Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FIQH SIYASAH

“ Pengertian Fiqh Siyasah Dan Siyasah Syari'ah Serta Teori Politik Dalam Islam”

Dosen Pengampu:

Kaliandra Saputra Pulungan M.H

Disusun Oleh :
Egi Cahyadi

Irpan

Awwalu Masfi

PROGRAM STUDI
AKHWAL AS-SYAHSIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
TUANKU TAMBUSAI
KABUPATEN ROKAN HULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini yang merupakan
salah satu tugas pada mata kuliah Fiqh Siyasah yang di ampu oleh dosen: Kaliandra Saputra
Pulungan M.H.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, maka oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari rekan-rekan sekalian, sehingga makalah yang kami buat ini
menjadi makalah yang sempurna.semoga bermanfaat bagi para mahasiswa-mahasiswi,
khususnya pada kami dan semua yang membaca makalah ini, Dan mudah-mudahan juga dapat
menambah wawasan pembaca.

Pasir Pengaraian 18 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................................2
C. TUJUAN...................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................................3
A. Pengertian Fiqh Siyasah........................................................................................................................3
B. Ruang Lingkup Fiqh Siyasah..................................................................................................................4
C. Kedudukan Fiqh Siyasah di dalam Sistematika hukum Islam...........................................................6
D. Prinsif dasar politik dalam Islam...........................................................................................................7
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN......................................................................................................................................13
B. SARAN....................................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut teori yang dikemukakan J.J. Rousseau (1712-1778 M), bahwa secara natural
law, setiap individu-individu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk
sebuah masyarakat (social contract). Dengan terbentuknya sebuah masyarakat ini, maka
secara otomatis pula, terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur dan
memimpin masyarakat tersebut.1

Dikatakan pula, bahwa hukum Islam itu adalah sebuah hukum yang sangat
menyeluruh, dalam arti hukum Islam dapat mencakup segala aspek kehidupan manusia.
Padahal, di satu sisi, hukum Islam terlihat secara lahirnya hanya dikaitkan dengan hukum
dogmanitas yang seolah-olah bersifat vertikal, bukan horizontal. Ternyata pandangan ini
salah. Karena terbukti hukum Islam secara langsung mengatur urusan duniawi manusia,
sama ada yang muslim maupun yang bukan muslim.

Maka dari sinilah perlunya sebuah disiplin ilmu di dalam hukum Islam yang dapat
mengatur konsep pemerintahan. Karena pemerintahan sangat diperlukan di dalam
mengatur kehidupan manusia. Disiplin ilmu tersebut adalah fiqh siyâsah.

B. Rumusan Masalah

1
. Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2000), 160.
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Pengertian fiqh siyâsah?

2. Apa saja Ruang lingkup yang terdapat pada fiqh siyâsah?

3. Bagaimana Kedudukan fiqh siyâsah di dalam hukum Islam?

4. Apa saja prinsif dasar politik dalam Islam ?

C. Tujuan

1. Untuk menjelaskan pengertian Fiqh Siyasah

2. Untuk menjelaskan ruang lingkup yang tetdapat pada Fiqh Siyasah

3. Untuk menjelaskan kedudukan Fiqh Siyasah dalam hukum Islam

4. Untuk menjelaskan prinsif dasar politik dalam Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh Siyâsah

Kata “fiqh siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “‫ ”الفقه السياسي‬berasal dari dua
kata yaitu kata fiqh (‫ )الفقه‬dan yang kedua adalah al-siyâsî (‫)السياسي‬.

