Anda di halaman 1dari 13

MAQOSHIDUSYARI’AH dan PENATAAN MASYARAKAT

DI ERA NABI MUHAMMAD SAW

Makalah
Diajukan sebagai tugas mata kuliah: Fiqih Sosial
Dosen Pengampu: M.Yusuf Agung Subekti Lc., M.Si.

Oleh:
Aida Nur Sabrina (2077011536)

Laela Asroful Ma’wa (2077011563)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA “MA’HAD ALY AL-HIKAM


MALANG
Oktober 2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, shalawat dan salam semoga
tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW. Berkat karunianya serta kesehatan dan
kelancaran yang senantiasa diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini, terutama pada rekan-rekan yang senantiasa
memberikan dorongan dan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini, semoga Allah
SWT membalas dengan ganjaran yang berlipat ganda, ”Amiin”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah FIQIH
SOSIAL tentang “Maqosidus Syar’iyyah dan Penataan Masyarakat di Era Nabi
Muhammad SAW “Kami menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan atau
kekurangan dalam makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan motivasi bagi
siapa saja yang membaca dan memanfaatkannya.

Malang, 3 oktober 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................................................................... 1
BAB II....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
A. Pengertian maqosidus syari’ah ...................................................................................... 2
B. Maqosidussyari’ah ......................................................................................................... 2
C. Penataan Masyarakat pada era Nabi Muhammad SAW ................................................ 4
BAB III ..................................................................................................................................... 6
PENUTUP................................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 8

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penilaian dan pemahaman terhadap syarih tentu merupakan proses dan pemikiran
manusia, baik dalam pengenalan terhadap aturan Al-Qur’an yang jelas maupun dalam
bentuk analogi. Pemahaman kita tentang maqashid al-syari’ah menjadi penting agar kita
bisa memberikan penilaian dan mengambil sikap dalam setiap transaksi, kejadian, hal, dan
keadaan yang terus berkembang dalam konteks ekonomi, keuangan, dan bisnis.
Dalam hal ini kita perlu kembali menilik bagaimana sistem masyarakat pada zaman
rosullullah SAW bagaimana keluwesan hukum yang bertumpu pada maslahah bersama
sebagaimana diriwayatkan maqāṣid as-syari’ah dapat diketahui pada masa Rasulullah,
ketika Mu‟adz bin Jabal memimpin shalat isya‟ dengan bacaan surah yang panjang,
kemudian seseorang diantara mereka keluar dari jamaah shalat dan shalat sendiri. Muadz
menyebut orang tersebut sebagai orang munafik. Orang tersebut mengadu kepada
Rasulullah Saw. mengenai hal yang dikatakan Mu‟adz kepadanya. Rasulullah Saw.
kemudian menasehati Mu‟adz agar membaca surah yang pendek jika memimpin shalat
karena setiap orang memiliki urusan masing- masing dan diantara jamaah tersebuat ada
yang berusia lanjut. Hal tersebut dilakukan untuk kemaslahatan bersama.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian maqoidus syari’ah?

