SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU THEOLOGI ISLAM
OLEH :
A. BURHANUDDIN
NIM : 0053 0094
i
ABSTRAK
memenuhi kebutuhan hidup, dan setiap orang pun bebas untuk berusaha
yang didambakan, ada banyak cara yang dilakukan penjual untuk mempengaruhi
menjual produk jauh lebih murah dari harga pasar. Untuk beberapa saat mungkin
semua produk tersebut dengan maksud agar terjadi kekosongan barang di pasar,
harga yang tidak wajar. Tingginya harga jual diakibatkan oleh banyaknya
permintaan. Apabila seorang penjual telah menguasai pasar maka penjual tersebut
akan membuat harga yang menghasilkan keuntungan lebih banyak dengan cara
menaikkan harganya. Dampak dari persaingan bisnis yang ketat antara para
pedagang menimbulkan kerugian yang besar bagi para konsumen selaku pihak
kedua dalam transaksi jual beli dengan menaikkan dan menurunkan harga
adalah sama.
ii
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana relevansi hadis tentang
keuntungan jual beli jika dikaitkan degan konteks kekinian, sehingga para
pedagang dapat mengambil keuntungan dalam transaksi jual beli dan tujuan dari
keuntungan jual beli jika dikaitkan dengan konteks kekinian diharapkan dapat
bermanfaat bagi kajian hadis keuntungan jual beli lebih lanjut dan dapat
kembali terhadap hadis. Salah satu hadis yang perlu dikaji adalah hadis yang
secara tekstual membolehkan mengambil keuntungan jual beli lebih dari seratus
tentang keuntungan jual beli tidak hanya dipahami secara tekstual, tetapi bisa
dipahami secara kontekstual, faktor historis pada saat disabdakannya hadis ini
BAB I
PENDAHULUAN
iii
A. Latar Belakang Masalah
melalui ritual ibadah belaka, akan tetapi juga kebutuhan fisik harus terpenuhi.
dari tujuan Islam itu sendiri, yaitu memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat.
kerahmatan dari Islam. Sistem ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
adalah sistem yang membawa bahagia bagi seluruh umat manusia dan
Dalam kaitan ini, akan dikaji salah satu aspek kehidupan manusia,
yaitu aspek hubungan dengan manusia yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa
1
Afzalur Rahmān, Doktrin Ekonomi Islam, Alih Bahasa Soeroyo dkk (Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Wakaf, 1995), I: 14.
2
Hamka, Tafsir al-Azhār (Surabaya: Pustaka Islam, 1983), XVII: 149.
iv
pada dasarnya setiap manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri, tanpa adanya bantuan dari yang lain, hal ini disebabkan
perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain, dalam agama Islam disebut
3
Aḥmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Mu'amalat (Hukum Perdata Islam)
(Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 11.
4
Ibid., hlm. 17.
v
untuk tidak menyerah.5 Perdagangan merupakan jalan yang wajar dalam
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia adalah jalan penuh liku
atau ilmu, karenanya ia sama sekali tidak merampas hak-hak milik orang lain,
telah ia terima dari penjual. Dalam keuntungan yang wajar, tidak saja
5
Buchari Alma, Ajaran Islam dalam Bisnis (Bandung: CV. Alfabeta, 1993), hlm. 47.
6
Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi, editor Rus'an (Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), hlm. 108.
7
Syarifuddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam (Jakarta:
Haji Masagung, 1988), hlm. 113.
8
Yūsuf al-Qaradawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, ahli bahasa.
Didin Hafiduddin, Setiawan Budi Utomo, Aunurrafiq, Saleh Tahmid (Jakarta: Rabbani Press,
1997), hlm. 25.
vi
Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad saw. merupakan sumber ajaran
Islam.9 Sebagai sumber ajaran yang kedua setelah al-Qur'an, kebenaran hadis
menjadi bahasan kajian yang menarik dan tiada henti-hentinya. Dilihat dari
wurūd, sedangkan hadis Nabi sebagian ada yang qat'i dan sebagian lagi
penelitian tentang orisinilitasnya. Sedangkan hadis Nabi dalam hal ini yang
dilakukan penelititan baik dari segi sanad maupun matan hadis, maka
semaksimal mungkin baik dari segi kualitas hadis itu sendiri maupun diterima
9
Muhammad 'Ajjāj al-Khātib, Usūl al-Hadisׂ 'Ulūmuhu wa Mustalāhuhu (Beirut:
Dār al-Fikr, 1989), hlm. 35.
10
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
hlm. 3.
11
Salāh al-Din Ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, alih bahasa. M.
Qadirun, Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hlm. 210.
12
M. Syuhudi Isma'il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, hlm.4.
vii
atau tidaknya hadis tersebut di kalangan masyarakat. Sebab bagaimanapun
secara tekstual dan kontekstual, maka menjadi jelaslah bahwa dalam Islam,
Sementara kehidupan yang dijalani dan dihadapi umat pasca Nabi mengalami
dan dari al-Qur'an maupun hadis. Penyesuaian ini dilakukan dengan mengkaji
ulang keduanya demi mendapatkan ajaran yang sejati, orisinal dan sālih
kitab tafsir, sejarah dan lain-lain. Berbeda dengan hadis, para ulama lebih
13
M. Syuhudi Isma'il, Hadis Nabi Yang Tekstual Dan Kontekstual, hlm. 89.
14
Fazlūr Rahmān, Wacana Studi Hadis Kontemporer, editor Suryadi dan Hamim Ilyas
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 143.
viii
pemaknaan kembali terhadap hadis. Hal ini menjadi kebutuhan mendesak
yang pada gilirannya mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku umat Islam
Salah satu hadis Nabi yang perlu dikaji adalah hadis yang secara
berikut:
عن عروة البارقى أنّ النّبىّ صلّى الله عليه وسلّم أعطاه دينارا يشترى
له به شاة فاشترى له به شاتين فباع إحداهما بديناروجاءه بدينار وشاة
15 15
فدعاله بالبركة فى بيعه وكان لو اشترى التّرابَ لربح فيه
Artinya : Dari ‘Urwah al-Bāriqi . "Bahwasannya Nabi saw. memberinya
uang satu dinar untuk dibelikan kambing. Maka dibelikannya dua
ekor kambing dengan uang satu dinar tersebut, kemudian
dijualnya yang seekor dengan harga satu dinar. Setelah itu ia
datang kepada Nabi saw. dengan membawa satu dinar dan seekor
kambing. Kemudian beliau mendo'akan semoga jual belinya
mendapat berkah. Dan seandainya uang itu dibelikan tanah,
niscaya mendapat keuntungan pula"
15
Abi Abdillāh Muhammad ibn Isma'il ibn Ibrāhim ibnu al-Mugirah ibn Bardizbah al-
Bukhāri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz IV (Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H/ 1981 M), hlm. 187.
ix
Berdasarkan latar belakang inilah, penulis menganggap bahwa hadis
tentang keuntungan jual beli perlu dikaji untuk mendapatkan jawaban tentang
B. Rumusan Masalah
jual beli?
x
1. Diharapkan dapat bermanfaat bagi kajian hadis lebih
lanjut.
hadis.