Kata fiqh secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Alquran {‫قالوا يا‬
‫ول‬RR‫ا تق‬RR‫يرا مم‬RR‫ه كث‬RR‫ا نفق‬RR‫عيب م‬RR‫}ش‬2, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak
memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.3

Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqh berarti: {‫العلم باألحكام الشرعية العملية المكتسب من‬
‫ }أدلتها التفصيلية‬yaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali
dari dalil-dalilnya secara terperinci”.4

Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “‫ ”ساس – يسوس – سياسة‬yang memiliki
arti mengatur (‫دبّر‬/‫)أمر‬, seperti di dalam hadis: “‫كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم‬
‫”كما يفعل األمراء والوالة بالرعية‬, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi
mereka, yaitu nabi mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan
pemimpin pada rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “‫ساس زيد األمر أي يسوسه سياسة أي دبره‬
‫أمره‬RR‫ام ب‬RR‫ ”وق‬yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan
mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara
bahasa bermakna: “‫ ”القيام على الشيء بما يصلحه‬yang artinya “bertindak pada sesuatu dengan
apa yang patut untuknya”.5

Apabila digabungkan kedua kata fiqh dan al-siyâsî maka fiqh siyâsah yang juga dikenal
dengan nama siyâsah syar’iyyah secara istilah memiliki berbagai arti:

2
. Alquran, 11:91.

3
. Wahbah al-Zuhaylî, Ushûl al-Fiqh al-`Islâmî (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2001) vol. 1, 18.

4
. Ibid, 19.

5
. Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab (Beirut: Dâr Shâdir, t.t.), vol. 6, 108; Ahmad bin Muhammad al-Fayyûmî, al-Mishbah al-Munîr
(Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t.), 295.
1. Menurut Imam al-Bujairimî: “Memperbagus permasalahan rakyat dan mengatur
mereka dengan cara memerintah mereka untuk mereka dengan sebab ketaatan mereka
terhadap pemerintahan”.6

2. Menurut Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait: “Memperbagus


kehidupan manusia dengan menunjukkan pada mereka pada jalan yang dapat
menyelamatkan mereka pada waktu sekarang dan akan datang, serta mengatur
permsalahan mereka”.7

3. Menurut Imam Ibn ‘Âbidîn: “Kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukkannya


kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat. Siyâsah berasal
dari Nabi, baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir, maupun batin.
Segi lahir, siyâsah berasal dari para sultan (pemerintah), bukan lainnya. Sedangkan
secara batin, siyâsah berasal dari ulama sebagai pewaris Nabi bukan dari pemegang
kekuasaan”.8

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua unsur penting di dalam
Fiqh Siyâsah yang saling berhubungan secara timbal balik, yaitu: 1. Pihak yang
mengatur; 2. Pihak yang diatur. Melihat kedua unsur tersebut, menurut Prof. H. A.
Djazuli, Fiqh Siyâsah itu mirip dengan ilmu politik, yang mana dinukil dari Wirjono
Prodjodikoro bahwa:9

Dua unsur penting dalam bidang politik, yaitu negara yang perintahnya bersifat
eksklusif dan unsur masyarakat.10

Akan tetapi, jika dilihat dari segi fungsinya, fiqh siyâsah berbeda dengan politik.
Menurut Ali Syariati seperti yang dinukil Prof. H. A. Djazuli, bahwa fiqh siyâsah

6
. Sulaimân bin Muhammad al-Bujairimî, Hâsyiah al-Bujairimî ‘alâ al-Manhaj (Bulaq: Mushthafâ al-Babî al-Halâbî, t.t.), vol. 2,
178.

7
. Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait, Al-Mausû'ât al-Fiqhiyyah (Kuwait: Wuzârat al-Awqâf al-
Kuwaitiyyah, t.t.) vol. 25, 295.

8
. Ibn ‘Âbidîn, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1987), vol. 3, 147.

9
. H. A. Djazuli, Fiqh Siyâsah (Jakarta: Kencana, 2007), 28.

