SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
untuk Memenuhi sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Theology Islam
Oleh :
UMMU HUMAIRO’ QURBANY
NIM. 00530179
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
HALAMAN MOTTO...........................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ v
PEDOMAN TRANSLITERASI...........................................................................vi
ABSTRAK............................................................................................................xi
KATA PENGANTAR...........................................................................................xii
DAFTAR ISI........................................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
Rumusan Masalah....................................................................................... 9
Telaah Pustaka.............................................................................................10
Metode Penelitian......................................................................................16
Sistematika Pembahasan.............................................................................19
B. Konsep Salat..........................................................................................31
Menegakkan Salat.................................................................................40
1. Analisis Sanad.................................................................................57
2. Analisis Matan.................................................................................48
1. Kajian Konfirmatif..........................................................................52
3. Kajian Linguistik.............................................................................57
BAB V PENUTUP.............................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................81
B. Saran-saran............................................................................................82
C. Kata Penutup.........................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................83
PENDAHULUAN
untuk menemukan jati diri atau identitas masing-masing. Dalam proses ini, setiap
orang membutuhkan bantuan dan partisipasi orang lain. Hal ini bukan untuk
menjadi sama seperti orang lain, tetapi justru untuk menjadi pribadi yang berbeda
Setiap orang apabila dibandingkan antara satu dengan yang lain, akan
laku yang berbeda-beda. Dalam kondisi bervariasi yang bersifat kodrati ini,
manusia dalam mewujudkan kehidupan bersama perlu saling mengenal dan saling
sehingga mencapai tujuan bersama.3 Demi efisiensi kerja dalam upaya mencapai
1
Q.S. al-H}ujura>t (49): 13.
2
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1993), hlm. 8.
3
Ibid.
tujuan dan mempertahankan hidup bersama, diperlukan bentuk kerja kooperatif
yang perlu diatur dan dipimpin.4 Oleh karena itu, diperlukan seorang pemimpin
dirinya sendiri, dengan berbuat amal kebajikan bagi dirinya sendiri, orang lain
4
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu ?
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 2.
5
Q.S. al-Baqarah (2): 30.
6
Dalam bahasa Arab, ada beberapa istilah yang menunjuk kepada arti pemimpin, di
antaranya Khali>fah, Ima>m dan Ami>r.
7
Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu> ‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ja‘fa>, S}ah}i>h} al-
Bukha>ri>, jilid V (Beiru>t: Da>r Ibnu Kas|i>r, 1987), hlm. 1988.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam posisi dan status apapun
juga, manusia sebagai pribadi maupun sebagai umat, tanggung jawab sebagai
pemimpin tidak dapat dielakkan. Apabila tanggung jawab ini ditunaikan, maka
jawab ini menjadi berat, karena hakikat kepemimpinannya memiliki dua dimensi.
Allah dan keteladanan Nabi Muhammad dalam memimpin. Dua dimensi ini akan
berpadu menjadi satu kesatuan, apabila tanggung jawab yang kedua tersebut telah
ditunaikan secara baik semata-mata karena Allah SWT., maka secara pasti
berkenaan dengan hubungan vertikal dengan Tuhan (h}abl min Alla>h) dan
Sosok pemimpin yang bisa memenuhi dua dimensi inilah yang diharapkan
ada pada setiap pemimpin pada wilayah terkecil hingga terbesar, yaitu sebuah
memenuhinya. Ada pemimpin yang baik, pemimpin yang buruk bahkan ada pula
8
Hadari Nawawi, op.cit., hlm. 10.
9
Ibid.
pemimpin yang abnormal.10
para ulama, ada yang menyamakan istilah-istilah ini dan ada pula yang
menarik. Perselisihan terbesar di kalangan umat Islam yang terjadi pasca wafatnya
belum pernah terjadi sebelumnya. Masing-masing pihak yang berseteru saat itu
memerintah dan memutuskan segala perkara yang berada dalam wilayahnya. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan apabila di antara mereka baik secara individu
maupun golongan saling berebut tahta tersebut. Namun tidak semua dari mereka
mempunyai niat baik dalam hal ini. Mereka yang berniat busuk hanya ingin
memerintah sesuka hati demi memuaskan hawa nafsu mereka yang tidak pernah
10
Kartini Kartono, op.cit., hlm. 163.
11
Al-Mawardi>, Al-Ah{ka>m Al-Sult}a>niyyah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t]), hlm. 3; M.
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci
(Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 346.
12
Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1971), hlm. 32.
Salah satu hadis sahih riwayat Muslim yang membicarakan tentang
menyebutkan ciri-ciri seorang pemimpin yang baik dan yang buruk. Redaksi hadis
َح َّدثَنَا دَا ُو ُد بْنُ ُر َش ْي ٍد َح َّدثَنَا ْال َولِي ُد يَ ْعنِي ا ْبنَ ُم ْسلِ ٍم َح َّدثَنَا َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ يَ ِزي َد ب ِْن َجابِ ٍر
فِ ْظةَ ا ْبنَ َع ِّم عَو َ ق بْنُ َحيَّانَ أَنَّهُ َس ِم َع ُم ْسلِ َم ْبنَ قَ َر ُ َموْ لَى بَنِي فَزَا َرةَ َوهُ َو ُر َز ْيƒأَ ْخبَ َرنِي
ِ ول هَّللا َ ƒْت َر ُس ُ ِمعƒو ُل َسƒƒُي يَق َّ َج ِعƒك اأْل َ ْشƒ
ٍ ƒِوْ فَ ْبنَ َمالƒƒْت َع ُ ك اأْل َ ْش َج ِع ِّي يَقُو ُل َس ِمع ٍ ِْب ِن َمال
َ ُم َوتƒْ ا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَهُ ْم َوي ُِحبُّونَ ُكƒƒَو ُل ِخيƒƒُم يَقƒَ َّلƒ ِه َو َسƒ لَّى هَّللا ُ َعلَ ْيƒ ص
لُّونَ َعلَ ْي ِه ْمƒ ص َ
مƒْ ونَ ُكƒƒُم َويَ ْل َعنƒُْونَهƒƒُونَ ُك ْم َوت َْل َعنƒض
ُ ونَهُ ْم َويُ ْب ِغƒضُ َرا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ْب ِغƒلُّونَ َعلَ ْي ُك ْم َو ِشƒُص
َ َوي
ا ُمواƒƒَصاَل ةَ اَل َما أَق َّ م الƒْ ال اَل َما أَقَا ُموا فِي ُك َ َم ِع ْن َد َذلِكَ قƒُُْول هَّللا ِ أَفَاَل نُنَابِ ُذه
َ قَالُوا قُ ْلنَا يَا َرس
أْتِي ِم ْنƒƒَا يƒƒْصيَ ِة هَّللا ِ فَ ْليَ ْك َر ْه َم
ِ صاَل ةَ أَاَل َم ْن َولِ َي َعلَ ْي ِه َوا ٍل فَ َرآهُ يَأْتِي َش ْيئًا ِم ْن َمع
َّ فِي ُك ْم ال
.ٍصيَ ِة هَّللا ِ َواَل يَ ْن ِزع ََّن يَدًا ِم ْن طَاعَة
ِ َم ْع
Artinya: Telah bercerita kepada kami Da>wud bin Rusyaid bahwa: telah
bercerita kepada kami al-Wali>d yakni Ibnu Muslim bahwa: telah
bercerita kepada kami ‘Abdurrahman bin Yazi>d bin Jabi>r bahwa:
seorang budak dari Bani Faza>rah yang bernama Ruzaiq bin H{ayya>n
telah memberitahukan kepadaku bahwasanya ia telah mendengar Muslim
bin Qaraz}ah putra paman ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia
telah mendengar ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia telah
mendengar Rasululluh SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah
13
Hadis ini terdapat dalam kitab S}ah}i>h} Muslim, lihat : Abu> al-H}usain Muslim bin
al-H}ajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> Al-Naisabu>ri> (selanjutnya disebut Muslim), al-Ja>mi‘ al-
S}ah}i>h}, jilid VI (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 24; Yah}ya>} bin Syaraf al-Nawaw}i>
(selanjutnya disebut al-Nawaw}i> ), S}ah}i>h} Muslim: Syarh} al-Ima>m al-Nawa>wi>, jilid VI,
juz XII (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1983), hlm. 245; Muh}ammad bin Ala>wi> al-Ma>liki al-
H}asani> (selanjutnya disebut al-H}asani>), al-Manhaj al-Lat}i>f fi> Us}u>l al-H}adi>s| al-
Syari>f ([t.k.]: [t.p.], [t.t.]) hlm. 98-99; CD Mausu>‘ah al-H}adi>>s| al-Syari>f al-Kutub al-
Tis‘ah, Produksi Sakhr, tahun 1991, edisi 1.2. Hadis ini bernilai sahih berdasarkan pendapat al-
Alba>ni>>, al-Suyu>t}i>> dan al-Bagawi>>, lihat: Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n al-Alba>ni>>
(selanjutnya disebut al-Alba>ni>>), S}ah}i>h} al-Ja>mi‘ al-S}agi>r wa Ziya>dah al-Fath} al-
Kabi>r, jilid II (Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, [t.t.]), hlm. 619; Jala>l al-Di>n ‘Abdurrah}ma>n
bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i> (selanjutnya disebut al-Suyu>t}i>>), a l-Ja>mi‘ al-S{agi>r fi>
Ah}a>di>s| al-Basyi>r al-Naz|i>r , jilid II ([t.k.]: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 8; Abu> Muh}ammad
al-H}usain bin Mas‘u>d al-Bagawi>> (selanjutnya disebut al-Bagawi>> ), Syarh} al-Sunnah, jilid
V (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm. 302-303.
pemimpin yang kamu cintai dan mereka pula mencintai kamu, yang kamu
doakan dan mereka pula mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk
pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka pun
membencimu, yang kamu laknat dan mereka pun melaknatmu.” Mereka
(yang hadir saat itu) berkata: “Wahai Nabi, jika demikian, tidakkah kita
menumbangkannya?” Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka
menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Tidak, selama mereka
menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Ketahuilah! Barangsiapa di
antara kamu mendapatkan seorang penguasa terpilih, dan melihatnya
berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka bencilah perbuatan
buruknya tersebut saja dan jangan sekali-kali membangkang
terhadapnya.14
dikatakan baik jika mampu menciptakan suasana saling mendukung antara kedua
belah pihak yaitu antara pemimpin dan yang dipimpin yang didasari oleh perasaan
saling mencintai dan menyayangi. Suasana seperti ini dapat menjadi modal awal
yaitu rasa saling membenci bahkan melaknat. Kondisi demikian tentunya dapat
dapat merugikan salah satu bahkan kedua belah pihak, yaitu ketertindasan yang
wajar jika ditanggapi dengan pertanyaan oleh para sahabat: apakah mereka boleh
persoalan adalah jawaban Nabi atas pertanyaan ini yaitu kata “tidak” yang diikuti
14
Terjemahan ini disadur dari terjemahan berbahasa Inggris, lihat: Amira Zrein Matraji
(rev.), Shahih Muslim, Vol. 3.A (Beirut: Dar el-Fiker, 1993), hlm. 520-521; Abdul Hamid Siddiqi
(rend.), Shahih Muslim: Arabic-English, Vol. III (Delhi: Adam Publisher and Distributors, 1996),
hlm. 520-521.
dengan syarat bahwa pemimpin tadi masih menegakkan (mendirikan) salat. Hal
ini menandakan bahwa pemimpin tersebut masih berhak untuk ditaati. Mengapa
kesejahteraan rakyatnya. Apakah salat dalam hal ini merupakan simbol dari
Makna atau maksud sesungguhnya yang ditemukan dari sabda Nabi ini,
diharapkan dapat memberi pedoman dan arahan bagi kepemimpinan umat Islam
untuk masa kini dan masa yang akan datang. Sesuatu yang sangat mungkin terjadi
bagaimana sikap dan pribadi seorang pemimpin yang dimaksud oleh Nabi sebagai
sekaligus penjelas al-Qur’an16 yang dapat menjadi pegangan hidup umat manusia
15
Q.S. al-Ah}za>b (33) : 21.
16
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah sebagai baya>n muta>bi‘,baya>n mula>zim
dan baya>n tada>mun. Lihat: Mus}t}afa> al-Siba>‘i>, al-Sunnah wa Maka>natuhu fi> al-
Tasyri>‘ al-Isla>mi>, (Beiru>t: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1978), hlm. 379-381; Muh}ammad
‘Adib S}a>lih, Tafsi>r al-Nus}u>s} fi> al-Fiqh} al-Isla>mi>, jilid I (Beiru>t: al-Maktabah al-
Isla>mi>, 1984), hlm. 31-42.
khususnya umat Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
melarang sesuatu tanpa ada tujuannya. Semua pernyataan beliau pasti mempunyai
alasan dan tidak terlepas dari faktor situasi sosio-historis yang ada pada
untuk memperoleh petunjuk Tuhan yang tersembunyi dalam sabda Nabi secara
tepat. Oleh karena itu, berbagai pertanyaan berkenaan dengan hadis tentang
kesalahpahaman dalam interpretasi teks agama di antara umat Islam menjadi jelas
saja, namun akan berlanjut ketika normativitas hadis harus dihadapkan dengan
bertambah karena sebuah teks atau matan hadis bukanlah sebuah narasi yang
berbicara dalam ruang hampa sejarah, vacum historis17, melainkan di balik sebuah
teks atau matan sesungguhnya terdapat sekian banyak variabel serta gagasan yang
17
Pernyataan vacum historis ini terinspirasi oleh pandangan Gadamer yang menyatakan
bahwa setiap pemahaman selalu merupakan sesuatu yang bersifat historik dialektik dan sekaligus
merupakan peristiwa kebahasaan. Sebagai hal yang bersifat historik, pemahaman sangat terkait
dengan sejarah, dalam pengertian bahwa pemahaman itu merupakan fusi masa lalu dengan masa
kini. Lihat: Lukman S. Thahir, “Memahami Matan Hadis Melalui Pendekatan Hermenetik”,
Hermeneia, Vol. 1/ No. 1, Januari-Juni 2002, hlm. 50.