D. Telaah Pustaka
yang berguna untuk memberikan kejelasan dan batasan tentang informasi yang
yang dibahas.
belum ada kitab yang secara khusus membahas tentang keuntungan jual beli.
Namun ada beberapa pendapat ulama yang membahas tentang jual beli dalam
berbagai kitab fiqih ataupun syarah hadis, misalnya dalam Kitab al-Fiqh 'Alā
xi
pemilik modal dan sosial. Hal ini dapat dipahami bahwa, antara ketiga
layak).17 Dalam bukunya Syeikh Gazali Syeikh Abad dan Zanbury yang
atau laba itu sebagaimana upah dan gaji bagi pekerja, yang mana tanpa
Dengan demikian jika tidak ada laba maka bukanlah perdagangan dan matilah
dunia dagang.19
17
Sofyan Safri Harahap, Akuntansi dan Manajemen dalam Perusahaan (Jakarta: FE.
Univ. Trisakti, 1992), hlm. 127.
18
Syeikh Gazali Syeikh Abad dan Zanbury, Perniagaan Islam (Malaysia: Hizbi Shah Alam,
1991), hlm.258.
19
Yūsuf al-Qaradawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, alih bahasa As'ad Yasin (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), II: 594.
xii
menyebutkan bahwa tujuan satu-satunya yang sah bagi bisnis adalah
maksimasi laba.20
atau produksi, untuk itu tidak diketahui secara jelas atau pasti serta tak terbatas
banyaknya, karena ini tergantung kepada kondisi barang dan pasar serta
jika hal ini diterapkan pada perusahaan maka penerapan harga itu harus
tersirat makna Allah menyuruh kita untuk mencari rizki sebanyak mungkin.
Karena itu untuk mendapatkannya harus mampu berbuat sosial dengan harta
kajian titik impas sebagai ukuran efisiensi dalam Islam disebutkan bahwa pada
badan usaha (industri maupun niaga) efisiensi diukur dari beberapa persen
keuntungan yang didapat dari setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya total
20
Ibnu Khaldūn, Ibn Khaldun Tentang Sosial dan Ekonomi, hlm. 108.
21
Syauqi Abduhu al-Sāhi, al-Māl wa al-Turūq Istismāruhu fi al-Islām (Beirut: Dār al-Fikr,
t.t), hlm. 198.
22
Abd al-Mannān al-Namr, al-Ijtihād (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), hlm.279.
xiii
dari seluruh output dalam nilai uang. Sedangkan keuntungan adalah
penerimaan di atas titik impas, kalau tidak demikian maka perusahaan akan
Modern disebutkan bahwa salah satu tujuan usaha adalah pencapaian laba
maksimal.24
tentang jual beli yaitu skripsi yang disusun oleh Siti Qamariyyah yang
Perdagangan Barang Konsumsi. Pada skripsi ini penulis meneliti laba atau
keuntungan atas dasar motif ekonomi yaitu langkah yang ditempuh untuk
bahwa pembahasan jual beli dilihat dari pemaknaan hadis, khususnya yang
berkenaan dengan masalah keuntungan jual beli belum ada. Oleh karena itu,
penelitian dalam skripsi ini akan lebih menekankan pada aspek pemahaman
sebuah hadis yang tepat, khususnya tentang hadis-hadis yang berkaitan dengan
keuntungan jual beli. Dalam hal ini penulis mencoba untuk membuat analisa
23
Mochtar Effendi, Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam (Jakarta:
Bhatara Karya Aksara, 1986), hlm. 173.
24
Basu Swastha dan Ibnu Sukojo, Pengantar Bisnis Modern, cet ke-10 (Yogyakarta:
Liberty, 2002), hlm. 215.
25
Siti Qamariyah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Maksimasi Laba Usaha Perdagangan
Barabg Konsumsi,” skripsi IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Fakultas Syari'ah (2001).
xiv
E. Metode Penelitian
garis besar penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu pengumpulan data dan
pengelolaan data. Pada tahap pertama, metode yang digunakan adalah metode
dengan tema dan pada tahap kedua mengolah data berupa hadis-hadis yang
sesuai dengan acuan ilmiah yang diterapkan oleh para pakar hadis yang
dipercaya, yakni yang meliputi sanad dan matannya, baik yang berupa ucapan
dengan benar nas-nas yang berasal dari Nabi saw. sesuai dengan
pengertian bahasa (Arab) dan dalam rangka konteks hadis tersebut serta sebab
26
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), hlm. 202.
27
M. Syuhudi Isma'il, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual, hlm. 7.
xv
1. Memastikan makna kata-kata dalam hadis.
2. Memahami al-Sunnah sesuai petunjuk al-Qur'an.
3. Menggabungkan hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama.
4. Penggabungan atau pentarjihan antara hadis-hadis yang bertentangan.
5. Memahami hadis-hadis sesuai latar belakangnya, situasi dan kondisinya,
serta tujuannya.
6. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang tetap dari
setiap hadis.
7. Membedakan antara fakta dan metafora dalam memahami hadis.
8. Membedakan antara yang gaib dan yang nyata.29
bertentangan dengan nas lainnya yang lebih kuat kedudukannya. Hal ini
tentang keuntungan jual beli tersebut. Dalam pengaplikasian metode Yūsuf al-
keuntungan jual beli yang dikaji dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
28
Yūsuf al-Qaradawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, terj. Muhammad al-
Baqir, cet IV (Bandung: Karisma, 1993), hlm. 26-27.
29
Ibid., hlm. 92.
30
Ibid., hlm. 27.
xvi
c. Menggabungkan hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama.
serta tujuannya.
F. Sistematika Pembahasan
Bab kedua, mencakup pemaparan seputar jual beli, makna jual beli,
syarat dan sahnya jual beli, macam-macam jual beli, prinsip dan dasar
ekonomi Islam.
keuntungan jual beli, kritik otentisitas hadis, dan pemaknaan hadis dengan
Islam dan relevansi hadis tentang keuntungan jual beli dalam konteks
kekinian.
