Anda di halaman 1dari 14

Pengantar Ilmu Fiqih Siyasah

Makalah ini Ditulis untuk Memenuhi Mata Kuliah


“Fiqih Siyasah”

Dosen Pengampu:
Dr. Alfan Syafi’i, Lc., M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Rindra Khairislam
Salman Alfarisi

JURUSAN MUAMALAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH HUSNUL KHOTIMAH KUNINGAN

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan
ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada penulis, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Fiqih Siyasah ini.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan orang tersayangi, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh
sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah
swt, Rasulullah, orang tua tercinta sekaligus dosen-dosen kampus STISHK yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kuningan, 16 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Ilmu Fiqih Siyasah
B. Ruang lingkup
C. Bidang Kajian
D. Urgensi

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika siyasah syar’iyyah dipandang sebagai sebuah proses yang tidak pernah
selesai. maka, ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya.
nyatanya, fakta seperti itu telah, sedang dan akan berjalan dalam perjalanan sejarah umat
Islam. Sejalan dengan pandangan demikian pemecahan atas berbagai masalah yang
terkait dengan ihwal siyasah syar’iyyah lebih konstektual , sehingga dengan demikian
gejala siyasah syar’iyyah, menampakkan diri dalam sosok yang beragam sesuai dengan
perbedaan waktu dan tempat.1
Siyasah di dalamnya juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lembaga, lembaga dengan lembaga, maupun negara dengan negara
dengan ketentuan syariat Islam. Mayoritas ulama sepakat mengenai keharusan
menyelenggarakan siyasah berdasarkan syara’. Siyasah atau pemerintahan sudah ada
pada masa kepemimpinan Rasulullah saw. Siyasah syar`iyyah dalam Islam yang
berkenaan dengan pola hubungan antar manusia yang menuntut terbagi menjadi tiga,
yaitu siyasah dusturiyah, dauliyah, dan maliyah.2
Karena itu untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang pembelajaran fiqih siyasah
atau yang lebih dikenal ‘Politik Islam’ maka kita harus mengetahui apa fiqih siyasah itu
sendiri, lalu bagaimana urgensinya, ruang lingkup dan bidang kajian ilmu fiqh siyasah.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang urgensi, ruang lingkup dan bidang
kajian ilmu fiqih siyasah supaya lebih memahami apa itu Fiqih Siyasah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Ilmu Fiqh Siyasah?
2. Bagaimana urgensi mempelajari Ilmu Fiqh Siyasah?
3. Apa saja ruang lingkup Ilmu Fiqh Siyasah?
4. Apa saja bidang kajian Ilmu Fiqh Siyasah?
C. Tujuan Penulisan
1
Beni sarbani. 2014. Fiqih siyasah. Hal 5
2
Wahbah Zuhaily. 1997. “Ushul Fiqh”. Kuliyat da’wah al Islami. Hal 13
1. Menjelaskan pengertian tentang Ilmu Fiqh Siyasah.
2. Mengetahui urgensi mempelajari Ilmu Fiqh Siyasah.
3. Mengetahui ruang lingkup Ilmu Fiqh Siyasah.
4. Mengetahui bidang kajian Ilmu Fiqh Siyasah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Siyasah

Kata siyasah yang merupakan bentuk masdar atau kata benda abstrak dari kata
sasa (‫ سياسة‬- ‫ يسوس‬- ‫ )ساس‬memiliki banyak makna yaitu mengemudi, mengendalikan,
pengendali, cara pengendalian.3 Sasa juga berarti mengatur, mengurus dan memerintah
atau pemerintahan, politik dan pembuat kebijakan. Selain itu, siyasah juga dapat diartikan
administrasi dan manajemen.4

Secara terminologi, Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan bahwa Siyasah adalah


pengaturan perundangan yang diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan
serta mengatur keadaan. Sementara Louis Ma’luf memberikan batasan bahwa Siyasah
adalah membuat maslahat manusia dengan membimbing mereka ke jalan keselamatan.
Sedangkan Ibnu Manzhur mendefinisikan Siyasah sebagai mengatur atau memimpin
sesuatu dengan cara yang mengantarkan manusia kepada kemaslahatan.5 Sedangkan
dalam Al-Munjid disebutkan, siyasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan
membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Siyasah juga berarti ilmu
pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, serta
kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.

