SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM ISLAM
OLEH :
SUPRIADI
NIM: 00380327
PEMBIMBING :
1. DRS. ABDUL HALIM, M. Hum.
2. H. SYAFIQ MAHMADAH HANAFI, S.Ag., M.Ag.
MU’AMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2004
Drs. Abdul Halim, M. Hum.
Dosen Fakultas Syari’ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
NOTA DINAS
Hal : Skripsi sdr.Supriadi
Kepada Yth.
Bapak Dekan Fak. Syari’ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
di Yogyakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta memberi masukan dan
perbaikan-perbaikan seperlunya, maka menurut kami skripsi saudara :
Nama : Supriadi
NIM : 00380327
Jurusan : Mu’amalah
Judul Skripsi : “GADAI TANAH PADA MASYARAKAT BUGIS DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar
sarjana starta satu dalam Mu’amalah pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan
mengharap agar segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 26 Sya’ban 1425 H
10 Oktober 2004 M
Pembimbing I
ii
Dosen Fakultas Syari’ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogakarta
NOTA DINAS
Hal : Skripsi sdr. Supriadi
Kepada Yth.
Bapak Dekan Fak. Syari’ah
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
di Yogyakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta memberi masukan dan
perbaikan-perbaikan seperlunya, maka menurut kami skripsi saudara :
Nama : Supriadi
NIM : 00380327
Jurusan : Mu’amalah
Judul Skripsi :“GADAI TANAH PADA MASYARAKAT BUGIS DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM.
sudah dapat diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar
sarjana starta satu dalam Mu’amalah pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Bersama ini kami ajukan skripsi tersebut untuk diterima selayaknya dan
mengharap agar segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 26 Sya’ban 1425 H
10 Oktober 2004 M
Pembimbing II
iii
PENGESAHAN
Skripsi berjudul :
GADAI TANAH PADA MASYARAKAT BUGIS
DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
Penguji I Penguji II
iv
Halaman Persembahan
v
MOTTO
pammase Puang”
(Petikan lambang Kab. Sidrap)
vi
SISTEM TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA
Berdasarkan kepada SKB. Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Tanggal 22 Januari 1988 Nomor 158/1987 dan 0543b/1987.
ب ba> B, b _
ت ta> T, t _
ج ji>m J, j _
د da>l D, d _
ر ra>’ R, r _
ز za>’ Z, z _
س si>n S, s _
vii
غ gi>n Gg, g _
ف fa>’ F, f _
ق qa>f Q, q _
ك ka>f K, k _
ل la>m L, l _
م mi>m M, m _
ن nu>n N, n _
و wawu W, w _
ه ha>’ H, h _
,
ء hamzah
dengan apostrof
ي ya>’ Y, y
_
Arab yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Seperti zakat, salat
dan sebagainya, kecuali jika yang dikehe ndaki adalah lafaz aslinya).
viii
IV. Penulisan Vokal Pendek
َ (fathah) ditulis = a.
ِ (kasrah) ditulis = i.
ُ (dammah) ditulis = u.
V. Penulisan Vokal Panjang
ix
VIII. Penulisan Huruf Alif Lam
tersebut seperti :
IX. Pengecualian
A. Huruf ya’ nisbah untuk kata benda muzakkar ditulis dengan huruf i, seperti :
Sementara untuk kata mu’annas, ditulis sama, dengan tambahan yah, seperti :
0 Huruf hamzah di awal kata, ditulis tanpa didahului tanda (‘), misalnya :
1 Huruf ta’ marbutah pada nama orang, aliran dan benda lain yang sudah di
x
KATA PENGANTAR
الحمدهلل رب العالمين اشهد ان ال اله اال هللا وحده الشريك له واشهد ان محمدا عبده و رسوله
. على رسوله الكريم واصحابه اجمعينvال نبي بعده والصالة والسالم
yang cukup berat ini dapat terselesaikan. Tanpa semua nikmat-Nya, tentu tulisan
ini tidak akan pernah mengenal kata “selesai”. Sebab hanya dengan rid}a-Nya
setiap kesulitan hidup di muka bumi dalam pelbagai dimensinya akan dapat
ditemukan solusinya.
banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam membantu
mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
1. Bapak Drs. H. Abd. Malik Madani, MA. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah
xi
2. Bapak Drs. Abdul Halim, M. Hum. Selaku Pembimbing I
Kalijaga Yogyakarta
6. Bapak dan Ibu tercinta: H. Muhammad Rais (Alm) dan Hj. Pahmiah, yang
8. Teman-teman semua.
memperbaikinya. Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif, akan selalu
Wassalamu’alaikum wr. wb
Yogyakarta, 26 Sya’ban 1425 H
11 Oktober 2004 M
Penyusun
Supriadi
ABSTRAK
xii
Keberadaan praktek Gadai Tanah Sawah merupakan suatu tradisi yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat khususnya di Kecamatan Watang Sidenreng
Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Hal ini hampir bisa dipastikan bahwa
sebagian besar masyarakat melakukan hal tersebut. Oleh karena itu adanya
praktek gadai tanah sawah tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hal yang tidak
bisa dihindari.
Salah satu tindakan yang diambil manusia pada zaman dahulu hingga
sekarang ini, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang mendesak dan keuangan
adalah dengan menyelenggarakan traksaksi gadai tanah sawah. Gadai tanah sawah
sejak dulu telah memainkan peran penting di dalam kehidupan masyarakat, dalam
hal-hal tertentu, menggadaikan tanah sawah bahkan jauh lebih penting dari pada
yang lain. Praktek gadai tanah yang terjadi dalam masyarakat Bugis khususnya di
kecamatan Watang Sidenreng yaitu jika seseorang ingin meminjam uang maka
tanah sawah miliknya dijadikan jaminan atau anggunan, kemudian tanah sawah
tersebut dikelolah oleh pemberi gadai dalam hal ini murtahin.
Penelitian ini mencoba mengetahui apakah paktek gadai tanah sawah di
Kecamatan Watang Sidenreng serta pemanfaatannya telah memenuhi norma-
norma hukum Islam. Untuk mengetahui apakah telah sesuai dengan norma-norma
hukum Islam maka praktek gadai tanah sawah yang dilakukan di Kecamatan
Watang Sidenreng tersebut dianalisis dengan prinsip muamalat Islam yakni dapat
menghindari unsur-unsur garar, maisir, riba dan Eksploitasi (ketidakadilan).
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (Field Research)
yang dilaksanakan di Kecamatan Watang Sidenreng Kabupaten Sidrap Sulawesi
Selatan. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosiologis-
yuridis syar’ih yakni pendekatan yang digunakan untuk melihat suatu masalah
gadai tanah yang ada dalam masyarakat Bugis khususnya di Kecamatan Watang
Sidenreng kemudian dibahas dan dinilai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Sampai saat ini pengakuan bahwa praktek gadai tanah sawah merupakan
praktek gadai yang sesuai dengan syari’ah belum pernah ada. Prinsip-prinsip
syari’ah dalam praktek gadai tanah sawah di Kecamatan Watang Sidenreng,
misalnya apakah pelaksanaan praktek gadai tanah sawah tersebut benar-benar
telah terhindar dari unsur gharar, maisir, riba dan eksploitasi (ketidakadilan).
Namun setelah diadakan penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa
penerapan prinsip-prinsip syari’ah dalam transaksi gadai tanah sawah pada
masyarakat Bugis di Kecamatan Watang Sidenreng secara keseluruhan belum
sesuai dengan norma-norma syari’ah karena masih terdapat unsur eksploitasi
(ketidakadilan) yakni pada pengambilan manfaat atas tanah sawah yang dijadikan
jaminan sampai hutang dibayar, sementara rahn tidak mendapatkan bagian dari
hasil tanah sawah tersebut.
DAFTAR ISI
xiii
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
NOTA DINAS…………………………………………………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………….v
MOTTO………………………………………………………………………….vi
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………….…………vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...xi
ABSTRAK………………………………………………………………….…. xiii
DAFTAR ISI…….………………………………………………………….…. xiv
BAB I PENDAHULUAN
xiv
2. Keadaan Ekonomi Masyarakat………………………………40
3. Keadaan Pendidikan dan Keagamaan……………….……….41
B. Praktek dan Mekanisme Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam
Masyarakat Bugis Di Kecamatan Watang Sidenreng……………44
1. Pengertian Gadai…………………………………………….44
2. Proses Terjadinya Gadai……………………………………..46
3. Hak dan Kewajiban Penggadai dan Penerima Gadai………...47
C. Pemanfaatan Barang Gadai………………………………………48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….68
B. Saran…….………………………………………….…………...…...69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Daftar Terjemahan…………………………………………………………………I
Biografi Ulama…………………………………………………………………..IV
Surat Rekomendasi dan Izin Riset……………………………………………….VI
Pedoman Wawancara…………………………………………………………...VII
Daftar Angket Penelitian……..………………………………………………….IX
Curiculum Vitae………………………………………………………………...XII
xv
BAB I
PENDAHULUAN
xvi
Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan yang
hukum yang global, yakni makna-makna tekstual yang umum, yang mampu
ritual (ibadah) maupun sosial (mualamah). Dengan demikian akan dapat digali
manusia.