BAB II
xvii
TINJAUAN UMUM JUAL BELI
barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga yang dijual.31
bentuk masdar dariاعX ب- يبيع- بيعاyang artinya menjual.32 Sedangkan kata beli
dalam bahasa Arab dikenal dengan شراءyaitu masdar dari kata – شرى – يشرى
راءX شartinya membeli.33 Namun pada umumnya kata بيعitu sudah mencakup
menukar.34
31
Peter Salim dan Yunny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer
(Yogyakarta: Modern English Press, 1991), hlm. 626.
32
A.W. Munawir, Kamus al-Munawir: Arab-Indonesia Terlengkap, cet 14 (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), hlm. 124.
33
Ibid., hlm. 716.
34
Al-Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah (Qahirah: Dār al-Fath Lili'lāmi al-'Arabi, 1990), III:
198.
35
Muhammad Syarbini, al-Iqna’ (Bandung: Syirkatu al-Ma’ārif, t.t.), II: 2.
36
Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz, Fath al-Mu'in (Mesir: Dār al-Kutub al-‘Arabi, t.t.),
hlm. 66.
xviii
kesimpulannya jual beli menurut bahasa ialah mengganti atau menukar
ialah:
37
مبادلة مال بمال على سبيل التراضى أو نقل ملك بعوض على الوجه المأذون فيه
38
8
بإيجاب وقبول على الوجه المأذون فيهXمقابلة مال بمال قابلين للتّص ّرف
dimanfaatkan sesuai dengan syara’ dan harus disertai dengan adanya ijab dan
qabul.
37
Al-Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah, hlm.198.
38
Imam Taqiyudin, Kifāyatu al-Akhyār (Semarang: Toha Putra, t.t.), hlm. 239.
xix
harta (harga) atas dasar kerelaan dari pihak penjual dan pihak pembeli.39
dengan harta atau atas saling rida, atau ijab dan qabul atas dua jenis harta
yang tidak berarti bederma, atau menukarkan harta dengan harta bukan atas
dasar tabarru’.40
Dalam cara pertama, yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela itu
dapat dikatakan jual beli dalam bentuk barter (dalam pasar tradisional),
dengan alat ganti yang dapat dibenarkan. Adapun yang dimaksud dengan
ganti rugi yang dapat dibenarkan berarti milik atau harta tersebut
39
Hasbi al-Siddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putera,1997),
hlm. 336.
40
M. Abdul Mujib dkk, Kamus Istilah Fiqh, cet 2 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm.
34.
41
Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), hlm. 33.
42
Ibid., hlm. 34.
xx
Dengan melaksanakan transaksi jual beli ini, manusia mempunyai
tujuan yaitu untuk kelangsungan hidup manusia yang teratur dengan saling
penjual mencari rizki dan keuntungan, sedangkan pembeli mencari alat untuk
langsung, serta dapat membuat orang lain lebih produktif dalam menjalankan
Sebagai umat beragama, tujuan yang terpenting dalam jual beli adalah
untuk mendapatkan ridā Allah agar jual beli tersebut menjadi berkah dan
43
Ibid.
xxi
a. Pihak yang mengadakan akad
akal).44
beli tersebut tidak sah. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah yang
berbunyi:
45
....إالّ أن تكون تجارة عن تراض...
xxii
karena orang yang pemboros dalam hukum dikategorikan sebagai
وهمXXا واكسXX فيهXوهمXX الّتى جعل هللا لكم قيما وارزقXوال تؤتوا السّفهاء أموالكم
X قوالمعروفاXوقولوالهم
46
xxiii
perbuatan yang dilarang oleh Allah yaitu menyia-nyiakan harta.
demikian, jual beli barang oleh seseorang yang bukan pemilik sah
pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti harus
barang.
xxiv
6) بيع مقبوضاXXون المXX( كbarang yang ditransaksikan ada di
tangan)
sebagaimana diperjanjikan.
Akad adalah suatu perkataan antara ijab dan qabul dengan cara
bertransaksi.
xxv
benar-benar marupakan pernyataan isi hatinya. Dengan kata lain,
ijab dan qabul harus keluar dari orang yang cakap melakukan
tindakan hukum.
kurangnya dalam majlis diketahui ada ijab oleh pihak yang tidak
hadir.49
oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berakad. Cara
tidak berada dalam satu majlis atau orang yang berakad salah satu
bahasa isyarat yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak yang
49
Ibid., hlm. 66-67.
xxvi
satu atau kedua belah pihak yang berakad tidak dapat berbicara
paling asasi dalam akad adalah adanya suka sama suka atau kerelaan,
ارة عنXXون تجXXل إالّ أن تكXXوالكم بينكم بالباطXXأكلوا أمXXوا التXXامن ياأيّها الّذين
51
...تراض منكم
muslihat.52
Penipuan itu dapat terjadi dengan dua macam cara, yaitu penipuan
yang dilakukan dalam suatu harga atau disebut dengan penipuan yang
50
Ibid., hlm.68-70.
51
Al-Nisā' (4): 29.
52
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah, hlm. 101.
xxvii
bersifat ucapan dan penipuan yang terdapat dalam sifat suatu barang
54
نهى رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر
Artinya : Rasulullah telah melarang jual beli dengan lempar batu dan
jual beli yang samar.
sahnya jual beli dan berfungsi sebagai pemindahan hak milik dari satu
53
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, Alih bahasa Anas Sidiq
(Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 58.
54
Al-Tirmiżi, al-Jāmi' al-Ṣaḥiḥ “Kitab al-Buyū’” (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) II: 349. Hadis
riwayat Abū Kuraib diceritakan oleh Abū Usāmah dari 'Ubaidillah Ibn Umar dari Abi al-Zinād
dari al-A'rāj dari Abū Hurairah.
xxviii
Selagi manusia masih hidup dan bermasyarakat serta masih
berhubungan dengan orang lain akan selalu mengadakan transaksi jual beli
qabul.
Yaitu jual beli yang seluruh atau salah satu syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli yang menurut asalnya tidak
oleh orang gila, anak kecil, atau jual beli barang yang haram.
pemeliharaan.
55
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, cet. ke-1 (Jakarta: Gaya Media Pramana, 2000), hlm.
120-125.
xxix
4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan.
dan jual beli yang batal. Apabila dalam jual beli tersebut terkait
Yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh syari'at Islam karena ada
xxx
1) Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari
tersebut.
ada di pasar.
5)Jual beli yang sifatnya membohongi, yaitu jual beli yang mengandung
syarat-syarat tertentu.