10
. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik (Bandung: Eresco, 1971), 6.
(siyâsah syar’iyyah) tidak hanya menjalankan fungsi pelayanan (khidmah), tetapi juga
pada saat yang sama menjalankan fungsi pengarahan (`ishlâh). Sebaliknya, politik
dalam arti yang murni hanya menjalankan fungsi pelayanan, bukan pengarahan. 11 Ini
juga dibuktikan dengan definisi politik di dalam Penguin Encyclopedia:

“Political Science: The academic discipline which describes and analyses the
operations of government, the state, and other political organizations, and any other
factors which influence their behaviour, such as economics. A major concern is to
establish how power is exercised, and by whom, in resolving conflict within
society.”12

Ternyata, memang di dalam definisi ilmu politik di sini, tidak disinggung sama sekali
tentang kemaslahatan untuk rakyat atau masyarakat secara umum.

Perbedaan tersebut tampak apabila disadari bahwa dalam menjalani politik di dalam

hukum Islam haruslah terkait oleh kemestian untuk senantiasa sesuai dengan syariat
Islam, atau sekurang-kurangnya sesuai dengan pokok-pokok syariah yang kullî.
Dengan demikian, rambu-rambu fiqh siyâsah adalah: 1. Dalil-dalil kullî, baik yang
tertuang di dalam Alquran maupun hadis Nabi Muhammad SAW; 2. Maqâshid al-
syarî’ah; 3. Kaidah-kaidah usul fiqh serta cabang-cabangnya.

Oleh karena itu, politik yang didasari adat istiadat atau doktrin selain Islam, yang
dikenal dengan siyâsah wadl’iyyah itu bukanlah fiqh siyâsah, hanya saja selagi
siyâsah wadl’iyyah itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam, maka ia tetap dapat
diterima.

B. Ruang Lingkup Fiqh Siyâsah

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup kajian
fiqh siyâsah. Ada yang membagi menjadi lima bidang. Ada yang membagi menjadi
empat bidang, dan lain-lain. Namun, perbedaan ini tidaklah terlalu prinsipil.
11
. Djazuli, Fiqh Siyâsah, 28.

12
. David Crystal, Penguin Encyclopedia (London: Penguin Books, 2004), 1219.
Menurut Imam al-Mâwardî, seperti yang dituangkan di dalam karangan fiqh siyâsah-nya
yaitu al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, maka dapat diambil kesimpulan ruang lingkup fiqh
siyâsah adalah sebagai berikut:

1. Siyâsah Dustûriyyah;

2. Siyâsah Mâliyyah;

3. Siyâsah Qadlâ`iyyah;

4. Siyâsah Harbiyyah;

5. Siyâsah `Idâriyyah.

Sedangakan menurut Imam Ibn Taimiyyah, di dalam kitabnya yang berjudul al-Siyâsah
al-Syar’iyyah, ruang lingkup fiqh siyâsah adalah sebagai berikut:

1. Siyâsah Qadlâ`iyyah;

2. Siyâsah `Idâriyyah;

3. Siyâsah Mâliyyah;

4. Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah.

Sementara Abd al-Wahhâb Khalâf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian
saja, yaitu:13

1. Siyâsah Qadlâ`iyyah;

2. Siyâsah Dauliyyah;

13
. ‘Alî bin Muhammad al-Mâwardî, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Alamiyyah,
2006), 4; Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 13.
3. Siyâsah Mâliyyah;

Salah satu dari ulama terkemuka di Indonesia, T. M. Hasbi, malah membagi ruang
lingkup fiqh siyâsah menjadi delapan bidang berserta penerangannya, yaitu:

1. Siyâsah Dustûriyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tentang peraturan perundang-


undangan);

2. Siyâsah Tasyrî’iyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tetang penetapan hukum);

3. Siyâsah Qadlâ`iyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan peradilan);

4. Siyâsah Mâliyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter);

5. Siyâsah `Idâriyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan administrasi negara);

6. Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan hubungan


luar negeri atau internasional);

7. Siyâsah Tanfîdziyyah Syar’iyyah (politik pelaksanaan undang-undang);

8. Siyâsah Harbiyyah Syar’iyyah (politik peperangan).

Dari sekian uraian tentang, ruang lingkup fiqh siyâsah dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian pokok. Pertama (1): politik perundang-undangan (Siyâsah Dustûriyyah). Bagian
ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum (Tasyrî’iyyah) oleh lembaga legislatif,
peradilan (Qadlâ`iyyah) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan
(`Idâriyyah) oleh birokrasi atau eksekutif.

