Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kebahagiaan merupakan tujuan hidup setiap orang. Dan orang islam
meletakkan kebahagiaannya dalam bingkai keridhaan Allah Swt. Sebagai umat
muslim harus yakin bahwa berusaha dan bekerja itu merupakan kewajiban dalam
hidupnya, karena dalam bekerja terdapat tujuan mulia, manfaat dan hikmah yang
banyak. Seorangmuslim hendaknya sadar terhadap persoalan dunia yang
dihadapinya kini, hari esok, dan hari akhirat kelak.untuk itu perlu memahami
kunci sukses menjalani kehidupan ini dengan berfikir cerdas, memilih jenis-jenis
usaha yang diminati dan menguntungkan. Entrepreneurship memiliki nilai-nilai
luhur untuk membangun dan mengatasi persoalan hidup yang sedang dan kita
akan hadapi.
Memang tidak mudah dalam berwira-usaha, adapun hal-hal yang harus
kita perhatikan dalam melakukan wirausaha yaitu dengan kita memikirkan
kelemahan dari berwira-usaha yang kita lakukan. Bisa kita ketahui beberapa
kelemahan dalam berwira-usaha, seperti perolehan pendapatan yang tidak pasti
dan akan memikul beban resiko, bekerja keras dan waktu atau jam kerjanya
panjang,kualitas kehidupannya masih rendah sampai usahanya berhasil
dikarenakan dia harus berhemat, tanggung jawabnya sangat besar, banyak
keputusan yang harus dia buat walaupun dia kurang menguasai permasalahan
yang dihadapinya. Selain itu juga memang tidak sedikit pula dari keuntungan
dalam berwira-usaha.
Setelah kita mengetahui beberapa dari kelemahan dan keuntungan dalam
berwira-usaha, tentu saja ada upaya-upaya yang diperlukan atau modal awal untuk
menjadi pengusaha. Seperti kita harus berani memulai yang artinya tidak perlu
menunggu nanti, besok, atau lusa, berani menanggung resiko dan berani gagal
yang artinya tidak perlu takut mengalami kerugian, setiap tindakan harus penuh
dengan perhitungan, seorang entrepreneur harus mampu menyusun rencana
sekarang dan kedepan sebagai pedoman dan alat kontrol baginya, tidak cepat puas
dan putus asa, setiap tindakan harus selalu diiringi dengan sikap optimis dan

1
penuh keyakinan, memiliki tanggung jawab serta memiliki etika dan moral
sebagai benteng untuk berwira-usaha agar menjadi sukses.

B. Rumusan Masalah

1) Apa itu etos kerja pengusaha muslim ?


2) Bagaimana etos kerja pengusaha muslim ?
3) Apa prinsip-prinsip dalam etos kerja Islami ?
4) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja Islam ?
5) Bagaimana karakteristik etos kerja Islam ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1) Untuk mengetahui apa itu etos kerja pengusaha muslim


2) Untuk mengetahui bagamana etos kerja pengusaha muslim
3) Untuk mengetahui prinsip-prinsip etos kerja Islam
4) Factor-faktor yang mempengaruhi etos kerja Islami
5) Untuk mengetahui bagaimana karakteristik etos kerja Islami

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI ETOS KERJA


Menurut Nurcholis Majid (1995).etos artinya watak , karakter, sikap,
kebiasaan dan kepercayaan yang bersifat khusus tentang seseorang individu atau
sekelompok manusia,1 sedangkan cliffoot greertz ( 1997) etos adalah sikap
mendasar manusia terhadap diri dan dunia yang di pancarkan dalam hidup,dan
etos erat kaitannya dengan aspek moral maupun etika yang di hasilkan oleh
budaya.
Dari sejumlah defenisi tersebut,dapatlah dipahami bahwa etos kerja
pertama adalah sikap seseorang atau suatu bangsa yang sangat mendasar tentang
kerja,yang merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi dari nilai
–nilai ketuhanan ( ilahiyah).kedua,etos kerja adalah pancaran dari sikap hidup
manusia yang mendasar terhadap kerja dan kerja yang dimaksud adalah kerja
bermotif yang terikat dengan penghasilan atau supaya memperoleh hasil baik
yang bersifat material maupun non material