57
Ibid., 61-62
xxxi
c. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli yang dilakukan
tersebut.58
Karena adanya berbagai macam kebutuhan, situasi dan lingkungan hidup yang
xxxii
tersebut dalam sebuah sistem ekonominya, yang terkenal dengan sistem
ekonomi Islam.
dan sejahtera. Hal ini tercermin dari perhatiannya yang besar kepada kaum
menganiaya mereka seperti yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Tidak pula
tidak berlebih-lebihan, tidak melampaui batas dan tidak pula merugikan. Islam
harta tidak hanya ada dalam genggaman orang kaya saja. Untuk mencapai hal
1. Kebebasan individu
4. Kesamaan sosial
5. Keselamatan sosial
xxxiii
8. Kebajikan individu dalam masyarakat.59
ekonomi Islam sebagai acuan bagi para ekonom Islam dalam mencapai
Untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa
2. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu
rizki.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi
59
Budiono, Ekonomi Mikro (Jogjakarta: BPFE-UGM, t.th), hlm. 2.
60
Ibid., hlm. 3.
xxxiv
a. Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
a. Kewajiban zakat.
b. Larangan riba.
c. Kerjasama ekonomi.
d. Jaminan sosial.
e. Peranan negara.
a. Landasan aqidah.
b. Landasan akhlaq.
c. Landasan syari'ah.
d. Al-Qur'anul Karim.
dan 'urf.61
Salah satu nilai dasar pada sistem ekonomi Islam adalah keadilan antar
timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di
61
Ibid., hlm. 3-4.
xxxv
satu pihak terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi
yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat. Tidak
pengertian sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang
baik dan etis. Di lain pihak, praktek bisnis yang baik, etis, adil, dan fair akan
pelaku bisnis.
yang digunakan al-Qur'an dalam masalah ini adalah adl dan ihsan di satu sisi
dan istikbar di sisi lain. Masyarakat Islam yang ideal harus didasarkan pada
praktek dagang yang jujur dan mencari keuntungan dengan cara yang adil
dan kebijakan merupakan prinsip pokok ekonomi Islam agar tercapai dua
sasaran, yaitu:
xxxvi
2. Berbagai ragam rakyat yang berpartisipasi dalam bidak
khususnya kecintaan terhadap harta benda. Namun harus diketahui juga bahwa
ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem Islam. Maka ekonomi Islam
tidak bisa terlepas dari aqidah dan syari’at Islam, bahkan mempunyai
ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian, dan merupakan cita-cita luhur yang
ekonomi Islam bukanlah merupakan kebebasan yang mutlaq atau tanpa batas,
akan tetapi terikat oleh norma-norma yang digariskan dalam Islam, yaitu
ikatan keadilan demi terwujudnya kemaslahatan umum. Oleh karena itu, jika
63
Afzalurrahmān, Al-Qur'an dalam Berbagai Disiplin Ilmu (Jakarta: LP3ES, 1998), hlm.
30.
xxxvii
monopoli akan berubah menjadi saling pengertian dan saling tolong-menolong
ekonomi Islam tidak lain adalah untuk kemaslahatan umat manusia secara
merupakan sistem yang berwatak sosial tanpa meniadakan hak-hak asasi yang
BAB III
mengemukakan hasil takhrij pada setiap hadis yang dijadikan objek kajian
64
Ahmad Muhammad al-‘Assal dan Fathi Ahmad Abd al-Karim, Sistem Ekonomi Islam,
Prinsip-prinsip dan Tujuannya, alih bahasa H. Ahmadi dan Anshori Umar Sitanggal (Surabaya:
P.T. Bina Ilmu, 1980), hlm. 20-22.
65
AJ. Wensinck, Al-Mu'jām al-Mufakhrās li Alfāz al-Hadisׂ al-Nabawi, terj. Muhammad
Fuad Abd al-Baqi', Juz III (Laeiden: E.J. Brill, 1937), hlm. 119.
xxxviii
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, hadis tentang keuntungan jual
beli terdapat dalam beberapa kitab yaitu Sahih Bukhāri sebanyak 1 buah,
Sunan Ibn Mājah sebanyak 1 buah, Sunan Abū Dāwud sebanyak 1 buah,
عن عروة البارقىِّ أنّ النّبىّ صلّى الله عليه وسلّم أعطاه دينارا.١
يشترى له به شاة
فاشترى له به شاتين فباع إحداهما بديناروجاءه بدينار وشاة
266
فدعاله بالبركة فى بيعه وكان لو اشترى التّرابَ لربح فيه
ح ّدثنا ال ّزبيرX ح ّدثنا أحمد بن سعيد ال ّدارم ّى ح ّدثنا حبّان ح ّدثنا هارون بن موسى.١
xxxix
عليه وسلّم دينارا ألشترى له شاة فاشتريت له شاتين فبعت إحداهما بدينار
وجئت بال ّشاة و ال ّدينار إلى النّب ّى صلى الله عليه وسلّم فذكر له ما كان
من أمره فقال له بارك الله لك فى صفقة يمينك فكان يخرج بعد ذلك
إلى كناسة الكوفة فيربح الرّبح العظيم فكان من أكثر أهل الكوفة
مالا حدّثنا أحمد بن سعيد الدّارمىّ حدّثنا حبّان حدّثنا سعيد بن
زيد قال حدّثنا ال ّزبيرخرّيت فذكر نحوه عن أبى لبيد قال أبو عيسى وقد
به وهو قول أحمد وإسحق ولم يأخذXذهب بعض أهل العلم إلى هذا الحديث وقالوا
بعض أهل العلم بهذا الحديث منهم ال ّشافعى وسعيد بن زيد أخو حمّاد بن
673 زيد وأبو لبيد اسمه لمازة بن زبّار
67
Imām al-Hafiz Abi 'Isā Muhammad bin 'Isā bin Suran al-Tirmiżi, Sunan al-Tirmiżi, Juz
II (Beirut: Dar al-Fikr, 1983 M), hlm. 365.
xl
Zaid dan Abu Labid yang nama aslinya Lizāmah bin
Zabbār.
