Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Jika siyasah syar’iyyah dipandang sebagai sebuah proses yang tidak pernah selesai.
maka, ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya. nyatanya, fakta
seperti itu telah, sedang dan akan berjalan dalam perjalanan sejarah umat islam. sejalan
dengan pandangan demikian, pemecahan atas berbagai masalah yang terkait dengan ihwal
siyasah syar’iyyah lebih bersifat konstektual, sehingga dengan demikian gejala siyasah
syar’iyyah, menampakkan diri dalam sosok yang beragam sesuai dengan perbedaan waktu
dan tempat.1
Siyasah di dalamnya juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lembaga, lembaga dengan lem baga, maupun negara dengan negara dengan
ketentuan syariat Islam. Mayoritas ulama sepakat mengenai ke-harusan menyelenggarakan
siyasah berdasarkan syara`. Siyasah atau pemerintahan sudah ada pada masa kepemimpinan
Rasulullah saw. Siyasah syar`iyyah dalam Islam yang berkenaan dengan pola hubungan antar
manusia yang menuntut terbagi menjadi tiga, yaitu siyasah dusturiyah, dauliyah, dan
maliyah.2
karna itu untuk mengetahui lebih mendalam lagi tentang pembelajaran fiqih siyasah
atau yang lebih dikenal sebagai ‘politik islam” maka kita harus mengetahui apa fiqih siyasah
itu sendiri, lalu bagaimana sejarahnya, objek kajian, metode pembelajaran, serta manfaat dari
belajar kajian fiqih siyasah. dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang objek kajian,
metode, dan manfaat serta kegunaan mempelajari ilmu fiqih siyasah agar masyarakat lebih
mampu memahami apa itu fiqih siyasah.

1 beni.sarbani. 2014. fiqih siyasah. Hal 5


2 Wahbah zuhaily. 1997. ”Ushul Fiqh”.kuliyat da’wah al Islami. Hal 13

1
2. Rumusan Masalah
a. Apa saja objek kajian dari fiqih siyasah ?
b. Bagaimana metode pembelajaran fiqih siyasah ?
c. Apa manfaat dari belajar kajian fiqih siyasah ?

3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui apa saja objek kajian dari fiqih siyasah
b. Untuk mengetahui apa saja metode-metode yang digunakan untuk pembelajaran fiqih
siyasah
c. Untuk mengetahui apa saja manfaat yang bisa dipelajari dari fiqih siyasah

2
PEMBAHASAN

1. Objek Kajian Fiqih Siyasah

Setiap ilmu mempunyai objek dan metode, maka kalau kita membicarakan suatu ilmu

haruslah mengetahui apa objeknya , luas lapangan pembicaraan, bahasan dan metodenya.

Fiqih siyasah adalah ilmu yang otonom sekalipun bagian dari ilmu fiqih. Selanjutnya, Hasbi

Ash Shiddieqy mengungkapkan bahwa bahasan ilmu fiqih mencakup individu, masyarakat

dan Negara, meliputi bidang-bidang ibadah, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kakayaan,

warisan, criminal, peradilan, acara pembuktian, kenegaraan dan hukum-hukum internasional,

seperti perang, damai dan traktat.3

Sedangkan pengertian siyasah secara istilah menurut Ibn `Aqil sebagai mana dikutip

Ibn al-Qayyim mendefinisikan: “Siyasah adalah segala perbuatan yang membawa manusia

lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan, sekalipun Rasulullah

tidak menetapkannya dan Allah Swt. tidak me-nentukannya .4

Dari beberapa pengertian di atas, baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat

diketahui bahwa objek kajian siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga

negara dengan warga negara, warg a negara dengan lembaga negara, lembaga negara dengan

lembaga negara, baik yang bersifat internal suatu negara atau yang bersifat eksternal suatu

negara dalam berbagai bidang.

Berkenaan dengan luasnya objek kajian fikihh siyasah, maka dalam tahap

perkembangannya, dikenal beberapa pembidangan fikih siyasah yang berkenaan dengan pola

hubung an antar manusia yang menuntut pengaturan siyasah, dalam hal ini siyasah dibedakan

menjadi tiga yaitu:

a. Siyasah Dusturiyyah adalah siyasah yang mengatur hubungan warga negara dengan

lembaga negara yang sattu dengan warga negara dan lembaga negara yang lain dalam

batas-batas administrasi suatu negara.

3 Djazuli, A. 2003. Fiqh Siyasah. Hal 11


4 Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn. Hal 54

3
b. Siyasah Dauliyyah ialah siyassah yang mengatur antara warga negara dengan lembaga

negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara

lain.

c. Siyasah Maliyyah ialah siyasah yang mengaturtentang pemasukan, pengelolaan, dan

pengeluaran uang milik negara.5

2. Siyasah Dusturiyah

Permasalahan di dal am siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu

pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan dalam masyarakatnya. Ruang lingkup

pembahasan siyasah dusturiyah itu sendiri dibatasi hanya dalam pembahasan tentang

pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi

persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia

serta memenuhi kebutuhanya.6

Kemudian ada sumber siyasah dusturiyah yang lain adalah Alquran yaitu ayat-ayat

yang membahas prinsip-prinsip kehidupan baik dibidang sosial kemasyarakatan; salah satu

hadis yang menyinggung masalah imamah dan kebijaksanaan Rasulullah dalam menerapkan

hukum-hukum didalam suatu negara, lalu ada pula kebijakan pemimpin setelah rasulullah

saw wafat dalam mengendalikan pemerintahan, Ijtihad dari ulama, serta adat kebiasaan suatu

bangsa yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Alquran dan hadis.

