Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIQH SIYASAH

“ Pengertian Fiqh Siyasah Dan Siyasah Syari'ah Serta Teori Politik Dalam Islam”

Dosen Pengampu:

Kaliandra Saputra Pulungan M.H

Disusun Oleh :
Egi Cahyadi

Irpan

Awwalu Masfi

Mukarrom Zam Zam

PROGRAM STUDI
AKHWAL AS-SYAHSIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
TUANKU TAMBUSAI
KABUPATEN ROKAN HULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang merupakan
salah satu tugas pada mata kuliah Fiqh Siyasah yang di ampu oleh dosen: Kaliandra Saputra
Pulungan M.H.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, maka oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari rekan-rekan sekalian, sehingga makalah yang kami buat ini
menjadi makalah yang sempurna.semoga bermanfaat bagi para mahasiswa-mahasiswi,
khususnya pada kami dan semua yang membaca makalah ini, Dan mudah-mudahan juga dapat
menambah wawasan pembaca.

Pasir Pengaraian 18 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................................2
C. TUJUAN...................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................................3
A. Pengertian Fiqh Siyasah........................................................................................................................3
B. Pengertian Siyasah Syar'iyyah................................................................................................................4
C. Obyek dan metode Siyasah Syar'iyyah..................................................................................................6
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN......................................................................................................................................13
B. SARAN....................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut teori yang dikemukakan J.J. Rousseau (1712-1778 M), bahwa secara natural
law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk
sebuah masyarakat (social contract). Dengan terbentuknya sebuah masyarakat ini, maka
secara otomatis pula, terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur dan
memimpin masyarakat tersebut.1

Dikatakan pula, bahwa hukum Islam itu adalah sebuah hukum yang sangat
menyeluruh, dalam arti hukum Islam dapat mencakup segala aspek kehidupan manusia.
Padahal, di satu sisi, hukum Islam terlihat secara lahirnya hanya dikaitkan dengan hukum
dogmanitas yang seolah-olah bersifat vertikal, bukan horizontal. Ternyata pandangan ini
salah. Karena terbukti hukum Islam secara langsung mengatur urusan duniawi manusia,
sama ada yang muslim maupun yang bukan muslim.

Maka dari sinilah perlunya sebuah disiplin ilmu di dalam hukum Islam yang dapat
mengatur konsep pemerintahan. Karena pemerintahan sangat diperlukan di dalam
mengatur kehidupan manusia. Disiplin ilmu tersebut adalah fiqh siyâsah.

B. Rumusan Masalah

1
. Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2000), 160.
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Pengertian fiqh siyâsah?

2. Bagaimana pengertian Siyasah Syar'iyyah ?

3. Apa saja obyek dan metode Siyasah Syariyyah ?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan pengertian Fiqh Siyasah

2. Untuk menjelaskan pengertian Siyasah Syar'iyyah

3. Untuk menjelaskan obyrk serta metode Siyasah Syar'iyyah


BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh Siyâsah

Kata “fiqh siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “‫ ”الفقه السياسي‬berasal dari dua
kata yaitu kata fiqh (‫ )الفقه‬dan yang kedua adalah al-siyâsî (‫)السياسي‬.

Kata fiqh secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Alquran {‫قالوا يا‬
‫ول‬QQ‫ا تق‬QQ‫يرا مم‬QQ‫ه كث‬QQ‫ا نفق‬QQ‫عيب م‬QQ‫}ش‬2, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak
memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.3

Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqh berarti: {‫العلم باألحكام الشرعية العملية المكتسب من‬
‫ }أدلتها التفصيلية‬yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali
dari dalil-dalilnya secara terperinci”.4

Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “‫ ”ساس – يسوس – سياسة‬yang memiliki
arti mengatur (‫دبّر‬/‫)أمر‬, seperti di dalam hadis: “‫كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم‬
‫”كما يفعل األمراء والوالة بالرعية‬, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi
mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan
pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “‫ساس زيد األمر أي يسوسه سياسة أي دبره‬
‫أمره‬QQ‫ام ب‬QQ‫ ”وق‬yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan
mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara
bahasa bermakna: “‫ ”القيام على الشيء بما يصلحه‬yang artinya “bertindak pada sesuatu dengan
apa yang patut untuknya”.5