ح ّدثنا مس ّدد ح ّدثنا سفيان عن شبيب بن غرقدة ح ّدثنى الح ّى عن عروة يعنى ابن.١
ابن زيد ح ّدثنا ال ّزبير بن الخرّيت عن أبى لبيد ح ّدثنى عروة البارقى بهذا الخبر
684
ولفظه مختلف
68
Imām al-Hafiz al-Musnif al-Mutqin Abi Daud Sulaiman Ibn al-'As'ad al-Sajsatani al-
Azali, Sunan Abū Dāud, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 265.
xli
ح ّدثنا أبو بكر بن أبى شيبة ح ّدثنا سفيان بن عيينة عن شبيب بن غرقدة عن.١
ّ Xعروة البارقى
أن النّبىّ صلّى الله عليه وسلّم أعطاه دينارا يشترى
له شاة فاشترى له شاتين فباع إحداهما بدينارفأتىالنّبىّ صلّى الله
عليه وسلّم بدينار وشاة فدعاله رسول الله صلّى الله عليه وسلّم
بالبركة قال فكان لو اشترى التّرابَ لربح فيه ح ّدثنا أحمد بن سعيد
ال ّدارم ّى ح ّدثنا حبّان بن هالل ح ّدثنا سعيد بن ال ّزبير بن الخرّيت عن أبى لبيد
بن زبّار عن عروة بن أبى الجعد البارق ّى قال قدم جلب فأعطانى النّبىXلمازو
695
صلّى الله عليه وسلّم دينارا فذكر نحوه
Artinya : Telah menceritakan Abu Bakr bin Abi Syaibah kepada kami,
telah menceritakan Sufyān bin Uyainah kepada kami dari
Syabib bin Garqadah dari Urwah al-Bāriqi bahwasannya
Nabi saw. memberinya uang satu dinar untuk dibelikan
seekor kambing. Maka dibelikannya dua ekor kambing
dengan uang satu dinar tersebut, kemudian dijualnya yang
seekor dengan harga satu dinar. Setelah itu ia datang kepada
Nabi saw. dengan membawa satu dinar dan seekor kambing.
Kemudian beliau mendo'akan semoga jual belinya mendapat
berkah. Dan seandainya uang itu dibelikan tanah, niscaya
mendapat keuntungan pula."Telah menceritakan Ahmad bin
Sa'id al-Dārimi kepada kami, telah menceritakan Habbān
bin Hilāl kepada kami, telah menceritakan Sa'id bin Zubair
bin al-Khirit kepada kami dari Abi Labid Limāzah bin
Zabbār dari Urwah bin Abi al-Ja'ād al-Bāriqi berkata:"
Datangkanlah sesuatu itu". Maka Nabi saw. memberinya
uang satu dinar lalu ia pun menyebutkan kepada yang
lainnya.
ّ ح ّدثنا سفيان عن شبيب أنه سمع الح ّى يخبرون عن عروة البارق ّى.١
ّأن النّبى
صلّى الله عليه وسلّم بعث معه بدينار يشترى له أضحيّّة وقال مرّة
أو شاة فاشترى له اثنتين فباع واحدة بدينار وأتاه بالأخرى فدعاله
69
Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah, terj, H. Abdullah Shonhaji dkk, Juz V (Semarang: Asy-
Syifa, 1992), hlm. 385.
xlii
بالبركة فى بيعه فكان لو اشترى التّرابَ لربح فيه حدّثنا يحيى بن
سعيد عن زكريّا عن الشّعبىّ عن عروة بن أبى الجعد قال وحدّثنى
أبى حدّثنا أبو كامل عن سعيد بن زيد عن الزّبير عن أبى لبيد عن
عروة بن أبى الجعد قال أبى و حدّثنا يحيى بن آدم عن إسرائيل عن
706
أبى إسحاق عن عروة عن أبى الجعد كلّهم قال ابن أبى الجعد
xliii
بارك له فى صفقة يمينه فلقد رأيتنى أقف بكناسة الكوفة ّاللّهم
فأربح أربعين ألفا قبل أن أصل إلى أهلى وكان يشترى الجوارى ويبيع
ى عن النّبى
Xّ عن أبى لبيد وهو لمازو بن زبّارعن عروة بن أبى الجعد البارق
71
صلّى الله عليه وسلّم مثله
71
Ibid., no. 18554.
xliv
Setelah mengetahui semua hadis pokok sebagai hasil takhrij diperlukan
akan terjadi jika teks yang dipahami benar-benar otentik. Dalam hal ini hadis
yang akan dipahami minimal harus berstatus hasan, dan hadis-hadis di atas
sanad yang terdapat pada bagian lampiran. Dari skema tersebut dapat
diketahui bahwa tidak ada periwayat yang berstatus Syāhid.73 Karena sahabat
Nabi yang meriwayatkan hadis tersebut hanya 'Urwah bin Ja'ad. Adapun
muttabi' Sufyān bin Sa'id, Zakariyya, Isrāil, al-Zubair. 'Ali bin Ubaidillah
72
I’tibār adalah upaya penyertaan Sanad-sanad dalam meneliti suatu hadis yang pada
sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dengan menyertakan sanad lain akan
diketahui adakah periwayat-periwayat lain atau tidak. Lihat Muhammad Tahhan, Tafsir
Mustalāh al-Hadisׂ (Surabaya: Syirkah Bungkul Indah, t. th) hlm. 15. dari kegiatan ini
diterapkan ada tidaknya suatu pendukung baik berupa syāhid maupun muttabi’.
73
Syāhid adalah seorang sahabat yang meriwayatkan hadis menyerupai sahabat lain baik
lafaz-lafz maupun makna. Lihat Muhammad 'Ajjāj al-Khatab, Usūl al-Hadisׂ Ulūmuhu wa
Mustalāhuhu (Beirut: Dār al-Fikr, 1989), hlm, 366.
74
Ibid.
xlv
Yahyā bin Sa'id, Yahyā bin Adam, Sa'id bin Zaid, Harun bin Mūsā.
al-Hadisׂ seperti al-Bukhāri, al-Tirmizi, Abū Dāud, Ibn Mājah, dan Ahmad
Ibn Hanbal.
Azis bin Abdullah yang dikutip dari Kitab Fathu al-Bari bahwasanya hadis
dengan menyandarkan datangnya hadis ini dari jalan lain yang merupakan
Daud, al-Tirmizi, Ibn Mājah dari jalan Sa'id Ibn Zaid dari Zubair al-Khirit dari
dengan pernyataan makna hadis yang sama, juga adanya kesaksian dari
Hakim bin Hazām dan telah diriwayatkan oleh Ibn Mājah dari Abi Bakr bin
Abi Syaibah dari Sufyān dari Syabib dari 'Urwah dengan tidak disebutkan
seorangpun diantara keduanya dan riwayat Ali bin Abdullah yakni Ibn al-
tidak diketahui, tetapi hal itu dikuatkan dengan adanya periwayat dari jalur
xlvi
yang lain yakni al-Tirmizi, Abū Dāud, Ibn Mājah dan Ahmad Ibn Hanbal
Untuk menetili matan hadis yang diteliti, diperlukan tolak ukur tentang
kesahihan matan, sebuah hadis dinilai sahih matannya. Menurut Salah al-
Din Ibn Ahmad al-Adlabi kriteri kritik matan adalah sebagai berikut:
dilakukan setelah sanad dan matan itu telah diketahui kualitasnya, dalam hal
75
Ahmad ibn Ali bin Hajar al-Asqalāni, Fathu al-Bari: Syarh Sahih al-Imām
Abū Abdullah ibn Ismā'il al-Bukhāri, juz II (Beirut: al-Maktabah al-Salafiyah,t.th), hlm. 635.