Jika dihadapkan dengan kondisi kekinian, yaitu pada realitas
tersebut ? Ketika ada pemimpin yang berkualitas baik, sedikit baik, ada pemimpin
buruk, sedikit buruk bahkan pemimpin abnormal yang sakit secara sosial –yang
terjadi jika dilihat melalui “kacamata” hadis ini ? Terlebih lagi melihat jumlah
"ruh" hadis dalam segala dimensi ruang dan waktu dalam kehidupan manusia,
goresan tinta di atas kumpulan kertas yang hanya memenuhi koleksi perpustakaan.
Rumusan Masalah
menegakkan salat ?
mengetahui hubungan antara kepemimpinan dan salat yang dimaksud hadis serta
yang dipimpin (rakyat) yang sesuai dengan ajaran Islam yang disampaikan
melalui hadis Nabi. Di samping itu, penelitian ini diadakan untuk menambah
Telaah Pustaka
dan salat.
membahas hadis yang diteliti ini. Namun pembahasannya lebih mengarah kepada
hadis yang diberikan oleh Imam Muslim sendiri dalam kitab S}ah}i>h}-nya, maka
Jumhur dan berbagai madzhab Islam serta perspektif al-Qur’an dan al-Sunnah
ajaran Syi’ah. Menurut Syi'ah, kedudukan imam dan khalifah umat Islam hanya
diberikan kepada Ali dan keturunannya berdasarkan hadis S|aqalain, dan mereka
19
Al-Nawawi, loc.cit.
20
Muslim, loc.cit.
21
Ali Ahmad al-Sulus, Imamah dan Khalifah, terj. Asmuni Sholihin Zamakhsyari
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 177.
22
Murtadha Muthahhari, Imamah dan Khilafah, terj. Satrio Pinandito (Jakarta: Firdaus,
1991), hlm. 8-15.
23
Muhammad al-Muba>rak, “Ni>za>m al-Isla>m: al-Mulk wa al-Daulah (Beiru>t: Dār
al-Fikr, 1984), hlm. 62-63.
antara Islam dan struktur negara (politik) yaitu pemerintahan dengan menengok
al-Ra>syidi>n dan sesudahnya. Selain itu, buku ini membahas tokoh-tokoh ulama
kontemporer.24
kenegaraan menurut Imam al-Gazali yang bernuansa tasawuf. Dalam tulisan ini,
hadis yang diteliti ini tercantum, namun dengan redaksi yang tidak lengkap
Islam sedikit menyinggung masalah hubungan antara salat dan negara. Namun
pembahasannya terlalu singkat dan hal inipun ditempatkan pada bab Pendahuluan
tulisannya. Dalam pembahasan juga tidak menyinggung hadis yang diteliti ini.27
24
Munawir Sjadzali, Islam and Government Sistem: Teaching, History and Reflection
(Jakarta: Indonesia-Nederland Cooperation in Islamic Studies (INIS), 1991), hlm. 1-2.
25
Sri Mulyati (dkk.), Islam and Development: A Politico-Religious Response
(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. xvi-xxxii.
26
Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam al-Ghazali (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), hlm. 157-158.
27
Fuad Mohammad Fachruddin, Pemikiran Politik Islam (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 1988), hlm. 16-17.
dalam Sahih al-Bukhari : Kajian atas Sanad dan Matan Hadis” mengetengahkan
hal kebajikan dan amar ma’ruf. Apabila terdapat hal yang tidak menyenangkan
Kepemimpinan dari Suku Quraisy : Studi Kritik Sanad dan Matan” membahas
validitas hadis berdasarkan sanad dan matannya, serta bagaimana makna yang
suku Quraisy sama sekali tidak dimaksudkan sebagai syarat mutlak bagi jabatan
pimpinan negara yang diterapkan oleh Nabi SAW. dan mengikat kepada umat
secara permanen.29
28
Ihwanuddin, "Konsepsi Kepemimpinan dalam Sahih al-Bukhari : Kajian atas Sanad dan
Matan Hadis", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001, hlm. 67.
29
Hendrik Imran, "Hadis-hadis tentang Kepemimpinan dari Suku Quraisy : Studi Kritik
Sanad dan Matan", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001, hlm.
75.
30
Hadari Nawawi, op.cit., hlm. 41-42.
sejarah Islam yaitu mulai kepemimpinan Nabi SAW., Khulafa>' al-Ra>syidi>n
berikut.
dari segi sejarahnya, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj yang pada saat itu kewajiban
melaksanakan salat bagi umat Islam langsung disampaikan Allah kepada Nabi
SAW. tanpa adanya perantara.32 Salat juga dibahas dari segi psikologis dan
positif bagi jiwa dan raga pelakunya serta mampu membentuk manusia yang
bersih. Buku ini memaparkan pula bahwa di balik salat berjama’ah mengandung
sufistik. Bagi Mahmud, salat bukanlah sekedar gerakan, tapi juga pengetahuan
dan sikap. Kedamaian di hati diwujudkan melalui salat yang benar, sadar dan
refleksi, pengoyakan selubung yang menutupi mata dan hati. Implikasi dari
31
Muhadi Zainuddin dan Abdul Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam : Telaah Normatif
dan Historis (Yogyakarta: al-Muhsin Press, 2001), hlm. 1-3.
32
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat: Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 12.
33
Ibid., hlm. 59-153.
pembahasan ini adalah untuk mewujudkan Islam yang hanif, toleran dan damai.34
barometer ketaatan dan penginsyafan seorang hamba pada Sang Khalik, juga
Allah kepada Nabi secara langsung tentang kewajiban salat bagi kaum muslimin,
dan keistimewaan salat dalam melindungi jiwa agar senantiasa bersih dan suci.35
Ahmad Fadhil Nasrullah dalam bukunya Celaka Orang yang Salat hanya
tidak ada yang mengupas masalah kepemimpinan yang dikaitkan dengan salat
diadakan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu diadakan dan tulisan inilah sebagai
realisasinya.
Metode Penelitian
34
Mahmud Muhammad Thaha, Shalat Perdamaian: Risalah Kebebasan Individu dan
Keadilan Sosial, terj. Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. vi.
35
Casmini, "Keistimewaan Salat Ditinjau dari Aspek Psikologi dan Agama", Hisbah, Vol.
1/ No. 1, Januari-Desember 2002, hlm. 79-93.
36
Ahmad Fadhil Nasrullah, Celaka Orang yang Salat (Yogyakarta: Target Press, 2001),
hlm. 3.
Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
optimal.37 Berikut penulis paparkan metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Jenis Penelitian
tertulis seperti buku atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan,
Sifat Penelitian
berbagai kitab hadis, kitab syarah, kitab ilmu hadis, buku, artikel dan
sumber lainnya yang mempunyai relevansi dengan kajian ini, baik yang
Sumber Data
37
Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah Dasar Metode dan Teknik
(Bandung: Warsito, 1990), hlm. 30.
Mifta>h Kunu>z al-Sunnah 38
melalui tema hadis dan al-Mu‘jam al-
39
Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi> melalui kata-kata dalam
hadis dan penelusuran lewat kata awal dalam matan hadis, hadis tentang
kitab S}ah}i>h} Muslim, Musnad Ah}mad bin H}anbal dan Sunan al-
adalah ketiga kitab ini. Sedangkan sumber data sekunder adalah kitab-
kitab hadis dan syarah hadis, buku, artikel dan sumber tertulis lainnya
yang berkaitan dan relevan dengan topik yang dibahas, untuk membantu
Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data yang masih
38
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Mifta>h Kunu>z al-Sunnah (Beiru>t: Da>r
Ah}ya>’ al-Tura>s| al-‘Arabi>, 2001), hlm. 55.
39
A.J. Wensick, Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi>>, jilid VI
(Leiden: E.J. Brill, 1967), hlm. 186.
40
CD Mausu>‘ah al-Hadi>>s| al-Syari>f al-Kutub al-Tis‘ah, Produksi Sakhr, tahun
1991, edisi 1.2.
41
Langkah-langkah yang diambil ini merupakan metodologi sistematis hermeneutika
yang ditawarkan oleh Musahadi HAM. Lihat: Musahadi HAM., Evolusi Konsep Sunnah:
Implikasinya pada Perkembangan Hukum Islam (Semarang: Aneka Ilmu, 2000), hlm. 155-159.
validitas dan otentisitas hadis dari segi sanad dan matan dengan
ulama.
langkah utama:
2) Analisis realitas historis. Dalam tahapan ini, makna atau arti suatu
Sistematika Pembahasan
Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab ini
digunakan sebagai pedoman, acuan dan arahan sekaligus target penelitian, agar
dan salat. Pembahasan ini mengulas pengertian tentang kepemimpinan dan salat,
yang akan memberi gambaran tentang topik kepemimpinan dan salat, sebagai
hadis dapat dipahami secara tepat. Pembahasan ini meliputi tinjauan redaksional
Dilanjutkan pada analisis keotentikan hadis dari segi sanad dan matan, analisis
hadis.
yaitu berupa analisis perubahan makna hadis yang diperoleh dari generalisasi
makna hadis ke dalam realitas kehidupan saat ini, sehingga memiliki makna
BAB II
KONSEP KEPEMIMPINAN DAN SALAT
Konsep Kepemimpinan
berasal dari kata dasar “pimpin” yang jika mendapat awalan “me” menjadi
kegiatannya.42
42
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 769.
dari interaksi otomatis di antara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin
(ada relasi inter-personal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar kekuasaan
pemimpin tersebut ada apabila terdapat satu kelompok atau satu organisasi.43
khususnya ilmu administrasi negara. Ilmu administrasi adalah salah satu cabang
dari ilmu-ilmu sosial, dan merupakan salah satu perkembangan dari filsafat.
sumber manusia, sumber daya alam, sarana, dana dan waktu secara efektif-efisien
serta terpadu dalam proses manajemen dalam suatu kelompok atau organisasi..
Keberhasilan suatu organisasi atau kelompok dalam mencapai tujuan yang ingin
administrasi.
ima>mah, ima>rah, wila>yah, sulta>n, mulk dan ri’a>sah. Setiap istilah ini
43
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal
itu ? (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 5.
44
Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih
berdasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Lihat: ibid., hlm. 11.
45
Manajemen adalah aktifitas dalam organisasi yang terdiri dari penentuan tujuan-tujuan
(sasaran) suatu organisasi dan penentuan sarana-sarana untuk mencapai sasaran secara efektif.
Lihat: ibid.
mengandung arti kepemimpinan secara umum. Namun istilah yang sering
Khila>fah
al-‘aud} atau al-balad yakni mengganti, yang pada mulanya berarti belakang.
Adapun pelakunya yaitu orang yang mengganti disebut khali>fah dengan bentuk
dan kedudukan orang tersebut. Khali>fah juga bisa berarti seseorang yang diberi
yang lain” yang dikandung kata khali>fah berarti melaksanakan sesuatu atas
nama yang digantikan, baik orang yang digantikannya itu bersamanya atau tidak.
50
46
Ketiga istilah ini merupakan bentuk kata yang menyatakan perihal dalam memimpin,
sedangkan bentuk kata yang menunjuk pada pelakunya adalah khali>fah, ima>m dan ami>r.
47
Al-Ima>m al-Alla>mah Abi> Fad}l Jama>l al-Di>n Muh{ammad bin Mukram ibn
Manz}u>r al-Afri>qi> al-Mis}ri> (selanjutnya disebut al-Mis}ri>), Lisa>n al-‘Arab, jilid IX
(Beiru>t: Da>r al-S}a>dir, 1992), hlm. 82-83; Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus
Arab-Indonesia (Yogyakarta: [t.p.], 1984), hlm. 390-391; Taufiq Rahman, Moralitas Pemimpin
dalam Perspektif al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 21.
48
Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara: Perspektif Modernis dan Fundamentalis
(Magelang: Indonesiatera, 2001), hlm. 30.
49
Taufiq Rahman, op.cit., hlm. 22.
50
Ibid.
