Anda di halaman 1dari 12

SIYASAH PASCA KHULAFA AR-RASYIDIN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqih 2


Dosen Pengampu: Drs. H. Radino, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 17 :

`Afifatul `Ulya 21104010052


Finna Qurrotul’aini 21104010056
Muhammad Aqil Abqori 21104010060
Ahmad Mufki Fadlur Rohman 21104010062

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur selalu tercurahkan kehadirat Allah SWT, karena hanya kepada-Nya lah kita
persembahkan segala bentuk pujian. Dia telah memberikan kita beribu-ribu nikmat yang tak
terhitung jumlahnya. Sehingga dengan iringan rahmat dan hidayah Allah SWT lah, pembuatan
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW karena dari beliaulah kita semua bisa mengetahui hukum-hukum Allah SWT, sehingga kita
bisa membedakan diantara perkara yang hak dan yang batil, perkara yang halal dan haram, serta
bisa mengetahui perkara yang diridhoi dan dimurkai Allah SWT.
Selanjutnya, ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini, baik kepada dosen, akademisi,
maupun para penulis rujukan yang berkaitan dengan tema serupa dan beberapa dikutip ulang
didalam makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul “Fiqih Syiyasah masa
pasca khulafa`urrasyiddin” ini yang pertama ialah untuk memenuhi tugas dari matakuliah
Fiqih 2, yang kedua kami berharap makalah ini menjadi bacaan yang dapat menambah wawasan
khususnya pada bidng fikih siyasah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kesempurnaan, maka kami
mengharap pembaca makalah ini agar memaklumi akan kekurangan dari makalah ini. Saran
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Demikianlah yang dapat penulis
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Yogyakarta, 21 11 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
C. Tujuan........................................................................................................................... 4
Bab II Pembahasan................................................................................................................... 5
A. Pengertian Siyasah........................................................................................................ 5
B. Perkembangan Fiqih Siyasah Pada Masa Dinasti Umayyah........................................ 6
C. Perkembangan Fiqih Siyasah Pada Masa Dinasti Abbasiyah ...................................... 9
Bab III Penutup......................................................................................................................... 11
Kesimpulan............................................................................................................................... 11
Daftar Pustaka

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hubungan antara Agama dan politik selalu menjadi pembahasan yang menarik,
baik oleh kalangan yang berpandangan kuat pada ajaran agama maupun oleh kalangan
yang berpandangan sekuler. Disisi lain sejarah mencatat bahwasanya problematika awal
yang menjadi persoalan generasi pertama umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW
wafat adalah masalah politik kekuasaan sebagai penggati beliau, dalam memimpin umat
yang familiar dengan persoalan imamah. Sedangkan disini peran utama Al-Qur’an dan
sunnah Nabi SAW tidak seidikitpun memberikan petunjuk tentang pengganti Nabi
Muhammad SAW tentang sistem dan bentuk pemerintahaan.
Sehingga tidak mengherankan, apabila dalam prakteknya banyak sekali
bermunculan konsep-konsep dan pemikiran tentang politik Islam. Makalah ini kami
susun guna menambah keilmuan tentang bentuk dan konsep siyasah pada masa pasca-
Khulafa Ar-Rosyidin

B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi Fiqih Siyasah?
2. Bagaimana Perkembangan Fiqih Siyasah Masa Dinasti Umayyah ?
3. Bagaimana Perkembangan Fiqih Siyasah Masa Dinasti Abbasiyah ?