76
CD Rom Mausū'ah al-Hadisׂ al-Syarif (Global Islamic Software Conpany: Syirkah
al-Baramij al-Islamiyyah al-Dawliyyah, 1991-1997)
77
M. Syuhudi Ismā'il, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),
hlm. 2002-204..
78
Salāh al-Din Ibn Ahmad al-Adlabi, Metodologi Kritik Matan Hadis, alih bahasa.
M. Qadirun, Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hlm. 209.
xlvii
Kriteria pertama, tidak bertentangan dengan al-Qur'an. Firman Allah
79
.... الرّبواXوأح ّل هللا البيع وح ّرم...
ارة عنXXون تجXXل إالّ أن تكXXوالكم بينكم بالباطXXأكلوا أمXXوا التXXامن ذينXXّياأيّها ال
80
....تراض منكم
yang lain yang tidak memberi faedah langsung halalnya jual beli. Sebab pada
agar hendaknya jual beli dilakukan dengan didasarkan atas kerelaan dari
kedua belah pihak. Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada suatu
keuntungan melebihi 100 persen dari modal, tetapi penulis tidak menemukan
79
Al-Bāqarah (2): 275.
80
Al-Nisā' (4): 29.
xlviii
artian bahwasanya hadis-hadis yang dibahas senuanya membolehkan
adalah akal yang tercerahkan dengan al-Qur'an dan Hadis yang sahih.
Secara akal, sistem ekonomi yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan al-
diteliti yang diambil dari hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhāri, al-Tirmizi,
Abū Dāud, Ibn Mājah, dan Ahmad Ibn Hanbal, baik sanad maupun
sahih.
bahwa salah satu syarat suatu hadis dapat dikategorikan sebagai hadiś
maqbūl apabila telah diketahui perawi-perawi yang ada dalam hadis tersebut
81
Muhammad 'Ajjāj al-Khatib, Usūl al-Hadisׂ 'Ulūmuhu wa Mustalāhuhu (Beirut:
Dār al-Fikr, 1989), hlm. 55-56.
xlix
C. Pemaknaan Hadis
b) اشترى
c) ربح
didahului المتناع الجواب المتناع ال ّشرطلوyang berarti jika, maka pasti ada
jawaban dari syarat itu dan ال ّشرطالم الجوابyang berarti jawaban akan
syarat.85
82
A.W. Munawir, Kamus al-Munawir: Arab-Indonesia Terlengkap, cet 14 (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), hlm. 716.
83
Ibid., hlm. 124.
84
Louwis al-Ma'lūf, al-Munjid fi al-Lugah wa al-A'lām, cet ke-28 (Beirut: Dār al-
Masyriq, 1986), hlm. 244
85
Ibid., hlm. 737.
l
Kata ini apabila dikaitkan dengan hadis yang sedang diteliti
tentang keuntungan jual beli, tidak terdapat satupun ayat al-Qur’an yang
beli. Adapun firman Allah yang berkenaan dengan jual beli sebagai
berikut:
راضXXارة عن تXXامنوا التأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إالّ أن تكون تج ياأيّها الّذين
87
....منكم
jual beli. Sebab pada ayat pertama menekankan keharaman riba, ayat
86
Al-Bāqarah (2): 275.
87
Al-Nisā' (4): 29.
li
kedua memberikan tuntunan agar hendaknya jual beli dilakukan dengan
yang dibahas terdapat dalam kitab Sunan Ibn Mājah dan Musnad
Ahmad
Ibn Hanbal.88
hadis yang sedang dibahas yaitu hadis dalam Kitab Sunan Ibn Mājah dan
أبو كريب ثنا إسماعيل بنX ح ّدثنا أزهر بن مروان قال ثنا حقاد بن زيد وح ّدثنا.1
عليّة قاال ثنا أيوب عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن ج ّده قال رسول هللا
89 19
صلّى هللا عليه وسلّم ال يح ّل بيع ماليس عندك وال ربح مالم يضمن
lii
telah menceritakan Abū Karib kepada kami,
menceritakan Isma'il bin 'Aliyyah, mereka berdua
berkata (Abū Karib dan Isma'il bin 'Aliyyah)
menceritakan Ayyūb kepada kami dari 'Amru bin Syuaib
dari bapaknya dari kakeknya bahwasannya Rasulullah
saw. bersabda: " Tidak halal menjual sesuatu yang belum
engkau miliki, dan tidak ada keuntungan sesuatu barang
yang belum ditanggungnya".
b. Hadis dalam Sunan Ahmad Ibn Hanbal
شعيب عن أبيه عن ج ّده قال رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم عن بيعتين فى
90 20
بيعة وعن بيع وسلف وعن ربح مالم يضمن وعن بيع ماليس عندك
yang dibahas yakni hadis-hadis tentang keuntungan jual beli baik dari segi
90
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz II (Beirut: Dār al-Fikr,
t,th), hlm. 174.
liii
bahwasannya hadis-hadis yang dibahas senuanya membolehkan
dalam jual beli dengan jalan menipu, yaitu bahwasannya Rasulullah saw.
orang itu, "bagaimana caramu menjual makanan ini?", dan orang itupun
Nabi lalu memasukkan tangan beliau, dan ternyata makanan yang ada di
termasuk golongan kami, orang yang menipu kami". Juga riwayat dari Ibn
bawah, dan mengeluarkan sesuatu yang tidak sama dengan yang ada di
liv
permukaan. Maka beliau pun memarahi penjual makanan itu, dan
golongan kami. Jadi inti dari riwayat ini yaitu dilarangnya mengambil
itu secara khusus mereka memilih dan menempa diri mereka dalam bidang
perdagangan.