2. Apa tujuan maqosidussyari’ah?

3. Bagaimana penataan masyarakat pada era Nabi Muhammad SAW?

C. Tujuan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui pengertian maqoidussyari’ah

2. Untuk mengetahui maqosidussyari’ah

3. Untuk mengetahui penataan masyarakat pada era Nabi Muhammad SAW

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian maqosidus syari’ah

Pengertian Maqāṣid Syar’iah Secara bahasa, maqāṣid syarī’ah terdiri dari dua kata,
yaitu maqāṣid dan syar’ah. Kata maqāṣid merupakan jama’ dari maqṣad yang berarti
maksud atau tujuan1. Dalam al-Qamūs al-Mubīn fī Iṣtilahāt al-Uṣūliyyīn, maqāṣid adalah
hal-hal yang berkaitan dengan maslahah dan kerusakan di dalamnya2. Sedangkan
“syariah” secara bahasa adalah jalan menuju sumber mata air. Kata asy-syarī’ah dalam
kamus Munawir diartikan peraturan, undang - undang, hukum. Sedangkan arti “syarīah”
secara istilah apabila terpisahkan dengan kata maqāṣid memiliki beberapa arti. Menurut
Ahmad Hasan, syariah merupakan annuṣūṣ al-muqaddasah (nash-nash yang suci) dari al-
Qur‟an dan sunnah yang mutawatir yang sama sekali belum dicampuri oleh pemikiran
manusia. Dalam wujud ini menurut dia, syariah disebut aṭ-ṭariqah al-mustaqimah (cara,
ajaran yang lurus). muatan syariah ini meliputi aqidah, amaliyah dan khuluqiyyah3.
B. Maqosidussyari’ah
Konsep Maqāṣid al-Syarī’ah adalah teori perumusan (istinbāṭ) hukum dengan
menjadikan tujuan penetapan hukum syara‟ sebagai referensinya, yang dalam hal ini tema
utamanya adalah mashlahah. Menurut Abdul Wahab Khalaf, mengerti dan memahami tentang
maqāṣid al-syarī’ah dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami redaksi Alquran dan
Sunnah, membantu menyelesaikan dalil yang saling bertentangan (ta’ārud al-adillah), dan
yang sangat penting lagi adalah untuk menetapkan suatu hukum dalam sebuah kasus yang
ketentuan hukumnya tidak tercantum dalam Alquran dan Sunnah jika menggunakan kajian
semantik (kebahasaan). Syāṭibī mengatakan bahwa tujuan pokok pembuat undangundang
(Syāri‟) adalah tahqīq masalih al-khalq (merealisasikankemaslahatan makhluk), dan bahwa
kewajibankewajiban syari‟at dimaksudkan untuk memelihara maqāṣid syarī’ah.4
Teori Maqāṣid tidak dapat dipisahkan dari pembahasan tentang maslaḥah. Hal ini
karena sebenarnya dari segi substansi, wujud al-maqāṣid asy-syarī’ah adalah kemaslahatan.
Dalam pandangan Asy-Syaṭibi, Allah menurunkan syariat (aturan hukum) bertujuan untuk
menciptakan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan utama ketentuan

1
Han Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (London:Mac Donald & Evan Ltd., 1980), hal. 767
2
Muhammad Hamid Usman, Al-Qomus al-Mubin fi Istilahi al-Usuliyyin (Riyadh: Dar al-Zahm, 2002), hal 282
3
Kuthuddin Aibak, Metodologi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal 50
4
Moh Nasuka Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 1, Juni 2017

2
syariat (maqāṣid syarī’ah) adalah tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan
umat manusia, sebagaimana dikemukakan Asy-Syaṭibi yang mencakup lima kemaslahatan
dengan memberikan perlindungan terhadap terjaga: (1) agamanya (hifẓ addīn), misalnya
membaca dua kalimat syahadat, melaksanakan sholat, zakat, puasa, haji; (2) jiwanya (hifẓ an-
nafs) dan (3) akal pikirannya (hifẓ al-‘aql). misalnya makanan, minuman, pakaian, tempat
tinggal; (4) keturunannya (hifẓ an-nasl) dan (5) harta bendanya (hifẓ almāl), misalnya
bermuamalah.

Jika dikaji, pengertian maqashid syariah di atas bersumber dari apa yang dituliskan
Imam Syatibi di dalam kitab Al-Muwafaqat:

“Maqashid dibagi menjadi dua bagian, yaitu maqashid syar’i dan maqashid
mukallaf. Untuk jenis pertama, ada empat hal yang disampaikan, yakni: (1) tujuan syara’
menetapkan hukum adalah untuk kemaslahatan umatnya; (2) hukum tersebut untuk
dipahami secara baik, maka tak aneh kalau uslub Al-Qur’an begitu mengalir; (3) hukum
diadakan untuk men-taklif (melatih) mukalaf; (4) manusia sebagai objek hukum harus
mengikuti ketentuan-ketentuan syara’ serta tidak boleh menuruti kehendak nafsunya
sendiri.”