B. ETOS KERJA DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Agama Islam adalah agama serba lengkap yang didalamnya mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia baik kehidupan spiritual yang bersipat ukhrawi
maupun kehidupan material yang bersifat duniawi termasuk didalamnya mengatur
masalah etos kerja.
1) Keseimbangan antara Kerja dan Ibadah
Agama islam memiliki beberapa karekteristik, salah satu diantaranya adalah
wasatiyah atau dengan istilah lain tawazun, yaitu sikap hidup pertengahan
atau sikap seimbang antara kehidupan material dan spiritual,
2) Pentingnya Spritualitas dalam Kerja
Faktor spritualitas ( mental jiwa ) sehebat apapun peralatan canggih yang
digunakan jaman modern ini, jika pekerja-pekerja tidak memiliki mentalitas

1
Nurcholis Madjid, (1995), Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina

3
dan semangat kerja tinggi maka tujuan pekerjaan tidak akan dapat tercapai.
Pembangunan jiwa ( spiritual ) harus didahulukan dari pada pembaungunan
badan ( fisik ), dalam arti pembagunan fisik material tidak akan teprlakasana
atau terwujud jika para pelaku pembagunan tidak memiliki kematangan
spiritual.2

C. Prinsip-prinsip Etos Kerja Islami


a. Kerja adalah ibadah
Ibadah menurut bahasa berarti taat, tunduk, merendahkan diri dan
menghembahkan diri, sedangkan pengertian ibadah menurut istilah berarti
penghembaan diri yang sepenuhnya untuk mencapai keridhoan Allah
SWT
Ibadah tergolong menjadi dua, yaitu ibadah mahdhah atau ibadah
ritual atau ibadah khusus dan ibadah grairu mahdhah atau ibadah luar
ritual atau ibadah umum
Ibadah mahdhah memiliki tiga prinsip keberadaannya harus
berdasarkan adanya perintah dalil, tata cara nya harus mencontoh
rasulullah saw dan asas nya taat. Tata pelaksanaan nya tidak dapat diubah
dan tidak dapat pula diimprovisasi. Ibadah mahdhah sering pula disebut
sebagai ibadah dalam arti sempit yaitu aktifitas atau perbuatan yang sudah
ditentukan syarat dan rukunnya. Ibadah ini menjalin relasi seorang hamba
dengan Allah swt secara langsung tanpa dicampuri hubungannya dengan
manusia lain. Ibadah mahdhah ini contohnya seperti: wudhu, tayamum,
sholat, puasa, dan haji.3
Ibadah ghairu mahdhah memiliki dimensi hubungan hamba dengan
Allah swt, juga mencakup hubungan atau intraksi antara hamba dengan
makhluk lainnya atau relasi horizontal dengan lingkungan sekitarnya.
Prinsip ibadah ini adalah tata pelaksanaannya tidak kaku, bersifat rasional,
dan berasas manfaat. Yang tergolong ibadah ini adalah segala bentuk

2
Musa Asy’arie, (1997), Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: Lesfi
3
Toto Tasmara, (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf

4
kebaikan untuk menjaga hidup, seperti makan, minum, mencari nafkah,
dan seterusnya.
b. Kerja didasarkan prinsip keseimbangan
Hakikat ajaran islam melarang sikap dan perilaku keterlaluan dalam
agama. Nabi Muhammad sendiri dalam kehidupan sehari-hari selalu
memanfaatkan waktu untuk melakukan kerja dan perbuatan mulia
Prinsip keseimbangan ini apabila dikaitkan dengan etos kerja islami
menurut asifudin menimbulkan implikasi yang memberikan dorongan
amat kuat agar kerja sebagai ibadah disikapi dan diperlakukan
sebagaimana ibadah-ibadah lainnya
Prinsip keseimbangan dalam etos kerja islami menurut penulis yaitu
manusia dalam hidupnya didunia bukan hanya sekedar mementingkan
ibadah ritual semata melainkan harus bekerja dengan penuh kesungguhan,
karena bekerja termasuk ibadah yang sama-sama diperintahkan oleh Allah
swt.
Bekerja merupakan sarana atau alat untuk mengumpulkan bekal
diakhirat, selain itu dengan bekerja maka ibadah mahdhah dapat terlaksana
seperti haji membutuhkan biaya untuk dapat melaksanakan nya.
c. Kerja dilandasi ilmu
Sumber ilmu yang mendasari etos kerja islami adalah wahyu dan
keteraturan hukum alam yang merupakan hasil penelitian akal. Ilmu
sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya yaitu sebagai landasan atau
jembatan iman dan amal shalih, maka ilmu aqly dipandang amat penting
dalam islam
Keilmuan sehubungan dengan dengan sunatullah ini secara langsung
mendidik orang islam agar bekerja rasional, ilmiah, proaktif, kreatif,
menguasai iptek, menggunakan perencanaan yang baik, adil, teratur,
disiplin, dan professional, serta menghindari sikap-sikap yang merupakan
lawan atau kebalikan dari sikap-sikap sebaliknya
d. Kerja dijiwai semangat jihat dan tauhid
Jihad secara etimologi bahasa arab adalah berasal dari kata jaahadah,