Tidak adanya kekuatan sentral ini telah mendorong setiap suku untuk
91
Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Asbāb al-Wurūd, alih bahasa. O. Taufiqullah, Afif
Mohammad (Bandung: Pustaka, 1986), hlm. 166.
lv
dihormati sebagai pemimpin bangsa Arab ke wilayah manapun mereka
bentuk yang menipu, yang tidak sesuai dengan hakikatnya, dengan tujuan
terhadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain, yang memang menjadi
pedoman bagi semua tindakan dan perilaku seorang muslim dalam semua
BAB IV
92
Afzalur Rahmān, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Alih Bahasa Dewi
Nurjuliyanti, Isnan, dkk, cet. ke-1 (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1995), hlm. 1-3.
lvi
RELEVANSI HADIS TENTANG KEUNTUNGAN JUAL BELI DALAM
KONTEKS KEKINIAN
baik dalam memilih dagangan atau dalam bermuamalah dengan orang lain.
Dalam ekonomi laba berasal dari kelebihan hasil atas biaya. Secara kasar,
harga barang, jumlah penjualan barang, dan biaya kepentingan harga barang.
Harga ialah penentuan nilai uang dan harga barang. Hal ini sangat
dengan firman-Nya:
942
وال تنس نصيبك من ال ّدنيا واحسن كما أحسن هللا إليك وال تبغ الفساد فى األرض
93
Syeikh Ghazali Syeikh Abad dan Zanbury Abdul kadir, Pengurusan Perniagaan Islam,
cet. ke-1 ( Malaysia: Hisbi Syah Alam, 1991), hlm. 274.
94
Al-Qaṣāṣ (28): 77.
lvii
Artinya : Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi ini.
tambahan harga barang yang diperoleh antara harga pembelian dan penjualan
pendapat ini bisa dipahami bahwa laba itu ada karena adanya pertambahan
atau kelebihan pada nilai harta yang telah ditetapkan untuk dagang.
sedangkan laba adalah kelebihan yang diperoleh oleh seseorang atas barang
pengganti. Dengan kata lain, laba ialah hasil dari selisih nilai awal harga
95
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1976), hlm. 1132.
96
Yūsuf al-Qaradawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Alih bahasa As'ad Yasin (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), II: 588.
lviii
atau pertambahan harta dengan membeli barang dengan murah kemudian
pertambahan itulah yang disebut laba. Adapun usaha untuk mendapatkan laba
itu adalah dengan menyimpan barang dan menunggu perubahan pasar dari
harga yang murah hingga harga mahal sehingga labanya akan lebih besar, atau
juga dapat dilakukan dengan membawa barang tersebut ke daerah lain yang di
sana bisa dijual dengan harga yang lebih mahal dari harga daerah asal, maka
labanya akan lebih besar. Dari beberapa defenisi di atas, Husein Syahatah
pada modal pokok yang dikhususkan untuk perdagangan. Dengan kata lain,
laba ialah suatu pertambahan pada nilai yang terdapat pada harga beli dan
menyelamatkan modal pokok dan mendapatkan laba. Jadi, orang yang tidak
dikurangi jumlah ongkos yang terdiri dari upah pekerja, sewa tanah, dan
keras, dan tentu saja merupakan hasil dari suatu proses penciptaan nilai yang
97
Husein Syahatah, Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam, alih bahasa Husnul Fatarib
(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2001), hlm. 148.
98
Basu Swasta dan Ibn Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern, cet ke-10 (Yogyakarta:
Liberty, 2002), hlm. 19.
lix
demikian keuntungan merupakan hasil angka produksi. Dalam mendapatkan
keuntungan, unsur usaha itu tetap terdapat dalam proses produksi dan
keuntungannya.99
dan industri turun naik dan berhubungan langsung dengan usaha-usaha yang
Karena asumsi resiko adalah pengorbanan maka ini harus dibayar dalam
lainnya.
manfaat.100
99
M. Abdul Mannān, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Alih Bahasa M. Nastangin
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1997), hlm. 133.
100
Afzalur Rahmān, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, Alih Bahasa Dewi
Nurjuliyanti, Isnan, dkk, cet. ke-1 (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1995), hlm. 324.
lx
bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi juga akan membuat lesu
Islami yang dapat memberi pengaruh dalam penentuan batas laba yang
mengambil laba. Ali bin Abi Ṭālib, sebagaimana diceritakan oleh Husain
"Wahai para saudagar! Ambillah laba yang pantas maka kamu akan
selamat (berhasil) dan jangan kamu menolak laba yang kecil karena itu
awal karena harta juga banyak, semakin besarlah labanya. Karena jumlah
menjadi banyak".103
batasan laba ideal yang pantas dan wajar dapat dilakukan dengan
101
Syekh Ghazali, Sykh Abad dan Zanbury, Pengurusan Perniagaan Islam, hlm. 259.
102
Husain Syahatah, Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam, hlm. 159.
103
Ibid.
lxi
jumlah barang dan meningkatkan peranan uang, yang pada gilirannya akan
tingkat kesulitan dan resikonya, maka semakin besar pula laba yang
diharapkan.
perusahaan".
jelas bahwa ada hubungan sebab akibat (kausal) antara tingkat bahaya
serta resiko dan standar laba yang diinginkan oleh pedagang. Karenanya,
Akan tetapi, semua ini dalam kaitannya dengan pasar Islami yang
dan unsur permintaan. Pasar Islami juga bercirikan bebasnya dari praktek-
lxii
praktek monopoli, kecurangan, penipuan, perjudian, pemalsuan serta
segala jenis jual beli yang dilarang oleh syari'at. Jadi di sini, iman, akhlak,
dan tingkah laku yang baik mempunyai peran yang penting dalam
kesucian pasar.
kalangan pedagang bahwa harga pembelian secara kredit lebih mahal dari
pembayaran secara tunai, untuk itu standar laba menjadi lebih tinggi.
5. Unsur-unsur pendukung.
Islam.104
Qaradawi di antaranya:
104
Ibid., hlm. 159-165.
lxiii
1. Keuntungan memperdagangkan barang haram.
bentuk yang menipu, yang tidak sesuai dengan hakikatnya, dengan tujuan
mengecoh pembeli. Termasuk dalam hal ini iklan promosi yang berlebih-
dalam hadis:
هللا صلّى هللا عليه وسلّم مرّعلى صب ّرة من طعام فأدخل يده فيها فنالتXأن رسول
ّ
:أصابعه بلال فقال ما هذا يا صاحب الطّعام؟ قال أصابته السّماء يا رسول هللا قال
105 13
الطّعام كى يراه النّاس؟ من غشّ فليس منّىXأفال جعلته فوق
lxiv
Nabi berkata: "kenapa tidak kamu letakkan di atas supaya bisa
dilihat orang lain, barang siapa berbohong maka bukan
termasuk golonganku".