Apabila digabungkan kedua kata fiqh dan al-siyâsî maka fiqh siyâsah yang juga dikenal
dengan nama siyâsah syar’iyyah secara istilah memiliki berbagai arti:

2
. Alquran, 11:91.
3
. Wahbah al-Zuhaylî, Ushûl al-Fiqh al-`Islâmî (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2001) vol. 1, 18.
4
. Ibid, 19.
5
. Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab (Beirut: Dâr Shâdir, t.t.), vol. 6, 108; Ahmad bin Muhammad al-Fayyûmî, al-Mishbah al-Munîr
(Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t.), 295.
1. Menurut Imam al-Bujairimî: “Memperbagus permasalahan rakyat dan mengatur
mereka dengan cara memerintah mereka untuk mereka dengan sebab ketaatan mereka
terhadap pemerintahan”.6

2. Menurut Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait: “Memperbagus


kehidupan manusia dengan menunjukkan pada mereka pada jalan yang dapat
menyelamatkan mereka pada waktu sekarang dan akan datang, serta mengatur
permsalahan mereka”.7

3. Menurut Imam Ibn ‘Âbidîn: “Kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukkannya


kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat. Siyâsah berasal
dari Nabi, baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir, maupun batin.
Segi lahir, siyâsah berasal dari para sultan (pemerintah), bukan lainnya. Sedangkan
secara batin, siyâsah berasal dari ulama sebagai pewaris Nabi bukan dari pemegang
kekuasaan”.8

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua unsur penting di dalam
Fiqh Siyâsah yang saling berhubungan secara timbal balik, yaitu: 1. Pihak yang
mengatur; 2. Pihak yang diatur. Melihat kedua unsur tersebut, menurut Prof. H. A.
Djazuli, Fiqh Siyâsah itu mirip dengan ilmu politik, yang mana dinukil dari Wirjono
Prodjodikoro bahwa:9

Dua unsur penting dalam bidang politik, yaitu negara yang perintahnya bersifat
eksklusif dan unsur masyarakat.10

Akan tetapi, jika dilihat dari segi fungsinya, fiqh siyâsah berbeda dengan politik.
Menurut Ali Syariati seperti yang dinukil Prof. H. A. Djazuli, bahwa fiqh siyâsah
(siyâsah syar’iyyah) tidak hanya menjalankan fungsi pelayanan (khidmah), tetapi juga
6
. Sulaimân bin Muhammad al-Bujairimî, Hâsyiah al-Bujairimî ‘alâ al-Manhaj (Bulaq: Mushthafâ al-Babî al-Halâbî, t.t.), vol. 2,
178.

7
. Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait, Al-Mausû'ât al-Fiqhiyyah (Kuwait: Wuzârat al-Awqâf al-
Kuwaitiyyah, t.t.) vol. 25, 295.
8
. Ibn ‘Âbidîn, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1987), vol. 3, 147.
9
. H. A. Djazuli, Fiqh Siyâsah (Jakarta: Kencana, 2007), 28.

10
. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik (Bandung: Eresco, 1971), 6.
pada saat yang sama menjalankan fungsi pengarahan (`ishlâh). Sebaliknya, politik
dalam arti yang murni hanya menjalankan fungsi pelayanan, bukan pengarahan. 11 Ini
juga dibuktikan dengan definisi politik di dalam Penguin Encyclopedia:

“Political Science: The academic discipline which describes and analyses the
operations of government, the state, and other political organizations, and any other
factors which influence their behaviour, such as economics. A major concern is to
establish how power is exercised, and by whom, in resolving conflict within
society.”12

Ternyata, memang di dalam definisi ilmu politik di sini, tidak disinggung sama sekali
tentang kemaslahatan untuk rakyat atau masyarakat secara umum.

Perbedaan tersebut tampak apabila disadari bahwa dalam menjalani politik di dalam

hukum Islam haruslah terkait oleh kemestian untuk senantiasa sesuai dengan syariat
Islam, atau sekurang-kurangnya sesuai dengan pokok-pokok syariah yang kullî.
Dengan demikian, rambu-rambu fiqh siyâsah adalah: 1. Dalil-dalil kullî, baik yang
tertuang di dalam Alquran maupun hadis Nabi Muhammad SAW; 2. Maqâshid al-
syarî’ah; 3. Kaidah-kaidah usul fiqh serta cabang-cabangnya.