5
yujaahidu, mujaahadan, dan jihaadan yang artinya bekerja sepenuh hati.
Jihad menurut tasmarah berarti suatu sikap yang sungguh-sungguh dalam
berikhtiar dengan mengerahkan seluruh potensi diri untuk mencapai suatu
tujuan atau cita-cita
Jihad apabila diterjemahkan sebagai bersungguh-sungguh, semangat
tersebut merupakan ruh yang universal. Bersifat universal artinya tidak
hanya orang islam yang mempunyai semangat kesungguhan tersebut.
Bedanya dengan semangat kerja dalam islam ialah kaitannya dengan niat
serta cara meraihnya. Bagi orang islam, bekerja merupakan kewajiban
yang hakiki dalam rangka mengapai ridho Allah Swt sehingga kesadaran
seperti ini disebut sebagai jihad fi sabilillah.
Makna jihad dalam kaitannya dengan bekerja, berikhtiar, atau
mewujudkan suatu cita-cita menjadi suatu kekuatan yang secara abadi
harus terus menerus menyala serta digalih potensinya sehingga mampu
mengeluarkan energi yang signifikan.
Semangat jihad adalah jiwa etos kerja seorang muslim yang
berfungsi sebagai sumber motivasi untuk beramal shalih.
Jihad merupakan bagian dari 3 rangkaian mutiara yang berulang kali
disebutkan dalam Al-Qur‟an, yaitu: iman, hijrah, dan jihad. Seorang yang
beriman tidak mungkin puas dengan keadaan yang statis. Dia ingin selalu
menunjukkan perbaikan dari waktu ke waktu, sebagaimana pesan-pesan
yang disampaikan dalam makna hijrah. Akan tetapi kualitas iman dan
semangat perubahan tidak mungkin terwujud kecuali dengan adanya jihad,
yaitu kesungguhan untuk membuktikannya dalam kehidupan nyata. Jihad
adalah penggerak dan pendorong bagi seorang muslim untuk mengubah
diri dan dunia dalam rangka meraih ridho Allah Swt.4
Jihad memiliki fondasi ketauhidan bahwa tidak ada Ilah melainkan
Allah Swt. Ilah berarti sesuatu yang disembah, sesuatu yang menguasai
diri, yang dapat memberikan perlindungan sehingga menyebabkan diri
terikat kepanya. Ilah bisa berarti apa saja yang menguasai diri manusia

4
Toto Tasmara, (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf

6
dengan begitu hebatnya sehingga menjadi belenggu bagi dirinya.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja Islami


a. . Faktor Pendorong
Hal-hal yang dapat mendorong seorang muslim untuk menghayati dan
mempraktikkan etos kerja Islami selain karena faktor pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan seperti pengakuan dan aktualisasi diri, faktor lingkungan kerja, serta
berbagai faktor yang bersifat keduniaan yang lainnya, juga dipengaruhi oleh
faktor yang bersifat transenden. Faktor tersebut ialah janji-janji yang Allah Swt
kabarkan dalam firman-Nya. Allah Swt menjanjikan pahala bagi umatnya yang
beriman kepada-Nya dan mengamalkan dalam perbuatan yang nyata. Allah Swt
juga berjanji akan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang
bekerja dengan disertai iman.
b. Faktor Penghambat
Etos kerja Islami merupakan karakter berkaitan dengan kerja yang bersumber dari
keyakinan Islam, tepatnya keyakinan Islam tentang kerja. Keyakinan Islam
sebagai sumber etos kerja Islami ternyata tidak cukup membuat etos kerja Islami
ini dimiliki oleh semua umat muslim. Ada beberapa sebab yang menghambat
dihayatinya etos kerja Islami oleh umat muslim, di antaranya sebagi berikut:

1) Pandangan dikotomis antara ibadah dan kerja


Salah satu penyebab keterpurukan dunia Islam adalah menguatnya
tradisionalisme, yakni cara pandang dikotomis terhadap ibadah dan kerja.
Tradisionalisme secara sederhana dapat dijelaskan sebagai lahirnya semacam
pandangan umum di kalangan masyarakat bahwa ibadah adalah persoalan ukhrawi
dan pekerjaan sehari-hari adalah urusan duniawi (atau setidaknya kurang bernilai
ibadah), yang masing-masing memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda.
Pendeknya, karena keduanya diyakini memiliki dimensi atau nilai yang berbeda,
maka prioritas terhadap keduanya juga harus dibedakan.5 (Irkhami, 2014:171).
2) Pandangan keliru tentang makna zuhud