Berdasarkan beberapa arti di atas , maka tidak keliru jika dikatakan bahwa siyasah
berarti penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan. Karena dalam penyelenggaraan
negara itu sudah pasti ada unsur mengendalikan, mengatur, memerintah, mengurus,
mengolah, melaksanakan administrasi dan membuat kebijakan dalam hubungannya
dengan kehidupan masyarakat.6 Siyasah yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis Nabi
dikenal dengan istilah Siyasah Syar’iyyah yakni Siyasah yang dihasilkan oleh pemikiran
manusia yang berdasarkan etika, agama, dan moral dengan memperhatikan prinsip-

3
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm.
3
4
Ridwan, Fiqh Politik Gagasan Harapan Dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), hlm. 74
5
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah..., hlm. 4
6
Ridwan, Fiqih Politik..., hlm. 75
prinsip umum syari’at dalam mengatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara.
Siyasah syar’iyyah disebut juga politik ketatanegaraan yang bersifat syar’i.

B. Ruang Lingkup
Fiqih siyasah adalah ilmu yang otonom sekalipun bagian dari ilmu fiqih.
Selanjutnya, Hasbi Ash Shiddieqy mengungkapkan bahwa bahasan ilmu fiqih mencakup
individu, masyarakat dan Negara, meliputi bidang-bidang ibadah, muamalah,
kekeluargaan, perikatan, kekayaan, warisan, kriminal, peradilan, acara pembuktian,
kenegaraan dan hukum-hukum internasional, seperti perang, damai dan traktat.7
Sedangkan pengertian siyasah secara istilah menurut Ibn `Aqil sebagai mana
dikutip Ibn al-Qayyim mendefinisikan: “Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa
manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemaksiatan, sekalipun
Rasulullah tidak menetapkannya dan Allah Swt. tidak menentukannya.8
Dari beberapa pengertian di atas, baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat
diketahui bahwa objek kajian siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga
negara dengan warga negara, warga negara dengan lembaga negara, lembaga negara
dengan lembaga negara, baik yang bersifat internal suatu negara atau yang bersifat
eksternal suatu negara dalam berbagai bidang.
Berkenaan dengan luasnya objek kajian fikih siyasah, maka dalam tahap
perkembangannya, dikenal beberapa pembidangan fikih siyasah yang berkenaan dengan
pola hubungan antar manusia yang menuntut pengaturan siyasah, dalam hal ini siyasah
dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Siyasah Dusturiyyah adalah siyasah yang mengatur hubungan warga negara
dengan lembaga negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara
yang lain dalam batas-batas administrasi suatu negara.

Permasalahan di dalam siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di


satu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan dalam masyarakatnya. Ruang
lingkup pembahasan siyasah dusturiyah itu sendiri dibatasi hanya dalam pembahasan
tentang pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan
7
Djazuli, A. 2003. Fiqh Siyasah. Hal 11
8
Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn. Hal 54
dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi
kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.9

2. Siyasah Dauliyyah ialah siyasah yang mengatur antara warga negara dengan
lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga
negara dari negara lain.

Siyasah dauliyah mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga


negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain.
Oleh sebab itu, perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat, orang yang tidak
ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh, segera menghentikan perang
apabila salah satu pihak cenderung kepada damai, memperlakukan tawanan perang
dengan cara manusiawi.

3. Siyasah Maliyyah ialah siyasah yang mengatur tentang pemasukan,


pengelolaan, dan pengeluaran uang milik negara.10

Dalam buku al-Siyâsah, Ibnu Taimiyah banyak menyoroti tentang perekonomian


negara yang secara gamblang membahas tentang sumber pemasukan dan pendistribusian
keuangan negara. Menurutnya, sumber keuangan negara terdiri dari zakat, ghanimah, dan
fai’. Sumber-sumber lainnya yang tidak termasuk kategori zakat dan ghanimah,
dimasukkan dalam istilah fai’. Sedangkan prinsip dalam pembelanjaan keuangan negara
berpijak pada skala prioritas menurut tingkat kemaslahatan yang paling tinggi bagi
rakyat, yang alokasinya diberikan dalam bentuk gaji, subsidi, pembangunan, dan lain-
lain.11

Berbeda dengan pandangan Ibnu Taimiyah di atas, pandangan al-Mawardi relatif


lebih detil dan operasional. Pemaparan yang operasional terlihat dalam penjelasan al-
Mawardi bahwa seluruh kegiatan pemasukan dan pembelanjaan keuangan negara
dilakukan dengan sistem pengadministrasian (diwan) yang ketat dalam hubungannya
dengan kedudukan baitul mal. Menurutnya, administrasi negara terdiri dari empat bagian,