Islam dalam era moderen dewasa ini sangat diperlukan dan tidak dapat lagi
Oleh karena itu dalam hubungan antara sesama manusia diberi kebebasan
kebutuhan hidupnya yang serba dinamis asalkan aturan itu tidak bertentangan
1(
An-Nawa>wi>, S{ah{ih} Muslim Bisyarh an-Nawa>wi>, kitab Fadail,
bab Wuju>bun Imsa>lun Ma>qa>luhu Syar’an Du>na Ma>zakaruhu SAW
(Mesir: Mat ba>ah Wa Maktabah, 1942), 15 : 118, , Hadis S{ah{ih}} Riwayat
Muslim dari ‘Aisyah dari S{abit dari Anas
xvii
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar supaya hidup saling
tolong menolong, yang kaya harus menolong yang miskin, yang mampu harus
menolong yang tidak mampu. Bentuk dari tolong menolong ini bisa berupa
jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, ia dibolehkan meminta barang dari
debitur sebagai jaminan utangnya. Sehingga, apabila debitur itu tidak mampu
melunasi pinjamannya, maka barang jaminan boleh dijual oleh kreditur. Konsep
tersebut dalam Fiqih Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.2)
Salah satu bentuk muamalah yang disyari’atkan oleh Allah adalah Gadai
ان ا مـن بـعـضكـم بـعـضـاaوان كـنـتم عـلي سفـر ولم تجـد وا كاتبا فـرهـن مـقــبـو ضـة ف
فـلـيـوء د الـذ ي اوء تـمـن امـا نـتـه و لـيـتـق اهللا والتـكــتمـوا الشــهـا دة و مـن
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang piutang, untuk
suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang
tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang) tetapi dikuasai oleh
penerima gadai (yang berpiutang). Praktek seperti ini telah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan
2)
Muhammad dan Sholikul Hadi,Pegadaian Syari’ah, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003),
hlm 1-3
3)
Al-Baqarah, (2) : 283
xviii
Dalam masalah gadai, Islam telah mengaturnya seperti yang telah
diungkapkan oleh ulama fiqh, baik mengenai rukun, syarat, dasar hukum maupun
tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai yang semua itu bisa
Gadai atau ar-rahn dalam bahasa Arab (arti lughat) berarti al-s|ubut wa
al-dawam (tetap dan kekal). Sebahagian ulama lughat memberi arti ar-rahn
barang gadai disebut rahi>n, orang yang menerima (menahan) barang gadai
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa gadai adalah penahanan suatu
barang atau jaminan atas utang, jika utang sudah dilunasi maka
jaminan itu akan dikembalikan kepada yang punya.
Di masyarakat Indonesia praktek gadai mengalami perkembangan yang
sangat pesat karena mengadaikan benda (barang) baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak merupakan jalan keluar bagi orang-orang yang membutuhkan
mengadaikan tanah (sawah). Di dalam hukum adat gadai tanah biasa dikenal
4)
As-Sayyid sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), III : 187.
5)
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba Utang Piutang Gada, Cet. Ke-2
(Bandung: al- Ma’arif, 1983), hlm. 50.
6)
Ibid.
xix
dengan istilah jual gadai. Jual gadai merupakan penyerahan tanah dengan
tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.7) Gadai tanah tidak dijelaskan dalam
kitab undang-undang hukum perdata karena tanah merupakan benda tak bergerak
PERTANIAN”.8)
subur bila dilihat dari tanah dan pengairan yang berasal dari sungai Saddang di
kabupaten Pinrang, sehingga sawah mampu panen dua kali dalam setahun.
Akan tetapi masih perlu adanya peningkatan kualitas keagamaan, karena pada
karena status gadai tersebut belum jelas. Dalam praktek gadai tersebut Murtahin
menggadaikan).
7)
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Cet. Ke-4 (Yogyakarta: Liberty,2000), hlm. 28
8 )
Ibid, hlm. 31.
xx
Di dalam masyarakat Bugis terutama di kecamatan Watang Sidenreng
kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan sering kali terjadi transaksi utang piutang yang
mana tanah dijadikan sebagai barang jaminan atas utang mereka. Menurut
pengamatan penyusun praktek gadai dalam masyarakat tersebut terdapat hal yang
bisa menyebabkan penggadai (pemilik tanah) rugi, karena penerima gadai sering
kali mendapat keuntungan yang lebih besar dari pada uang yang dipinjamkan.
Selain itu tidak adanya ketetapan diantara kedua belak pihak tentang masa
utangnya. Dengan praktek yang semacam itu maka akan terjadi keuntungan yang
jaminan utangnya. Namun di dalam perjanjian itu tidak disepakati tentang siapa
yang akan mengelolah tanah (sawah) tersebut. Tetapi pada kenyataannya yang
Hak murtahin kepada marhun hanya pada keadaan atau sifat kebendaannya
yang mengandung nilai, tidak pada penggunaan dan pemungutan
hasilnya.9
9)
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam ….. hlm. 56
xxi
Oleh karena itu peneliti ingin mengadakan penelitian dengan tema gadai
tanah pada masyarakat bugis dalam perspektif hukum Islam dan selanjutnya akan
dianalisis dari segi hukum adat dan hukum Islam. Disamping itu juga untuk
B. Pokok Masalah.
Dari dasar pemikiran tersebut di atas, maka dapat ditarik pokok masalah,
hukum Islam.
xxii
b. Juga dapat dimanfaatkan untuk merumuskan program pembinaan
D. Telaah Pustaka
Beberapa karya tulis yang membahas tentang gadai tanah ini sudah
banyak, diantaranya adalah karya Iman Sudiyat dengan judul Hukum Adat, Sketsa
Asas, Dan karya Muhammad dan Sholikul Hadi dengan judul Pegadaian
Adat, dan Hukum Islam. Diantara pembahasan dari kedua buku tersebut adalah
tanah, Konsep dan asas legal pegadaian syariah (Rahn) dan Pegadaian dalam
perspektif Islam.
T. Yanggo dan Drs. HA. Hafiz Anshary AZ, MA dengan judul Problematika
Hukum Islam Kontemporer buku ketiga. Karya Prof Dr. Ny. Sri Soedewi
karya di atas menghasilkan hasilkan suatu kajian yang menyeluruh dan utuh serta
Selain itu karya yang lain adalah Fiqh as-Sunnah karya as-Sayyid Sabiq.
Menurur beliau barang gadai tidak boleh dimanfaatkan barangnya, kecuali jika
10)
Sayyid Sabiq, Fiqh ….. hlm. 188-189.
xxiii
Tindakan memanfaatkan barang gadaian adalah tak ubahnya qiradh yang
mengalirkan manfaat, dan setiap bentuk qiradh yang mengalirkan manfaat adalah
berikut :
“Penerima gadai tidak boleh menerima hasil dari atau manfaat dari
gadaian sedikitpun kecuali dari yang bisa ditunggangi dan diperah sesuai
dengan biaya yang dikeluarkan”12)
Di sini penyusun tidak terlalu banyak mungkin untuk menyebutkan buku-buku
apa saja yang ditelaah dalam membatu penyusunan penelitian ini.
Karena menurut penyusun yang namanya telaah pustaka adalah
hasil penelitian orang lain yang sudah pernah meneliti dalam kasus
yang sama tapi di tempat atau permasalahan yang berbeda.
Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan dalam tenggang yang
sama ada beberapa skripsi yang penyusun telah baca, diantaranya adalah :
Skripsi Antoni Eka Putra, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek
Gadai Tanah Sawah di Desa Talang Kecamatan Perwakilan
Mungka kab. 50 Kota Sumatera Barat”, hanya membahas tentang
batasan waktu yang tidak terjadi dalam praktek gadai tanah sawah
kemudian dianalisis. Skripsi tersebut tidak membahas masalah
yang sedang penyusun bahas.
Skripsi Arifatul Latifah, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap
11)
Al-ha>fiz Ibn Hajar a>l-‘Asqala.ny, Bulu>g al-Mara>m min Adillati al_Ahka>m,
(Semarang: Taha Putra t.t.,),hlm. 182 Bab salam, Qirad dan Rahn,Hadis riwayat H{aris bin Abi
Usamah dari Ali bin Abi Thalib.
12)
Abu Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Qudamah, al-Mugny Li Ibni
Qudaimah (Riyadh : Mahtabaturriyah al-Hadisah, t.t.,), IV: 426.
xxiv
Tengah”, hanya menjelaskan kategori sistem gadai yang memerlukan pembiayaan
Melihat dari dua uraian skripsi di atas serta sekian banyak buku yang penyusun
baca, belum terdapat pembahasan mengenai praktek gadai tanah
(sawah) pada masyarakat Bugis terutama di Kecamatan Watang
Sidenreng, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, sehingga kami
mengambil keputusan untuk melakukan penelitian tentang hal
tersebut di daerah setempat. Dengan demikian penelitian ini layak
untuk dilakukan.
E. Kerangka Teoritik.
Gadai adalah merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu
pinjaman barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan
kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-
dapat juga dinamai dengan “al-habsu” Secara etimologi kata rahn berarti “tetap
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang, hingga orang yang
13)
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Cet. Ke-5,
(Yogyakarta : Liberty.1974), hlm. 96-97.
xxv
bersangkutan boleh mengambil utang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat)
hukum perdata dijelaskan bahwa benda yang dapat dijadikan barang gadai adalah
benda bergerak baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh. Sedangkan benda
yang tidak bergerak tidak dapat digadaikan. Perbedaan antara benda bergerak
mempunyai konsekuensi dimana lembaga jaminan juga dibagi dua yaitu gadai
sama, hanya saja bedanya kalau gadai dapat diberikan melulu atas benda-benda
yang bergerak, sedangkan hipotik hanya melulu atas benda-benda yang tidak
bergerak. Kedua hal kebendaan ini (gadai dan hipotik) memberikan kekuasaan
atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan sebagai jaminan bagi
sebagai imbalannya, uang tersebut merupakan utang dengan jaminan barang yang
syari’ah tidak terbatas hanya merujuk pada bebasnya dari suatu riba, garar, dan
14)
As-Sayyid sabiq, fiqh sunah,alih bahasa H.Kamaruddin A. Marzuki, Jilid 12, Cet. Ke-
14, (Bandung : PT. Alma’arif, 1987), hlm. 150.