Istilah ini di satu pihak, dipahami sebagai kepala negara dalam
pemerintahan dan kerajaan Islam di masa lalu, yang dalam konteks kerajaan
pengertiannya sama dengan kata sultan. Di lain pihak, cukup dikenal pula
pengertian. Pertama, wakil Tuhan yang diwujudkan dalam jabatan sultan atau
kepala negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri di muka bumi, sebagai ciptaan
khalifah dalam kehidupan. Kedua, khali>fah berarti pula generasi penerus atau
generasi pengganti; fungsi khali>fah diemban secara kolektif oleh suatu generasi.
Khila>fah sebagai turunan dari kata khali>fah, menurut Abu> al-A‘la> al-
51
M. Dawam Rahardjo, loc.cit.
52
Ibid., hlm. 357.
53
Abul A’la al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat.
(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 168-173.
54
Ibnu Khald}u>n, Muqaddimah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 190.
adalah lembaga yang mengganti fungsi pembuat hukum, melaksanakan undang-
Menurut Bernard Lewis, istilah ini pertama kali muncul di Arabia pra-
Islam dalam suatu prasasti Arab abad ke-6 Masehi. Dalam prasasti tersebut, kata
khali>fah tampaknya menunjuk kepada semacam raja muda atau letnan yang
Sedangkan setelah Islam datang, istilah ini pertama kali digunakan ketika Abu>
Bakr yang menjadi khalifah pertama setelah Nabi Muhammad. Dalam pidato
yang berarti pengganti Rasulullah.56 Menurut Aziz Ahmad, istilah ini sangat erat
yaitu konsensus elit politik (ijma') dan pemberian legitimasi (baiat). Karenanya,
setiap pemilihan pemimpin Islam, cara yang digunakan adalah dengan memilih
55
M. Dawam Rahardjo, op.cit., hlm. 358.
56
Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, terj. Ihsan Ali-Fauzi (Jakarta: Gramedia, 1994),
hlm. 50; Glenn E. Perry, “Caliph”, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, II,
hlm. 239
57
Kamaruzzaman, op.cit., hlm 30.
pemimpin yang ditetapkan oleh elit politik, setelah itu baru dilegitimasi oleh
khila>fah bukan merupakan bentuk kerajaan, tetapi lebih cenderung pada bentuk
republik, yaitu kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.58
berdasarkan syari’ah atau berdasarkan wahyu. Para ahli fiqh Sunni, antara lain
Teolog Abu> H}asan al-Asy‘ari>, berpendapat bahwa khila>fah ini wajib karena
wahyu dan ijma’ para sahabat. Pendapat kedua, antara lain dikemukakan oleh al-
mengatakan bahwa khila>fah ini merupakan wajib syar'i berdasarkan ijma’. Teori
Ima>mah
qas}du yaitu sengaja, al-taqaddum yaitu berada di depan atau mendahului, juga
bisa berarti menjadi imam atau pemimpin (memimpin). Ima>mah di sini berarti
perihal memimpin. Sedangkan kata ima>m merupakan bentuk ism fa>’il yang
berarti setiap orang yang memimpin suatu kaum menuju jalan yang lurus ataupun
58
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 95.
59
M. Dawam Rahardjo, op.cit., hlm. 362.
sesat. Bentuk jamak dari kata ima>m adalah a’immah.60
ketika membangun, untuk memelihara kelurusannya. Kata ini juga berarti orang
Dalam al-Qur’an, kata ima>m dapat berarti orang yang memimpin suatu
kaum yang berada di jalan lurus, seperti dalam surat al-Furq}a>n (25) ayat 74 dan
al-Baqarah (2) ayat 124. Kata ini juga bisa berarti orang yang memimpin di jalan
kesesatan, seperti yang ditunjukkan dalam surat al-Taubah ayat 12 dan al-
Qas}as} (28) ayat 41. Namun lepas dari semua arti ini, secara umum dapat
dikatakan bahwa ima>m adalah seorang yang dapat dijadikan teladan yang di atas
pundaknya terletak tanggung jawab untuk meneruskan misi Nabi SAW. dalam
sultan atau kepala negara. Ia memberi pengertian ima>mah sebagai lembaga yang
dibentuk untuk menggantikan Nabi dalam tugasnya menjaga agama dan mengatur
60
Al-Mis}ri>, op.cit., jilid XII, hlm. 22-26; Ahmad Warson Munawwir, op.cit., hlm. 42-
44; Taufiq Rahman, op.cit., hlm. 39.
61
Al-Mis}ri>, loc.cit.; Ahmad Warson Munawwir, loc.cit.; Taufiq Rahman, loc.cit.
62
Taufiq Rahman, ibid., hlm. 42.
63
Al-Mawardi>, al-Ah}ka>m al-Sult}a>niyyah (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t]), hlm. 3.
perselisihan. Kedua, berdasarkan kepada surat al-Nisa>’ (4) ayat 59, dan kata
akhirat bagi umat yang merujuk padanya. Oleh karena kemaslahatan akhirat
dengan imam salat adalah dalam hal bahwa keduanya diikuti dan dicontoh.68
menekankan dua rukun, yaitu kekuasaan ima>m (wila>yah) dan kesucian ima>m
dan politik bagi komunitas muslim setelah wafatnya Nabi, yang jabatan ini
64
Kamaruzzaman, op.cit., hlm 41.
65
Ibid., hlm. 32.
66
Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattam
(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 86.
67
Ibnu Khald}u>n, op.cit., hlm. 159
68
Ibid.
69
Dawam Rahardjo, op.cit.,hlm. 475.
dipegang oleh Ali> bin Abi> T{a>lib dan keturunannya, dan mereka maksum.
Istilah ini muncul pertama kali dalam pemikiran politik Islam tentang
kenegaraan yaitu setelah Nabi SAW. wafat pada tahun 632 M. 70 Konsep ini
kemudian berkembang menjadi pemimpin dalam salat 71, dan –setelah diperluas
Ima>mah tampak dalam sikap sempurna pada saat seseorang dipilih karena
mampu menguasai massa dan menjaga mereka dalam stabilitas dan ketenangan,
melindungi mereka dari ancaman, penyakit dan bahaya, sesuai dengan asas dan
peradaban ideologis, sosial dan keyakinan untuk menggiring massa dan pemikiran
Ima>rah
memerintah, lawan kata dari melarang. Pelakunya disebut ami>r yang berarti
70
Abdulaziz Sachedina, “Imamah”, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic
World, II, hlm. 183.
71
Berasal dari sebuah akar kata yang berarti di depan, arti imam berkembang menjadi
pemimpin dalam salat atau sembahyang. Lihat: Bernard Lewis, op.cit., hlm. 44.
72
Ibid.
73
Ali Syariati, Ummah dan Imamah, terj. Afif Muhammad (Jakarta: Pustaka Hidayah,
1989), hlm. 53.
penguasa (wa>li>). Selain itu juga bisa berarti penuntun atau penunjuk orang
atau administrasi”. Sementara itu, di Imperium Turki, bentuk singkat kata ini
adalah miri, dengan terjemahan bahasa Turkinya adalah beylik, menjadi kata yang
militer, seorang gubenur provinsi atau –ketika posisi kekuasaan diperoleh atas
dasar keturunan- seorang putra mahkota. Sebutan ini adalah sebutan yang
diinginkan oleh berbagai macam penguasa yang lebih rendah tingkatannya, yang
tampil sebagai gubenur provinsi dan bahkan kota yang menguasai wilayah
tertentu di kota. Sebutan ini pula bagi mereka yang merebut kedaulatan yang
efektif untuk diri mereka sendiri, sambil memberikan pengakuan simbolik yang
74
Al-Mis}ri>, op.cit., jilid XII, hlm. 26-31; Ahmad Warson Munawwir, op.cit., hlm. 41-
42.
75
Bernard Lewis, op.cit., hlm. 47.
murni terhadap kedaulatan khali>fah sebagai penguasa tertinggi yang dibenarkan
dalam Islam.
Istilah ami>r ini pertama kali muncul pada masa pemerintahan 'Umar bin
Konsep Salat
Pengertian Salat
Kata salat adalah bentuk ism masdar dari s}alla> - yus}alli> - s}ala>h.
Kata salat dari segi bahasa mempunyai arti beragam, yaitu doa, rahmat, ampunan,
sanjungan Allah kepada Rasulullah SAW., dan berarti ibadah yang di dalamnya
terdapat rukuk dan sujud.76 Keragaman arti salat di atas adalah berdasarkan
dengan fenomena dan konteks yang ada dalam al-Qur’an, yaitu “doa dan
ampunan” dalam Q.S. Al-Taubah (9) ayat 103, “berkah” dalam Q.S. Al-Baqarah
(2) ayat 157, sedangkan arti salat sebagai ibadah yang di dalamnya terdapat rukuk
Beragamnya arti salat di atas dapat dirumuskan menjadi arti salat secara
bahasa yaitu suatu doa untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon
ibadah.77
Term salat dalam arti doa dan ampunan telah digunakan sejak zaman
76
Majduddi>n Muh{ammad Ya‘qu>b Al-Fairuz Abadi> (selanjutnya disebut Al-Fairuz),
Al-Qa>mu>s Al-Muh}i>t} (Beiru>t: Maktabah al-Buh{u>s wa al-Dira>sah, 1995), hlm. 173.
77
Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hlm. 59.
Shiddieqy tidak menunjuk kepada makna yang telah dikenal pada zaman
Jahiliyyah itu, tetapi menunjuk kepada yang diistilahkan oleh syariat agama. 78
Menurutnya, salat berarti berdoa dan memohon kebajikan kepada Allah dan
pujian. Namun secara hakekat, salat merupakan upaya berhadap hati (jiwa)
Nya.79
Menurut pandangan Ahli Fiqh, salat merupakan ibadah kepada Allah dan
dimulai dengan takbir dan ditutup dengan taslim, dengan runtutan dan tartib
ketentuan salat. Seluruh jiwa dan raga terkonsentrasi penuh dan hanya tertuju
horizontal (h}abl min al-na>s), kecuali dalam keadaan terpaksa. Keadaan ini
pengabdian kepada Allah (h}abl min Alla>h) yang merupakan ciri dari salat yang
sempurna.81
78
Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, jilid II (Medan: T.B. Islamiyyah,
1952), hlm. 244.
79
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm. 3.
80
Nurcholish Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1994), hlm. 20.
81
Ibid., hlm. 21.
Pembacaan doa iftitah dalam salat menurut Nurcholish, mengandung
manusia sebagai hamba, dan berharap agar tidak dimasukkan ke dalam golongan
kesejahteraan itu untuk orang banyak, baik yang ada di depan maupun di
dimensi “kemanusiaan”.82
yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir
tertentu. Melaksanakan salat adalah fardu ain atas tiap-tiap muslim yang balig
(dewasa).83 Sedangkan menurut Harun Nasution, dalam salat telah terjadi dialog
antara manusia dengan Allah dengan saling berhadapan. Dialog dengan Tuhan ini
masih bersifat umum. Penjelasan salat secara detail dinyatakan dalam hadis Nabi
SAW. Sistem salat yang kita lakukan sekarang adalah sistem salat yang diajarkan
dan dicontohkan oleh Nabi kepada generasi pertama kemudian diwariskan secara
turun temurun tanpa mengalami perubahan dan hingga kini telah berjalan kurang
82
Ibid.
83
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1993). hlm. 51
84
Harun Nasution, op.cit., hlm. 34.
lebih 14 abad. 85
Setiap muslim dikenai kewajiban salat. Hal ini mengacu kepada awal
Za>riyat> (51) ayat 56 : ”Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia
bahwa manusia memang diberi kewajiban untuk mengabdi kepada Allah. Namun
kata li ya‘budu>n dalam ayat tersebut, sama sekali tidak mengandung maksud
sifat Maha Sempurna sehingga tidak membutuhkan apapun dari manusia. Oleh
karena itu, secara hakikat kata ya‘budu>n kurang tepat jika diberi makna
adalah tunduk dan patuh, sehingga konotasi yang terkandung bukan lagi ada
manusia terhadap Tuhan adalah tunduk, patuh dan menjaga diri dari hukuman
Tuhan di hari kiamat. Jika manusia ingin selamat dari hukum Tuhan, maka
Nya.87
melainkan untuk tunduk dan patuh dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah,
agar manusia selalu berada dalam lindungan-Nya, dan jiwanya senantiasa terjaga
85
Casmini, “Keistimewaan Salat Ditinjau dari Aspek Psikologi dan Agama”, Hisbah,
Vol. 1/ No. 1, Januari-Desember 2002, hlm. 82.
86
Tim Penterjemah al-Quran, al-Qur'an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma‘
Kha>dim al-H{aramain al-Syari>fain al-Ma>lik Fahd li al-T}aba>‘ah al-Mus}h}af al-Syari>f,
1412 H), hlm. 862.
87
Harun Nasution, op.cit., hlm. 35.
dari hal-hal yang kotor sehingga menjadi bersih dan suci. Jiwa yang suci akan
memiliki ketajaman untuk membawa kepada perbuatan yang saleh dan luhur.