5
Taufik Abdullah, (1982), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta: LP3ES

7
Zuhud adalah perilaku terpuji, tapi maknu zuhud sering dikelirukan dan
disalahtafsirkan sebagai sikap menolak segala hal duniawi. Mereka menolak
segala hal yang enak dan menyenangkan, tidak mempedulikan makan dan minum,
berpakaian seadanya, dan tidak memikirkan harta kekayaan. Mereka takut
terperdaya oleh pesona dunia (Syahyuti, 2011:166).
Kehidupan dunia memang berpotensi besar melalaikan atau melengahkan
manusia. Dalam Surah Al-Hadid ayat 20 disebutkan bahwa kehidupan dunia itu
semata-mata permainan dan hiburan yang melalaikan, hanyalah kesenangan bagi
orang yang terperdaya, dan seterusnya. Namun hakikatnya, ayat ini bukan
kecaman terhadap dunia yang menjadikan seseorang harus mengutuk dan
mengabaikannya, melainkan gambaran kehidupan duniawi orang-orang hedonis
yang melalaikan agama (Syahyuti, 2011:166-167).
Zuhud tidaklah identik dengan melarat. Zuhud adalah kepuasan hati
dengan apa yang diberikan Allah Swt. Tak ada ikatan hati kepada harta dan hal-
hal yang bersifat material lainnya. Harta hanya sampai di “tangan”, tidak sampai
di “hati” (Syahyuti, 2011:167). Artinya sekaya apapun seseorang itu, ia tidak akan
terperdaya atau menjadi budak dari hartanya. Ia tidak takut hartanya berkurang
dengan berbagi kepada orang yang tidak mampu dan anak yatim. Ia justru gemar
bersedekah, karena ia meyakini harta hanyalah titipan dan di dalam harta tersebut
ada bagian untuk orang-orang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, orang
kaya sangat bisa melakukan zuhud.
3) Paham jabariyah
Paham jabariyah sebenarnya dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan
ekstrim dan moderat. Golongan ekstrim berpandangan bahwa manusia tidak
mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa; manusia tidak mempunyai daya,
tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam
perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan
baginya. Manusia menurut paham ini hanya merupakan wayang yang digerakkan
dalang (Nasution,1986:33-34). Sedangkan golongan moderat berpandangan,
Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan jahat
maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan

8
perbuatan-perbuatan itu.6
Paham jabariyah yang masih melekat pada sebagian umat muslim dimasa
kini adalah sisa-sisa dari paham jabariyah ekstrim, meskipun tidak seekstrim
seperti yang telah dijelaskan di atas. Kalangan jabariyah dimasa kini ialah mereka
yang kurang bisa memahami makna takdir. Mereka mencampurkan takdir
mubram dengan takdir mu‟allaq. Takdir mubram adalah ketentuan Allah Swt
tanpa campur tangan manusia, misalnya gempa bumi serta berputarnya siang dan
malam. Sebaliknya, takdir mu‟allaq adalah ketentuan Allah Swt yang
digantungkan atas jalan usaha (ikhtiar) dan do‟a, artinya ada peran manusia di
dalamnya. Dalam konteks takdir mu‟allaq, manusia harus berusaha dengan
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki kemudian hasilnya diserahkan kepada
Allah Swt (Syahyuti, 2011:168).
Ciri orang yang berpaham jabariyah di masa kini antara lain tidak rasional,
negatif, dan pesimis terhadap dunia (Syahyuti, 2011:167). Paham ini juga
berimplikasi pada kekeliruan dalam memaknai tawakal. Tawakal sering
disalahartikan sebagai menyerah dan pasrah tanpa mau berusaha mengubah nasib
(Syahyuti, 2011:79). Padahal, arti tawakal yang sebenarnya ialah berusaha dan
berikhtiar dengan sungguh-sungguh setelah itu baru menyerahkan hasilnya kepada
Allah Swt, bukan bermakna meninggalkan ikhtiar dan usaha, kemudian hanya
berpasrah pada nasib atau dapat diistilahkan kalah sebelum berperang.
Etos kerja Islami berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam praktik-praktik kehidupan umat Islam keyakinan tentang kerja dalam
pandangan Islam yang bersumber dari janji-janji Allah Swt di dalam firman-Nya
dapat menjadi pendorong umat Islam untuk menghayati etos kerja Islami.
Penghayatan etos kerja Islami juga mengalami beberapa hambatan, di antaranya
disebabkan oleh: (1) pandangan bahwa ibadah berorientasi ukhrawi sedangkan
kerja berorientasi duniawi; (2) pandangan yang keliru mengenai makna zuhud
sebagai sikap menolak kesenangan dunia, harta, dan hal-hal yang bersifat materi
lainnya; (3) pandangan yang negatif tentang takdir, yaitu takdir dipahami sebagai

6
Harun Nasution, (1996), Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung:
Mizan.

9
kehendak Allah Swt yang membuatnya merasa tidak punya daya dan upaya
sehingga berdampak pada sikap pasrah sebelum berusaha.