15)
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hakm Jaminan Kebendaan, Cet. Ke-4, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2002), hlm. 91.
16)
H. Chuzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer Buku Ketiga, Cet.
Ke-2, (Jakarta : LSIK, 1997), hlm 61-62
xxvi
maisir. Para ahli ekonomi Islam dan fuqaha mendiskusikan tentang
apakah berada dalam bingkai ajaran Islam dengan memegang teguh prinsip-
prinsip moral dan etika atau bahkan sebaliknya. Karena hal ini sangat berimplikasi
pada seluruh aspek kehidupan manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
paksaan.
kesempitan.17)
17)
Ahmad Azhar Basyir,Asas-asas Hukum Muamalah,edisi revisi, (yogyakarta: UII Press
2000), hlm. 15.
xxvii
Disamping itu pada dasarnya Islam memberi kebebasan pada seseorang
aturan umum dan nilai kesusilaan. Oleh karena itu dikenal kaedah ushul fiqh yang
berbunyi :
18(
االصل في العقدرضي المتعاقد ين و نتجته ما التزما ه با لتعاقد
Maksud dari qaidah tersebut adalah bahwa seseorang tidak harus terkait
formulasi akad para ulama klasik. Atas dasar itu, maka tidak menutup
kemungkinan dilakukan perjanjian gadai, baik itu gadai terhadap benda bergerak
hukum perdata dan hukum adat di Indonesia, tidak ditemukan secara khusus yang
membahas dalam fiqh. Pada satu sisi gadai tanah mirip dengan jual beli. Dalam
hal ini hukum adat menyebutnya sebagai jual gadai. Pada sisi lain mirip dengan
rahn. Kemiripannya dengan jual beli karena berpindahnya hak menguasai harta
dan mengambil keuntungan dari benda tersebut, walaupun hanya dalam waktu
yang ditentukan. Sedangkan kemiripannya dengan rahn adalah karena adanya hak
18)
Asjmuni A. Rahman, Qaidah-qaidah Fiqhiyah (Qawaidul Fiqhiyyah), Cet.ke-4,
(Jakarata: Bulan Bintang, 1976), hlm. 44.
19)
Muhammad dan Sholikul Hadi, Pegadaian …. hlm. 43.
xxviii
Pada satu sisi gadai tanah mirip dengan jual beli. Dalam hal ini hukum
adat menyebutnya sebagai jual beli gadai. Pada sisi lain mirip dengan rahn.
Kemiripan dengan jual beli karena berpindahnya hak menguasai harta yang
dan mengambil keuntungan dari benda tersebut, walaupun dalam waktu yang
adanya hak menebus bagi penggadai atas harta yang digadaikan itu. 20)
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
2. Sifat Penelitian
dan menguraikan suatu masalah (Gadai Tanah) secara obyektif dari obyek
yang diselidiki tersebut21). Yaitu praktek gadai tanah sawah yang dilakukan
guna mendapatkan manfaat yang lebih luas, maka data yang telah
20)
Ibid. hlm. 45.
21)
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet.ke-8, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1998), hlm. 31.
xxix
normatif untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas tentang gadai tanah
3. Pendekatan Masalah.
a. Observasi
masyarakat.
b. Wawancara
22)
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Cet. Ke-22, ( Yogyakarta: Andi Offset, 1990),
hlm. 136
xxx
tokoh masyarakat setempat dan pihak pemerintah agar wawancara ini
lebih kuat.
c. Dokumentasi
1. Populasi
2. Penentuan Sampel
23)
ibid. hlm. 80
xxxi
masing-masing 10 orang. Penyusun menggunakan non-random
tanah sawah.
e. Angket.
5. Analisis Data.
xxxii
tanah dalam perspektif hukum Islam dari kasus yang ada dalam data
tersebut.
G. Sistematika Pembahasan.
abstraksi dari keseluruhan isi skripsi ini yang akan menguraikan latar belakang
masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teori,
Pada bab dua, membahas gambaran umum gadai menurut hukum Islam.
Pada bab ini penyusun mencoba memaparkan tentang pengertian dan dasar hukum
gadai menurut hukum Islam, selain itu penyusun juga menjelaskan tentang
Islam. Nilai penting dari pembahasan ini adalah sebagai kerangka dasar tentang
gadai, juga dijadikan alat analisis dan diagnosis pada pembahasan inti dalam
penelitian ini.
dalam melakukan gadai tanah. Pada bab ini juga akan dibahas tentang mekanisme
xxxiii
pelaksanaan gadai tanah dalam masyarkat tersebut. Selain itu juga akan dibahas
Bab empat, bab ini membahas tentang analisis pelaksanaan gadai tanah
dalam masyarakat tersebut sesuai dengan norma-norma hukum Islam. Dalam bab
ini dimuat analisis dari praktek dan mekanisme pelaksanaan gadai tanah yang
Terakhir bab lima, bab ini merupakan penutup yang mana penyusun akan
mengambil kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran-saran yang dirasa dapat
xxxiv
GADAI TANAH PADA MASYARAKAT BUGIS
DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
PROPOSAL SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
OLEH :
SUPRIADI
NIM : 00380327
Di bawah bimbingan :
MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
xxxv
2003
BAB II
1. Pengertian
Kata gadai dalam bahasa Arab disebut dengan ar-Rahn. Kata tersebut
menurut arti aslinya adalah as-S|a>bit ( tetap atau lestari ). Kata ar-Rahn adalah
xxxvi
24
bentuk masdar dari : رهـنـا- يـر هـن- رهـنyang artinya menggadaikan atau
dari segi bahasa mempunyai dua makna yaitu الـثـبـوت و الـد وا مyang berarti tetap
Al-Quran
26
ولم تـجتد وا كا تـبـافـرهـن مـقـبـوضـةـ
جـعـل عـيـن لـهـا قـيمـة مـا لـيـة في نـظـر الـث ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــرع و ثـيـقـة بـد ين بحـيـث يـمكـن أحـد ذ لك الـد يـن أو أحـد
27
بـعـضـه مـن تلك الـعين
karena adanya barang. Pengertian yang lain terdapat dalam kitab al-
24
Jamal ad-Din Muhammad bin Mukram al-Ansyari, Lisan al-‘Arab, ( Mesir: Dar al-Fikr,
t.t ), XVII: 48.
25
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah ( Beirut: Dar al-Fikr, t.t ), III: 187.
26
Al-Baqarah (2) : 283.
27
As-Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah… III : 187.
xxxvii
28
ـاوه مـمـن هـو عـلـيـه
ْ االمـال الـذي يـجـعـل و تـيـقـة بالـد ين لـيـسـتـونـي مـن ثـمـنـه إن تـعـذ ر إسـتيف
Bahwa yang dimaksud dengan gadai yaitu suatu benda yang dijadikan
kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, maka benda itu
dapat dijadikan alat pembayar hutang.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, gadai menurut istilah ialah :
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, dalam arti seluruh
hutang atau sebagiannya dapat diambil sebab sudah ada barang jaminan tersebut,
dan dapat dijadikan pembayaran hutang jika hutang itu tidak dapat dibayar.
Sehingga dengan akad gadai menjadikan kedua belah pihak mempunyai tanggung
keutuhan barang jaminan. Apabila hutang itu telah dibayar, maka penahanan atau
pengekangan oleh sebab akad itu menjadi lepas. Sehingga keduanya bebas dari
28
Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Quda>mah, al-Mugni Li
Ibni Quda>mah, (Riyad: Mahtabaturriyah al-Hadi>sah, t.t), IV :361.
29
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba Utang Piutang Gadai, (Bandung: al-
Ma’arif, 1983), hlm: 50.
xxxviii
Jika seseorang ingin berhutang kepada orang lain, maka ia menjadikan
barang miliknya baik berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak atau
melunasi hutangnya. Pada dasarnya barang jaminan tetap dipegang oleh penerima
gadai, tetapi apabila terjadi kesepakatan diantara kedua pihak (pemberi dan
penerima gadai) maka barang gadai dapat diserahkan kepada orang lain yang adil
dan mampu menjaga amanah30. Pemilik barang (yang berutang) disebut Rahn
perbuatan yang mulia karena mengandung manfaat yang sangat besar dalam
pergaulan hidup manusia di dunia ini. Sebagaimana halnya dengan jual beli yang
merupakan faktor yang sangat penting bagi kesejahteraan dan kemakmuran hidup
و إن كـنـتم عـلي سـفـرولـم تـج ــدواكا تـبـا فـر هـن مـقـبـو ضـة فـإ ن أمـن بـعـضـكـم بـعـضـا فـلـي ْـودال ــذي ْاو تمن
31
أمنته وليتق اهلل ربه والتكـتموا الـشـهادة ومـن يـكـتمـها فإنه أثم قلبـه و اهلل بـما تـعـلـمـون عـلـيم
keadaan bepergian..
30
Ali Fikri, Al-Mu’amalah al-Ma>ddiyyah Wa al-Adabiyah (Mesir: Da>r al-Fikr, t.t),
hlm: 215-216
31
Al-Baqarah (2): 283.
xxxix
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Allah memerintahkan kepada
gadai kepada pihak yang menghutangi. Ini dilakukan agar mampu menjaga
kepada rahin.