Dengan demikian, tujuan ibadah salat semata-mata untuk tunduk dan patuh serta
mendekatkan diri kepada Zat Yang Maha Suci dan menjauhkan diri dari segala
Fungsi Salat
wajahnya kepada Allah sebagai Zat Yang Maha Suci. Apabila salat itu dilakukan
secara tekun dan konsisten, maka dapat menjadi alat pendidikan rohani yang
pertumbuhan kesadaran. Makin banyak salat itu dilakukan dengan kesadaran dan
bukan dengan keterpaksaan, maka semakin banyak pula rohani itu dilatih
menghadap Zat Yang Maha Suci yang efeknya akan membawa kepada kesucian
rohani dan jasmani. Kesucian pada rohani dan jasmani ini akan memancarkan
akhlak yang mulia dan budi pekerti serta sikap hidup yang penuh dengan amal
waktu dan teratur dalam hidup. Kewajiban salat lima waktu sehari-semalam (24
88
Casmini, op.cit, hlm. 84.
Kegiatan berwudu (bersuci) dengan menggunakan air bersih bahkan mandi
kondisi fisik yang sedang lesu dan kecapekan, ditambah dengan melakukan salat,
niscaya kelesuan rohani dan pikiran akan terobati dan akhirnya menjadi segar
kembali.
Dimensi lain dari salat adalah memiliki fungsi sebagai sarana memohon
Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang, namun sebagai seorang yang
beriman, tentu kita sadar bahwa kasih dan sayang Allah itu tidak mudah diperoleh
Menurut pandangan para ahli, baik dari kalangan psikolog maupun ahli
kebersamaan, unsur relaksasi otot, relaksasi indera, unsur katarsi 91, sarana
sendirinya akan memberi efek pula bagi kesehatan baik dari sisi kesehatan
89
Ibid.
90
Q.S. al-Baqarah (2): 45-46.
91
Casmini, op.cit., hlm. 85-86.
92
Sentot Haryanto, op.cit., hlm. 60-105.
93
Casmini, op.cit., hlm. 86.
Dimensi lain yang dapat ditemukan dalam salat adalah terciptanya
kepribadian yang teguh pada diri seseorang. salat yang dilakukan secara rutin
setiap waktu (berdasarkan waktu yang telah ditentukan syariat), dengan sendirinya
Selain itu, salat merupakan ujung tombak dari sekian banyak ibadah. Salat
pula yang menjadi kunci dari seluruh amal ibadah manusia di bumi ini. Hal ini
karena salat merupakan ibadah pertama dan utama yang akan dihitung dan
kategori “lulus” atau baik, niscaya seluruh amal ibadah lainnya juga akan “lulus”
di sisi Allah. Dengan demikian, salat bisa dikatakan sebagai tiang agama dan
Salat juga memiliki implikasi yang baik untuk manusia, yaitu menjauhkan
manusia dari perbuatan jahat dan maksiat. Seorang yang tekun melakukan salat
niscaya akan terhindar dari segala perbuatan yang tidak terpuji, perbuatan kotor
dan lain sebagainya. Salat akan memberikan keutamaan yang besar bagi seseorang
94
Nasaruddin Razak, op.cit. hlm. 65.
95
Q.S. al-Kaus|ar (108) : 1-2.
96
Q.S. al-Ankabu>t (29): 45.
Tampaknya uraian di atas memang benar apabila salat disebut sebagai
“kunci” dari serentetan amal ibadah yang terkandung dalam agama Islam. Salat
memiliki keutamaan dan keistimewaan besar khususnya bagi umat Islam. Ditinjau
dari sudut agama, salat memberikan dampak yang tinggi dalam mengangkat
derajat manusia, baik di sisi Allah sebagi penciptanya, maupun di hadapan sesama
manusia. Salat pula mengangkat harkat dan martabat manusia menjadi terpuji dan
Salat juga memiliki dampak positif dari sudut pandang psikologi bagi
berguna bagi kesehatan, baik secara fisik maupun psikis (kejiwaan). Semakin
banyak salat, maka semakin banyak dampak positif yang akan diperoleh oleh
Selain itu, apabila salat dilakukan secara berjamaah, maka salat memiliki
pembagian tugas sebagai imam, muazin, pembaca iqamat dan sebagainya. Ketika
imam salat terpilih, maka makmum harus mengikuti segala gerakan salat imam
97
Sentot Haryanto, op.cit., hlm. 117-128.
negara Islam.98
berada di jalan yang benar dan akan kembali ke jalan yang benar di kala ia
berjamaah. Namun demikian, hal ini belum tentu sesuai dengan kandungan yang
yang diteliti ini. Akan tetapi, pembahasan ini penting untuk mendukung dan
BAB III
INTERPRETASI TERHADAP HADIS-HADIS TENTANG
MENEGAKKAN SALAT
98
Fuad Mohammad Fachruddin, Pemikiran Politik Islam (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 1988), hlm. 2.
99
Sentot Haryanto, op.cit., hlm. 128-152.
Redaksi Hadis-hadis tentang Seburuk-buruk Pemimpin selama Menegakkan
Salat
yang setema. Upaya ini dilakukan untuk membantu pemahaman terhadap hadis itu
sendiri.
kata dalam matan hadis, yaitu “khiya>r” sebagai kata awal matan, dengan
102
mengunakan kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi>
kitab hadis, yaitu S}ah}i>h} Muslim, Musnad Ah}mad bin H}anbal dan Sunan al-
Da>rimi>.
100
Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Mifta>h Kunu>z al-Sunnah (Beiru>t: Da>r
Ah}ya>’ al-Tura>s| al-‘Arabi>, 2001), hlm. 55.
101
CD Mausu>‘ah al-H{adi>>s| al-Syari>f al-Kutub al-Tis‘ah, Produksi Sakhr, tahun
1991, edisi 1.2.
102
A.J. Wensick, Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi>>, juz VI
(Leiden: E.J. Brill, 1967), hlm. 186.
Redaksi hadis-hadis setema tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. S}ah}i>h} Muslim
َح َّدثَنَا دَا ُو ُد ب ُْن ُر َش ْي ٍد َح َّدثَنَا ْال َولِي ُد َي ْعنِي ا ْبنَ ُم ْسلِ ٍم َح َّدثَنَا َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن ب ُْن َي ِزي َد ب ِْن
َةƒَلِ َم ْبنَ قَ َرظƒ ِم َع ُم ْسƒق ب ُْن َحيَّانَ أَنَّهُ َس ُ ƒزَارةَ َوهُ َو ُرزَ ْيَ ََجابِ ٍر أَ ْخبَ َرنِي َموْ لَى بَنِي ف
103
Abu> al-H}usain Muslim bin al-H{ajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> Al-Naisabu>ri>
(selanjutnya disebut Muslim), al-Ja>mi‘ al-S}ah}i>h}, jilid VI (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm.
24.
104
Ibid.
َّ َج ِعƒك اأْل َ ْشƒ
واُلƒ ُي يَق ٍ ƒِْت عَوْ فَ ْبنَ َمال ُ ك اأْل َ ْش َج ِع ِّي َيقُو ُل َس ِمع ِ ْا ْبنَ َع ِّم عَو
ٍ ِف ب ِْن َمال
ا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَهُ ْمƒƒَو ُل ِخيƒƒُلَّ َم يَقƒƒ ِه َو َسƒƒْلَّى هَّللا ُ َعلَيƒƒص
َ ِ ول هَّللا ُ ِمعƒƒَس
َ ƒƒْت َر ُس
ونَهُ ْمƒƒƒض ُ َرا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُب ِْغƒƒƒ ُّلونَ َعلَ ْي ُك ْم َو ِشƒƒƒُص
َ ُّلونَ َعلَ ْي ِه ْم َويƒƒƒص َ َُوي ُِحبُّونَ ُك ْم َوت
َكƒƒِ َد َذلƒ ُذهُ ْم ِع ْنƒِول هَّللا ِ أَفَاَل نُنَاب
َ ƒَويُب ِْغضُونَ ُك ْم َوت َْل َعنُونَهُ ْم َويَ ْل َعنُونَ ُك ْم قَالُوا قُ ْلنَا يَا َر ُس
ٍ ِه َوƒاَل ةَ أَاَل َم ْن َولِ َي َعلَ ْيƒالص
ال َّ ا ُموا فِي ُك ْمƒƒَا أَقƒاَل ةَ اَل َمƒالص َّ ا ُموا فِي ُك ْمƒƒَال اَل َما أَق
َ َق
ِ أْتِي ِم ْن َمعƒƒَا يƒƒْصيَ ِة هَّللا ِ فَ ْليَ ْك َر ْه َم
ِ ƒيَ ِة هَّللا ِ َواَل يَ ْنƒْص
دًاƒَزع ََّن يƒ ِ فَ َرآهُ يَأْتِي َش ْيئًا ِم ْن َمع
اƒƒَا أَبƒƒَث آهَّلل ِ ي
ِ ِديƒق ِحينَ َح َّدثَنِي بِهَ َذا ْال َح ُ ال اب ُْن َجابِ ٍر فَقُ ْل
ٍ ت يَ ْعنِي لِ ُرزَ ْي َ َِم ْن طَا َع ٍة ق
و ُلƒƒُا يَقƒƒًْت عَوْ ف ُ ِمعƒ ْال ِم ْقد َِام لَ َح َّدثَكَ بِهَ َذا أَوْ َس ِمعْتَ هَ َذا ِم ْن ُم ْسلِ ِم ب ِْن قَ َرظَةَ يَقُو ُل َس
َةƒَتَ ْقبَ َل ْالقِ ْبلƒاس َ ƒَلَّ َم قƒصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس
ْ ِه َوƒا َعلَى ُر ْكبَتَ ْيƒƒَال فَ َجثƒ َ ِ ُول هَّللا ُ َس ِمع
َ ْت َرس
ُ ال إِي َوهَّللا ِ الَّ ِذي اَل إِلَهَ إِاَّل هُ َو لَ َس ِم ْعتُهُ ِم ْن ُم ْسلِ ِم ب ِْن قَ َرظَةَ يَقُو ُل َس ِمع
َوْ فƒƒَْت ع َ َفَق
ُ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم و َح َّدثَنَا إِس َْح
ق ب ُْن ُمو َسى َ ِ ُول هَّللا
َ ْت َرس ُ ك يَقُو ُل َس ِمع ٍ ِْبنَ َمال
ق َموْ لَى َ َاريُّ َح َّدثَنَا ْال َولِي ُد ب ُْن ُم ْسلِ ٍم َح َّدثَنَا اب ُْن َجابِ ٍر ِبهَ َذا اإْل ِ ْسنَا ِد َوق
ٌ ال ُرزَ ْي ِ صَ اأْل َ ْن
لِ ِم ب ِْنƒ َد ع َْن ُم ْسƒ ح ع َْن َربِي َعةَ ب ِْن يَ ِزي َ اويَةُ ب ُْن
ٍ ِصال ِ ال ُم ْسلِم َو َر َواهُ ُم َع َ َزَارةَ ق
َ َبَنِي ف
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ِم ْثلِ ِه
َ ك ع َْن النَّبِ ِّي ِ ْقَ َرظَةَ ع َْن عَو
ٍ ِف ب ِْن َمال
Artinya: Telah bercerita kepada kami Da>wud bin Rusyaid bahwa: telah
bercerita kepada kami al-Wali>d yakni Ibnu Muslim bahwa: telah
bercerita kepada kami ‘Abdurrahman bin Yazi>d bin Jabi>r bahwa:
seorang budak dari Bani Faza>rah yang bernama Ruzaiq bin H{ayya>n
telah memberitahukan kepadaku bahwasanya ia telah mendengar Muslim
bin Qaraz}ah putra paman ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia
telah mendengar ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia telah
mendengar Rasululluh SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah
pemimpin yang kamu cintai dan mereka pula mencintai kamu, yang kamu
doakan dan mereka pula mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk
pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka pun
membencimu, yang kamu laknat dan mereka pun melaknatmu.” Mereka
(yang hadir saat itu) berkata: “Wahai Nabi, jika demikian, tidakkah kita
menumbangkannya?” Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka
menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Tidak, selama mereka
menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Ketahuilah! Barangsiapa di
antara kamu mendapatkan seorang penguasa terpilih, dan melihatnya
berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka bencilah perbuatan
buruknya tersebut saja dan jangan sekali-kali membangkang terhadapnya.