106 14
المسلم أخو المسلم ال يح ّل لمسلم باع من أخيه بيعا فيه عيب إالّ بيّنه له
Artinya : Orang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak
halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya
sesuatu yang ada cacatnya melainkan harus dijelaskannya
kepadanya.
ini, maka wajib bagi seseorang, sebagaimana dikemukakan oleh Imam al-
Gazāli, untuk berlaku jujur dan terus terang mengenai harga pasaran pada
harga.
yang tidak biasa dilakukan orang. Pada dasarnya melakukan daya upaya
suatu upaya. Tetapi, daya upaya untuk memperoleh keuntungan ini jangan
106
Ibn Mājah, Sunan Ibn Mājah, "Kitab al-Tijārāh " (Semarang: Toha Putra, t. th), II: 755.
Hadis dari Muhammad bin Basyār dari Wahāb bin Jarir dari Bapaknya dari Yahya ibn Ayyūb
dari Yazid ibn Abi Habib dari Abdirrahman ibn Syumāsah dari Uqbah ibn ‘Amr.
lxv
5. Keuntungan dengan cara menimbun.
syara'.107
3. Menukar kurma kering dengan kurma basah karena takaran kurma basah
ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar.
4. Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas
107
Yūsuf al-Qaraḍawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, hlm. 603-615.
lxvi
6. Ikhtikar yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan
konsumen.
keseluruhan.109
merupakan kebebasan yang mutlaq atau tanpa batas, akan tetapi terikat oleh
108
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, cet. ke-1 (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002),
hlm. 132-133.
109
Basu Swasta, Azas-azas Manajemen (Yogyakarta: Liberty, 1984), hlm. 21.
lxvii
B. Keuntungan Jual Beli dalam Konteks Kekinian
produktifitas perdagangan atau jual beli. Dalam praktek jual beli, Islam
melindungi pihak-pihak yang terkait dalam jual beli, agar tidak ada yang
diinginkan.
dalam transaksi jual beli. Tetapi semua bentuk kegiatan jual beli itu harus
perdagangan lainnya.110
pembelian.
diterima dari penjual. Dalam keuntungan yang wajar, tidak saja dimaksudkan
110
Asmuni Abdurrahman, Qaidah-qaidah Fiqh, cet. ke-1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
hlm. 121.
lxviii
untuk konsumtifnya saja, tetapi juga agar ia mampu mengembangkan
usahanya (produktifitas).111
adalah suatu usaha yang bermanfaat yang menghasilkan laba, yaitu sisa lebih
laba menurut ajaran agama Islam adalah keuntungan yang wajar dalam
undian maupun promosi lainnya yang intinya bertujuan untuk menarik minat
keuntungan dari penjualan berkurang, namun dari sisi promosi akan sangat
111
Syafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam (Jakarta:
Haji Masagung, 1988), hlm. 113.
lxix
Cara yang mungkin dilakukan produsen atau penjual sebagaimana
murah dari harga pasar dan bahkan disertai dengan berbagai hadiah yang dapat
atau bahkan menderita kerugian, bahkan tidak jarang ada penjual yang
tersebut di pasaran.
Penjual tersebut jelas harus memiliki modal yang sangat besar apabila
tersebut denga harga yang sangat murah bahkan disertai dengan berbagai
kerugian bahkan tidak jarang jumlahnya besar, namun untuk jangka panjang
produknya semakin dikenal dan semakin dicari konsumen dan ia sudah tidak
mengenal produk atau penjualnya, maka lambat laun si penjual tersebut mulai
lxx
menguasai pasar bahkan mungkin memonopoli penjual barang tersebut di
pasaran.
sebelumnya telah meneliti al-Qur'an niscaya tidak akan mendapatkan satu pun
lingkungan, pada semua waktu, dalam semua kondisi, dan bagi semua
mewujudkan keadilan.
dari setahun. Maka untuk jenis komoditas yang pertama ini hendaklah
Begitu juga antara orang yang berdagang dalam jumlah sedikit dengan
orang yang berdagang dalam jumlah yang banyak dan antara orang yang
memiliki modal kecil dengan orang yang memiliki modal besar, keuntungan
112
Yūsuf al-Qaradawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, hlm. 594.
lxxi
yang mereka tentukan berbeda. Karena laba sedikit dari modal yang besar
Demikian juga berbeda antara orang yang menjual dengan tunai dan
orang yang menjual secara bertempo, yang telah dikenal bahwa dalam
biasanya hanya dibeli oleh orang kaya. Untuk barang yang pertama sebaiknya
laba dipungut sedikit saja demi kemanusiaan. Sedangkan untuk macam kedua
bisa dipungut laba yang lebih tinggi karena pembelinya tidak terlalu
membutuhkan.
orang yang dapat menjualnya dengan mudah dengan orang yang harus
yang lebih tinggi setelah barang-barang itu berpindah dari tangan ke tangan.
lxxii
Karena pedagang yang pertama itu mendapatkan keuntungan yang lebih besar
laba atau keuntungan dalam perdagangan. Yang jelas, hal ini diserahkan
lain, yang memang menjadi pedoman bagi semua tindakan dan perilaku
113
Ibid., hlm. 594.
lxxiii
Agama Islam bukan berarti melarang umatnya untuk mencari
keuntungan dan laba. Keuntungan yang diperbolehkan oleh Islam adalah laba
yang diperoleh secara wajar, tidak merugikan dan mengurangi hak-hak bagi
kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli. Ekonomi Islam tidak
hanya memfokuskan pada keuntungan materi atau duniawi semata, tetapi juga
من كان يريد حرث األخرة نزدله فى حرثه ومن كان يريد حرث ال ّدنيا نؤته منهاوماله
114
فى األخرة من نصيب
duniawi semata, tetapi juga keuntungan ukhrawi, yaitu bertindak secara jujur
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
yaitu:
114
Al-Syurā (42): 20.
lxxiv
1. Dengan menggunakan metode Ma'āni al-Hadisׂ,
hadis tentang keuntungan jual beli tidak hanya bisa dipahami secara
jual beli. Dalam memahami hadis ini mereka ada yang memahami
lingkungan, pada semua waktu, dalam semua kondisi, dan bagi semua
lxxv
golongan manusia yang berbeda, merupakan hal yang selamanya tidak
jalan menipu, menimbun, atau dengan jalan haram lainnya yang tidak
B. Saran-saran
Harapan penulis, kajian ini tidak cukup hanya sampai di sini, tetapi
tetapi juga keuntungan ukhrawi, yaitu bertindak secara jujur dan amanah,
bukan sebaliknya.
C. Penutup
lxxvi
kekurangan yang masih diperlukan saran dan kritik dari berbagai pihak
lxxvii