Dasar hukum lainnya adalah hadis Nabi SAW. Yang berbunyi sebagai
berikut :
32
إشـتـري مـن يـهـو دي طـعـامـا إلي أجـل ورهـنـه د ر عـه
Hadis ini merupakan dasar bagi ulama yang membolehkan gadai dalam
keadaan mukim (tidak musafir) karena peristiwa itu terjadi pada saat nabi berada
di tempat.
mendapatkan rezki yang halal, maka hadis nabi banyak yang menerangkan
perincian tentang gadai tersebut, seperti: mengenai biaya dan pemanfaatan barang
32
Imam al-Bukha>ri,S}ahih al-Bukha>ri bab Fi Rahni Fi al-Hadits (Beirut: Da>r al-fikr,
1891), III: 1115, Hadis riwayat al-Bukhari dari Musaddad dari Ab al-Wahid dari al-A’mas dari
Ibrahim.
xl
a. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali
unsur-unsur paksaan.
Salah satu prinsip diatas sesuai dengan kaidah ushul fiqh yaitu :
34
األصـل في االش ـيـاء اإلبــاحــة
muamalah adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, selain itu manusia diperbolehkan juga
33
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Yogyakarta: UII Press, 2000),
hlm : 15-16.
34
H. Asjmuni Abd. Rahman, Qaidah-qaidah Fiqh (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1976),
hlm: 42.
xli
B. Mekanisme Pelaksanaan Gadai Menurut Hukum Islam
pebuatan tersebut dapat dikatakan sah, begitu juga halnya dengan gadai.
Mekanisme-mekanisme tersebut disebut dengan rkun. Oleh karena itu gadai dapat
syarat-syarat yang harus dipenuhi pula. Jadi jika rukun-rukun tersebut tidak
terpenuhi syarta-syaratnya, maka perjanjian yang dilakukan dalam hal ini gadai
dinyatakan batal.
gadai).
35
Abd. Ar-Rahma>n al-Jazi>ry, Kitab al-Fiqh ‘Ala> al- Maza>hib al-Arba’ah (Beirut:
Da>r al-Fikr, t.t), II : 320.
xlii
Sedangkan menurut DR. Wahab az-Zuhaili mengatakan bahwa rukun
Dalam rukun gadai Abu Hanifah hanyan mensyaratkan ijab qabul saja
yang merupakan rukun akad. Beliau berpendapat bahwa ijab qabul merupak
Yang dimaksud dengan sigat akad yaitu dengan cara bagaimana ijab qabul
Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang
Gadai belum dinyatakan sah apabila belum ada ijab dan qabul, sebab
dengan adanya ijab dan qabul menunjukkan kepada kerelaan atau suka sama suka
36
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>my Wa Adillatuhu, (Beirut: Da>r al-Fkr, t.t), V:
183.
37
Abd. Ar-Rahma>n al-Jazi>ry,Kitab al-Fiqh ‘ala> al-Maza>hi>b …., II : 320
38
Ahmad Azhar Basyir, Asa-asas …., hlm : 65.
xliii
dari pihak yang mengadakan transaksi gadai. Suka sama suka tidak dapat
diketahui kecuali dengan perkataan yang menunjukkan kerelaan hati dari kedua
perbuatan yang dapat diketahui maksudnya dengan adanya kerelaan, seperti yang
Akad adalah perikatan antara ijab dan qabul secara yang dibenarkan
dan qabul. Ijab adalah permulaan penjelasan yang terbit dari salah
adalah yang terbit dari tepi yan lain sesudah adanya ijab buat
menerangkan persetujuannya.39
Sigat dapat dilakukan dengan lisan , tulisan atau syarat yang memberikan
pengertian dengan jelas tentang adanya ijab qabul dan dapat juga berupa
oleh karena itu akad dipandang sah apabila ijab qabul dinyatakan secara
tidak terikat oleh aturan khusus asal dapat dimengerti dan dipahami oleh
39
Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, t.t),
hlm: 21-22.
40
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas….., hlm: 68.
xliv
pihak-pihak yang melakukan akad, agar tidak menimbulkan perselisihan
adalah dengan tulisan. Jika kedua belah pihak tidak berada ditempat,
maka transaksi dapat dilakukan melalui surat. Ijab akan terjadi setelah
pihak kedua menerima dan membaca surat tersebut. Apabila dalam ijab
harus segera dilakukan dalam bentuk tulisan atau surat. Apabila disertai
Ini berlaku bagi mereka yang tidak dapat bicara atau bisu dan tidak
xlv
Yaitu orang yang melakukan akad, dalam hal ini penggadai dan penerima
gadai. Untuk sahnya gadai kedua belah pihak harus mempunyai keahlian
(kecakapan) melakukan akad yakni baliq, berakal dan tidak mah}ju>r ‘alaih
(orang yang tidak cakap bertindak hukum). Maka akad gadai tidak sah jika pihak-
pihak yang bersangkutan orang gila atau anak kecil yang belum tamyiz,
عـن الـنـا ءـم ح ـ ـ ـ ــتي يـسـتـيـقـظ و عـن الـصـغـيـر ح ـ ـ ـ ــتي يـكـبـروعـن الـمـجـنـو ن ح ـ ـ ـ ــتي: ر فع القلم عن ثالثة
42
.يـعـقـلـ أو يـفـيـق
Imam asy-Syafi’I melarang gadai yang dilakukan oleh anak kecil, orang
gila, dan orang bodoh secara mutlak, walaupun mendapat izin dari walinya, atas
Dalam hal ini Imam Abu Hanifah berbeda pendapat yakni tidak
mensyaratkan bagi akid baliq. Oleh sebab itu menurut beliau gadainya anak kecil
42
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Bab Talaq al-Ma’tuhu Wa as}-S}agiru wa an-Na>imu
(Beirut: Da>r al-Fikr: t.t), I: 629, Hadis no. 651. Hadis riwayat Ibnu Ma>jah dari Ali bin Abi
Tha>lib.
43
Abd. Ar-Rahma>n al-Jazi>ry, Kitab al-Fiqh…., hlm: 328.
xlvi
yang sudah tamyiz dan orang dewasa bodoh yaitu dua orang yang sudah tahu arti
benda yang dapat diambil manfaatnya secara biasa, bukan paksaan dan
Sebagaimana jual beli syarat marhun harus suci dan bukan barang
najis serta halal dipergunakan. Oleh sebab itu tidak sah menggadaikan
diperjualbelikan.
saat yang akan datang, seperti hewan yang masih kecil, dia boleh
44
Ibid., hlm: 327.
45
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang …, hlm: 53.
46
Abd. Ar-Rahma>n al- Jazi>ry, Kitab al-Fiqh….., hlm : 329
xlvii
c. Marhun berupa barang.
maupun manfaatnya.47
Salah satu persyaratan barang dagangan yang ditentukan oleh fuqaha ialah
barang itu harus diserah terimakan, jadi barang yang tidak ada, tidak dapat diserah
di udara, ikan di laut, binatang yang di hutan dan sebagainya tidak memenuhi
Gadai merupakan bagian dari Mu’amalah, oleh karena itu gadai juga
penganiayaan.
xlviii
a. Penyebab penggadaian adalah hutang.
Oleh karenanya, sah gadai sebab harga masih masa khiyar, juga sah
akad pemindahan hak milik, tegasnya bukan pemilikan suatu benda dan bukan
pula kadar atas manfaat suatu benda (sewa menyewa), melainkan hanya sekedar
jaminan untuk suatu hutang piutang, itu sebabnya ulama sepakat bahwa hak milik
dan manfaat suatu benda yang dijadikan jaminan (Marhun) berada dipihak
boleh mengambil manfaat barang gadai kecuali diizinkan oleh rahin dan barang
gadai itu bukan binatang. Ulama Syafi’I, Imam Malik dan ualam-ulama yang lain
berargumen menggunakan hadis Nabi saw. Tentang manfaat barang gadai adalah
ال يـغـلـق الـر هـن مـن صـاحـبـه الـذي رهـنـه لـه غـنـمـه و عـلـيـه
50
غـر مـه
49
Abd. Ar-Rahma>n al-Jazi>ry, Kitab al-Fiqh…, hlm : 330.
50
Asy-Syaukani, Nail al-Aut}a>r (Beirut: Da>r al-Fkr, t.t), IV: 264. Hadis riwayat asy-
Syafi’I danad-Daruquthni dari Ibn Abi Fudaik dari Ibn Abi Zaib dari Ibn Syiha>b dari Ibn al-
Musayyab dari Abi Hurairah.
xlix
Barang gadaian dipandang sebagai amanat bagi murtahin sama dengan
amanat yang lain, dia tidak harus membayar kalau barang itu rusak, kecuali
karena tindakannya.51
bahwa pengambilan manfaat dari barang gadai itu mencakup pada dua keadaan
yaitu :
sebagainya.
dengan biaya yang diperlukan. Dari dua bagian di atas dapat ditemui adanya
barang bergerak dan barang tetap. Barang bergerak adalah barang yang dalam
penyerahannya tidak membutuhkan akte otentik seperti buku dan lain sebagainya.
Dalam pemanfaatan barang gadai yang berupa barang yang bergerak dan
bagi hewan yang bisa diperah dan ditunggangi, mereka beralasan sesuai dengan
51
Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm:
376.
52
Ibn Quda>mah, al-Mugni> Li> Ibn Quda>mah, (Mesir: Maktabah al-Jumhuriyyah
al-‘Arabiyyah, t.t), IV: 426.
l
الـرهـن يـركـب بـنـفـقـتهـ إذاكان مـرهونـا ولبن الـدريـشرب بـنـفـقـتهـ
53
إذا كان مـرهـونـا وعلي الـذي يـركـب و يـشـرب الـنفـقـةـ
Adapun jika barang itu tidak dapat diperah dan ditunggangi (tidak
memerlukan biaya), maka dalam hal ini boleh bagi penerima gadai mengambil
manfaatnya dengan seizin yang menggadaikan secara suka rela, tanpa adanya
imbalan dan selama sebab gadaian itu sendiri bukan dari sebab menghutangkan.