Ibnu Ja>bir telah berkata: aku telah bertanya kepada Ruzaiq ketika ia
menceritakan hadis ini: " Demi Allah, wahai Abu al-Miqda>m, kamu
benar-benar telah diberitahu atau kamu telah mendengar hadis ini dari
Muslim bin Qaraz}ah yang berkata bahwa ia telah mendengar ‘Auf
berkata bahwasanya ia telah mendengar dari Rasulullah SAW.?" Ibnu
Ja>bir kemudian berkata: Ruzaiqpun berlutut dan menghadap ke arah
kiblat sambil berkata: "Ya, demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, aku
benar-benar telah mendengar hadis ini dari Muslim bin Qaraz}ah yang
berkata bahwa ia telah mendengar ‘Auf bin Ma>lik berkata bahwa ia telah
mendengar dari Rasulullah SAW. Ish}a>q bin Mu>sa> al-Ans}a>ri> juga
telah bercerita kepada kami bahwa al-Wali>d bin Muslim telah bercerita
kepada kami bahwa telah bercerita kepada kami Ibnu Ja>bir dengan isnad
ini, dan Ruzaiq, seorang budak dari Bani Faza>rah telah berkata bahwa
Muslim telah berkata (tentang hadis ini). Mu‘a>wiyah bin S}a>lih} juga
telah meriwayatkan hadis ini dari Rabi>‘ah bin Yazi>d dari Muslim bin
Qaraz}ah dari ‘Auf bin Ma>lik dari Nabi SAW. dengan matan yang sama.
a. Kita>b Ba>qi> Musnad al-Ans}a>r, ba>b H}adi>>s| ‘Auf bin Malik al-
105
Asyja>‘i> al-Ans}a>>ri>
105
Ah}mad bin H}anbal, Musnad li al-Ima>m Ah}mad bin H}anbal wa biha>misyihi
Muntakhab Kanz al-‘Umma>l fi> sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, jilid VI (Beiru>t: Da>r al-Fikr,
[t.t.]), hlm. 24.
dan mereka pula mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu
adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun membencimu, yang
kamu laknat dan mereka melaknatmu pula.” Kami berkata: “Wahai
Rasulullah, tidakkah kita menumbangkannya jika demikian ?” Beliau
menjawab: “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah
kamu. Ketahuilah! Barangsiapa di antara kamu mendapatkan seorang amir
terpilih, dan menemukannya berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah,
maka ingkarilah (tidak membenarkan) perbuatan maksiatnya itu, dan
jangan kamu membangkang terhadapnya.
b. Kita>b Ba>qi> Musnad al-Ans}a>r, ba>b H}adi>>s| ‘Auf bin Malik al-
106
Asyja>‘i> al-Ans}a>>ri>
ضالَةَ ع َْن َربِي َعةَ ب ِْن يَ ِزي َد َ َال أ نَا فَ َر ُج ب ُْن ف َ ََح َّدثَنَا َعبْد اللة َح َّدثَنَي أبي ثَنَا يَ ِزي ُد ق
الَ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق َ ك ع َْن النَّبِ ِّي ٍ ِف ب ِْن َمال ِ ْع َْن ُم ْسلِ ِم ب ِْن قَ َرظَةَ ع َْن عَو
ُصلُّونَ َعلَ ْي ُك ْم َ صلُّونَ َعلَ ْي ِه ْم َوي َ ُِخيَا ُر ُك ْم َو ِخيَا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَهُ ْم َوي ُِحبُّونَ ُك ْم َوت
َو ِش َرا ُر ُك ْم َو ِش َرا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُب ِْغضُونَهُ ْم َويُب ِْغضُونَ ُك ْم َوت َْل َعنُونَهُ ْم َويَ ْل َعنُونَ ُك ْم
ٍ س أَاَل َو َم ْن َعلَ ْي ِه َو
ال َ صلَّوْ ا لَ ُك ْم ْالخَ ْم
َ ال اَل َما َ َُول هَّللا ِ أَفَاَل نُقَاتِلُهُ ْم قَ قَالُوا يَا َرس
اصي هَّللا ِ فَ ْليَ ْك َر ْه َما أَتَى َواَل تَ ْن ِز ُعوا يَدًا ِم ْن طَا َعتِ ِه ِ فَ َرآهُ يَأْتِي َش ْيئًا ِم ْن َم َع
Artinya: Telah bercerita kepada kami ‘Abdulla>h bahwa ayahnya telah
bercerita kepadanya bahwa Yazi>d telah bercerita kepadanya, ia berkata
bahwa telah bercerita kepadanya Faraj bin Fad}a>lah dari Rabi>‘ah bin
Yazi>d dari Muslim bin Qaraz}ah dari ‘Auf bin Ma>lik dari Nabi SAW.,
beliau telah bersabda: “Sebaik-baik orang di antaramu dan sebaik-baik
pemimpinmu adalah mereka kamu yang cintai dan mereka mencintaimu,
yang kamu doakan dan mereka mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk
orang di antaramu dan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang
kamu benci dan mereka membencimu, yang kamu laknat dan mereka
melaknatmu.” Mereka (para sahabat) berkata: “wahai Rasulullah, tidakkah
kita memerangi mereka ?” Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka
mengerjakan salat lima waktu di antara kamu. Ketahuilah ! Barangsiapa di
antara kamu terdapat penguasa dan melihatnya berbuat pelanggaran
(maksiat) kepada Allah, maka bencilah perbuatannya itu saja dan jangan
sekali-kali kamu membangkang terhadapnya.
3. Sunan al-Da>rimi>
106
Ibid., hlm. 28.
107
‘Abdullah bin ‘Abd al-S}amad al-Samarqandi> al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, jilid
II (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 324.
ابِ ٍرƒƒ َد ب ِْن َجƒ رَّحْ َم ِن ب ِْن يَ ِزيƒ ك أَنَا ْال َولِي ُد ب ُْن ُم ْسلِ ٍم ع َْن َع ْب ِد ال َ ََح َّدثَنَا ْال َح َك ُم ب ُْن ْال ُمب
ِ ار
يَّ زَارةَ أَنَّهُ َس ِم َع ُم ْسلِ َم ْبنَ قَ َرظَةَ اأْل َ ْش َج ِع
َ َق ب ُْن َحيَّانَ َموْ لَى بَنِي ف ُ ال أَ ْخبَ َرنِي ُز َر ْي َ َق
ِهƒْلَّى هَّللا ُ َعلَيƒص
َ ِ ول هَّللا
َ ƒْت َر ُسُ ِمعƒي يَقُو ُل َس َّ ك اأْل َ ْش َج ِعٍ ِْت عَوْ فَ ْبنَ َمال ُ يَقُو ُل َس ِمع
َلُّونƒƒُص َ ُا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَهُ ْم َوي ُِحبُّونَ ُك ْم َوتƒƒَو ُل ِخيƒƒُلَّ َم يَقƒƒَو َس
َ لُّونَ َعلَ ْي ِه ْم َويƒƒص
َعلَ ْي ُك ْم َو ِش َرا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُب ِْغضُونَهُ ْم َويُب ِْغضُونَ ُك ْم َوت َْل َعنُونَهُ ْم َويَ ْل َعنُونَ ُك ْم قُ ْلنَا أَفَاَل
ِهƒاَل ةَ أَاَل َم ْن ُولِّ َي َعلَ ْيƒ الص َّ ا ُموا فِي ُك ْمƒƒَا أَقƒƒال اَل َمƒ َ ƒَُول هَّللا ِ ِع ْن َد َذلِكَ قَ نُنَابِ ُذهُ ْم يَا َرس
ِ أْتِي ِم ْن َمعƒƒَا يƒƒْصيَ ِة هَّللا ِ فَ ْليَ ْك َر ْه َم
ِ ƒيَ ِة هَّللا ِ َواَل يَ ْنƒْص
زع ََّنƒ ِ ال فَ َرآهُ يَأْتِي َش ْيئًا ِم ْن َمعٍ َو
لِ ِم ب ِْنƒ َذا ِم ْن ُم ْسƒَ ِمعْتَ هƒد َِام أَ َسƒا ْال ِم ْقƒƒَا أَبƒƒَت آهَّلل ِ ي
ُ ابِ ٍر فَقُ ْلƒƒال اب ُْن َج
َ َيَدًا ِم ْن طَا َع ٍة ق
َ َقَ َرظَةَ فَا ْستَ ْقبَ َل ْالقِ ْبلَةَ َو َجثَا َعلَى ُر ْكبَتَ ْي ِه فَق
ُ ال آهَّلل ِ لَ َس ِمع
َةƒƒَْت هَ َذا ِم ْن ُم ْسلِ ِم ب ِْن قَ َرظ
لَّ َمƒƒصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس
َ ِ ُول هَّللا ُ ك يَقُو ُل َس ِمع
َ ْت َرس ُ يَقُو ُل َس ِمع
ٍ ِْت َع ِّمي عَوْ فَ ْبنَ َمال
.ُيَقُولُه
Artinya: Telah bercerita kepadaku al-H{akam bin al-Muba>rak bahwa al-
Wali>d bin Muslim telah bercerita kepada kami dari ‘Abdurrah}ma>n bin
Yazi>d bin Ja>bir bahwa ia telah berkata bahwa Ruzaiq bin H}ayya>n,
seorang budak dari Bani Faza>rah telah memberitahuku bahwa ia telah
mendengar Muslim bin Qaraz}ah al-Asyja>‘i> berkata bahwa ia telah
mendengar ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i> berkata bahwa ia telah
mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah
mereka yang kamu cintai dan mereka mencintaimu, yang kamu doakan
dan mereka mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu
adalah mereka yang kamu benci dan mereka membencimu, yang kamu
laknat dan mereka melaknatmu.” Kami (para sahabat) berkata: “Tidakkah
kita menumbangkannya, wahai Rasulullah, jika demikian ?” Beliau
menjawab: “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah
kamu. Ketahuilah ! Barangsiapa di antara kamu yang mendapatkan
seorang penguasa terpilih, dan melihatnya berbuat pelanggaran (maksiat)
kepada Allah, maka bencilah perbuatan maksiatnya itu saja dan jangan
sekali-kali membangkang terhadapnya. Ibnu Ja>bir telah berkata: aku
telah bertanya: " Demi Allah, wahai Abu al-Miqda>m (Ruzaiq), apakah
kamu benar-benar telah mendengar hadis ini dari Muslim bin Qaraz}ah ?
Seketika itu Ruzaiqpun menghadap ke arah kiblat dan berlutut kemudian
berkata: "Demi Allah, aku benar-benar telah mendengar hadis ini dari
Muslim bin Qaraz}ah yang berkata bahwasanya ia telah mendengar
pamannya ‘Auf bin Ma>lik berkata bahwa ia telah mendengar dari
Rasulullah SAW. menyabdakan hadis ini.
Penelitian hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat
ini kemudian difokuskan kepada hadis riwayat Imam Muslim dari Da>wud bin
Rusyaid, karena hadis ini telah disahihkan oleh al-Alba>ni108, al-Suyu>t}i>109 dan al-
Bagawi>110.
berdasarkan asumsi bahwa tidak mungkin akan terjadi pemahaman yang sahih
bila tidak ada kepastian bahwa apa yang dipahami itu secara historis otentik.111
historis yang panjang sebelum menjadi wacana tekstual seperti dalam kitab-kitab
hadis. Hadis masih mengalami transmisi lisan, transmisi praktek kemudian baru
relevan dengan teks hadis yang bersangkutan, yang dapat diketahui melalui
ijtihad. Namun, kegiatan pencarian indikasi ini baru dilakukan setelah diketahui
secara jelas bahwa sanad hadis yang bersangkutan berkualitas sahih atau minimal
hasan.112
Analisis Sanad
sahih.
Oleh karena itu, dalam menilai kualitas hadis yang diteliti ini dari segi
ulama yang mensahihkan hadis riwayat Imam Muslim dari Da>wud bin Rusyaid
112
Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah
Ma’an al-Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987) hlm. 5.
113
Yah}ya>} bin Syaraf al-Nawaw}i> (selanjutnya disebut al-Nawaw}i> ), S}ah}i>h}
Muslim: Syarh} al-Ima>m al-Nawa>wi>, jilid I (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1983), hlm. 16. Menurut
Ibnu S}alah} perkataan Muslim dalam Muqaddimah kitabnya memiliki dua makna. Pertama, ia
tidak memasukkan di dalam kitabnya hadis-hadis yang menurutnya telah memenuhi syarat-syarat
hadis sahih yang disepakati, walaupun terpenuhinya syarat-syarat ini hanya pada sebagian ulama,
tidak jelas pada sebagian ulama yang lain. Kedua, ia tidak memasukkan tidak memasukkan ke
dalam kitab hadisnya, hadis-hadis yang didebatkan oleh ulama s|iqah secara keseluruhan meliputi
matan dan sanad, tetapi ia hanya memasukkan hadis yang tidak didebatkan rawinya saja. Ibnu
S}alah} juga mengatakan bahwa semua hadis yang dihukumkan sahih menurut Imam Muslim
dalam kitabnya dapat dipastikan kesahihannya. Lihat: ibid., hlm. 19.
114
Al-Alba>ni>, loc.cit.; al-Suyu>t}i>, loc.cit.; dan al-Bagawi>, loc.cit.