Oleh karena itu, politik yang didasari adat istiadat atau doktrin selain Islam, yang
dikenal dengan siyâsah wadl’iyyah itu bukanlah fiqh siyâsah, hanya saja selagi
siyâsah wadl’iyyah itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam, maka ia tetap dapat
diterima.

B. Pengertian Siyasah Syar’iyyah

11
. Djazuli, Fiqh Siyâsah, 28.

12
. David Crystal, Penguin Encyclopedia (London: Penguin Books, 2004), 1219.
Secara etimologi siyasah Syar’iyyah berasal dari kata Syara’a yang berarti sesuatu yang
bersifat Syar’i atau bisa diartikan sebagai peraturan atau politik yang bersifat syar’i.
Secara terminologis menurut Ibnu Akil adalah sesuatu tindakan yang secara praktis
membawa manusia dekat dengan kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan. 13
Dari definisi siyasah yang dikemukakan Ibnu 'Aqail di atas mengandung beberapa
pengertian. Pertama, bahwa tindakan atau kebijakan siyasah itu untuk kepentingan orang
banyak. Ini menunjukan bahwa siyasah itu dilakukan dalam konteks masyarakat dan
pembuat kebijakannya pastilah orang yang punya otoritas dalam mengarahkan publik.
Kedua, kebijakan yang diambil dan diikuti oleh publik itu bersifat alternatif dari beberapa
pilihan yang pertimbangannya adalah mencari yang lebih dekat kepada kemaslahatan
bersama dan mencegah adanya keburukan. Hal seperti itu memang salah satu sifat khas
dari siyasah yang penuh cabang dan pilihan. Ketiga, siyasah itu dalam wilayah ijtihadi,
Yaitu dalam urusan-urusan publik yang tidak ada dalil qath'i dari al-Qur'an dan Sunnah
melainkan dalam wilayah kewenangan imam kaum muslimin. Sebagai wilayah ijtihadi
maka dalam siyasah yang sering digunakan adalah pendekatan qiyas dan maslahat
mursalah.

Oleh sebab itu, dasar utama dari adanya siyasah Syar’iyyah adalah keyakinan bahwa
syariat Islam diturunkan untuk kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat dengan
menegakkan hukum yang seadil-adilnya meskipun cara yang ditempuhnya tidak terdapat
dalam alQur'an dan Sunnah secara eksplisit.14

Adapun Siyasah Syar’iyyah dalam arti ilmu adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari
hal ihwal pengaturan urusan masyarakat dan negara dengan segala bentuk hukum, aturan
dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara yang sejalan dengan jiwa
dan prinsip dasar syariat Islam untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat.15

Dari asal usul kata siyasah dapat diambil dua pengertian. Pertama, siyasah dalam makna
negatif yaitu menggerogoti sesuatu. Seperti ulat atau ngengat yang menggerogoti pohon
dan kutu busuk yang menggerogoti kulit dan bulu domba sehingga pelakunya disebut sûs.
13
. Wahbah zuhaily.”Ushul Fiqh”.kuliyat da’wah al Islami.(Jakarta :Radar Jaya Pratama,1997) , 89
14
. A.Djazuli, Fiqh Siyâsah, edisi revisi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), 29

15
. Syekh Abdul, Wahab Khallaf. 1993. Ilmu Usul Fiqih. (Jakarta: PT. Rineka Cipta,1993),123
Kedua, siyasah dalam pengertian positif yaitu menuntun, mengendalikan, memimpin,
mengelola dan merekayasa sesuatu untuk kemaslahatan.