Bila alasan gadai itu dari segi menghutangkan, maka penerima gadai tidak halal
mengambil manfaat atas barang yang digadaikan meskipun dengan seizin yang
menggadaikan.54
pada hakekatnya penerima gadai atas barang jaminan yang tidak membutuhkan
berikut :
Penerima gadai tidak boleh mengambil hasil atau manfaat dari barang
yang digadaikan sedikit pun kecuali dari yang bia ditunggangi dan
li
Keterangan di atas menunjukkan bahwa penerima barang gadai tidak boleh
mengambil manfaat dari barang gadaian kecuali bagi barang gadaian yang bisa di
manfaat dari barang gadai bila sudah diizinkan oleh penggadai, dengan catatan
kepentingan sosial, yang ditonjolkan adalah nilai sosialnya. Tetapi dipihak lain
pada kenyataannya atau prakteknya tidak demikian halnya. Karena dinilai tidak
adil, pihak yang punya uang merasa dirugikan, atas dasar karena adanya inflasi
nilai mata uang. Sementara uang tersebut bisa juga dipakai sebagai modal usaha.
diizinkan oleh rahin, dan tidak mengarah pada riba yang diharamkan.
Pada akhir ayat 279 surah al-Baqarah ditegaskan bahwa riba yang
diharamkan itu adalah riba yang mengandung unsur kedhaliman (aniaya) pada
56
Rahmat Syafi’I, Problematika …, hlm: 79.
lii
ف ـــإن لـم تـفـعـل ـــوا ف ـــأذ ن ـــوا بـحـر ب مـن اهلل ورس ـــوله وإن تبتم فلكـم رء وس أمـوالـ ــكم ال تظـلمـ ــون وال
57
تـظـلـمـون
Kemudian perlu diingat pula bahwa dalam hutang piutang di situ tetap
seandainya yang berhutang itu masih belum mampu untuk membayar atau
memberatkan, seperti diharuskan ada uang lebih dari uang pokok pinjaman,
58
وإن كان ذوعسرة فـنظرة الي ميسرة وأن تصد قوا خير لكـم إن كنتم تعلمونـ
BAB III
PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN
57
al-Baqarah (2): 279.
58
al-Baqarah (2): 280.
liii
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Suku Bugis juga merupakan suku yang
ibukota Propinsi Sulawesi Selatan (Makassar) dengan jarak sekitar 180 km. Kab.
terletak antara 3043 – 40 lintang selatan dan 119041 – 120010 bujur timur dengan
batas – batas :
yang berada dalam Kabupaten Sidenreng Rappang yang terletak kurang lebih 10
59
Badan Perencanaan Pembangunan daerah Kab. Sidrap, Data pokok Pembangunan
Daerah Kab. Sidrap 2003, hlm. III – 1.
liv
Km di sebelah timur kota Pangkajene Sidenreng ( Ibukota Kabupaten Sidenreng
dengan keadaan datar 100% dengan ketinggian dari permukaaan laut <500 M.60
Table I
Tabel II
60
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidenreng Rappang, Kecamatan Watang Sidenreng
dakam angka 2002, (Cetakan Tahun 2003), hlm: ix.
61
Ibid., hlm: 9-10.
lv
No. Desa/Kelurahan Tanah Tanah Jumlah
Sawah (Ha) Kering (Ha)
1. Sidenreng 875,00 445,00 1.320,00
2. Mojong 692,92 1.118,08 1.811,00
3. Damai 950,00 3.197,00 4.147,00
4. EmpagaE 876,60 338,40 1.215,00
5. Kanyuara 1.205,00 49,00 1.254,00
6. Talumae 801,50 413,50 1.215,00
7. Aka-AkaE 522,68 596,32 1.119,00
Jumlah 5.923,70 6.157,30 12.081,00
7.599 laki-laki dan 8.484 wanita. Sebagaimana dalam tabel berikut ini62 :
Tabel III
62
Ibid., hlm: 14-15.
lvi
Keadaan ekonomi masyarakat di Kecamatan Watang Sidenreng khususnya
di bidang pertanian cukup memadai, ini disebabkan oleh kondisi tanah pertaniaan
yang sangat subur dengan adanya aliran irigasi dari sungai Saddang yang berasal
melimpah.
hujan tapi dengan adanya pengairan atau irigasi, baik irigasi secara teknis maupun
irigasi non teknis, yang bagus dan bisa untuk memenuhi semua sawah yang ada di
Kecamatan Watang Sidenreng. Sehingga walaupun tidak ada hujan petani bisa
menanam padi dan dalam satu tahun paling sedikit dua kali panen. Berikut ini
Tabel IV
pencaharian yaitu64 :
63
Ibid., hlm: 38-39.
64
Ibid., hlm: 17-19.
lvii
Tabel V
a. Pendidikan
yang belum sekolah sampai tingkat SMP, bahkan ada yang tidak tamat
yang melanjutkan sekolah di luar, itu pun bagi anak-anak yang mampu.
Tabel VI
lviii
No. Desa/Kelurahn SD/MI SMP/Mts SMU/MA Jumlah
1. Sidenreng 1 - - 1
2. Mojong 2 - - 2
3. Damai 2 1 - 3
4. EmapagaE 3 1 - 4
5. Kanyuara 2 - - 2
6. TalumaE 2 - - 2
7. Aka-kaE 2 - - 2
Jumlah 14 2 - 16
b. Kehidupan Keagamaan
beragama. Kelompok ini biasa disebut Tau Lotang. Aliran ini dimasukkan
dalam agama Hindu. Aliran ini tersebar di hampir semua kecamatan yang
yaitu kerukunan hidup umat beragama dengan orang lain, kerukunan hidup
lix
umat Islam cukup baik. berikut data jumlah pemeluk agama di Kecamatan
Watang Sidenreng.
Tabel VII
tiap Desa/Kelurahan
kualitas hidup masyarakat, oleh sebab itu saran/fasilitas keagamaan perlu terus
jelas sarana keagamaan yang ada di Kecamatan Watang Sidenreng dapat dilihat
Tabel VIII
65
Ibid., hlm: 35.
lx
No. Desa/Kelurahan Masjid Mushallah Gereja Vihara Kuil Jumlah
1. Sidenreng 2 - - - - 2
2. Mojong 1 - - - - 1
3. Damai 5 - - - - 5
4. EmpagaE 2 - - - 2
5. Kanyuara 1 - - - - 1
6. TalumaE 2 - - - - 2
7. Aka-akaE 3 - - - - 3
Jumlah 16 - - - - 16
1. Pengertian Gadai.
mereka juga sebagai buruh, pedagang dan pegawai, namun dalam keadaan
mendesak seperti butuh biaya untuk sekolahkan anaknya, modal usaha, biaya
gadai dengan sebutan Nappakatening yaitu Transaksi gadai tanah (sawah) sebagai
jaminan dan tanah itu dimanfaatkan oleh penerima gadai. Orang yang melakukan
Adapun mengenai batas waktu yang ada beberapa pilihan diantaranya dua
kali panen/1 tahun dan tanpa batas tertentu, tapi biasanya waktu tidak pernah
ditentukan, asal uang sudah dikembalikan maka sawah yang digadaikan pun
dikembalikan kepada pemiliknya. Tapi apabila sudah sampai batas waktu yang
66
Wawancara dengan H. Langka, Kepala Lingkungan 11 EmpagaE pada tanggal 7 Juli
2004
67
Ibid.
lxi
ditentukan, penggadai belum mampu untuk membayar uang yang dipinjamnya
maka para pihak harus sepakat untuk membuat perjanjian baru. Apabila penerima
gadai juga butuh uang, maka penerima gadai berhak menggadai sawah tersebut
Berdasarkan Intervieu banyak terjadi jika sampai batas waktu atau jatuh
sawah tersebut digarap oleh penerima gadai maka dia masih berhak menggarap
sawah tersebut samapi penggadai melunasi pinjamannya. Hal ini bisa terjadi
pinjaman berdasarkan harga gabah atau jumlah berat gabah yakni hitungan ton.
Jadi apabila ada masyarakat yang ingin menggadaikan sawahnya tidak lagi
memakai nilai uang tapi dinilai dengan harga gabah. Jika dia menggadaikan
sekitar 5 ton gabah maka dia harus menerima uang sesuai dengan harga 5 ton
gabah kering tersebut.70 Jadi pada saat batas waktu yang telah ditentukan sampai,
ton gabah kering yang berlaku pada saat dia membayar hutangnya.71
68
Wawancara dengan H.Suyuti warga masyarakat di kelurahn EmpagaE pada tanggal 10
Juli 2004.
69
Wawancara dengan Muh. Hatta, kepala urusna pemerintahan Kelurahan Sidenreng.
Pada tanggal 15 Juli 2004.
70
Wawancara dengan Nurdin tokoh Masyarakat di Kelurahan Sidenrengpada tanggal 12
Juli 2004.
71
Ibid.
lxii
Semua manusia pasti memerlukan orang lain, sebab manusia bukan
merupakan makhluk individu tetapi manusia adalah makhluk sosial yang harus
mana di dalam perjanjian tersebut uang yang akan dipinjam dinilai dengan jumlah
berat gabah kering. Kemudian dalam pembayarannya harus sesuai dengan harga
Proses terjadinya akad gadai ada yang dilakukan di atas tangan yakni tanpa
kedua belah pihak. Selain itu ada pula yang dilakukan di kantor kelurahan.73
yang mendesak diantaranya biaya sekolah, pernikahan, modal usaha dan lain
sebagainya.
Sedang dari penerima gadai penyusun juga memperoleh data yang bila
72
Wawancara dengan Namere staf Kelurahan Sidenreng pada tanggal 20 Juli 2004.