C. Tujuan pembahasan
1. Memahami Definsi Fiqih Siyasah
2. Mengetahui Perkembangan Fiqih Siyasah Pada Masa Dinasti Umayyah
3. Mengetahui Perkembanga Fiqih Siyasah Pada Masa Dinasti Abbasiyah

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian fiqih siyasah
Fiqh Siyasah terdiri dari dua kata berbahasa Arab, fiqh dan siyasah. Agar
diperoleh pemahaman yang pas apa yang dimaksud dengan Fiqh Siyasah, maka perlu
dijelaskan pengertian masing–masing kata dari segi bahasa dan istilah. Secara etimologis
(bahasa) fiqh adalah keterangan-keterangan tentang pengertian atau paham dari maksud
ucapan si pembicara, atau pemahaman yang mendalam terhadap maksud-maksud
perkataan dan perbuatan.
Secara terminologis (istilah), menurut ulama–ulama syara, fiqh adalah
pengetahuan tentang hukum-hukum yang sesuai dengan syara mengenai amal perbuatan
yang diperoleh dari dalil yang tafshil (terinci, yakni dalil-dalil atau hukum-hukum khusus
yang diambil dari dasar-dasarnya dan sunah). Jadi fiqh adalah pengetahuan mengenai
hukum agama islam yang bersumber dari al quran dan sunah yang disusun oleh mujtahid
dengan jalan penalaran dan ijtihad. Secara harfiyah (leksikal), fiqh mengandung arti tahu,
paham, dan mengerti. Arti ini dipakai secara khusus dalam bidang hukum agama atau
yurisprudensi Islam (menurut Ibnu al-Mandzur dalam Lisan al-'Arab. Menurut istilah,
fiqh (fiqh) adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum-hukum syaria't, yang bersifat
amaliah (praktis), yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.1
Fiqh juga merupakan pengetahuan tentang hukum agama Islam yang bersumber
dari Al-Qur'an dan al-Sunnah yang disusun dengan jalan ijtihad. Kata siyasah bersal dari
akar kata “Saasi-Siyaasatan” yang artinya mengatur, mengendalikan, mengurus atau
membuat keputusan. Di dalam Kamus al-Munjid dan Lisan al-'Arab, kata siyasah
kemudian diartikan pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan,
pengurusan, pengawasan atau perekayasaan. Untuk selanjutnya al-siyasah kadang-kadang
diartikan, memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.
Pola siyasah syar'iyah dan politik memiliki kemiripan jika dilihat secara umum. Akan
tetapi jika diperhatikan dari fungsinya mengandung peredaan. Menurut Ali Syari'ati

1
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta:
Erlangga), 2007

v
siyasah syar'iyah memiliki fungsi ganda yaitu khidmah (pelayanan) dan islah (arahan
bimbingan), sedangkan politik berfungsi hanya untuk pelayanan (khidmah) semata-mata.
Siyasah dilihat dari modelnya dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Siyasah syar'iyah, Merupakan siyasah yang berorientasi pada nilai-nilai
kewahyuan (syari'at) atau model politik yang dihasilkan oleh pemikiran
manusia yang berlandaskan etika agama dan moral dengan memperhatikan
prinsip-prinsip umum syari'at dalam mengatur manusia hidup bermasyarakat
dan bernegara
2. Siyasah wadh'iyah, Merupakan siyasah yang didasarkan atas pengalaman
sejarah maupun adat istiadat atau semata-mata dihasilkan dari akal pikir
manusia dalam mengatur hidup bermasyarakat maupun bernegara. Meskipun
aplikasi siyasah syar'iyah dan siyasah wadh'iyah mengandung perbedaan, tentu
saja tidak harus diklaim bahwa siyasah syar'yyah harus diberlakukan di negara-
negara yang mayoritas muslim. Karena dalam pengalaman empiris, dapat
terjadi siyasah wadh'iyah dapat diterima oleh kaum muslimin, seperti
Indonesia. 2

B. Perkembangan Fiqih Siyasah masa dinasti umayyah


Pada umumnya pasca Khulafaur Rasyidin, pemerintahan Islam seringkali
dipandang tidak sesuai lagi dengan syariat Islam. Peristiwa pemberontakan (bughat) Wali
Syam Mu’awiyah bin Abi Sufyan kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib yang diperangi
dalam Perang Siffin, kemudian berlanjut dengan kekisruhan negara pada masa
kekhalifahan Ali yang diakhiri dengan terbunuhnya sang Khalifah oleh Kaum Khawarij,
menunjukkan betapa jauh tuntunan Rasul saw. dalam hal perpolitikan pada masa itu,
bahkan masih di masa adanya para Sahabat.
Walaupun agak enggan menyebut dengan nama keluarga Umayyah dalam masa
ini, namun fakta yang terjadi adalah pada masa ini khalifah-khalifah yang dibai’at
kebanyakan berasal dari keluarga tersebut. Diawali oleh Khalifah Mu’awiyah yang
pernah membantu Rasulullah saw. untuk menjadi sekretaris negara di masanya, kemudian