5. Pedoman Sikap Pekerja Beretos Kerja Islami


Seorang pekerja muslim yang mampu menghidupkan etos kerja Islami
dalam hatinya dan dalam kerjanya, akan mampu menampilkan cara kerja yang
terbaik. Seorang yang bekerja dengan etos kerja Islami haruslah memiliki
pedoman bersikap dan bertingkahlaku yang berdasarkan nilai-nilai sikap terbaik
yaitu akhlakul karimah. Dengan berpegang pada pedoman sikap dalam bekerja,
seorang pekerja akan memberikan penampilanterbaiknya. Pedoman bersikap
tersebut menurut Shalih (2009:157-163) antara lain sebagai berikut:
a) . Bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai kejujuran. Menghayati
sepenuhnya bahwa kejujuran merupakan jati diri yang akan
menghantarkan kepada kedudukan terpuji;
b) . Meyakini sepenuhnya bahwa setiap kebohongan, pemalsuan dan
penipuan merupakan bentuk pengkhianatan. Sikap tersebut dapat
merendahkan martabat dirinya sebagai hamba Allah Swt dan merusak
perusahaan atau instansi;
c. Mampu menghadirkan Allah Swt dalam dunia kerja. Selalu merasa dilihat
dan dinilai oleh Allah Swt sehingga tumbuh kesadaran bahwa Allah Swt
hanya akan menerima pekerjaan yang dilakukan secara bersih dan
sungguh-sungguh;
d. Selalu memegang teguh tanggung jawab tugas yang telah diamanahkan
pada dirinya. Menjauhkan diri dari segala bentuk penyelewengan dan
pengkhianatan terhadap kontrak kerja, sumpah jabatan, dan/atau
kesepakatan yang telah dibuat dalam setiap rangkaian kerja;
e. Memiliki etika yang tinggi, menghargai semangat kerja kelompok, dan
ikut aktif dalam membina kualitas kelompoknya;
f. Memelihara semangat dan gairah yang sangat tinggi untuk memberikan
pelayanan
manusia sangat bergantung padanya dan seluruh hidupnya terpenjara oleh tujuan

10
terhadapnya.7
Ilah bagi seorang yang memiliki etos kerja Islami tentu hanya Allah Swt
semata. Ikrar ketauhidan ini merupakan cara Allah untuk memuliakan sekaligus
membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan serta keyakinan yang
akan meruntuhkan martabat dirinya sebagai makhluk yang memiliki potensi
rohani khususnya pada berbagai bentuk tahayul, ideologi, science, dan bahkan
teknologi (Tasmara, 1994:19). Ikrar ketauhidan ini menjadi daya pendorong
seorang muslim untuk terus berkreasi tanpa merasa takut terhadap segala
pemikiran yang bersifat tahayul (Tasmara, 2002:43). Tauhid ini melahirkan dan
mendorong etos kerja melalui cara dirinya berani untuk berpikir secara kritis dan
merdeka, hati yang lapang, dan karenanya tidak merasa tertekan oleh apapun.
Sikap yang mandiri dan bersih dari takhayul mendorong seorang yang beretos
kerja Islami untuk tampil menjadi pribadi yang sangat proaktif, penuh inisiatif dan
kreativitas (Tasmara, 2002:44). Tauhid melahirkan pula “kesadaran diri” (self
awarness) yang sangat kuat sehingga seorang yang ber-etos kerja Islami mampu
mengendalikan diri, mampu mendayagunakan seluruh potensi dirinya secara
proporsional, dan mampu melakukan pilihan-pilihan dengan memakai tolok ukur
kebenaran yang diyakini (Tasmara, 2002:45).
Manusia mempunyai fitrah sebagai subjek (khalifatullah fil ardhi), sehingga
dia tidak boleh melawan fitrahnya sendiri untuk menjadi
objek benda lain selain Allah Swt. Seorang pribadi yang memiliki etos kerja
Islami tersebut sangat bahagia untuk menjadi pelayan Allah Swt. Kalimat iyyaaka
na‟budu yang ia ucapakan menjadi semacam gelora untuk mengerahkan seluruh
potensi dirinya untuk membuktikan pelayanannya kepada Allah Swt. Semangat
iyyaaka na‟budu menjadi motivasi besar di dalam hatinya untuk melayani,
mengembangkan, dan memberikan manfaat bagi seluruh makhluk (Tasmara,
2002:47). Mereka yang ber-etos kerja Islami memiliki prinsip hidup yaitu tauhid:
prinsip yang teguh dan tidak tergoyahkan karena akarnya menghujam ke seluruh
sanubarinya, kemudian tampak pada amal shalih yang memberikan rahmat bagi
alam sekitarnya (Tasmara, 2002:49). Semangat jihad yang tumbuh dari tauhid