Analisis Matan
Penelitian matan hadis pada bagian ini tidak sama dengan upaya
ma‘a>ni> al-h}adi>s| berupaya untuk memahami hadis dan syarah hadis, bukan
Jika matan hadis diamati dan dianalisa, maka apa yang disampaikan di
dalamnya dapat masuk akal. Seorang pemimpin yang mencintai dan mendoakan
rakyatnya, dan begitu sebaliknya dengan rakyatnya yang juga mencintai dan
perhatian kepada yang dicintanya, yaitu rakyat yang dipimpinnya, berupa usaha
dan usaha yang pemimpin lakukan demi rakyatnya, tentunya rakyat akan
mencintainya pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kedua belah
rakyat, akibat ulahnya yang tidak melaksanakan amanat yang diembannya, bahkan
dipimpinnya sendiri. Dengan demikian, isi matan ditinjau dari akal dapat diterima.
untuk upaya konfirmasi atas hasil penelitian yang telah ada saja, tetapi juga
perbandingan susunan lafal hadis ini, menghasilkan beberapa hal sebagai berikut.
a) Pada hadis riwayat yang diriwayatkan Muslim dari Da>wud bin Rusyaid,
mempunyai redaksi yang sama, artinya tidak ada perbedaan lafal.115 Hal ini
b) Redaksi hadis lain yang serupa dengan redaksi yang diriwayatkan Muslim
dari Da>wud bin Rusyaid adalah hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal dari
jalur ‘Ali> bin Is}ha>q dan hadis riwayat al-Da>rimi dari jalur al-H{akam
memang serupa dengan hadis riwayat Muslim dari Da>wud bin Rusyaid,
115
Sebenarnya perbedaan lafal dalam matan dapat terjadi karena telah terjadi periwayatan
secara makna dalam periwayatan hadis, di samping ada kemungkinan periwayat hadis yang
bersangkutan telah mengalami kesalahan. Menurut ulama hadis, perbedaan lafal yang tidak
mengakibatkan perbedaan makan, asalkan sanadnya sama-sama sahih, maka hal itu dapat
ditoleransi. Lihat: M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), hlm. 131.
116
Arti bahasa kata ziya>dah adalah “tambahan”. Mneurut istilah ilmu hadis, ziya>dah
pada matan adalah tambahan lafal ataupun kalimat (pernyataan) yang terdapat dalam matan,
tambahan itu dikemukakan oleh periwayat tertentu, sedang periwayat yang lainnya tidak
diartikan sebagai penegas dari kata afala> nuna>biz|uhum dan tidak
117
mengubah makna. Tambahan ini juga bisa disebut idraj jika tambahan
d) Hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal dari jalur Yazi>d menyebutkan redaksi
لِ ِم ْب ِنƒ َد ع َْن ُم ْسƒ ةَ ْب ِن يَ ِزيƒالَةَ ع َْن َربِي َعƒض َ َ َر ُج ب ُْن فƒَا فƒƒَا َل أَ ْنبَأَنƒƒَ ُد قƒَح َّدثَنَا يَ ِزي
ا ُر ُك ْمƒَا َل ِخيƒƒَلَّ َم قƒ ِه َو َسƒلَّى هَّللا ُ َعلَ ْيƒص
َ ك ع َْن النَّبِ ِّيƒ
ٍ ƒِف ب ِْن َمال ِ ْوƒƒةَ ع َْن َعƒَقَ َرظ
لُّونَ َعلَ ْي ُك ْمƒƒُصَ لُّونَ َعلَ ْي ِه ْم َويƒƒصَ ُا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُ ِحبُّونَهُ ْم َوي ُِحبُّونَ ُك ْم َوتƒƒََو ِخي
ونَهُ ْمƒƒƒُونَ ُك ْم َوت َْل َعنƒƒƒض
ُ ونَهُ ْم َويُب ِْغƒƒƒضُ َرا ُر أَئِ َّمتِ ُك ْم الَّ ِذينَ تُب ِْغƒƒƒ َرا ُر ُك ْم َو ِشƒƒƒو َِش
س أَاَل
َ لَّوْ ا لَ ُك ْم ْال َخ ْمƒص
َ اƒا َل اَل َمƒَاتِلُهُ ْم قƒَول هَّللا ِ أَفَاَل نُق
َ ƒَويَ ْل َعنُونَ ُك ْم قَالُوا يَا َر ُس
ِ ال فَ َرآهُ يَأْتِي َش ْيئًا ِم ْن َم َعا
واƒƒا أَتَى َواَل تَ ْن ِز ُعƒƒ َر ْه َمƒصي هَّللا ِ فَ ْليَ ْك ٍ َو َم ْن َعلَ ْي ِه َو
.يَدًا ِم ْن طَا َعتِ ِه
sepanjang tidak mengubah artinya. Sedangkan dalam hadis riwayat Ah}mad bin
H}anbal ini tidak mengubah arti, hanya saja menambahkan bahwa kriteria baik
mengemukakannya. Menurut Ibnu S}alah, ziya>dah ada tiga macam, yakni : (a) ziya>dah yang
berasal dari periwayat yang s|iqah yang isinya bertentangan dengan yang dikemukakan oleh
banyak periwayat yang bersifat s|iqah juga; ziya>dah ini ditolak dan ziya>dah ini termasuk hadis
sya>z|.(b) ziya>dah yang berasal dari periwayat yang s|iqah yang isinya tidak bertentangan
dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang bersifat s|iqah juga; ziya>dah ini dapat
diterima. (c) ziya>dah yang berasal dari periwayat s|iqah berupa sebuah lafal yang mengandung
arti tertentu, sedang para periwayat lain yang bersifat s|iqah tidak mengemukakannya. Lihat: ibid.,
hlm. 137.
117
Idraj secara bahasa berarti memasukkan atau menghimpunkan. Menurut pengertian
ilmu hadis, idraj berarti memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu
matan hadis yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal
dari Nabi karena tidak adanya penjelasan dalam matan hadis itu. Lihat: ibid., hlm. 138.
dan buruk seorang pemimpin sama dengan kriteria baik dan buruk orang secara
umum. Namun karena hadis ini mempunyai sanad lemah diakibatkan salah satu
rawinya yang bernama Faraj bin Fad}a>lah dinilai daif,118 maka dengan
sendirinya tambahan (ziya>dah) dalam hadis ini tidak dapat diterima, meskipun
tidak bertentangan.
Pemaknaan Hadis
1) Kajian Konfirmatif
Al-Qur'an adalah sumber ajaran Islam yang tertinggi, sedangkan hadis adalah
sumber ajaran Islam kedua. Al-Qur'an bernilai qat}‘i>, sedangkan hadis pada
dasarnya bersifat z}anni>. Oleh karena itu hadis yang juga berfungsi sebagai
dari segi dinamik dan mendasar dapat lebih banyak diketahui dari kitab suci al-
ayat-ayat al-Quran penting untuk dilakukan, untuk memperkuat posisi hadis dan
Salah satu ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema hadis adalah ayat 59
118
Mengenai silsilah rawi hadis dan statusnya dapat dilihat dalam: CD Mausu>‘ah al-
Hadi>>s| al-Syari>f al-Kutub al-Tis‘ah, Produksi Sakhr, tahun 1991, edisi 1.2.
119
M. Syuhudi Ismail, Metodologi ….., hlm. 126-129.
120
Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya pada Perkembangan Hukum
Islam (Semarang: Aneka Ilmu, 2000), hlm. 153.
dari surat al-Nisa>’ (4) menyebutkan:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (-Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan
Rasul dan (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” 121
Kata "ulil amri" dalam ayat di atas menunjuk kepada penguasa yang
selain umat Islam patuh dan taat kepada Tuhan dan Rasul-Nya, mereka juga
diwajibkan taat kepada penguasa mereka. Jika dibandingkan dengan hadis tentang
seburuk-buruk pemimpin ini yang juga menyiratkan adanya keharusan taat kepada
121
Tim Penterjemah al-Quran, al-Qur'an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma‘
Kha>dim al-H{aramain al-Syari>fain al-Ma>lik Fahd li al-T}aba>‘ah al-Mus}h}af al-Syari>f,
1412 H.), hlm. 128.
122
Ibid, hlm. 169-170.
Kata waliyyukum dalam ayat di atas dapat diartikan sebagai penolong dan
pemimpin. Dalam hal ini pemimpin dapat termasuk di dalam arti penolong,
menimpa, karena pemimpinlah yang bertanggung jawab atas segala hal yang ada
dan yang terjadi dalam wilayahnya serta ihwal orang-orang yang dipimpinnya.
dalam ayat itu termasuk ciri-ciri pemimpin juga. Jika ditinjau dari ayat tersebut,
maka apa yang disampaikan dalam hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama
Selain itu, al-Qur'an menyatakan dalam surat A>li Imran (3) ayat 132: “Dan
taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” Pada ayat 135 surat A>li
perbuatan-perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri123, mereka ingat akan Allah,
lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”124 Ayat ini menyiratkan bahwa
orang yang patuh terhadap Tuhannya –yang mengindikasikan juga kepada patuh
akan lebih diberi kesempatan untuk mendapat petunjuk dari Tuhan, sehingga
123
Yang dimaksud perbuatan keji ialah dosa besar yang akibat buruk (mud}ara>t ) tidak
hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya sendiri ialah
melakukan dosa besar yang akibat buruknya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau
kecil. Lihat: ibid.
124
Ibid.
ketika melakukan kesalahan, ia seakan ditegur untuk kembali ke jalan yang benar.
Inilah salah satu bentuk rahmat dari Allah. Apabila isi hadis yang bersangkutan
dihadapkan dengan ayat ini, maka tidak bertentangan. Dalam hadis ini disebut
kata salat, sedangkan salat adalah sarana untuk mengingat dan menemui Allah
sangat sesuai. Oleh karena itu, hadis ini dapat diterima berdasarkan al-Qur’an
2) Kajian Tematik-Komprehensif
komprehensif.
Nabi SAW telah menyatakan bahwa ada tujuh macam orang yang bakal
bernaung di bawah naungan Allah di akhirat nanti yang di antaranya adalah imam
atau pemimpin yang adil.126 Dari hadis ini, seorang pemimpin yang adil pastilah
hadis ini, maka sebaik-baik pemimpin dalam hadis yang diteliti ini berarti
125
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat: Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 163-164.
126
Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu> ‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ja‘fa> (selanjutnya
disebut al-Bukhari>), S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, jilid VI (Beiru>t: Da>r Ibnu Kas|i>r, 1987), hlm.
2496.
pemimpin yang adil. Karena keadilan merekalah, maka rakyat yang mereka
selama menegakkan salat adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, al-
Turmu>z|i>, Abu> Da>wud dan Ah}mad bin H}anbal. Redaksi hadis yang
ظُ أِل َبِيƒا ٍذ َواللَّ ْفƒƒا ع َْن ُم َعƒƒار َج ِمي ًع ٍ ƒ َم ِع ُّي َو ُم َح َّم ُد ب ُْن بَ َّشƒانَ ْال ِم ْسƒَس َّ َّدثَنِي أَبُو غƒوح َ
ُنƒ َّدثَنَا ْال َح َسƒاذ َوهُ َو اب ُْن ِه َش ٍام ال َّد ْست ََوائِ ُّي َح َّدثَنِي أَبِي ع َْن قَتَا َدةَ َح ٌ َغ َّسانَ َح َّدثَنَا ُم َع
ُ
لَّ َم ع َْنƒƒصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس
َ ج النَّبِ ِّي ِ ْص ٍن ْال َعن َِزيِّ ع َْن أ ِّم َسلَ َمةَ زَ و َ ْضبَّةَ ب ِْن ِمح َ ع َْن
َرُونƒونَ َوتُ ْن ِكƒƒُْرف ُ َ َصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ ق
ِ ال إِنَّهُ يُ ْستَ ْع َم ُل َعلَ ْي ُك ْم أ َم َرا ُء فَتَع َ النَّبِ ِّي
ِ ول هَّللا ِ ئ َو َم ْن أَ ْن َك َر فَقَ ْد َسلِ َم َولَ ِك ْن َم ْن َر
َ ƒ ا َر ُسƒƒَض َي َوتَابَ َع قَالُوا ي َ فَ َم ْن َك ِرهَ فَقَ ْد بَ ِر
.صلَّوْ ا َ ال اَل َما َ َأَاَل نُقَاتِلُهُ ْم ق
Artinya : Dan telah bercerita kepada kami Abu> Gassa>n al-Misma‘i> dan
Muh}ammad bin Basysya>r, keduanya dari Mu'a>z|| dengan lafal Abu>
Gassa>n: telah bercerita kepada kami Mu‘a>z|, yaitu putra Hisya>m al-
Dastawa>’i>, bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya dari Qata>dah
bahwa al-H}asan telah bercerita kepadanya dari D}abbah bin Mih}s}an
al-‘Anazi> dari Ummu Salamah, istri Nabi SAW. dari Nabi SAW.
bahwasanya beliau telah bersabda : “Akan diangkat di antara kau
pemimpin-pemimpin (suatu saat), dan kamu akan menemukan mereka
berlaku baik dan berlaku buruk. Barang siapa yang membenci (keburukan
itu), maka ia akan bebas. Dan barangsiapa menentangnya, maka akan
selamat. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi
mereka? Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka salat .”
kezaliman dan kefasikan, selama mereka tidak merubah sedikitpun dari prinsip-
masih tetap berhak untuk disetiai atau ditaati. 129 Dengan demikian, hadis ini
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dinyatakan: "Barangsiapa mentaati saya maka dia telah mentaati Allah,
dan barangsiapa mendurhakai saya maka dia telah mendurhakai Allah. Dan
barangsiapa mentaati amirku, maka dia telah mentaati saya, dan barangsiapa
dari pihak penguasa. Dalam sikap tersebut terkandung pencegahan bahaya dan
keburukan yang merajalela dan fitnah yang menjadi-jadi, agar umat tetap saling
melihat pada Amirnya sesuatu yang dibencinya, maka hendaklah dia bersabar
atasnya, karena barangsiapa memisahkan diri dari jamaah sejauh sejengkal lalu
128
Umar Abdurrahman, Tipe-tipe Penguasa dan Status Hukumnya dalam Islam (Solo:
Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 31.