Kedua (2): politik luar negeri (Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah). Bagian ini
mencakup hubungan keperdataan antara warganegara yang muslim dengan yang bukan
muslim yang bukan warga negara. Di bagian ini juga ada politik masalah peperangan
(Siyâsah Harbiyyah), yang mengatur etika berperang, dasar-dasar diizinkan berperang,
pengumuman perang, tawanan perang, dan genjatan senjata.
Ketiga (3): politik keuangan dan moneter (Siyâsah Mâliyyah), yang antara lain
membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara,
perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan.

C. Kedudukan Fiqh Siyâsah di dalam Sistematika Hukum Islam

Pra pembahasan kedudukan fiqh siyâsah di dalam hukum Islam, perlulah untuk diketahui
dulu sistematika hukum Islam secara umum. Dengan diketahui sistematika hukum Islam,
maka dapatlah difahami kedudukan fiqh siyâsah di dalam sistematika hukum Islam.

Menurut Dr. Wahbah al-Zuhaylî, salah satu dari keistimewaan hukum Islam
dibandingkan dengan hukum-hukum lainnya, adalah bahwa hukum Islam ini selalu
diperkaitkan/dihubungkan dengan tiga perkara penting bagi manusia. 1. Hubungan
manusia dengan Tuhannya; 2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri; 3. Hubungan
manusia dengan masyarakat sosialnya.

Ini dikarenakan hukum Islam diperuntukkan untuk dunia dan akhirat, agama dan negara.
Ia juga berkaitan kepada seluruh manusia secara keseluruhan, dan tidak ada kadarluarsa
sampai hari kiamat. Maka dari itu, hukum-hukum produk Islam, semuanya berkaitan
dengan akidah, ibadah, akhlak, muamalah, agar dapat melaksanakan sesuatu yang
wajib/harus dilakukan, serta tidak melupakan kewajiban mendekatkan diri kepada Allah;
juga untuk menghormati hak-hak insani untuk memiliki, merasa aman, bahagia, hidup
berkelanjutan bagi seluruh jagat alam raya.

Agar dapat memenuhi peruntukan tersebut, maka hukum Islam atau yang juga disebut
fiqh yang mana dalam hal ini berhubungan dengan apa yang keluar dari seorang mukalaf,
dari segi ucapan, pekerjaan, itu meliputi dua perkara pokok:

1. Fiqh ‘Ibâdah (Hukum Ibadat): hukum-hukum yang mengatur segala persoalan


yang berpautan dengan urusan akhirat. Bagian dari Fiqh ‘Ibâdah adalah bersuci,
solat, puasa, haji, zakat, nazar, sumpah, dan sebagainya dari perkara-perkara
yang bertujuan mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Malah
Alquran membicarakan masalah ini melebihi 140 ayat.
2. Fiqh Mu’âmalât (Hukum Muamalah): hukum-hukum yang mengatur hubungan
antara sesama manusia dalam masalah-masalah keduniaan secara umum.Bagian
dari ini adalah segala jenis akad, akibat, jinayah, ganti-rugi, dan lain-lain yang berhubungan
antara manusia dengan manusia yang lain, sama ada secara privat maupun publik.

Dari pembagian ini, maka Dr. Wahbah al-Zuhaylî pula membagi hukum muamalah kepada beberapa
hukum yang sifatnya berbeda. Ini dikarenakan fiqh mu’âmalât ini sangat luas. Pembagian tersebut
adalah:

1. Hukum yang berhubungan dengan keadaan manusia: seperti pernikahan, nafkah, warisan,
dan lain-lain yang berhubungan antara manusia dan keluarganya secara privat.

2. Hukum kebendaan: seperti segala jenis akad jual-beli, persewaan, perikatan, dan lain-lain
yang berhubungan dengan kepentingan hak kebendaan seseorang.