7
Toto Tasmara, (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf

11
inilah yang seharusnya menjadi etos kerja setiap muslim dimanapun berada.
Jihad dan tauhid sebagai jiwa etos kerja Islami menurut penulis dalam
penelitian ini adalah sebuah kesungguhan, semangat yang luar biasa yang
mendorong seseorang untuk beramal shalih dalam rangka memperoleh ridho
Allah Swt. Semangat yang luar biasa ini dilandasi oleh keyakinan akan tidak
adanya Ilah melainkan Allah Swt sehingga termanifestasi pada kebebasan untuk
bekerja atau berkreasi dengan mendayagunakan seluruh potensi yang diberikan
Allah Swt secara proporsional tanpa takut oleh apapun kecuali Allah Swt. Etos
kerja Islami dengan dijiwai jihad dan tauhid ini berbuah pada keberanian untuk 55
berpikir maupun bekerja secara kritis, kreatif dan merdeka dilandasi pengabdian
penuh kepada Allah Swt.

e. Kerja dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi serta Mengikuti Petunjuk-petunjuk-


Nya.
Manusia sebagai khalifatullah fil ardhi dibekali dengan potensi-potensi atau
fitrah. Fitrah pada manusia tidak lain adalah sifat-sifat Allah Swt yang
ditiupkannya kepada manusia sebelum lahir (Langgulung, 2004:50). Sifat-sifat
Allah itu disebut dalam Al-Qur‟an sebagai nama-nama yang indah atau Asmaul
Husna. Sifat-sifat Allah harus diteladani manusia supaya potensi-potensi dirinya
mewujud dalam perbuatan nyata yang serupa dengan sifat-sifat Allah dalam porsi
kemanusiaannya. Sifat al-Khaliq (Maha Pencipta) pada Allah misalnya, dapat
dijabarkan oleh manusia dalam bentuk sifat kreatif. Gabungan sifat ar-Rabb, al-
Mudabbir, al-Musawwir, al-Muqaddir dan al-Khaliq pada Allah Swt
menunjukkan Dia memiliki sifat Maha Sempuna dalam bekerja. Manusia
mempunyai potensi untuk mengembangkan karakteristik etos kerja tinggi dengan
meneladani sifat Maha Sempurna Allah Swt tersebut dalam bekerja, seperti aktif,
berencana, efisien, efektif, disiplin, profesional, ilmiah, kritis, konstruktif, dan
sebagainya. Allah Maha Kuasa (al-Malik) dengan kekuasaan tidak terbatas dan
Allah Maha Pengatur (al-Mudabbir), manusia juga mempunyai potensi untuk
memimpin dan mengembangkan manajemen di bidang usaha, politik, sosial dan
lain-lain (Asifudin, 2004:123).