Adapun pengertian siyasah dalam terminologi para fuqaha, dapat terbaca di antaranya
pada uraian Ibnul Qayyim ketika mengutip pendapat Ibnu 'Aqil dalam kitab Al Funûn
yang menyatakan, Siyasah adalah tindakan yang dengan tindakan itu manusia dapat lebih
dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari kerusakan meskipun tindakan itu tidak ada
ketetapannya dari rasul dan tidak ada tuntunan wahyu yang diturunkan.16

Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa esensi Siyasah Syar’iyyah itu ialah kebijakan
penguasa yang dilakukan untuk menciptakan kemaslah atan dengan menjaga rambu-rambu
syariat. Rambu-rambu syariat dalam siyasah adalah:

1. Dalil-dalil kully dari al-Qur'an maupun al-Hadits

2. Maqâshid syari'ah

3. Kemangat ajaran Islam

4. Kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah.17

Dari beberapa definisi di atas, esensi dari Siyasah Syar’iyyah yang dimaksudkan adalah sama,
yaitu kemaslahatan yang menjadi tujuan syara’ bukan kemaslahatan yang semata-mata berdasarkan
keinginan dan hawa nafsu manusia saja. Sebab, disadari sepenuhnya bahwa tujuan persyarikatan
hukum tidak lain adalah untuk merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dalam segala segi dan aspek
kehidupan manusia di dunia dan terhindar dari berbagai bentuk yang bisa membawa kepada
kerusakan, dengan kata lain setiap ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari’at
adalah bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia.18

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwasanya siyasah Syar’iyyah merupakan setiap


kebijakan dari penguasa yang tujuannya menjaga kemaslahatan manusia, atau
menegakkan hukum Allah, atau memelihara etika, atau menebarkan keamanan di dalam
negeri, dengan apa-apa yang tidak bertentangan dengan nash, baik nash itu ada (secara
16
. Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Al Thuruq al hukmiyah fi siyâsat al syar'iyah, tahqiq Basyir Muhammad Uyun, (Damascus:
Matba'ah Dar Al Bayan, 2005), 26
17
. Abu Nash Al Faraby, As Siyâsah Al Madaniyah, tahqiq dan syarah 'Ali Bu Milham, (Beirut: Dar Maktabah Al Hilal, 1994),
99-100
18
. Romli,SA, Muqaranah Mazahib Fil Us}ul,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 158
eksplisit) ataupun tidak ada (secara implisit). Tujuan utama siyasah Syar’iyyah adalah
terciptanya sebuah sistem pengaturan negara yang Islami dan untuk menjelaskan bahwa
Islam menghendaki terciptanya suatu sistem politik yang adil guna merealisasikan
kemaslahatan bagi umat manusia di segala zaman dan di setiap negara.

C. Obyek Dan Metode Siyasah Syar’iyyah

Dengan siyasah Syar’iyyah, pemimpin mempunyai kewenangan menetapkan


kebijakan disegala bidang yang mengandung kemaslahatan umat. Baik itu di bidang
politik, ekonomi, hukum dan Undang-Undang. Secara terperinci Imam al Mawardi
menyebutkan diantara yang termasuk kedalam Ahkamus Sulthaniyah (hukum kekuasaan)
atau kewenangan siyasah Syar’iyyahsekurang-kurangnya mencakup dua puluh bidang,
yaitu:

a. 'Aqdul Imamah atau kaharusan dan tata cara kepemimpinan dalam Islam yang
mengacu kepada syura.

b. Taqlidu al-Wizarah atau pengangkatan pejabat menteri yang mengandung dua


pola. Yaitu wizarah tafwidhiyyah dan wizarah tanfidziyysah. c. Taqlid al-imârah
'ala al- bilâd, pengangkatan pejabat negara seperti gubernur, wali negeri, atau
kepala daerah dan sebagainya.

c. Taqlid al-imârat 'ala al-jihâd, mengangkat para pejabat militer, panglima perang
dan sebagainya.

d. Wilayah 'ala hurûbi al- mashâlih, yaitu kewenangan untuk memerangi para
pemberontak atau ahl al- riddah.

e. Wilayatu al-qadha, kewenangan dalam menetapkan para pemimpin pengadilan,


para qadhi, hakim dan sebagainya.

f. Wilayatu al-madhalim, kewenangan memutuskan persengketaan di antara

rakyatnya secara langsung ataupun menunjuk pejabat tertentu.


g. Wilayatun niqabah, kewenangan menyensus penduduk, mendata dan mencatat
nasab setiap kelompok masyarakat dari rakyatnya.

h. Wilayah 'ala imamati ash-shalawat, kewenangan mengimami shalat baik secara


langsung atau mengangkat petugas tertentu.

i. Wilayah 'ala al-hajj, kewenangan dan tanggungjawab dalam pelayanan


penyelenggaraan keberangkatan haji dan dalam memimpin pelaksanaannya.