2
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Yofa Mulia Offset. 2007

vi
pada masa Khalifah Umar bin Khattab, karena kecakapannya diamanahi menjadi Wali di
daerah Syam, yang terus berlanjut sampai Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sampai
akhirnya dengan terbunuhnya Ali. Mu’awiyah karena pengaruhnya yang besar kemudian
diba’iat menjadi khalifah berikutnya pada tahun 41H/661M. Penguasaan keluarga ini
berakhir pada tahun 132H/750M, dengan terbunuhnya Khalifah keempat belas Marwan
bin Muhammad Al-Ja’di oleh pemberontakan yang dilakukan Abu Muslim Khurasai.
Muawiyyah dikenal sebagai seorang politikus dan administrator yang pandai.
Umar Bin Khattab menilainya sebagai seorang yang cakap dalam urusan politik
pemerintahan, cerdas dan jujur. Ia juga dikenal sebagai negarawan yang ahli bersiasat,
piawai dalam merancang taktik dan strategi, di samping kegigihan dan keuletan serta
kesediaannya menempuh segala cara dalam berjuang.untuk mencapai cita-citanya karena
pertimbangan politik dan tuntutan situasi. Dan kemampuan tersebut dan bakat
kepemimpinan yang dimilikinya, Muawiyah dinilai berhasil merekrut para pemuka
masyarakat, politikus dan administrator bergabung kedalam sistemnya pada jamannya,
untuk memperkuat posisinya di pimpinan. Muawiyah juga dikenal dengan berwatak keras
dan tegas, tapi juga bisa bersifat toleran dan lapang dada.
Muawwiyah membuat berbagai kebijaksanaan dan keputusan politik dalam dan
luar negeri yaitu :
1. Pemindahan pusat pemerintah dari Madinah ke damaskus
2. Muawiyyah memberi penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam
perjuangannya mencapai puncak kekuasaan
3. Menumpas orang-orang yang berposisi dan dianggap berbahaya jika tidak dibujuk
dengan harta dan menumpas kaum pemberontak
4. Membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga Angkatan , darat, laut, dan
kepolisian yang bertanggungjawab dan loyal
5. Meneruskan perluasan wilayah kekuasaan islam baik ke Timur maupun ke Barat
6. Mengadakan pembaharuan di bidang administrasi pemerintahan dan melengkapinya
dengan jabatan-jabatan baru yang dipengaruhi oleh kebudayaan Byzantium
7. Mengubah system pemerintahan dari bentuk khilafah demokratis menjadi system
monarki