73
Wawancara dengan Wa’ Niku tokoh masayarakat di kelurahan EmpagaE pada tanggal
8 Juli 2004.
lxiii
a. Lingkungan.
1) Penggadai.
penerima gadai.
lxiv
2) Penerima gadai
penggadai.
1) Penggadai
penerima gadai.
2) Penerima gadai
Dari hasil penelitan yang dilakukan bahwa pemanfaatan barang gadai yang
lxv
Pemanfaatan barang gadai yang dilakukan di Kecamatan watang
gadai. Selain itu ada pula yang dikelola atau digarap oleh orang ketiga atau orang
lain yang dipercaya dengan ketentuan bagi hasil antara penggarap dengan
sipenerima gadai.74
jaminan kebanyakan digarap atau dikelola oleh penerima gadai itu sendiri.
Dari hasil penelitan diketahui bahwa hasil dari pemanfaatan barang gadai
tidak dilakukan bagi hasil antara pemberi gadai (Rahn) dengan penerima gadai
semuanya diambil oleh penerima gadai. Bagi hasil terjadi jika barang gadai
tersebut dalam hal ini tanah sawah dikelola oleh pihak ketiga, yaitu hasilnya
membiayainya.
Oleh karena itu, pemanfaatan barang gadai (tanah sawah) yang terjadi
Sulawesi Selatan.
74
Wawancara dengan Namere Staf Kelurahan Sidenreng pada tanggal 20 Juli 2004
lxvi
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN DAN PEMANFAATAN
Islam
Pengertianفــرهن مق ــبو ضة dalam ayat di atas yaitu barang tanggungan yang
adanya salah satu pihak yang bermu’amalah melakukan tindakan untuk memenuhi
mendesak.
Bila mencermati ayat tersebut di atas maka ‘illat hukum yang terkandung
adalah adanya faktor kebutuhan, hal ini dapat dijumpai dalam pendapatnya
melakukan perjanjian hutang piutang dan tidak dijumpai seoranng pun penulis
75
Al- Baqarah (2) : 283.
lxvii
dipegang.76 Jadi adanya perjanjian hutang piutang karena adanya kebutuhan yang
mendesak.
Alasan untuk mengadakan perjanjian gadai tanah itu lazimnya ialah bahwa
pemilik tanah (ra>hn) butuh uang. Bilamana tidak dapat mencukupi kebutuhan
memperoleh uang itu dengan jalan membuat perjanjian tanah (groud transactie).77
Dari sini dapat dilihat bahwa gadai tanah menurut adat adalah perjanjian
yang menyebabkan bahwa tanah itu diserahkan untuk menerima sejumlah uang
Istilah gadai tanah yang dipakai Van Vollenhoven ialah” Jual dengan
bahwa sipenerima akan mengembalikan tanah itu dengan jalan sipemilik tanah
dengan uang yang sama besarnya menunjukkan tidak adanya riba (melebihkan
76
Ima>m Muhammad ‘Ali Ibn muhammad as-Sauka>ni>, Fath al-Qadir, (Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘ilmiyyah 1410 H/1994 M), I: 383.
77
B. Ter Haar, Asas-asas dan susunan hukum adat (ter), cet. Ke-5 (Jakarta: Pradinya
Paramita, 1980), hlm: 109.
78
Ibid., hlm: 112.
lxviii
Ten Haar menolak pemakaian istilah tersebut dengan alasan bahwa istilah
menjual berarti menjual lepas yakni menjual sesuatu untuk melepaskan barang
Dalam hukum Islam “jual dengan perjanjian beli kembali” masuk dalam
perjanjian jual beli bersyarat yakni seseorang yang menjual sesuatu barang diikuti
dengan perjanjian bahwa suatu saat jika sipenjual tersebut sudah mempunyai uang
Jual beli bersyarat yang diistilakan oleh Van Vollenhoven masuk dalam
salah satu jual beli bersyarat yang fasid. Karena penjual mensyaratkan dengan
akad baru.80 Yang demikian itu tidak dibenarkan dalam Islam sebagaimana hadis
81
ال يحـل سلف وبـيع وال شـر طان في بـيع
Dengan demikian istilah gadai tanah yang diistilakan dengan “jual dengan
perjanjian beli kembali” tidak bisa dibenarkan sebagai istilah gadai karena masuk
pada jual beli bersyarat yang fasid, yang menggabungkan dua perjanjian sehingga
menutup untuk terjadinya tasarruf barang tersebut kepada pihak lain. Perjanjian
lxix
melakukan berbagai macam hubungan diantaranya adalah melakukan transaksi
transaksi yang sudah mengakar, sudah berlaku secara turun temurun. Dengan
demikian, penyusun berniat meneliti dan menganalisis tradisi gadai ini dari segi
hukum Islam. Bagaimana hukum Islam menyikapi tradisi gadai tanah sawah yang
Dalam hukum Islam kegiatan gadai menggadai barang sudah ada sejak
dahulu kala dan merupakan kegiatan yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan yaitu
diantara mereka tidak ada seorang pun penulis, agar supaya ada barang
.82... وان كـنـتم علي سفـر ولم تجـدوا كاتبا فرهن مقـبو ضة
Selain orang yang dalam perjalanan, orang yang mukim atau menetap pun
diperbolehkan melakukan transaksi gadai. Berdasarkan sunnah Rasulullah yaitu
tatkala beliau menggadaikan baju besinya ketika beliau menetap di Madinah
kepada seorang yahudi untuk membeli makanan.
83
من يـهـودي طعـاما ورهـنه درعه: اشـتر ي رسـول اهلل ص
82
Al- Baqarah (2) : 283.
83
Al-Ima>m al-Bukha>ri> < S{ahi>h al-Bukha>ri>,“bab Fi> Ra>hn al-Ha>dir”, (Beirut:
Da>r al-Fikr, 1981), III : 115, hadis dari Musaddad dari abd. Al-Wahid dari al-A’mas dari
Ibrahim.
lxx
Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa gadai menggadai
barang berharga dapat dilakukan walaupun para pihak tidak dalam bepergian.
Sementara jumhur ulama telah sepakat tentang diperbolehkannya gadai bagi orang
yang menetap.
paparkan pada bab II dan bab III di atas. Persamaan diantara keduanya terletak
pada sebab terjadinya gadai barang atau gadai benda-benda yang bernilai yaitu
ialah bahwa dalam hukum Islam barang jaminan berkedudukan sebagai amanah
dan kepercayaan di tangan murtahin yang berfungsi sebagai jaminan hutang jika
Menurut hukum Islam suatu perbuatan dalam hal ini adalah gadai tanah
biasa disebut rukun gadai. Sebagaimana tersebut dalam kita Mas}a>hib al-
a. Ra>hn
b. Murtahin
a. Marhun (barang).
84
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang riba, utang piutang, gadai, cet. Ke-II
(Bandung: Al-Ma’arif, 1973), hlm: 56-9.
lxxi
3. S{i>>qat.85
Rukun-rukun di atas memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi juga
yaitu:
1. A>qid, syarat-syaratnya yaitu :
a. Mempunyai kecakapan dalam bertindak.86
b. Dapat dimanfaatkan.
c. Barang.
85
Abdurrahman al-Jazi>li>, Kitab al-Fiqh ‘ala> al-Maz|a>hi>b al-Arba’ah, (Beirut: Dar
al-Fikr, t.t), II : 320.
86
Wahbah az-Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi wa ‘Adillaah, cet. Ke-3 (Beirut: Da>r al-Fkr,
1989), V : 185.
87
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah, edisi revisi,(Yogyakarta: UII
Press, 2000), hlm: 15.
88
Abdurrahman al-Jazi>ri>, Kitab al-Fiqh…., II : 330.
89
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang…., hlm. 53-54.
lxxii
Dari hasil penelitian dan pengamatan penyusun dalam tradisi gadai tanah
sawah yang dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Watang Sidenreng diketahui
bahwa rukun-rukun dan syarat-syaratnya sudah mendekati sempurna, seperti yang
dikemukakan dalam rukun dan syarat sah gadai dalam hukum Islam. Meskipun
hanya ada sedikit kesamaran pada serah terima tanah sawah sebagai barang yang
digadaikan atau sebagai barang tanggungan dari suatu hutang.
Tanah merupakan benda tak bergerak, maka dalam serah terimanya
menggunakan sertifikat tanah sawah tersebut kepada murtahin. Tetapi dalam
transaksi gadai tanah sawah yang terjadi di kecamatan Watang Sidenreng, ra>hin
tidak menyerahkan seertifikat tanah sawahnya kepada murtahin sebagaimana
seharusnya untuk benda tak bergerak. Transaksi yang terjadi diantara mereka
hanya saling kepercayaan bahwa sawah tersebut adalah benar milik sipenggadai
(ra>hin) dan bukan milik orang lain. Sehingga akan menyusahkan salah satu
pihak yang melakukan transaksi jika ada sengketa atau masalah di kemudian hari.
Jika ada selisih atau keperluan lain yang mendesak atas tanah tersebut mereka
selalu merundingkannya.
Kepercayaan yang terjalin diantara mereka menyebabkan kemungkinan
untuk terjadinya penyelewengan sangat tipis. Ketakutan murtahin jika tidak
dibayar atau kesulitan dalam menagih hutangnya kepada Ra>hin, hal ini sangat
tipis kemungkinan terjadi karena tanah sawah milik ra>hin masih berada di
bawah kekuasaan murtahin dan hasli panennya pun milik murtahin, jika Ra>hin
tidak segera membayar hutangnya, maka ra>hin sendiri yang rugi.
Allah swt. Berfirmn yang isinya bahwa, jika kedua belah pihak telah
saling mempercayai, maka mereka harus memegang atau memenuhi amanatnya.