j. Wilayah 'ala al-shadaqat, kewenangan mengelola pelakasanaan zakat, infaq dan


shadaqat masyarakat dari mulai penugasan 'amilin, pengumpulan sampai
distribusi dan penentuan para mustahiknya.

k. Wilayah 'ala al-fai wal gahnimah, kewenangan pengelolaan dan pendistribusian


rampasan perang. Wilayah 'ala al-wadh'I al-jizyah wal kharaj, kewenangan
menentapkan pungutan pajak jiwa dari kaum kafir dan bea cukai dari barang-
barang komoditi.

l. Fima takhtalifu al-ahkamuhu minal bilad, kewenangan menetapkan setatus suatu


wilayah dari kekuasaannya.

m. Ihya’u al-mawat wa ikhraju al-miyah, kewenangan memberikan izin dalam


pembukaan dan kepemilikan tanah tidak bertuan dan penggalian mata air.

n. Wilayah Fil himâ wal arfâq, kewenangan mengatur dan menentukan batas

o. wilayah tertentu sebagai milik negara, atau wilayah konservasi alam, hutan
lindung, cagar budaya, dan sebagainya.

p. Wilayah Fi ahkami al- iqtha', kewenangan memberikan satu bidang tanah atau
satu wilayah untuk kepentingan seorang atau sekelompok rakyatnya.

q. Wilayah fi wadh'i dîwân, kewenangan menetapkan lembaga yang mencatat dan


menjaga hak-hak kekuasaan, tugas pekerjaan, harta kekayaan, para petugas
penjaga kemanan negara (tentara), serta para karyawan.
r. Wilayah fi ahkami al- jarâim, kewenangan dalam menetapkan hukuman hudu dan
ta'zir bagi para pelaku kemaksiatan, tindakan pelanggaran dan kejahatan seperti
peminum khamer, pejudi, pezina, pencuri, penganiyaan dan pembunuhan.

s. Wilayah fi ahkami al-hisbah, kewenangan dalam menetapkan lembaga


pengawasan.

Ulama yang lain, seperti Ibnu Taimiyah juga mengupas beberapa masalah
yang masuk dalam kewenangan siyasah Syar’iyyah. Beliau mendasarkan teori
siyasah Syar’iyyah.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai
berikut:

Fiqh siyâsah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas hukum-hukum
pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam
dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.

Ruang lingkup fiqh siyâsah secara keseluruhan dan secara umum, dapat dikelompokan
kepada tiga (3) kelompok: 1. Siyâsah dustûriyyah; 2. Siyâsah khârijiyyah; 3. Siyâsah
mâliyyah.

Kedudukan fiqh siyâsah di dalam sistematika hukum Islam adalah berada di bawah fiqh
mu’âmalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranannya jelasnya adalah sangat
penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci dapat dijalankannya hukum
Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas rakyatnya adalah beragama muslim, selain
di satu sisi fiqh siyâsah sendiri sangat mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan
berusaha menghilangkan kemudaratan.
B. SARAN

Dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik
ALLAH, untuk itu kami selaku penulis mengharap saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSAKA

‘Âbidîn, Ibn. Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr. Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1987.

al-Bujairimî, Sulaimân bin Muhammad. Hâsyiah al-Bujairimî ‘alâ al-Manhaj. Bulaq: Mushthafâ
al-Babî al-Halâbî, t.t..

Crystal, David. Penguin Encyclopedia. London: Penguin Books, 2004.

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Djazuli, H. A.. Fiqh Siyâsah. Jakarta: Kencana, 2007.

al-Fayyûmî, Ahmad bin Muhammad. al-Mishbah al-Munîr. Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t..

al-Ghazâlî, Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad. al-`Iqtishâd fî al-`I’tiqâd. Jeddah: Dâr al-
Minhâj, 2008.

Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Manzhûr, Muhammad bin Mukram Ibn. Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr Shâdir, t.t..

al-Mâwardî, ‘Alî bin Muhammad. al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah. Beirut:


Dâr al-Kutub al-‘Alamiyyah, 2006.

al-Nadwî, ‘Alî `Ahmad. al-Qawâ`id al-Fiqhiyyah. Damascus: Dâr al-Qalam, 2007.

Anda mungkin juga menyukai