vii
Pengelolaan administrasi pemerintahan dan struktur pemerintahan dinasti Bani
Umayyah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang
diciptakan oleh Khalifah Umar. Di tingkat pemerintahan pusat dibentuk beberapa
lembaga dan departemen al-khatib, al-khajib, dan diwan. Lembaga al-katib terdiri dari
katib al-rasail (sekertaris negara), katib al-kharaj (sekretaris pendapatan negara), katib al-
jund (sekretaris militer), katib al-syurthath (sekretaris kepolisian) dan katib alqadhi
(panitera).
Katib al-rasail dianggap paling penting posisinya. Karena itu pejabatnya selalu orang
terpercaya dan pandai dari keluarga kerajaan. Para katib bertugas mengurus administrasi
negara sebaik dan rapih untuk mewujudkan kemasalahatan negara. Hajib (pengawal dan
kepala rumah tangga istana) bertugas mengatur para pejabat atau siapapun yang ingin
bertemu dengan Khalifah. Lembaga ini belum dikenal di zaman negara Madinah.
Karenanya siapa saja boleh bertemu dan berbicara langsung dengan Khalifah tanpa
melalui birokrasi. Tapi ada tiga orang yang boleh langsung bertemu dengan Khalifah
tanpa hajib, yaitu Muadzin untuk memberitahukan waktu shalat kepada Khalifah, sahib
al-barid (pejabat pos) yang membawa berita berita penting untuk Khalifah, dan shahib al-
tha’am (petugas yang mengurusi makanan istana).
Dalam tubuh oraganisasi pemerintahan dinasti Umayyah juga dibentuk beberapa
diwan atau departemen.
1. Diwan Al-Rasail, departemen yang mengurus surat-surat negara dari khalifah kepada
para Gubernur atau menerima surat-surat dari gubernur.
2. Diwan al-Khatim, departemen pencatatan yang bertugas menyalin dan meregistrasi
semua keputusan khalifah atau peraturan-peraturan pemerintahan untuk dikirim
kepada pemerintahan di daerah.
3. Diwan al-Kharaj, departemen pendapatan negara yang diperoleh dari Al-Kharaj,
usyur, zakat, jizyah, fai’ dan ghanimah dan sumber lain.
4. Diwan Al-Barid, departemen pelayanan pos bertugas melayani informasi tentang
berita-berita penting di daerah kepada pemerintah pusat dan sebaliknya.
5. Diwan Al-Jund, departemen pertahanan yang bertugas mengorganisir militer.
Personilnya manyoritas orang-orang Arab.

viii
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri khusus dari praktek
pemerintahan Dinasti Umayyah :
1. Unsur pengikat bangsa ditekankan pada kesatuan politik dan ekonomi
2. Khalifah adalah jabatan sekuler dan berfungsi sebagai kepala pemerintahan eksekutif
3. Kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi kedudukan syaikh (kepala suku) Arab,
karenanya siapa saja boleh bertemu langsung dengan khalifah untuk mengadukan
haknya.
4. Dinasti Umayyah lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada perluasan
kekuasaan politik atau perluasan wilayah kekuasaan Negara
5. Dinasti Umayyah bersifat ekslusif karena lebih mengutamakan orang-orang berdarah
Arab duduk dalam pemerintahan
6. Qadhi (hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara
7. Dinasti Umayyah kurang melaksanakan musyawarah, karenanya kekuasaan khalifah
mulai bersifat absolut meski belum menonjol
8. Bentuk pemerintahan monarki, tetapi tetap menggunakan istilah khalifah

C. Perkembangan Fiqih Siyasah masa dinasti Abbasiyah


Setelah Dinasti Umayyah runtuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan Dinasti
Abbasiyah. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman
Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah
AshSahffah bin Muhammad bin Ali bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Berdirinya Dinasti Abbasiyah merupakan hasil perjuangan gerakan politik yang dipimpin
oleh Abu al-Abbas dibantu oleh kaum Syi’ah dan orang-orang Persi.
Adapun perpolitikan yang dijalankan dalam sistem pemerintahan dinasti Abbasiyah
periode I adalah sebagai berikut :
a. Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan
Arab murni dibantu oleh Wazir, Menteri, Gubernur dan para Panglima beserta
pegawai-pegawai yang berasal dari berbagai bangsa dan pada masa ini yang sedang
banyak di angkat dari golongan Mawali turunan Persia.
b. Kota Bagdad sebagai ibukota negara, menjadi pusat kegiatan politik, sosial dan
kebudayaan, dijadikan kota internasional yang terbuka untuk segala bangsa dan

ix
keyakinan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.
e. Para menteri turunan Persia diberi hak penuh dalam menjalankan pemerintahan
sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam.