Jadi dapat disimpulkan bahwasanya tujuan ditetapkannya syariat yaitu untuk


memakmurkan kehidupan di bumi, menjaga ketertiban di dalamnya, senantiasa menjaga
stabilitas kemaslahatan alam dengan tanggung jawab manusia menciptakan lingkungan
yang sehat, berlaku adil dan berbagai tindakan yang dapat memberi manfaat bagi seluruh
lapisan penghuni bumi dalam rangka memberi kemaslahatan bagi kehidupan manusia di
dunia dan akhirat kelak, baik secara umum (maqashid as-syariah al-‘ammah) atau khusus
(maqashid as-syariah al-khashshah).5

5
Nasution, Muhammad Syukri Albani, and Rahmat Hidayat Nasution. Filsafat hukum & maqashid syariah. Prenada Media, 2020.

3
C. Penataan Masyarakat pada era Nabi Muhammad SAW
Seperti yang kita ketahui maqosid syar'iah secara singkat bisa diartikan sebagai
nilai-nilai dasar yang melandasi syari’at, yaitu hukum atau aturan yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia, sehingga terwujud sebuah kemaslahatan bersama
melalui hukum-hukum dalam syari’at. Tema-tema pokok maqashid syari’ah
merupakan bagian dari tema-tema yang ada dalam ilmu ushul fikih, kemudian akhirnya
menjadi sebuah disiplin keilmuan baru di era Ibnu Asyur, yang kemudian berkembang
sedemikian rupa hingga saat ini.6 Pada dasarnya syari’at yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw selalu membawa kemaslahatan, namun meskipun Maqashid Syari’ah
selalu disertai dengan nash, untuk mencari kemaslahatan tersebut tidak hanya dengan
menggalinya melalui dalil-dalil teks saja, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-
Anbiya’;

‫وما أرسلناك إال رحمة للعالمين‬

Bahwasanya Allah SWT menurunkan syariat-Nya tidak lain adalah untuk kemaslahatan
makhluk-Nya.

Maqashid syari’ah sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw, namun
pada saat itu maqashid syar'iah dianggap terlalu penting, karena selama Rasulullah
masih hidup semua semusykilan bisa dicarikan solusi dengan bertanya pada Rasulullah
Saw yang merupakan pembawa syariat itu sendiri.7 Kemudian setelah Rasulullah wafat
banyak sahabat yang masih kebingungan ketika dihadapkan dengan sebuah persoalan
hukum, belum lagi ditambah dengan berkembangnya Islam keseluruh bagian hingga
banyaknya pemeluk agama Islam bahkan diluar Arab, maka timbullah kesamaran
dalam memahami nash sehingga diperlukan pengembangan ilmu ushul fikih lebih
lanjut sebagai penuntun dalam memahami nash.8

6
Hasan, Nur. Maqashid Syari’ah di Masa Awal Islam. Mahasiswa Islamic Studies International University of
Africa, Republic Sudan. (Pati, Jawa Tengah ; Alif.id(ATK)., 2019), https://alif.id/read/nur-hasan/maqashid-
syariah-di-masa-awal-islam-b217904p/
7
Atmaja, Fatkan Karim. Perkembangan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa. (Mizan; Jurnal Ilmu Syariah, FAI
Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR Vol. 5 No. 1 (2017), pp. 23-38, Link: http://
www.jurnalfaiuikabogor.org) hal.26.
8
Ibid, hal. 24

4
Sahabat yang sebenarnya merupakan transisi dari masa hidup dan adanya
bimbingan dari Rasulullah kemudian tidak lagi didampingi beliau. Pada zaman dahulu
ketika Rasulullah masih hidup, sahabat menggunakan 3 sumber sebagai rujukan untuk
memecahkan masalah, yaitu Al-Qur'an, hadis dan ra'yu (nalar).9 Kemudian setelah
Rasulullah sebagai rujukan dalam keputusan sudah wafat,dan adanya persoalan
kehidupan yang terus berkembang, maka pemecahan masalah dengan menggunaan
nalar maqashid syar'iah berlanjut dengan cara mencari sandaran pada ayat-ayat Al-
Qur'an maupun hadis Rasulullah Saw. Jika mereka tidak menemukan nash dan hadis
yang sesuai dengan permasalahan yang ada, maka sahabat melakukan ijtihad dengan
mencari hikmah-hikmah yang terkandung dalam dalam ayat Al-Qur'an maupun hadis
Rasulullah Saw.