12
E. Karakteristik Etos Kerja Islami
Tasmara (2002) mengemukakan karakteristik etos kerja Islami ke dalam 25
ciri orang yang kecanduan beramal shalih. Ciri-ciri orang yang memiliki etos
kerja islami akan tampak dalam sikap dan perilakunya yang kecanduan untuk
beramal shalih, yaitu bekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Dua puluh lima
ciri etos kerja Islami menurut Tasmara (2002) adalah sebagai berikut:
a. Kecanduan Terhadap Waktu
Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang menghayati,
memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu. Satu detik berlalu tidak
mungkin dia kembali. Waktu merupakan deposito paling berharga yang
dianugerahkan Allah Swt secara gratis dan merata kepada setiap orang. Apakah
dia orang kaya atau miskin, penjahat atau orang alim akan memperoleh jatah
deposito waktu yang sama, yaitu 24 jam atau 1.440 menit atau sama dengan
86.400 detik setiap hari.8
Tergantung kepada masing-masing manusia bagaimana dia memanfaatkan
depositonya tersebut (Tasmara, 2002:73).
b. Memiliki Moralitas yang Bersih (Ikhlas)
Salah satu kompetensi moral yang dimiliki seorang yang berbudaya kerja Islami
itu adalah nilai keikhlasan. Ikhlas yang diambil dari bahasa Arab mempunyai arti:
bersih, murni (tidak terkontaminasi), sebagai antonim dari syirik (tercampur).
Ibarat ikatan kimia air (H2O), dia menjadi murni karena tidak tercampur apapun,
dan bila sudah tercampur sesuatu (misalnya CO2) komposisinya sudah berubah
dan dia bukan lagi murni H2O. Kata ikhlas dapat disejajarkan dengan sincere
(bahasa Latin sincer: pure) yang berarti suasana atau ungkapan tentang apa yang
benar yang keluar dari hati nuraninya yang paling dalam (based on what is truly
and deeply felt, free from dissimulation). Mereka yang disebut mukhlis
melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa motivasi lain kecuali bahwa
pekerjaan itu merupakan amanat yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya
(Tasmara, 2002:78-79).
c. Memiliki Kejujuran

8
Toto Tasmara, (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf

13
Seorang yang jujur di dalam jiwanya terdapat komponen nilai ruhani yang
memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral
yang terpuji (morally upright). Perilaku jujur adalah perilaku yang diikuti oleh
sikap tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Kejujuran dan integritas adalah
dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.Seorang yang jujur harus siap
menghadapi resiko dan segala akibat dengan gagah berani (Tasmara, 2002:80-81).
d. . Memiliki Komitmen
Komitmen berasal dari bahasa Latin committere, to connect, entrust-the state of
being obligated or emotionally impelled, artinya adalah keyakinan yang mengikat
(aqad) sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya dan
kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang diyakininya
(i‟tiqad). Orang yang memiliki komitmen tidak mengenal kata menyerah. Ciri-
ciri orang yang memiliki komitmen antara lain sebagai berikut:
1) Siap berkorban demi sesuatu yang lebih penting;
2) Merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar;
3) Menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan
penjabaran pilihan-pilihan (Tasmara, 2002:85).
e. . Istiqomah atau Kuat Pendirian
Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten (dari
bahasa Latin consistere; harmony of conduct or practice with profession; ability
to be asserted together without contradiction), yaitu kemampuan untuk bersikap
secara taat asas, pantang menyerah, dan mampu mempertahankan prinsip serta
komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan
dirinya. Mereka mampu mengendalikan diri dan mengelola emosinya secara
efektif. Tetap teguh pada komitmen, positif dan tidak rapuh kendati berhadapan
dengan
situasi yang menekan. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang
kuat dan memiliki integritas serta mampu mengelola stres dengan tetap penuh
gairah (Tasmara, 2002:86).
f. Disiplin
Erat kaitannya dengan konsisten adalah sikap berdisiplin (Latin: disciple,

14
discipulus, murid, mengikuti dengan taat), yaitu kemampuan untuk
mengendalikan diri dengan tenang dan tetap taat walaupun dalam situasi yang
sangat menekan. Pribadi yang disiplin sangat hati-hati dalam mengelola pekerjaan
serta penuh tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya. Pandangannya
terarah pada hasil yang akan diraih, sehingga mampu menyesuaikan diri dalam
situasi yang menantang. Mereka pun juga mempunyai daya adaptabilitas atau
keluwesan untuk menerima inovasi atau gagasan baru (Tasmara, 2002:88).
g. Konsekuen dan Berani Menghadapi Tantangan
Ciri lain dari pribadi muslim yang memiliki budaya kerja adalah keberaniannya
menerima konsekuensi dari kuputusannya. Bagi mereka, hidup adalah pilihan (life
is a choice) dan setiap pilihan merupakan tanggung jawab pribadinya. Mereka
tidak mungkin menyalahkan pihak manapun karena pada akhirnya semua pilihan
merupakan tanggung jawab pribadinya (Tasmara, 2002:89).
h. Memiliki Sikap Percaya Diri (Self Confidence)
Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian, dan tegas dalam bersikap serta
berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus membawa konsekuensi
berupa tantangan atau penolakan. Sikap percaya diri dapat kita lihat dari beberapa
ciri kepribadiannya yang antara lain sebagai berikut :
1. Mereka berani menyatakan pendapat atau gagasannya sendiri walaupun
hal tersebut beresiko tinggi, misalnya menjadi orang yang tidak populer
atau malah dikucilkan.
2. Mereka mampu menguasai emosinya; ada semacam self regulation yang
menyebabkan dia tetap tenang dan berpikir jernih walaupun dalam
tekanan yang berat (working under pressure).
3. Mereka memiliki independensi yang sangat kuat sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh sikap orang lain walaupun pihak lain adalah mayoritas.
Baginya, kebenaran tidak selalu dicerminkan oleh kelompok yang banyak
(Tasmara, 2002:89-90).
i. Kreatif
Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau gagasan baru dan
asli (new and original: using or showing use of tha imagination to create new