3. Hukum jinayah (pidana): seperti kriminal serta akibat darinya, dan lain-lain yang bertujuan
menjaga kedamaian manusia serta harta mereka.

4. Hukum acara perdata atau pidana: hukum yang bertujuan mengatur proses peradilan dalam
meletakkan sabit kesalahan yang sifatnya pidana maupun perdata dengan tujuan
menegakkan keadilan di kalangan manusia.

5. Hukum dustûriyyah: segala hukum yang mengatur konsep penetapan hukum dan
dasar-dasarnya. Dalam hukum ini, fiqh membahas bagaimana membatasi sebuah
hukum dengan subyek hukum.

6. Hukum pemerintahan (dauliyyah): hukum yang mengatur hubungan antara


pemerintahan Islam dengan lainnya di dalam kebijakan perdamaian, peperangan,
international affairs, dan lain-lain yang mengatur kebijakan pemerintah Islam
dalam pemerintahannya.

7. Hukum perekonomian dan keungan: hukum yang mengatur hak-hak warganegara


dan pemerintah dalam hal kebendaan, seperti pengaturan pajak negara, harta
rampasan perang, mata uang, pengaturan dana sosial perzakatan, sedekah, dan
lain-lain yang berkaitan dengan kebendaan antara warganegara dan pemerintah.
Akhlak dan adab: sebuah konsep dalam fiqh yang mengajarkan konsep tata pergaulan
yang baik. Ini dikarenakan fiqh adalah produk wahyu Tuhan, sehingga nilai-nilai moral
sangat diutamakan.

Secara kedudukan, fiqh siyâsah berada di dalam fiqh mu’âmalât. Ini apabila fiqh
mu’âmalât diartikan dengan arti luas. Akan tetapi, apabila fiqh mu’âmalât diartikan
secara sempit; maka fiqh siyâsah bukanlah fiqh mu’âmalât. Ini dikarenakan fiqh
mu’âmalât adalah fiqh yang mengatur hubungan manusia dengan kebendaan yang
sifatnya privat, bukan publik, walaupun kemungkinan ada campur tangan pemerintah.
Hanya saja pencampuran tersebut bukanlah secara esensial. Ini seperti apa yang diartikan
secara sempit, menurut Khudlarî Beik:

“Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.”

Maka dari itu, kalau dibandingkan antara definisi yang dimiliki fiqh siyâsah seperti yang
dijelaskan di bab sebelum ini, maka dapatlah dimasukkan fiqh siyâsah di dalam fiqh
mu’âmalât secara arti luas, bukan sempit.

Dari sistematika hukum Islam seluruhnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa fiqh
siyâsah memainkan peranan penting di dalam hukum Islam. Ini dikarenakan, fiqh
siyâsah-lah sebuah disiplin ilmu yang akan mengatur pemerintah dalam menjalankan
hukum Islam itu sendiri bagi masyarakatnya. Tanpa keberadaan pemerintah yang Islami
(dalam hal ini pemerintah yang menjalankan konsep fiqh siyâsah), maka sangat sulit
terjamin keberlakuan hukum Islam itu sendiri bagi masyarakat muslimnya. Imam al-
Ghazâlî juga secara tegas menjelaskan ini di dalam kitabnya yang berjudul al-`Iqtishâd fî
al-`I’tiqâd.