Nilai-nilai dan nalar maqashid syar'iah dalam fase ini terlihat sangat jelas, dalam
berbagai hal yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan lainnya dalam
menentukan sebuah keputusan yang berhubungan dengan Islam, baik itu dalam hukum
dan lain sebagainya.10Dalam berbagai keputusan, para sahabat banyak
mempertimbangkan aspek mecegah kerusakan dan menarik kemaslahatan. Di mana hal
ini merupakan salah satu tema pokok dalam maqashid syar'iah.

Ghofar Shidiq dalam Teori Maqashid Al-Syar’iah dalam hukum Islam


menyebutkan bahwa, menurut telaah historis, Imam Haramain Al Juwaini merupakan
ahli ushul fikih pertama yang menekankan pentingnya memahami maqashid syar'iah
dalam menetapkan hukum Islam. Secara tegas beliau mengatakan bahwa seseorang
tidak dapat dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam sebelum ia memahami
benar-benar tujuan Allah mengeluarkan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.
Pada prinsipnya Al-Juwaini membagi tujuan tasyri' menjadi tiga macam, yaitu
dharuriyat, hajiyat, dan mukramat.11 Kemudian pemikiran terebut dikembangkan oleh
muridnya, yaitu Imam Al-Ghazali, yang menjelaskan maksud syari'at dalam kaitannya
dengan pembahasan al-munasabat, al-maslahiyat, dalam qiyas. Maslahat menurut al-

9
Ibid, hal 26-27
10
Hasan, Nur. Maqashid Syari’ah di Masa Awal Islam. Mahasiswa Islamic Studies International University of
Africa, Republic Sudan. (Pati, Jawa Tengah ; Alif.id(ATK)., 2019), https://alif.id/read/nur-hasan/maqashid-
syariah-di-masa-awal-islam-b217904p/
11
Abd al-Malik ibn Yusuf al-Juwaini. al-Burhan fi Ushul al-Fiqh. (Kairo: Dar Al-Ansar., 1400 H.) hal 259.

5
Ghazali dicapai dengan cara menjaga lima kebutuhan pokok manusia dalam
kehidupannya, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. 12

Pemikir dan ahli teori hukum Islam berikutnya yang secara khusus membahas
maqashid al-syari'ah adalah Izzuddin ibn Abd al-Salam dari mazhab Syafi'iyah. Ia lebih
banyak menekankan dan mengelaborasi konsep maslahat secara hakiki dalam bentuk
menolak mafsadat dan menarik manfaat. Menurutnya taklif harus bermuara pada
terwujudnya kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Berdasarkan
penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa Izzuddin ibn Abd al-Salam telah
berusaha mengembangkan konsep maslahat yang merupakan inti pembahasan dari
maqashid syari’ah.13

Pembahasan tentang maqashid al-syari'ah secara khusus, sistematis dan jelas


oleh Asy-Syathibi. Menurut pendapat banyak kalangan, beliau Asy-Syatibi adalah
bapak Maqashid Syari’ah, karena membahas secara gamblang dalam dalam satu bab
khusus dalam kitab Al-Muwafaqat.14 Di situ ia secara tegas mengatakan bahwa tujuan
Allah menetapkan hukum-hukum-Nya adalah untuk terwujudnya kemaslahatan hidup
manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, taklif hukum harus
mengarah pada realisasi tujuan hukum tersebut.