Adapun perpolitikan yang dijalankan dalam sistem pemerintahan dinasti


Abbasiyah periode II-III-IV adalah sebagai berikut :
a. Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan kadang-kadang hanya sebagai lambang saja.
b. Kota Bagdad bukan satu-satunya kota internasional dan terbesar, sebab masing-
masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Bagdad.
c. Keadaan politik dan militer merosot, ilmu pengetahuan tambah maju dengan
pesatnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan ciri khas pemerintahan Dinasti Abbasiyah
antara lain :
1. Unsur pengikat bangsa adalah agama
2. Jabatan khalifah adalah suatu jabatan yang tidak dipisahkan dari Negara
3. Kepala pemerintahan eksekutif dijabat oleh seorang wazir
4. Dinasti Abbasiyah lebih menekankan kebijaksanaannya pada konsolidasi dan
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, dan memanfaatkannya untuk pengembangan
penelitian-penelitian ilmiah di berbagai bidang, sehingga mencapai prestasi gemilang.
5. Dinasti Abbasiyah bersifat universal, karena muslim Arab dan non Arab adalah sama
6. Corak pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia.
7. Kekuasaan khalifah yang bersifat absolut sangat menonjol
8. Penerangan dan pembinaan hukum digalakkan, serta pembinaan akhlak masyarakat
sangat diperhatikan.

BAB III
PENUTUP

x
A. Kesimpulan
Pada masa dinasti umayyah terdapat interpretasi baru tentang penyebutan khalifah
guna memulyakan jabatan mereka. Mereka memperbolehkan menggunakan gelar
“khalifat Allah” dengan pengertian penguasa atau raja muda yang ditunjuk oleh Allah.
Dengan alasan yang sama, dinasti abbasiyah juga menggunakan gelar “khalifah” dengan
sikap berlebihan. Dan tampaknya penggunaan gelar khalifah ini telah menjadi semacam
legitimasi politik untuk menguatkan posisi kekuasaan dimata umat pada waktu itu.
Hal ini dibuktikan bahwa, dinasti umayyah pada saat berkuasa, menggunakan
gelar khalifah. Demikian juga yang terjadi pada dinasti abbasiyah sama menggunakan
gelar khalifah. Walaupun bobot antara keduanya dalam menginterpretasikan konsep
khilafah mengalami perbedaan, yakni gelar khalifah pada dinasi umayyah kekuasaannya
bersifat absolut dan tidak begitu menonjol. Sedangkan pada masa dinasti Abbasiyah
kekuasaannya bersifat absolut dan sangat menonjol

B. Saran
Sebagai orang muslim kita harus tahu mengenai hukum-hukum islam khususnya
fiqih siyasah. Sebagai orang islam kita juga diwajibkan untuk memahami aturan dan
sistem siyasah sebagai wawasan dan pengetahuan poitik. Sebagai generasi islam kita
mengemban tugas dalam mewujudkan kehidupan masa depan yang lebih baik, dan salah
satunya dengan mempelajari dan mengimplementasi kaidah siyasah. Negara dan sistem
kepemimpinan sesungguhnya menempati posisi yang sangat penting dan menentukan
sebuah kehidupan. Sebab di dalam sebuah negara itulah manusia hidup.
WaAllahua`lambissawab

xi
Daftar Pustaka

Fatmawati, F. (2015). Fikih Siyasah.


Hasan, Mustofa. “APLIKASI TEORI POLITIK ISLAM PERSPEKTIF KAIDAH-
KAIDAH FIKIH,” no. 1 (2014): 13.
http://ejournal.iain-jember.ac.id/index.php/aladalah/article/view/453
Jafar, Wahyu Abdul. “FIQH SIYASAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN
ALHADIST.” AL IMARAH : JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM 3, no. 1 (July 1,
2018)
Putra, Firman Surya. “SIYASAH SYAR’IYYAH MENURUT SYI’AH ITSNA
‘ASYRIYYAH.” Jurnal EL-RIYASAH 9, no. 1 (March 12, 2019): 61.
https://doi.org/10.24014/jel.v9i1.6837.
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam, (Jakarta: Erlangga), 2007
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Yofa
Mulia Offset. 2007

Anda mungkin juga menyukai