Buktinya, tanpa pemerintah yang minimal peduli dengan fiqh siyâsah, tidak mungkin
akan mengeluarkan salah satu produk hukum Islam sebagai hukum positif untuk
rakyatnya yang muslim. Indonesia misalnya, pada tahun 1974 telah berhasil melahirkan
undang-undang No. 1, tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur bahwa semua
penduduk asli Indonesia yang beragama Islam untuk mematuhi peraturan pernikahan
tersebut yang terbentuk dari dasar-dasar Islami. Tanpa ini, tentu konsep fiqh munâkahah
tidak dapat diaplikasikan secara positif di Indonesia.
Contoh lain sebagai bukti pentingnya fiqh siyâsah di dalam pemerintahan, adalah adanya
fiqh siyâsah itu lebih mementingkan kemaslahatan untuk rakyat umum, serta berusaha
menolak segala jenis kerusakan. Ini juga didasari oleh salah satu akar fiqh siyâsah, yaitu
kaidah fiqhiyyah. Kaidah yang terkenal adalah “‫الح‬RR‫د وجلب المص‬RR‫ع المفاس‬RR‫”دف‬. Selanjutnya,
batasan kemaslahatan tentunya dibatasi dengan kaidah “‫لحة‬RR‫ة على المص‬RR‫ة مقدم‬RR‫لحة العام‬RR‫المص‬
‫”الخاصة‬, yang dapat membatasi pemerintah daripada hanya mementingkan kursi
kekuasaan. Walau bagaimanapun, kebijakan pemerintah yang jelas-jelas untuk
kemaslahatan rakyat, harus ditaati. Maka dari itu terdapat kaedah “‫تصرف اإلمام على الرعية‬
‫”منوط بالمصلحة‬. Secara aplikasinya, kalau pengadilan tidak dapat menemukan wali bagi
orang yang dibunuh (‫)والي القاتل‬, maka pemerintah (jaksa) dapat menjadi wakil bagi
mangsa sebagai penuntut. Malah bagi jaksa boleh menuntut untuk diqishâsh kalau perlu,
atau mengambil diyyat kalau dianggap lebih maslahat. Akan tetapi, jaksa tidak boleh
memberi ampunan dari pemberlakuan qishâsh seperti yang dimiliki wali yang asli.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa fiqh siyâsah mempunyai kedudukan penting
dan posisi yang strategis dalam masyarakat Islam. Dalam memikirkan, merumuskan, dan
menetapkan kebijakan-kebijakan politik praktis yang berguna bagi kemaslahatan
masyarakat muslim khususnya, dan warga lain umumnya, pemerintah jelas memerlukan
fiqh siyâsah. Tanpa kebijakan politik pemerintah, sangat boleh jadi umat Islam akan sulit
mengembangkan potensi yang mereka miliki. Fiqh siyâsah juga dapat menjamin umat
Islam dari hal-hal yang bisa merugikan dirinya. Fiqh siyâsah dapat diibaratkan sebagai
akar sebuah pohon yang menopang batang, ranting, dahan, dan daun, sehingga
menghasilkan buah yang dapat dinikmati umat Islam.

D. Prinsip Dasar Politik dalam Islam

Prinsip dasarnya dan yg menjadi obyek pembahasan system politik dalam islam
diantaranya :

1. Fikih modern (siyasah dusturiyah)

Dengan kata lain yaitu hukum tata Negara yang membahas hubungan
pemimpin dengan rakyatnya serta institusi yang ada di Negara itu sesuai
dengan kebutuhanrakyat untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat
itu sendiri

2. Hukum internasional dalam islam (siyasah dauliyah).

diantaranya yaitu :

a. Kesatuan islam

Yang dimaksudkan disini adalah kesatuan seluruh umat islam di


dunia yang satu jiwa danberpegang teguh pada hukum islam yang sudah
tertuang dalam al-qur’an dan al-hadist.

b. Keadilan (al adalah)

Ini adalah menyangkut dengan keadilan social yang dijamin oleh


system social dan systemekomomi islam. Keadilan didalam bidang
sosioekonomi tidak mungkin terlaksana tanpawujudnya kuasa
politik yang melindungi dan mengembangkannya.Didalam
pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam
system politikislam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan
yang berlaku didalam kehidupan manusia, termasuk keadilan
diantara rakyat dan pemerintah, diantara dua pihak yang
bersengketa dihadapan pihak pengadilan, diantara pasangan
suami istri dan diantara ibubapak dan anaknya. Dikarenakan
kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim merupakan
diantara asas utama dalam system sosial islam, maka menjadi peranan
utama system politik islam untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai sosial yang
utama Karen a dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam
segaa aspeknya.

