat mengalami berbagai
perubahan dalam keagamaan seperti yang dialami oleh pekerja pandai
besi, mereka sering mengalami perubahan dalam keagamaan karna apa
yang telah dilakukan dalam beribadah baik maupun buruknya adalah
sesuatu pengalaman yang mereka rasakan dalam beragama.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa pekerja pandai
besi, bahwa mereka sangat bersyukur dengan nikmat yang Allah

12
berikan dalam bentuk umur, kesehatan, keluarga dan juga kelancaran
dalam bekerja. Dalam hal bekerja, mereka berusaha yang terbaik
dalam proses pembuatan alat-alat besi, namun juga diikuti dengan rasa
tawakkal kepada Allah atas kelancaran usahanya. Perilaku-perilaku ini
merupakan cerminan dari dimensi pengalaman yang telah dirasakan
oleh para pekerja.
4. Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau Dimensi
Pengetahuan Agama
Dimensi pengetahuan agama merupakan dimensi yang
menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-
ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab sucinya. Seseorang
yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi dalam agama tersebut.
Dalam Islam, contohnya tentang pengetahuan Al-Qur’an dengan
segala bacaan serta maknanya, Al-Hadits, dan berbagai praktik mapun
ritual beribadah, muamalah, konsep keimanan dan sejarah peradaban
masyarakat Islam.
Lingkungan Desa Hadipolo merupakan lingkungan yang tidak
hanya terdiri atas agama Islam saja, melainkan juga terdapat agama
non-Islam. Masyarakat setempat yang juga termasuk para pekerja
pandai besi menamkan ajaran agama Islam dengan baik, baik itu
dengan sesama jamaah, tempat pendidikan, maupun keluarga. Dalam
pelaksanaan pengajian dilakukan secara rutin dan saling bergantian.
Bentuk dalam doktrin-doktrin religiusitas yang diikuti oleh pekerja
pandai besi yaitu melalui kegiatan rutin tahlilan, latihan rebana,
pengajian mingguan rutin, pengajian hari-hari besar Islam dan lain
sebagainya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjadikan
masyarakat termasuk para pekerja pandai besi menjadi masyarakat
yang berpendidikan dan berpengetahuan dalam hal keagamaan,
bahwasannya konsep agama di pengaruhi oleh tujuan dari orang yang
memberikan pengertian tetntang agama.

13
5. Religious Effect (The Consequential Dimension) atau Dimensi
Konsekuensi Agama
Dimensi konsekuensi agama adalah dimensi yang berkaitan dnegan
sejauh mana seseorang mau berkomitmen dengan ajaran agamanya
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya apakah seseorang mengunjungi
tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermawankan
hartanya, menghormati tetangga, menghormati tamu, toleransi, inkusif,
berbuat adil, membela kebenaran, berbuat baik pada fakir miskin dan
anak yatim, jujur, dan sebagainya.
Dimensi ini hampir mirip dengan praktik agama, akan tetapi dalam
praktik agama, lebih membahas mengenai ibadah, sedangkan dalam
dimensi konsekuensi, lebih mengarah pada hubungan manusia dengan
sesamanya dalam kerangka agama yang dianut. Pada hakekatnya,
dimensi konsekuensi lebih dekat dengan aspek sosial.20
Hasil observasi yang telah dilakukan, bahwasanya para pekerja
dalam industri pandai besi Desa Hadipolo memiliki hubungan sosial
yang baik serta senantiasa mencerminkan sikap saling menghormati
dan menghargai sesama. Dalam melaksanakan nilai-nilai sosial maka
dengan sendirinya mereka melaksanakan pula nilai-nilai religius.
Begitu pula sebaliknya, pekerja pandai besi yang melaksanakan nilai-
nilai agama yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial maka secara
otomatis mereka telah melaksanakan nilai-nilai sosial. Contoh perilaku
yang dilakukan oleh para pekerja pandai besi dalam dimensi
konsekuensi atau dalam aspek sosial adalah keikutsertaan dalam
kegiatan gotong royong membersihkan jalan dan parit desa yang
seringnya dilakukan pada hari Minggu, mengikuti rombongan untuk
mengunjungi tetangga yang sedang sakit, dan sebagainya.

20
Wahyudin, Larisa Pradisti, Sumarsono, Siti Zulaikha Wulandari, Dimensi Religiusitas
dan Pengaruhnya terhadap Organizational Citizenship Behaviour (Studi pada Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto), JP FEB Unsoed: Journal & Proceeding, 2 no.1, 2012, hlm. 7, diakses
dari http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/view/177/182 pada Sabtu, 28 November
2020 pukul 13.38 WIB.