9
Djazuli, 2003. Fiqh Siyasah, hal. 47
10
Hasbi Ash Shiddieqy, 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam. Hal 23
11
tamamiyah, Ibnu.1988. Al-Siyâsah al-Syar`iyyah fi Ishlâh al-Râ`i wa al-Ra`iyyah. Hal 44
yaitu bagian yang mengurusi data diri tentara dan besaran gajinya, bagian pencatatan
wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan negara Islam, bagian pencatatan pegawai
negara dan bagian pencatatan baitul mal.12

C. Bidang Kajian (metode pembelajaran fiqih siyasah)


Metode yang digunakan dalam fiqih siyasah tidak berbeda dengan metode yang
digunakan dalam mempelajari fiqih pada umunya yaitu metode usul fiqih dan metode
kaidah fiqih. Keduanya telah teruji keakuratannya dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Metode usul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih memiliki banyak alternatif untuk
dihadapkan dengan masalah-masalah yang timbul. Metode tersebut adalah ijma, qiyas,
istihsan, ‘uruf, maslahat mursalat, istishab, yang dikenal dengan istilah mashadir al
tasyri’ al islam fi ma la nashasha fih (sumber penetapan hukum Islam yang tidak berasal
dari nash) dan kaidah-kaidah fiqih. Metode ini memberikan kebebasan berfikir bagi
penggunanya. Tapi ia harus merujuk kepada dalil-dalil kulli (umum) yang terdapat dalam
Al Qur’an dan Sunnah. Dalil-dalil umum dijadikan sebagai alat kontrol terhadap
ketetapan produk berpikir.13
1. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para mujahid dari umat Islam atas hukum syara’
(mengenai suatu masalah) pada suatu masa sesudah Nabi Muhammad SAW
wafat.Pengertian lain dari Ijma’ sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Wahhab Khallaf,
yaitu : “Kesepakatan seluruh mujahid dari kalangan kaum muslimin dalam salah satu
kurun dari kurun-kurun yang banyak sesudah wafat Rasulullah SAW terhadap suatu
peristiwa hukum syara.” Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para
mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum
syara.

Objek Ijma' ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ditemukan dasarnya
dalarn al-Qur'an dan Sunnah atau peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan
ibadat ghairu mahdah (ibadat yang tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT), bidang

12
Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri al-Baghdadi al-, al-Ahkâm al-
Sulthâniyah,
13
Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan). Hal 77
muamalah, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan
duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

2. Qiyas

Qiyas secara etimologi berarti "ukuran", "mengetahui ukuran sesuatu",


"membandingkan" atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Adapun pengertian Qiyas
secara terminologi, menurut Hanafi, Qiyas ialah "mempersamakan hukum suatu perkara
yang belum ada ketentuan hukumnya dengan perkara yang sudah ada ketentuan
hukumnya karena adanya segi-segi persamaan alam antara keduanya yang disebut illat.14

3. Istihsan

Istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil
khusus kepada ketetapan dalil umum. Dengan kata lain, meninggalkan suatu dalil, beralih
kepada dalil yang lebih kuat, atau membandingkan satu dalil dengan dalil lain untuk
menetapkan hukum. Hal ini dilakukan untuk memilih yang lebih baik demi memenuhi
tuntutan kemaslahatan dan tujuan syariat.

Metode istihsan dapat diterapkan untuk menyelesaikan, antara lain, masalah


konflik kepentingan antara dua pihak, yaitu kepentingan yang jangkauannya sempit dan
kepentingan yang skopnya luas. Contoh, pemilikan tanah oleh seseorang harus
dilindungi, sementara masyarakat menghendaki agar tanah itu dibebaskan dari
pemiliknya untuk dijadikan bagi kepentingan umum, seperti membangun jalan umum,
atau sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sebagainya.

4. Maslahah Mursalah

Kata maslahah berarti kepentingan hidup manusia. Kata Mursalah sesuatu yang
tidak ada ketentuan nash syariat yang menguatkan atau membatalkanya. Maslahah
mursalah yang disebut juga istihlah secara terminologi menurut ulama-ulama usul, adalah
maslahah yang tidak ada ketetapannya dalam nash yang membenarkannya atau
membatalkannya. Metode ini adalah salah satu cara dalam menetapkan hukum yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang ketetapannya tidak sama sekali disebutkan
dalam nash dengan pertimbangan untuk mengatur kemaslahatan hidup manusia.
14
Satria, Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh. Hal 55
Prinsipnya menarik manfaat dan menghindarkan kerusakan dalam upaya memelihara
tujuan hukum yang lepas dari ketetapan dalil syara.