c. Persamaan
disini terdiri daripada persamaan dalam mendapat dan menuntut
hak persamaandalam memikul tanggung jawab menurut
peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan
dan persamaan berda di bawah taklukan kekuasaan undang-undang

d. Kehormatan manusia (karomah insaniyah)

e. Toleransi (al tasamuh)

f. Kerjasama

kemanusiaanYang dimaksudkan adalah kerjasama yang dilakukan


oleh antar umat seagama dan kerjasamaantar umat beragama

g. Kebebasan, kemerdekaan (al akhlak al karomah)

Kebebasan yang dipelihara oleh system politik islam ialah kebebasan


yang berterskan kepadama’ruf dan kebajikan.Menegakkan prinsip
kebebasan yang sebenarnya adalah diantara tujuan terpenting
bagisystem politik dan pemerintahan islam serta asas bagi undang-
undang perlembagaan Negaraislam.

h. Musyawarah

Asas musyawarah diantaranya :

1. Berkenaan dengan pemilihan ketua Negara dan orang-orang


yang akan menjawati tugas-tugas utama dalam pentadbiran
ummah.

2. Berkenaan dengan penentuan jalan dan cara


pelaksanaan undang-undang yang telahdimaktubkan di al-
qur’an dan as-sunnah

3. Berkenaan dengan jalan menentukan perkara baru yang


timbul di kalangan ummahmelalui proses ijtihad.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai
berikut:

Fiqh siyâsah adalah sebuah disiplin ilmu yang isinya adalah membahas hukum-hukum
pemerintahan dan konsep menjalankan pemerintahan yang berlandaskan syariat Islam
dengan tujuan memberi kemaslahatan bagi rakyatnya.

Ruang lingkup fiqh siyâsah secara keseluruhan dan secara umum, dapat dikelompokan
kepada tiga (3) kelompok: 1. Siyâsah dustûriyyah; 2. Siyâsah khârijiyyah; 3. Siyâsah
mâliyyah.

Kedudukan fiqh siyâsah di dalam sistematika hukum Islam adalah berada di bawah fiqh
mu’âmalat yang diartikan secara luas, sedangkan peranannya jelasnya adalah sangat
penting bagi masyarakat muslim, karena ia adalah kunci dapat dijalankannya hukum
Islam di dalam sebuah negara yang mayoritas rakyatnya adalah beragama muslim, selain
di satu sisi fiqh siyâsah sendiri sangat mementingkan kemaslahatan untuk rakyat dan
berusaha menghilangkan kemudaratan.

B. SARAN

Dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik
ALLAH, untuk itu kami selaku penulis mengharap saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSAKA

‘Âbidîn, Ibn. Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr. Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, 1987.

al-Bujairimî, Sulaimân bin Muhammad. Hâsyiah al-Bujairimî ‘alâ al-Manhaj. Bulaq: Mushthafâ
al-Babî al-Halâbî, t.t..

Crystal, David. Penguin Encyclopedia. London: Penguin Books, 2004.

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Djazuli, H. A.. Fiqh Siyâsah. Jakarta: Kencana, 2007.

al-Fayyûmî, Ahmad bin Muhammad. al-Mishbah al-Munîr. Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t..

al-Ghazâlî, Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad. al-`Iqtishâd fî al-`I’tiqâd. Jeddah: Dâr al-
Minhâj, 2008.

Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Manzhûr, Muhammad bin Mukram Ibn. Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr Shâdir, t.t..

al-Mâwardî, ‘Alî bin Muhammad. al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah. Beirut:


Dâr al-Kutub al-‘Alamiyyah, 2006.

al-Nadwî, ‘Alî `Ahmad. al-Qawâ`id al-Fiqhiyyah. Damascus: Dâr al-Qalam, 2007.

Anda mungkin juga menyukai