14
C. Kesimpulan
Perilaku religiusitas merupakan tingkah laku yang diwujudkan
karena pengetahuan dan perasaan seseorang terhadap nilai-nilai
kepercayaan agama. Perilaku keagamaan para pekerja industri bidang
pandai besi di Desa Hadipolo di klasifikasikan dalam lima dimensi
religiusitas, yakni Dimensi keyakinan agama, Dimensi praktik agama,
Dimensi pengalaman, Dimensi pengetahuan agama, dan Dimensi
konsekuensi agama.
Perilaku religiusitas dalam dimensi keyakinan agama, dicerminkan
dengan keyakinan para pekerja kepada tuhan mereka, Allah SWT, dan
rasul mereka Nabi Muhammad SAW, dan sebagainya. Dalam dimensi
praktik agama, perilaku yang tercermin dari pekerja pandai besi adalah
melakukannya ibadah secara rutin. Dimensi pengalaman tercermin pada
sikap mensyukuri nikmat yang Allah berikan serta sikap tawakkal dalam
bekerja. Dalam dimensi pengetahuan agama, mereka mengikuti kegaiatan-
kegiatan keagamaan untuk meningkatkan pengetahuan agama mereka
seperti pengajian rutin, tahlilan, latihan rebana, dan sebagainya.
Sedangkan, dalam dimensi konsekuensi agama, mereka memiliki
hubungan sosial yang cukup baik, juga mengikuti kegiatan gotong-royong
desa dan perilaku sosial positif lainnya.

D. Daftar Pustaka
Aji, Dian Utoro. Menelusuri Sentra Pembuatan Senjata Kerajaan Demak
di Kudus. 2020. diakses dari
http://newsmeter.id/news/5f42249ec370f7a657bb8733

Anonim, Hadipolo, diakses dari


https://www.wikiwand.com/id/Hadipolo,_Jekulo,_Kudus

Chusna, Nila Niswatul. Empu Buyut Tingal Pengrajin Besi Pertama di


Desa Hadipolo. 2018. diakses dari https://isknews.com/empu-
buyut-tingal-pengrajin-besi-pertama-di-desa-hadipolo/

15
Fitriyani, Annisa. Peran Religiusitas dalam Meningkatkan Psychological
Well Being. Al-Adyan. 11 no. 1. 2016. diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alAdyan/article/view/14
37.

Khairudin, Mukhlis. Peran Religiusitas dan Dukungan Sosial terhadap


Subjektif Well-Being pada Remaja. Jurnal Psikologi. 15 no. 1.
2019. diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/334829742_Peran_Reli
giusitas_dan_Dukungan_Sosial_terhadap_Subjective_Well-
Being_pada_Remaja

Mas’udi. Perubahan Paradigma Beragama (Analisis Perubahan Pemikiran


Keagamaan masyarakat Desa Jepang Mejobo Kudus. Fikrah:
Jurnal Aqidah dan Studi Keagamaan. 4 no. 2. 2016. diakses dari
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/1770.

Otemusu, Faty Isabela, Susana Prapunoto dan Agustinus Ignatius


Kristijanto. Peranan Psychological Well-Being dan Religiusitas
Perempuan Primigravida dalam Tradisi Pengasingan Nuhune.
Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial. 6 no. 1. 2020. diakses dari
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIIS/article/download/25
034/15449.

Rahmawati, Heny Kristiana. Kegiatan Religius Masyarakat Marginal di


Argopuro. Community Development: Jurnal Pengembangan
Masyarakat Islam. 1 no. 2. 2016. diakses dari
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/comdev/article/downloa
d/2584/2005.

Rakhmawati, Ita. Pemberdayaan UMKM Berbasis “One Village One


Product” sebagai Gerakan Ekonom Kerakyatan pada Industri
Logam di Desa Hadipolo Kudus. BISNIS. 7 no. 1. 2019. diakses
dari https://journal.stainkudus.ac.id/index.php/bisnis/index.

16
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wahyudin, Larisa Pradisti, Sumarsono, Siti Zulaikha Wulandari. Dimensi


Religiusitas dan Pengaruhnya terhadap Organizational
Citizenship Behaviour (Studi pada Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto). JP FEB Unsoed: Journal & Proceeding.
2 no. 1. 2012. diakses dari
http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/article/view/177/182

Yanuarti, Eka. Pengaruh Sikap Religiusitas terhadap Perilaku Hidup


Bersih dan Sehat Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong.
FOKUS: Jurnal Kajian Islam dan Kemasyarakatan. 3 no. 1.
2018. diakses dari http://journal.staincurup.ac.id/index.php/JF.

Effendi, Haris. Pandhe Besi Pewaris Empu Tingal. 2015. diakses dari
http://metrojateng.com/pandhe -besi-pewaris-empu-tingal/ pada
Selasa, 1 Desember 2020 pukul 6.58 WIB.

E. Dokumentasi

Gambar 1. Salah satu partisipan pekerja pandai besi yang tengah bekerja.

17
Gambar 2. Salah satu partisipan pekerja pandai besi yang tengah bekerja.

Gambar 3. Tempat pandai besi di RT 01 RW 02.

18

Anda mungkin juga menyukai