129
Abul A’la al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat.
(Bandung: Mizan, 1995), hlm. 168-173.
130
Al-Bukha>ri, op.cit., jilid III, hlm. 1080; Muslim, op.cit., jilid III, hlm. 1466.
mati, maka ia mati sebagai orang jahiliyyah."131 Hadis ini jika dibandingkan
diutamakan.
3) Kajian Linguistik
Muslim ini terdapat kata-kata kunci yang perlu dikaji secara linguistik, karena
mengingat teks hadis harus ditafsirkan melalui bahasa aslinya, yakni bahasa Arab.
menjelaskan hadis ini. Kata-kata kunci yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
أئ ّمة
A’immah merupakan bentuk jamak dari kata Ima>m yang berakar dari
yaitu berada di depan atau mendahului, juga bisa berarti menjadi imam atau
pemimpin (memimpin). Ima>m yang merupakan bentuk ism fa>‘il di sini berarti
perihal memimpin, yaitu berarti setiap orang yang memimpin suatu kaum menuju
131
Al-Bukha>ri>, op.cit., jilid VI, hlm. 2588; Muslim, op.cit., jilid III, hlm. 1477.
132
Al-Ima>m al-Alla>mah Abi> Fad}l Jama>l al-Di>n Muh{ammad bin Mukram ibn
Manz}u>r al-Afri>qi> al-Mis}ri> (selanjutnya disebut al-Mis}ri>), Lisa>n al-‘Arab, jilid XII
(Beiru>t: Da>r al-S}a>dir, 1992), hlm. 22-26; Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus
Arab-Indonesia (Yogyakarta: [t.p.], 1984), hlm. 42-44.
arti kata a’immah kepada arti penguasa, pemimpin pemerintahan dan
sebagainya.133 Hal ini juga terlihat pada penempatan hadis ini pada kita>b
Muslim tidak menunjuk kepada penguasa atau pemimpin secara khusus, misalnya
kepala negara atau gubenur (eksekutf), pemimpin legislatif, yudikatif atau yang
lainnya.
يصلّون
beragam arti, yaitu do’a, rahmat, ampunan, sanjungan Allah kepada rasulullah
SAW., ibadah yang di dalamnya terdapat rukuk dan sujud. 134 Menurut Imam
Muslim dan Imam al-Nawawi> dalam kitab Syarh} S}ah}ih} Muslim-nya, kata
ننابذهم
Kata ini berasal dari nabaz|a – yanbiz|u – nabz|un yang berarti al-t}arh}
dan al-ramyu, yaitu membuang (karena tidak memenuhi hitungan). Nabaz|a juga
133
Muslim, op.cit., jilid VI, hlm. 24.
134
Majduddi>n Muh{ammad Ya‘qu>b al-Fairuz Abadi>, al-Qa>mu>s al-Muhi>t}
(Beiru>t: Maktabah al-Buh{u>s wa al-Dira>sah, 1995), hlm. 173.
135
Muslim, loc.cit.; Yah}ya> bin Syaraf al-Nawaw}i> (selanjutnya disebut al-
Nawaw}i> ), S}ah}i>h} Muslim: Syarh} al-Ima>m al-Nawa>wi>, jilid VI (Beiru>t: Da>r al-Fikr,
1983), hlm. 245.
136
Louis Ma‘luf, Al-Munjid fi> al-Lugah wa al-A‘la>m (Beiru>t: Da>r al-Masyriq,
1986), hlm. 17; Ahmad Warson Munawwir, op.cit., hlm. 42-44.
Kata nuna>biz|uhum di sini berarti menentang pemimpin-pemimpin yang
terburuk yang dimaksud oleh Nabi SAW., atau memusuhi mereka -yang
pedang".138 Dari segi bahasa Arab (ilmu nahwu), huruf hamzah pada kalimat ini
manfiyah).139
الصالة
s}ala>h. Dari segi bahasa, s}ala>h mempunyai arti beragam, yaitu do’a, rahmat,
terdapat ruku’ dan sujud.141 Arti s}ala>h secara bahasa yaitu suatu do’a untuk
bacaan dan tindakan-tindakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan ditutup
dengan taslim, dengan runtutan dan tartib tertentu yang ditetapkan oleh agama
Islam.143
sebagai tanda ijtima>‘ al-kalimah –dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulnya-
untuk tidak ditaati, yaitu dengan membatalkan akad dan pembaiatannya. 144 Tetapi
yang dimaksud salat dalam hadis ini bukanlah salat yang merupakan ritual fisik
saja, namun lebih dari itu yang dampak salat itu akan terlihat pada perilaku sehari-
demikian yang ditekankan di sini adalah keadilan dan sebagainya dari seorang
pemimpin.
adalah salat. Jika pemimpin (ulil amri) meninggalkannya, maka mereka telah
143
Nurcholish Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1994), hlm. 20.
144
Muslim, loc.cit.
diperkenankan untuk menumbangkannya.145
Dalam tahapan ini, makna atau arti suatu pernyataan dipahami dengan melakukan
kajian atas realitas, situasi atau problem historis pada saat pernyataan sebuah
hadis tersebut muncul. Dengan kata lain, memahami hadis sebagai responsi
khususnya.
kehidupan secara menyeluruh di daerah Arab pada saat kehadiran Nabi, yaitu
mengenai kultur mereka. Setelah itu, kajian mengenai situasi-situasi mikro, yakni
realitas tradisi keislaman yang dibangun oleh Nabi dan para sahabatnya dalam
kesalahpahaman.
Dalam memperoleh makna teks hadis ini, analisa hanya dilakukan pada
(historis secara mikro) untuk hadis ini. Oleh karena itu, kajian historis yang
dibahas adalah mengenai hal dan ihwal mengenai kepemimpinan pada masa Nabi
145
Abul A’la al-Maududi (selanjutnya disebut Al-Maududi), Hukum dan KonstitusiSistem
Politik Islam, terj. Asep Hikmat (Bandung:Mizan, 1995), hlm. 204.
SAW.
rasul (pemimpin agama) yang bertugas untuk memberi penjelasan dan memberi
peringatan agar umat manusia kembali ke jalan yang benar, tetapi juga berperan
ditekankan pada pembinaan aqidah (iman) umat Islam, mengajak kaum kafir
Quraisy untuk masuk Islam dan pertahanan terhadap serangan kaum kafir
untuk mengatur suatu peperangan tidak bisa dipisahkan dari kekuatan militer
untuk mengatur politik. Jadi, Nabi SAW. merupakan pemimpin umat Islam, baik
oleh para sahabatnya, bahkan para musuh umat Islam pada masa itu pun mengakui
tidak terlepas dari hubungan dengan Allah yang telah memberi bimbingan dan
146
Thomas W. Arnold, The Caliphate (London: Routledge and Kegan Paul LTD, 1965),
hlm. 30.
147
Sa’id Hawwa, Ar-Rasul Muhammad SAW., terj. Kathur Suhardi (Solo: CV. Pustaka
Mantiq, 1993), hlm. 256.
Di Madinah148, Islam tampil sebagai kekuatan politik di mana konsepsi
tentang negara mulai digagas di atas pondasi kebersamaan dan integritas berbagai
dunia yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Dokumen ini memuat undang-
undang untuk mengatur kehidupan sosial politik bersama kaum Muslim dan
bukan Muslim, serta menerima dan mengakui Nabi sebagai pemimpin mereka.
Madinah pada awal Hijrah adalah pertama, pembangunan masjid sebagai sarana
ibadah dan media audensi umat Islam. Kedua, mempersaudarakan dua kelompok
masyarakat baru yang bersifat terbuka, plural dan netral dengan mengakomodasi
Pembangunan masjid di Quba ini, selain berfungsi tempat beribadat kepada Allah
SWT. dari segi agama, juga berfungsi sebagai tempat mempererat hubungan dan
ikatan jamaah Islam dari segi sosial, karena di samping tempat melaksanakan
ibadah salat, masjid digunakan pula sebagai tempat untuk mendalami Islam, pusat
148
Sebelum dinamai Madinah, kota ini bernama Yasrib. Penamaan Madinah ini oleh Nabi
Muhammad memiliki maksud yang mendalam. Secara bahasa, kata madi>nah mengacu kepada
pola hidup berperadaban. Kata madaniyyah aalah kata dalam bahasa Arab untuk "peradaban",
sama dengan kata had{a>rah yang asal maknanya adalah pola kehidupan di suatu tempat, yaitu
bukan kehidupan berpindah-pindah atau nomad yang merupakan pola kehidupan gurun pasir.
Lihat: Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 312-
313.
markas tentara dan sebagainya.149
Umat Islam kala itu sangat patuh dan taat terhadap kepemimpinan Nabi
SAW. Kondisi ini sangat potensial sekali dalam menggalang persatuan dan
kesatuan umat yang menjadi kekuatan luar biasa umat Islam yang menjadikan
Nabi selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap peperangan melawan kafir
sepenuhnya berpegang pada tali Allah SWT. dalam menghadapi suasana genting
pada Allah SWT.150 Tidak hanya itu, Nabi senantiasa mengajak dan mendorong
umatnya kala itu untuk selalu dekat dengan Allah, karena hanya Dialah yang
meniggalkan salat berjamaah, kecuali pernah satu kali karena sakit. Nabi sangat
149
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1994), hlm. 80.
150
Q.S. Ali> Imra>n (3): 123, 126-127, 146-147, 165-166; Q.S. al-Ahqa>f (46): 9.
menganjurkan dan mengutamakan salat jamaah. Ketika melakukan salat
yang baik bagi yang dipimpinnya. Jika seorang pemimpin itu berlaku baik,
Selain itu, perbincangan yang dilakukan Nabi dengan para sahabat setelah
salat berjamaah di masjid tentang berbagai macam persoalan dari politik hingga
tidak hanya kepala negara atau presiden dan sebagainya, tetapi juga
pribadi atau golongan. Kepemimpinan beliau juga tidak terlepas dari adanya
mempengaruhi antara h}abl min Allah (ukhrawi) dan h}abl min al-na>s
(duniawi).
dan Rasul-Nya dan kesejahteraan dalam suatu kelompok atau wilayah. Salat
dalam hal ini bukanlah salat dalam arti lahiriyah saja, tetapi salat yang
membekas pada perilaku yang baik, adil dan bertanggung jawab. Dengan
menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mereka masih menegakkan keadilan dalam
masyarakat.
BAB IV
KONTEKSTUALISASI HADIS TENTANG SEBURUK-BURUK
PEMIMPIN SELAMA MENEGAKKAN SALAT
dalam satu bendera kekhalifahan seperti yang diterapkan pada masa Nabi,
sendiri, baik itu yang berbentuk republik, monarki dan sebagainya, umat
Islam di seluruh dunia tetap peduli dengan masa depan umat Islam di mata
Islam sedunia dan kurang berperan dalam memajukan umat Islam. Hal ini
atau tertekan oleh bangsa lain –terutama oleh negara Adidaya Amerika
Serikat- bahkan di Timur tengah, negara Islam yang diperangi oleh bangsa
151
Negara Islam dalam hal ini mengandung makna umum, yaitu negara yang memang
menetapkan Islam sebagai agama resmi/ negara ataupun negara yang penduduknya mayoritas
beragama Islam.
lain seperti Palestina yang diserang oleh Israel dibantu oleh Amerika
Serikat, masih tidak kunjung berakhir. Hal yang sama juga terjadi di Irak,
antara Libya dan negeri Paman Sam tersebut belum menunjukkan hasil
umat Islam di mata dunia, yaitu pada masa kepemimpinan Nabi SAW.
dan Khulafa' al-Rasyidin yang modern dan demokratis, 153 sebuah civil
Dalam sejarah umat Islam pada masa awal Islam, mereka sangat peduli
152
Gema Martin Munoz (ed.), Political Relations at the End the Millenium (London: I.B.
Tauris, 1999), hlm. 95.
153
Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999),
hlm. 32-33.