Maslahah Mursalah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum bila:

a. masalah itu bersifat esensial atas dasar penelitian, observasi dan melalui
analisa dan pembahasan yang mendalam, sehingga penetapan hukum terhadap
masalah benar-benar memberi manfaat dan menghindarkan mudharat,
b. Masalah itu bersifat umum bukan kepentingan perorangan, tapi bermanfaat
untuk orang banyak,
c. Masalah itu tidak bertentangan dengan nash dan terpenuhinya kepentingan
hidup manusia serta terhindar dari kesulitan.15

5. Istishab

Istishab menurut bahasa berarti ”mencari sesuatu yang ada hubungannya”.


Menurut istilah ulama fiqh, ialah tetap berpegang pada hukum yang telah ada dari suatu
peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Atau dengan
kata lain, ialah menyatakan tetapnya hukum pada masa lalu, sampai ada dalil yang
mengubah ketetapan hukum tersebut.

Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah menyatakan tetap berlakunya hukum yang
telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa
yang belum pernah ditetapkan hukumnya. Sedangkan menurut Asy Syatibi, istishab ialah
segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku
hukumnya pada masa sekarang.16

6. Urf

Kata ‘Urf berarti adat istiadat atau kebiasaan. ‘Urf adalah apa yang dikenal oleh
manusia dan menjadi tradisinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan atau
meninggalkan sesuatu. Pengertian ini dinamakan juga adat. Para ulama juga tidak
membedakan antara ‘urf dan adat. Sebab definisi adat adalah apa yang telah dikenal oleh

15
Alaiddin, Koto. 2004 . Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal 95
16
Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn. Hal 197
manusia dan menjadi suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka baik berupa
perkataan maupun perbuatan.

Fiqih membagi ‘urf menjadi dua unsure yaitu ‘urf shahih (adat yang baik) dan ‘urf
fasid (adat yang merusak). ‘Urf shahih adalah apa yang telah dikenal oleh manusia dan
tidak bertentangan dengan dalil syara, tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula
membatalkan yang wajib. Sedang ‘Urf fasid adalah apa yang telah dikenal oleh manusia,
tetapi bertentangan dengan syara’ atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang
wajib.

D. Urgensi
Sesuai dengan perspektif fiqh siyasah seorang faqih diharapkan mampu
memberikan responden menunjukkan jalan keluar dari setiap perubahan yang terjadi
dalam masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi tanpa harus
kehilangan identitasnya.
Selain itu seorang faqih yang mendalami fiqh siyasah tidak akan bingung dalam
menghadapi perbedaan pendapat ulama. Ia dapat mentarjih pendapat ulama tersebut.
Selain itu membantu memahami hadis-hadis yang memiliki kaidah yang bersifat global
dan universal, serta hadis yang mempunyai kaidah kondisional dan situasional setempat.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan pengertian fiqh siyasah adalah
ilmu tata negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan
kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan
hukum, peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau
sejalan dengan ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan
menghindarkannya dari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dijalaninya.
Ruang lingkup fiqh siyasah ada tiga yaitu:
1. Politik perundang-undangan (siyasah dusturiyyah).
2. Politik luar negeri (siyasah dauliyyah).
3. Politik keuangan dan moneter (siyasah maliyyah).
Metode kajian fiqh siyasah yaitu meliputi:
1. Al-Qiyas
2. Al-Mashlahah al-Mursalah
3. Ijma’
4. Maslahah mursalah
5. Urf
6. istishab
Ada beberapa manfaat mempelajari ilmu fiqh siyasah ini antara lain yaitu seorang
yang menguasai fiqh siyasah mampu hidup sesuai dengan kehendak syariah, sekalipun
tanpa undang-undang buatan manusia. Selain itu juga dapat memahami sistem politik
islami yang tentunya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2007).

Ridwan, Fiqh Politik Gagasan Harapan Dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007)

Djazuli, A. 2003. Fiqh Siyasah.

Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn.

Hasbi Ash Shiddieqy. 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam. Jakarta:
Matahari Masa.

tamamiyah, Ibnu.1988. Al-Siyâsah al-Syar`iyyah fi Ishlâh al-Râ`i wa al-Ra`iyyah.

Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri. al-Baghdadi
al-, al-Ahkâm al-Sulthâniyah, Mesir: Musthafâ al-Babiy al-Halabiy.

Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan) . Jakarta . Rineka Cipta.

Satria, Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh

Alaiddin, Koto. 2004 . Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih.

Ibnu Qayyimal-Jauziyah. 1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-` lamîn Beirut: Dâr al-Jayl.

Anda mungkin juga menyukai