15
ideas or things) sehingga diharapkan hasil kinerjanya dapat dilaksanakan secara
efisien, tetapi efektif (Tasmara, 2002:91).
j. Bertanggungjawab
Bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan merupakan ciri bagi muslim
yang bertaqwa. Amanah adalah titipan yang menjadi tanggungan, bentuk
kewajiban atau utang yang harus kita bayar dengan cara melunasinya sehingga
kita merasa aman atau terbebas dari segala tuntutan (Tasmara, 2002:94-95).

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz El-Qussy, (1974), Pokok-pokok Kesehatan Mental, ter. Zakiah


Darajat, Jakarta Bulan Bintang.

Arif Budiman, (1984), Ilmu Sosial di Indonesia, Perlunya Pendekatan Struktural,


Jakarta: PLP2M.

Anwar Prabu Mangkunegara, (2007), Mangemen Sumber Daya Manusia


Perusahan, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Bukhari Zaini, (1991), Managemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia


Indonesia.
Gliffort Greertz, (1974), The Interpretation of Culture, New York:
Basic Book.

Harun Nasution, (1996), Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Bandung:


Mizan.

Hadari Nawawi, (2001), Managemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis yang
Kompetitif, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Imam Muhammad Abu Zahrah, (1996), Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam,
Jakarta: Logos Publishing House.

Musa Asy’arie, (1997), Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat,
Yogyakarta: Lesfi.

Max Weber, (2000), Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, ter. Yusup
Priosudiarjo, Surabaya: Pustaka Promethea.

Nurcholis Madjid, (1995), Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina.

Pandji Anoraga, (1992), Psikologi Kerja, Jakarta: Rineka Cipta.

Robert N. Bellah, (2000), Beyond Beleif, Esai-esai tentang Agama di Dunia


Modern, Jakarta: Paramadina.

Taufik Abdullah, (1982), Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi,


Jakarta: LP3ES.

Toto Tasmara, (1995), Etos Kerja Pribadi Muslim, Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf.

17
MAKALAH
ETOS KERJA PENGUSAHA MUSLIM

DISUSUN OLEH:
NAMA:
1. FELA BUSNITA (503171989)
2. LIDYA OKTAVIONA (503172013)
3. NADIA LARASAFITRI (503172025
4. NURDIANA (503172034)
5. OKTAVIA SRIWARDANI (503172040)
6. TRI SUGIARTO (503172067)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018-2019

18
KATA PENGANTAR

Kami sebagai penulis memanjatkan puji beserta syukur ke hadirat Allah swt,
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Membangun Keluarga yang Islami”.Adapun untuk
penyusunan makalah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
Sebagai umat muslim harus yakin bahwa berusaha dan bekerja itu
merupakan kewajiban dalam hidupnya, karena dalam bekerja terdapat tujuan
mulia, manfaat dan hikmah yang banyak. Seorangmuslim hendaknya sadar
terhadap persoalan dunia yang dihadapinya kini, hari esok, dan hari akhirat kelak.
Untuk itu perlu memahami kunci sukses menjalani kehidupan ini dengan berfikir
cerdas, memilih jenis-jenis usaha yang diminati dan menguntungkan. Salah
satunya dengan entrepreneurship, karena entrepreneurship memiliki nilai-nilai
luhur untuk membangun dan mengatasi persoalan hidup yang sedang dan kita
akan hadapi.
Makalah ini bukan karya yang sempurna berangkat dari kami sendiri yang
selaku masnusia yang tidak luput dari kesalahan karena kesempurnaan hanya
milik Allah swt.Atas kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan
teknik penulisannya kami sebagai penulis sangat mengharapkan saran beserta
kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.Terakhir semoga
makalah ini biasa memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian. Amin

Jambi, November 2018

Penulis

i
19
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja ............................................................................... 3


B. Pengertian Etos Kerja Pengusaha Muslim ................................................ 3
C. Prinsip-Prinsip Etos Kerja Islami .............................................................. 4
D. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerjas Islami .......................... 7
E. Karakteristik Etos Kerja Islami ............................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

20

ii

Anda mungkin juga menyukai