154
Ibid, hlm. xviii.
mempertanggungjawabkan tugasnya kepada manusia, tetapi juga
melebarkan sayap keluar Jazirah Arab yang disambut dengan hangat oleh
masa, yaitu masa kejayaan Islam dan masa kemunduran Islam. Jika pada masa
kejayaan Islam, yaitu masa Nabi dan Khulafa' al-Rasyidin, para pemimpin selain
memimpin dalam hal kenegaraan, mereka juga pemimpin dalam hal keagamaan.155
Bahkan penguasaan ajaran Islam (al-Qur'an dan Hadis) dan kemampuan dalam
pemimpin pemerintahan. Hal ini terbukti pada saat terpilihnya Abu Bakar sebagai
pengganti Nabi sebagai pemimpin umat, karena dia terpilih sebagai imam salat
yang menggantikan Nabi ketika beliau sakit yang dijadikan alasan bagi kalangan
sahabat menganggapnya yang terbaik di antara yang lain. Hal ini juga terjadi pada
saat pengutusan Mu‘a>z| bin Jaba>l oleh Nabi SAW. untuk menjadi pemimpin di
negeri Syam. Hal ini menandakan bahwa Islam bukan semata-mata akidah
155
Menurut Thomas W. Arnold. Dalam waktu bersamaan, Nabi adlah apemimpin agma
dan kepala negara, lihat John. J. Donohue dan L. Esposito (ed.), Islam ini Transition, Muslim
Perspective (New York: Oxford University Press, 1982), hlm. 261.
keagamaan individu, tetapi sudah mewajibkan pembentukan suatu masyarakat
dan negara. Bahkan lebih dari itu, mereka berkiblat kepada kehidupan
kaya, tetapi kekayaannya itu dikeruk oleh bangsa Barat yang disebut
tidak ada peran agama dalam roda pemerintahan, hanya dijadikan ibarat
"tempel ban" ketika ada gejolak yang terjadi dalam negara. Salat sebagai
perilaku sehari-hari. Hal inilah yang membuat umat Islam mundur, karena
jika umat Islam meresapi ibadah salatnya lahir dan batin, tentunya umat
muka bumi ini. Padahal al-Qur'an telah menyatakan bahwa salat dapat
dikerjakan tidak hanya sekedar gerakan fisik saja, namun salat yang benar-
Seharusnya umat Islam sadar, bercermin dan kembali kepada al-Quran dan
Hadis dalam bernegara yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Jika
156
M. Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), hlm. 27.
157
Q.S. al-Ankabu>t (29): 45.
menurut Bellah, unsur-unsur struktural politik pada zaman itu sangatlah
modern bahkan terlalu modern untuk zamannya, 158 sehingga setelah Nabi
dari sakit yang terlalu lama dan tidak ada penentangan atau
memberontak, tetapi masih ada jalan damai lain yang akibatnya lebih
tercipta kehidupan sejahtera dan tidak ada lagi kesenjangan sosial –yang
kekompakan yang menjadikan umat Islam kuat bersatu dan tidak gentar
Berbicara tentang Indonesia sampai detik ini adalah –tidak luput dari-
demografis dan sosiologis saja bahwa umat Islam adalah mayoritas di Indonesia.
158
Ibid.,hlm. 32.
159
Indonesia Kekinian di sini dimaksudkan pada kondisi pemerintahan saat ini yaitu
pemerintahan Presiden Megawati yang juga dikaitkan dengan pemerintahan-pemerintahan
sebelumnya.
Oleh karena itu, setiap visi tentang Indonesia pada dasarnya adalah visi tentang
berdasarkan Pancasila bukan negara agama tetapi bukan negara sekular.161 Negara
bangsa Indonesia beragama Islam,162 tetapi Islam bukanlah agama resmi atau
negara aadalah seorang warganegara biasa yang dipilih oleh rakyat secara
negara,163 bukan dari kalangan ulama atau pendeta. Dengan demikian, jelas
negara atau pemerintah di dalam kehidupan keagamaan rakyat, dan pada waktu
160
Nurcholish Madjid, opcit., hlm. xv.
161
Munawir Sjadzali, Islam: Realitas Baru dan Orientasi Masa Depan Bangsa (Jakarta:
UI Press, 1993), hlm. 80.
162
Walaupun hanya bisa dikatakan sebagai kelompok mayoritas (numerical majority)
bukan minoritas teknis (technical minority). Lihat: Nurcholis Madjid, op.cit., hlm. 45.
163
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Amandemen Undang-Undang Dasar 1945:
Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat (dalam Satu Naskah) (Yogyakarta: Media
Pressindo, 2002), hlm. 6-7.
yang sama penolakan terhadap campur tangan tokoh-tokoh atau lembaga-lembaga
keagamaan dalam kehidupan kenegaraan atau politik, dengan kata lain adanya
Posisi Indonesia sebagai posisi tengah antar negara agama dan negara
sekular, dianggap oleh beberapa kalangan sebagai sikap yang tidak berpendirian.
Oleh beberapa kalangan dari umat Islam di Indonesia, sudah seharusnya Indonesia
menjadi negara Islam dan berpedoman kepada al-Qur'an dan hadis, karena
mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun di lain pihak, baik dari kalangan
Islam dan non Islam, ada yang mengatakan bahwa seharusnya Indonesia menjadi
negara demokratis, karena jika negara Islam, aspirasi seluruh lapisan masyarakat
bangsa, meskipun sejak kemerdekaan RI, dari kursi presiden pertama Sukarno
164
Munawir Sjadzali, op.cit., hlm. 82-85.
Muslim.
dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004, para anggota parpol dan tim sukses calon
presiden, baik dari kalangan yang berbasis agama maupun nasionalis gencar
tentang presiden wanita, ada beberapa ulama di Indonesia yang ikut andil dalam
Namun yang penting di sini bukanlah ia salat atau tidak salat. Karena apa
165
Kompas, 5 Juni 2004, hlm. 6; Kompas, 8 Juni 2004 hlm. 4.
adanya penerapan hukum qisas, potong tangan, rajam dan lain-lain, yang semua
ini akibat kesalahpahaman dan provokasi dari kalangan musuh Islam yang
dalam al-Qur’an dan hadis, maka mereka akan menemui bahwa nilai-nilai
partisipasi dan keadilan sosial, yang sesuai untuk diterapkan dalam kehidupan
yang sudah dibuktikan pada zaman Nabi Muhammad. Agama hanya dijadikan
muncul ketika terjadi gejolak nasional, ístigasah sebagai doa bersama atau taubat
berbeda dengan kondisi yang ada pada penduduk Madinah ditambah dengan kaum
Muhajirin (umat Islam yang pindah dari Makkah ke Madinah). Malah justru
yang dijunjung tinggi pada masa Nabi. Jika bangsa Indonesia menganggap Islam
166
Abu Zahra (ed.), Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religius di Indonesia (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 1.
167
Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara: Perspektif Modernis dan Fundamentalis
(Magelang: Indonesiatera, 2001), hlm. 119.
168
Nurcholis Madjid, op.cit., hlm. 45.
demokratis, maka mengapa Indonesia serasa makin hancur dengan berbagai
gejolak negatif yang muncul. Mestinya bangsa Indonesia mengamati bahwa Nabi
Madinah yang ketika itu belum masuk Islam., tetapi karena kredibilitas
penduduk Madinah yang tetap bersiteguh dengan agama, yaitu Yahudi dan
Sejauh ini, Negara Indonesia tidak surut dari kekacauan adalah karena
yang riil untuk mengatasi berbagai gejolak di tanah air, malah mereka
169
Akram Ziauddin Umari, Masyarakat Madani, terj. Mun'im A. Sirry (Jakarta: Gema
Insani Press, 1999), hlm. 31.
dan negaranya yang membiarkan ketidakadilan bahkan memberikan jalan yang
terlebih karena Indonesia sebagai negara agraris- seperti yang dikatakan al-
Mawardi,>170 maka tentunya tidak akan terjadi gejolak yang begitu besar seperti
sekarang ini, krisis multidimensi –yaitu dari krisis moneter hingga krisis moral
Jika masalah bangsa Indonesia ini ditarik lagi maka akan sampai pada akar
masalahnya yaitu sikap dan perilaku dari pemimpin yang terpilih sebagai
beragamanya. Tapi jika kita lihat pada bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam, ibadah salat yang menjadi sarana komunikasi langsung dengan Tuhannya
terlaksana hanya salat secara fisik saja tanpa melibatkan batin. Akibatnya mereka
masyarakat. Mereka tidak peduli dengan orang lain kecuali dirinya sendiri dan
keluarganya.
Amien Rais belum berakhir bahkan baru di mulai, 171 Indonesia merubah beberapa
170
Ibid., hlm. 42.
171
Kompas, 4 Juni 2004, hlm. 1.
Perwakilan Rakyat) sebagai jelmaan rakyat Indonesia secara keseluruhan, dirubah
(pilpres) secara langsung oleh rakyat, diharapkan dapat memenuhi aspirasi rakyat.
Dengan melihat kondisi Indonesia yang bisa dikatakan buruk ini –karena
Indonesia termasuk negara miskin dengan kekayaan alam yang melimpah ruah-
tanggung jawab yang harus dijalankan denagn jujur, berani dan cerdas serta
orang yang dipimpin. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa Indonesia
sosok pemimpin yang diidam-idamkan oleh rakyat ? Ataukah yang akan muncul
yang rajin menumpuk harta untuk kesejahteraan keluarga dan golongannya, atau
pemimpin yang hanya berdiam manis menunggu “emas” datang, atau pemimpin
yang selalu membuat rakyatnya resah akibat pernyataan paginya berubah wujud di
172
Berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 6 A ayat 1 yang
berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasanagn secara langsung oleh rakyat.
Perubahan ini merupakan perubahan ketiga yang disahkan pada tanggal 10 November 2001. Lihat:
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945: Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat
(dalam Satu Naskah) (Yogyakarta: Media Pressindo, 2002), hlm. 7.
173
Namun dalam pemilihan ini, rakyat –terlebih rakyat miskin- sering dibuat dilematis,
karena harapan-harapan bahkan “bantuan” dari calon presiden bersama tim suksesnya yang
Al-Qur’an sudah menjelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 55. Ayat
tersebut menggarisbawahi bahwa ciri pemimpin yang baik adalah : (1) Beriman
kepada Allah SWT, (2) Mendirikan salat, (3) Menunaikan zakat, (4) Tunduk
Keempat, mempunyai komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam. Dari segi
semestinya, artinya bisa berbuat adil, maka tentunya rakyat tidak akan menentang,
itu berarti pengurus negara masih menjalankan amanatnya dengan baik, sehingga
BAB V
bermain kotor, menjadikannya bingung dalam menjatuhkan pilihan. Namun tentunya bangsa
Indonesia tidak perlu berkecil hati, malah harus optimis bahwa pemilihan ini akan membawa
bangsa kepada Indonesia baru.
PENUTUP
Kesimpulan
berikut :
dalam masyarakat.
wilayah. Salat dalam hal ini bukanlah salat dalam arti lahiriyah saja, tetapi
salat yang membekas pada perilaku yang baik, adil dan bertanggung
dengan adil dan penuh tanggung jawab yang sesuai dengan ajaran Islam,
bernegara yang sejahtera lahir dan batin dan berkeadilan sosial bagi
seluruh lapisan rakyat, serta keutuhan serta persatuan dan kesatuan bangsa
sebagai bangsa yang optimis akan terjalin, tidak gentar dengan tekanan
Saran-saran
tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengajukan beberapa
saran dan masukan yang dianggap perlu untuk pengembangan lebih lanjut.
Penelitian terhadap hadis-hadis lain yang ada kaitannya dengan hadis ini perlu
Penutup
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala daya dan
upaya yang ada. Tiada gading yang tidak retak, sepenuhnya peyusun
kekurangannya. Oleh karena itu dengan segala rendah hati, segala saran
dan kritik yang membangun dari berbagai pihak terhadap skripsi ini
sangatlah diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, Thomas W. The Caliphate. London: Routledge and Kegan Paul LTD,
1965
------- Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1971
------- Tafsir al-Qur’anul Majid an-Nur. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1995
Casmini, “Keistimewaan Salat Ditinjau dari Aspek Psikologi dan Agama”, dalam
Hisbah, Vol. 1/ No. 1, Januari-Desember 2002
Hawwa, Sa’id. Ar-Rasul Muhammad SAW. Terj. Kathur Suhardi. Solo: CV.
Pustaka Mantiq, 1993
Ismail, Muhammad Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual: Telaah
Ma’an al-Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan
Lokal. Jakarta : Bulan Bintang, 1987
------- Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya. Jakarta: Gema
Insani Press, 1995
Lewis, Bernard. Bahasa Politik Islam. Terj. Ihsan Ali-Fauzi. Jakarta: Gramedia,
1994
Matraji, Amira Zrein (rev.). Shahih Muslim. Beirut: Dar el-Fiker, 1993
Munoz, Gema Martin (ed.). Political Relations at the End the Millenium. London:
I.B. Tauris, 1999
Musa, M. Yusuf. Politik dan Negara dalam Islam. Surabaya: al-Ikhlas, 1990
Al-Maududi, Abul A’la. Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam. Terj. Asep
Hikmat. Bandung: Mizan, 1995
Nasrullah, Ahmad Fadhil. Celaka Orang yang Shalat. Yogyakarta: Target Press,
2001
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985
Nawawi, Hadari. Kepemimpinan menurut Islam. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1993
Perry, Glenn E. “Caliph”, dalam The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic
World, II. New York: Oxford University Press, 1995
Pulungan, J. Suyuthi. Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1994
------- Islam: Realitas Baru dan Orientasi Masa Depan Bangsa. Jakarta: UI Press,
1993
Syari’ati, Ali. Ummah dan Imamah. Terj. Afif Muhammad. Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1989
S}a>lih, Muh}ammad ‘Adib. Tafsi>r al-Nus}u>s} fi> al-Fiqh} al-Isla>mi>.
Beiru>t: al-Maktabah al-Isla>mi>, 1984
Al-Sulus, Ali Ahmad. Imamah dan Khalifah. Terj. Asmuni Sholihin Zamakhsyari.
Jakarta: Gema Insani Press, 1997