90
فان امن بعضـكم بعـض فلـي ْـود ي ا لذي ْاو تمن اما نتـه
lxxiii
Pemanfaatan barang gadai dilakukan sepenuhnya oleh murtahin sampai
satu tahun atau dua kali panen bahkan sampai hutang dilunasi. Jika telah sampai
batas waktu untuk membayar hutang tetapi ra>hin belum mempunyai uang, maka
pemanfaatan atas barang gadai tersebut diteruskan sampai ra>hin mampu
melunasi hutangnya atau sesuai dengan kesepakatan diantara keduanya.91
Hukum Islam telah menetapkan ketentuan bahwa pemanfaatan barang
gadai adalah oleh ra>hin, sebagai pemilik barang, bukan oleh murtahin. Karena
akad yang terjadi bukan akad pemindahan hak milik, dimana orang yang
menerima barang dapat memiliki sepenuhnya. Akad gadai bukan akad
pemanfaatan suatu benda (sewa menyewa) dimana barang tersebut dapat
dimanfaatkan. Akad gadai hanya berkedudukan sebagai jaminan. Oleh karena itu
Ulama sepakat bahwa hak milik suatu manfaat atas suatu benda yang dijadikan
jaminan (borg) berada dipihak ra>hin, murtahin tidak bisa mengambil manfaat
barang gadai kecuali diizikan oleh ra>hin sebagamana dalam hadis nabi saw.
92
ال يغلق الر هن من صا حـبه الذي رهـنه له غنمـه و عليه غرمه
Nafkah yang diambil dari barang gadaian adalah sekedar atau sebesar
ongkos yang dikeluarkan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan. Dan tidak
boleh lebih atau berlebih-lebihan, karena hal tersebut bisa dikategorikan kepada
riba yang dilarang oleh syari’at agama Islam.
91
Wawancara dengan haji Langka P,kepala lingkungan dua kelurahan Empagae pada
tanggal 7 Juli 2004.
92
Asy-Sayukani, Nail al-‘Aut}a>r, ( Beirut: Da>r al-Fikr, t.t), IV: 264. Hadis riwayat as-
Syafi’I dan ad-Daruquthni dari Ibn Abi Fudaik dari Ibn Abi Zaib dari Ibnu Syihab dari Ibnu al-
Musayyab dari Abi Hurairah.
93
Ibn Quda>mah,al-Mugni> Li> Ibnu Quda>ma, (Mesir: Maktabah al-Jumhuriyyah
al-‘Arabiyyah, t.t), IX: 426.
lxxiv
إذا ارتهن شاة شرب المر تهـن من لبـنها يقدر علقهاـ فإن اسـتفـضل من اللبن بعد الثمن العلف
94
فهو ربا
94
Asy-Syauka>ni, Nail al-Auta>r, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1973), V: 353. Hadis
Daruqutni> dari Abi Hurairah.
95
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang….., hlm: 56-57
lxxv
merupakan hal yang pasti. Hal ini sudah diketahui secara umum bahwa proses
akad gadai salah satunya adalah penggarapan sawah gadai oleh murtahin.
Menurut pengamatan penyusun daya tarik dari gadai tanah sawah ini
terletak pada penggarapan sawah oleh murtahin. Ini pula yang mendorong
murtahin dengan suka cita ingin membantu ra>hin, disamping keinginan untuk
menolong, karena tolong menolong diantara mereka sudah lazim.
Faktor inilah yang mendasari masyarakat Bugis di kecamatan Watang
Sidenreng untuk mengadakan transaksi gadai tanah. Karena tolong menolong
dalam hal kebaikan merupakan anjuran dari syari’at Islam. Sebagaimana firman
Allah swt dalam surah al-Maidah sebagai berikut :
96
وتعاونو ا علي البر و التقوي وال تعاونوا علي ا إل ثم والعدوان واتقوا اهلل إن اهلل شديد العـقاب
96
Al-Ma>idah (5) : 2.
97
Ahmad Azhar Basyir,Asas-asas …., hlm: 15.
lxxvi
membiayai kebutuhan dan kelangsungan hidupnya dan untuk melunasi
hutangnya. Kecuali jika pinjaman uang dengan menggadaikan tanahnya ini
dipergunakan sebagai modal usaha dan ternyata berhasil. Tetapi, jika digunakan
untuk keperluan yang tidak bisa dikembangkan atau bukan untuk usaha yang
produktif, maka sama halnya ra>hin mengganti satu masalah dengan masalah
yang lain. Hal seperti itu dilarang dalam Islam, kecuali dalam keadaan darurat
yaitu mengganti kesukaran dengan kesukaran yang lebih ringan sesuai dengan
kaedah ushu fiqh.
98
الضـر ر األشد يزال با لضر راألخف
98
Asmuni Abdurrahman, Kaedah-kaedah fiqh, (Jakarta : Bulan bintang, 1979), hlm: 82
lxxvii
semasa lalu dan riba semacam ini dilarang dengan sangat sebagaimana dengan
tercantum dalam al-Qur’an :
99
يمعق اهلل الربوا ويربي الصـدقت واهلل ال يحب كل كفار أ ثـيم
Dalam menetapkan suatu hukum, adat atau ‘urf merupakan suatu sumber
penetapan hukum Islam dengan syarat-syaratnya, yang antara lain tidak
bertentangan dengan hukum syara’. Dan sejauh pengamatan dan analisis
penyusun,’Urf yang ada di kecamatan watang Sidenreng banyak menyimpang dari
aturan-aturanyang telah ditetapkan syara’, mengnai pemanfaatan barang gadai
dalam hal ini tanah sawah. Oleh karena itu ‘urf ini tidak dapat diberlakukan atau
diamalkan karena bertentangan dengan syara’.
lxxviii
Meskipun begitu ra>hin diberi kesempatan untuk mengambil manfaat dari barang
yang digadaikannya karena, barang serta manfaat dan hasil atau nilai yang
dikandungnya tetap milik ra>hin.
Berdasarkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dapatlah diketahui
bahwa dalam praktek gadai tanah sawah dalam masyarakat Bugis di kecamatan
Watang Sidenreng terdapat manfaat atau maslahah yang dapat dirasakan oleh
ra>hin dan murtahin, juga terdapat mudarat atau mafs}adahnya. Dengan kata
lain, ada dampak positif dan dampak negatif dari transaksi gadai tanah ini bagi
mereka berdua. Dampak positif ini dapat dilihat dari sisi rahin antara lain :
1. Teratasinya masalah ra>hin tanpa ia harus kehilangan hak kepemilikan atas
tanah sawahnya.
2. Ketenangan yang dirasakan oleh ra>hin dengan adanya transaksi gadai ini.
Ra>hin tidak didesak untuk segera melunasi hutangnya jika waktu untuk
uang untuk menebus kembali tanah sawahnya itu. Ra>hin juga tidak takut
tanah sawahnya disita karena tidak mampu untuk membayar hutangnya pada
lxxix
dibandingkan pilihan yang lainnya. Menurut penduduk di kecamatan Watang
Sidenreng, mereka lebih menyukai tradisi ini karena disamping ra>hin tidak
kehilangan kepemilikan atas tanah sawahnya yang digadaikan, mereka juga tidak
dipusingkan atau diributkan dengan urusan-urusan ukur mengukur tanah milik
ra>hin. Mereka lebih memilih menggadaikan tanah sawahnya menurut tradisi
yang ada dibandingkan dengan cara yang lain.
Disamping itu dengan melakukan gadai tanah sawah ini mereka
pergunakan untuk saling menyenangkan satu sama lainnya. Murtahin mendapat
keuntungan dan ra>hin mendapat pertolongan untuk mengatasi kesulitannya
dengan memakai norma-norma dan aturan-aturan yang telah umum dan terjadi
dalam masyarakat Bugis di kecamatan Watang Sidenreng. Dengan adanya
transaksi gadai tanah sawah ini, telah mempererat hubungan komunikasi dan
pergaulan hidup bermasyarakat di antara mereka semua.
Demikianlah hasil pengamatan penyusun berkenaan dengan pemanfaatan
barang gadai oleh murtahin dari segi maslahah dan mafs}adah-nya yang
berkenaan dengan ra>hin. Sementara pada murtahin sejauh pengamatan dan
penelitian penyusun tidak banyak yang mengeluh tenatng dampak negatif dari
adanya transaksi gadai tanah sawah ini bagi meeka. Mereka selalu mencari
kesepakatan secara musyawarah dan kekeluargaan jika mereka merasa ada sesuatu
yang harus dibicarakan dan kurang berkenaan atau murtahin merasa dirugikan.
Sementara dampak positif yang dirasakan oleh murtahin dengan adanya
transaksi gadai tanah sawah ini antara lain :
1. Murtahin dapat jaminan tentang pelunasan dari ra>hin, dengan jumlah yang
sama atau lebih jika harga gabah naik.
2. Murtahin dapat memetik hasil panen dari tanah sawah garapan yang diberikan
kepadanya sebagai akibat adanya transaksi gadai yang dibuat bersama ra>hin.
3. Murtahin bisa melanjutkan penggarapan tanahs awah itu jika ra>hin belum
mampu menebusnya kembali.
4. Ra>hin tidak berlarut-larut dalam pelunasan hutangnya. Jika pada saat jatuh
tempo pembayaran, ra>hin sudah memiliki uang pelunasan.
lxxx
5. Jika terjadi kenaikan harga gabah maka murtahin mendapat kelebihan
pembayaran dari uang yang dipinjamkannya.
6. Jika harga gabah turun pada saat uang dikembalikan, murtahin sudah cukup
mendapat ganti dari hasil panen.