BAB III

12
Al-Ghazali, Al-Mustashfa min Ilm al-Ushul, (Beirut: Dar al-Fikr, tth.) hal.251
13 Amir Mu’alim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta, UII Press, 2001) hal. 51
14 Hasan, Nur. Maqashid Syari’ah di Masa Awal Islam. Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa,

Republic Sudan. (Pati, Jawa Tengah ; Alif.id(ATK)., 2019), https://alif.id/read/nur-hasan/maqashid-syariah-di-masa-awal-


islam-b217904p/

6
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam hal ini kita perlu kembali menilik bagaimana sistem masyarakat pada zaman
rosullullah SAW bgaiman keluwesan hukum yang bertumpu pada maslahah bersama.
Penilaian dan pemahaman terhadap syarih tentu merpakan proses dan pemikirn manusia,
baik dalam pengenalan terhadap aturan Al-Qur’an yang jelas maupun dalam bentuk
analogi. Pemahaman kita tentang maqashid al-syari’ah menjadi penting agar kita bisa
memberikan penilaian dan mengambil sikap dalam setiap transaksi, kejadian, hal, dan
keadaan yang terus berkembang dalam konteks ekonomi, keuangan, dan bisnis.

Bahwasanya tujuan ditetapkannya syariat yaitu untuk memakmurkan kehidupan di


bumi, menjaga ketertiban di dalamnya, senantiasa menjaga stabilitas kemaslahatan alam
dengan tanggung jawab manusia menciptakan lingkungan yang sehat, berlaku adil dan
berbagai tindakan yang dapat memberi manfaat bagi seluruh lapisan penghuni bumi dalam
rangka memberi kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak, baik
secara umum (maqashid as-syariah al-‘ammah) atau khusus (maqashid as-syariah al-
khashshah).

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam al-Khirasyi, Fiqhu al-Fuqara Wa al-Masakin Fi al-Kitab Wa


alSunnah, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2002), hlm. 56.

Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah Wa al-Madinah Fi al-Jahiliyah Wa ‘Ahdi al- Rasul,


(Dar al-Fikr al-Arabi, 2003), hlm. 375, 383, dan 392.

Abod, Sheikh Ghazali, et al, 1992, an Introduction to Islamic Finance,Quills


Publishers, Kuala Lumpur, Malaysia

Ayub, Muhammad, 2007, Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan


Syariah, Gramedia, Jakarta

Daud Bakar, Mohd, 2008, Essential Redings in Islamic Finance, CERT


Publications, Kuala Lumpur, Malaysia

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (London: Mac Donald & Evan Ltd.,
1980), h. 767

Muhammad Hamid Usman, Al-Qāmūs al-Mubīn fī Iṣtilahi al-Uṣuliyyin (Riyadh: Dar al-
Zahm, 2002), h. 282

Kutbhuddin Aibak, Metodologi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 50

Warde, Ibrahim, 2009, Islamic Finance: Keuangan Islam dalam Perekonomian Global,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Nasution, Muhammad Syukri Albani, and Rahmat Hidayat Nasution. Filsafat hukum &
maqashid syariah. Prenada Media, 2020.
Hasan, Nur. Maqashid Syari’ah di Masa Awal Islam. Mahasiswa Islamic Studies
International University of Africa, Republic Sudan. (Pati, Jawa Tengah ;
Alif.id(ATK)., 2019), https://alif.id/read/nur-hasan/maqashid-syariah-di-masa-awal-
islam-b217904p/

8
Atmaja, Fatkan Karim. Perkembangan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa. (Mizan; Jurnal Ilmu
Syariah, FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR Vol. 5 No. 1 (2017), pp. 23-
38, Link: http:// www.jurnalfaiuikabogor.org) hal.26.
Hasan, Nur. Maqashid Syari’ah di Masa Awal Islam. Mahasiswa Islamic Studies
International University of Africa, Republic Sudan. (Pati, Jawa Tengah ;
Alif.id(ATK)., 2019), https://alif.id/read/nur-hasan/maqashid-syariah-di-masa-awal-
islam-b217904p/
Abd al-Malik ibn Yusuf al-Juwaini. al-Burhan fi Ushul al-Fiqh. (Kairo: Dar Al-Ansar., 1400
H.) hal 259.

Anda mungkin juga menyukai