Dengan adanya maslahah dan mafsadah sebab diadakannya transaksi gadai
tanah sawah antara ra>hin dan murtahin dengan mengikuti tradisi yang berlaku
dalam masyarakat Bugis di kecamatan Watang Sidenreng dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa walaupun ra>hin mengalami kerugian, tetapi dengan melihat
bahwa tidak ada jalan lain yang lebih baik dari gadai tanah sawah ini, dengan cara
ini disamping ra>hin tertolong dalam mengatasi kesulitannya ia masih bisa
bersantai, karena tidak khawatir disita jika sudah jatuh tempo, sementara ia belum
mampu untuk menebusnya kembali. Maslahah yang dirasakan ra>hin ternyata
lebih besar dari mafs}adah-nya. Demikian pula halnya yang dirasakan oleh
murtahin. Maka dengan berpedoman pada ayat al-Qur’an yang berbunyi sebagai
berikut :
101
يريد اهلل بكم اليـسر وال يريد بكم العـسر
102
ما بريد اهلل ليجعل عليكم من حرج
103
ال تظلمون وال تظلمون
101
Al-Baqarah (2) : 185.
102
Al-Ma>idah (5) : 6.
103
al-Baqarah (2) : 279.
lxxxi
104
ال ضرر وال ضرار
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari segi rukun dan syarat, gadai yang ada di masyarakat Bugis di
kecamatan Watang Sidenreng sudah sah atau sudah betul, tetapi dari
104
Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, Kitab al-‘Ahka>Musykom, bab Man bana> Fi> Ma>
Yadurru bi> Ja>ri>h (Beirut: Da>r al-fikr, t.t ), II: 784. Hadis dari “Ubaidah bin S{amit.
105
Asmuni Abdurahman, kaedah-kaedah…, hlm: 82.
106
Ibid., hlm: 35.
lxxxii
terdapat penyelewengan atau melenceng dari ketentuan-ketentuan atau
tradisi yang berlaku bertentangan dengan nas. Oleh karena itu dilarang
untuk dilakukan.
2. Tanah gadai dapat dimanfaatkan oleh murtahin apabila mendapat izin dari
adanya persyaratan tersebut pada saat akad gadai terjadi. Tetapi demi
gadai oleh murtahin secara penuh seperti yang terjadi dalam masyarakat
ditolerir.
B. Saran-saran
mengenai hukum gadai dalam hukum Islam dan hukum tentang cara-cara
lxxxiii
bermu’amalah secara baik dan benar sehingga masyarakat dapat terhindar
dari kesalahan.
catatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dibawah notaris
hukum Islam akan tetapi kalau sekedar untuk biaya perawatan tidak
mengapa atau bisa jadi dibuat perjanjian bagi hasil dengan ketentuan yang
yaitu bibit berasal dari pemilik tanah atau sebaliknya bibit berasal dari
keadilan.
LAMPIRAN I
DAFTAR TERJEMAHAN
lxxxiv
Hlm Footnote Terjemahan
BAB I
BAB II
20 3 Dan tidak mendapatkan penulis, maka barang
tanggungan dapat diterima.
21 4 Menjadikan sesuatu benda yang mempunyai nilai
harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan
suatu hutang, sehingga memungkinkan mengambil
seluruh atau sebagian hutang dari benda itu.
21 5 Menjadikan harta yang bersifat harta sebagai
kepecayaan dari suatu hutang yang dapat dibayarkan
dari (harga) benda itu bila hutang tidak dibayar.
23 8 Bila kamu dalam perjalanan dan tidak mendapatkan
penulis, barang tanggungan pun bisa diterima. Tetapi
kalau masing-masing diantara kamu saling
mempercayai, orang yang dipercayai wajib meemnuhi
amanatnya. Dan bertakwalah kepada Tuhannya.
Jangan kamu sekali-kali menyembunyikan kesaksian.
Barangsiapa yang menyembunyikannya, akan
tercoreng dosa dalam hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui akan segala yang kamu lakukan.
23 9 Rasulullah SAW. Pernah membeli makanan pada
orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya
baju besi beliau.
25 11 Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh.
lxxxv
29 19 Diangkat pena dari tiga hal yaitu : orang tidur
sehingga dia bangun, anak kecil sehingga dia dewasa
dan orang gila sehingga dia berakan dan sadar.
33 27 Gadai itu tidak menutup akan yang punyanya dari
lxxxvi
wajib mempertanggung jawabkan segala resikonya.
60 20 Jika digadaikan seekor kambing, maka pemegang
gadai berhak meminum susu kambing itu sebanyak
makanan yang diberikan kepada kambing itu, maka
jika berlebihan dari harga makanan, itu termasuk riba.
61 22 Bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan
melaksanakan takwa. Jangankamu tolong menolong
dalam dosa dan permusuhan.
63 24 Kemadaratan yang lebih berat dihilangkan dengan
mengerjakan kemadaratan yang lebih ringan.
64 25 Allah memusnahkan praktek riba dan
menumbuhkembangkan sedekah.
64 26 Sedangkan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
68 27 Dan Allah menghendaki kemudahan dan tidak
menghendaki kesulitan untukmu.
68 28 Allah tidak hendak menyulitkan kamu
69 29 Kamu tidak menganiaya dan teraniaya.
69 30 Tidak boleh membuat kemudaratan dan membalas
dengan kemudaratan.
69 31 Kemudaratan yang lebih berat dihilangkan denagn
mengerjakan kemudaratan yang lebih ringan.
69 32 Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum.
lxxxvii
LAMPIRAN II
BIOGRAFI ULAMA
Imam Bukhari
Nama lengkapnya adalah abu Abdillah Muhammad Ismail ibn Ibrahim ibn
Mughirah al-Bukhari. Lahir pada tahun 194 H/ 1910 M. Beliau mempelajari hadis
ke Khurasan, Irak, Mesir, dan Syam. Wafat pada tahun 256 H / 870 M di
Samarkhan. Karyanya adalah Shahih Bukhari dan hadisnya dipandang shahih.
Imam Muslim
Nama lengkapnya abu Abdillah Muslim Ibn Hajjat ibn Muslim al-Quraisy
an-Naisabury. Lahir tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di
Naesaburi.Kitabnya yang terkenal adalah Shahih Muslim , kitab sahih setelah
kitab Shahih Bukhari.
Ibnu Majah
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-
Qazwaniy Ibnu Majah, lahir pada tahun 207 H dan wafat pada hari selasa, delapan
hari sebelum hari raya Idul Fitri tahun 275 H, beliau mengumpulkan 4000 hadis
yang terkumpul dalam kitab “Sunan Ibn Majah” dan kitab ini termasuk dalam
kitab tujuh.
As-Sayyid Sabiq
Beliau salah seorang ulama besar pada universitas al-Azhar Cairo. Beliau
adalah teman sejawat dengan ustad Hasan al-Bannan, seorang mursid al-‘Am dari
partai Ikhwanul Muslimin di Mesir. Beliau seorang ulama yang mengajarkan
ijtihad dan menganjurkan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadis, selain itu beliau
juga seorang ahli hukum yang menghasilkan banyakkarya, diantaranya yang
terkenal “Fiqh as-Sunnah” dan “al-Aqidh al-Islamiyah”.
lxxxviii
Ahmad Azhar Basyir
Beliau lahir pada 21 November 1982. Seorang alumnus dari PT IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pernah mendalami bahasa Arab di Universitas
Bagdad tahun 1957 sampai 1958. Memperoleh gelar Magister of Art pada
Universitas Kairo dalam Dirasah Islam tahun 1965. Pernah mengikuti pendidikan
Purna Sarjana di UGM tahun 1971-1972. pernah juga menjadi Lektor di UGM,
Dosen luar biasa di UII, UMY dan IAIN Sunan Kalijaga. Pernah menjadi Ketua
PP Muhammadiyah periode 1990-1995. Hasil karyanya antar lain Hukum Perdata
Islam, Garis Besar system Ekonomi Islam, Hukum Adat Bagi Umat Islam dan
Asas-asas Hukum Muamalat.
lxxxix
LAMPIRAN III
xc
LAMPIRAN IV
PEDOMAN WAWANCARA
I. Pihak Pemerintah.
tanah ?
untuk menyaksikan ?
dilibatkan ?
7. Apakah ada barang gadaian digadaikan atau disewakan lagi oleh penerima
gadai ?
dikembalikan?
xci
II. Tokoh Masyarakat.
Watang Sidenreng?
Sidenreng?
6. Apa tindakan pihak penggadai dan penerima gadai bila sampai batas waktu
10. Apakah ada istilah khusus tentang gadai di kecamatan watang Sidenreng?
Sidenreng?
12. Dalam melakukan transaksi gadai, para pelaku menggunakan kurs apa?
xcii
LAMPIRAN V
I. Untuk Penggadai
tidak perlu
a. Ya b. Tidak
xciii
6. Apakah pihak penggadai menentukan batasan waktu dalam menggadaikan
tanah ?
a. Ya b. Tidak
penerima gadai ?
8. Apakah penggadai setujuh dengan sistem gadai yang kursnya sesuai dengan
harga gabah?
a. Ya b. Tidak
a. Ya b. Tidak
a. Ya. b. Tidak
xciv
a. Ya b. Tidak
gadai tanah ?
a. Ya b. Tidak
barang jaminan ?
gadai tanah?
a. Ya. b. Tidak
a. Ya b. Tidak
xcv
LAMPIRAN VI
CURICULUM VITAE
Nama : Supriadi
Pekerjaan : URT
Alamat Yogyakarta : Jalan Nogomudo No. 181 Gowok, Catur Tunggal, Depok
Sleman Yogyakarta
Pendidikan : TK PERTIWI Pangkajene, Sidrap lulus tahun 1987
xcvi
2. Wakil Bendahara Umum HMI Komisariat Syari’ah UIN Sunan Kalijaga
Jogjakarta. (2001-2002).
xcvii