3. Siyasah Dauliyah

Siyasah dauliyah mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga negara dari
negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain. Oleh sebab itu,
perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat, orang yang tidak ikut berperang tidak
boleh diperlakukan sebagai musuh, segera menghentikan perang apabila salah satu pihak
cenderung kepada damai, memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.7

5 Hasbi Ash Shiddieqy, 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam. Hal 23
6 Djazuli, 2003. Fiqh Siyasah, hal. 47
7 Ibid, hal. 56

4
Subjek hukum dalam siyasah dauliyah adalah negara, setiap negara mempunyai
kewajiban. Kewajiban terpenting adalah menghormati hak-hak negara lain dan melaksanakan
perjanjian yang telah dibuat. Semua negara yang ada di dunia ini adalah bertetangga, karena
itu dalam hubungan antar negara diterapkan kewajiban menghormati negara sebagai tetangga
negara. Sedangkan mengenai perjanjian antar negara yang diistilahkan dengan al-ittifaq
(kesepakatan) terdapat syarat-syarat tertentu yang mengikat suatu perjanjian seperti yang
mengadakan perjanjian memiliki kewenangan, kerelaan dari kedua belah pihak, isi perjanjian
dan objeknya tidak dilarang oleh syariat Islam, penulisan perjanjian, menaati perjanjian.8

3. Siyasah Maliyah

Dalam buku al-Siyâsah, Ibnu Taimiyah banyak menyoroti tentang perekonomi an


negara yang secara gamblang membahas tentang sumber pemasukan dan pendistribusian
keuangan negara. Menurutnya, sumber keuangan negara terdiri dari zakat, ghanimah, dan
fai’. Sumber-sumber lainnya yang tidak termasuk kategori zakat dan ghanimah, dimasukkan
dalam istilah fai’. Sedangkan prinsip dalam pembel anjaan keuangan negara berpijak pada
skala prioritas menurut tingkat kemaslahatan yang paling tinggi bagi rakyat, yang alokasinya
diberikan dalam bentuk gaji, subsidi, pembangunan, dan lain-lain.9
Berbeda dengan pandangan Ibnu Taimiyah di atas, pandangan al-Mawardi relatif lebih
detil dan operasional. Pemaparan yang operasional terlihat dalam penjelasan al-Mawardi
bahwa seluruh kegiattan pemasukan dan pembelanjaan keuangan negara dilakukan dengan
sistem pengadministrasian (diwan) yang ketat dalam hubungannya deng an kedudukan baitul
mal. Menurutnya, adminitrasi negara terdiri dari empat bagian, yaitu bagian yang mengurusi
data diri tentara dan besa ran gajinya, bagian pencatatan wilayah-wilayah yang berada dalam
kekuasaan negara Islam, bagian pencatatan pegawai negara dan bagian pencatatan baitul
mal.10

8 Manshûr, Ali. 1997. Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûn al-Duwali al-`âm. Hal 37


9
tamamiyah, Ibnu.1988. Al-Siyâsah al-Syar`iyyah fi Ishlâh al-Râ`i wa al-Ra`iyyah. Hal 44
10
Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri al-Baghdadi al-, al-Ahkâm al-Sulthâniyah,

5
2. Metode Pembelajaran Fiqih Siyasah

Metode yang digunakan dalam fiqih siyasah tidak berbeda dengan metode yang
digunakan dalam mempelajari fiqih pada umunya yaitu metode usul fiqih dan metode kaidah
fiqih. Keduanya telah teruji keakuratannyad alam menyelesaikan berbagai masalah. Metode
usul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih memiliki banyak alternatif untuk dihadapkan dengan
masalah-masalah yang timbul. Metode tersebut adalah ijma, qiyas, istihsan, ‘uruf, maslahat
mursalat, istishab, yang dikenal dengan istilah mashadir al tasyri’ al islam fi ma la nashasha
fih (sumber penetapan hukum islam yang tidak berasal dari nash) dan kaidah-kaidah fiqih.
Metode ini memberikan kebebasan berfikir bagi penggunanya. Tapi ia harus merujuk kepada
dalil-dalil kulli (umum) yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah. Dalil-dalil umum
dijadikan sebagai alat kontrol terhadap ketetapan produk berpikir. 11

a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para mujahid dari umat Islam atas hukum syara’ (mengenai
suatu masalah) pada suatu masa sesudah Nabi Muhammad SAW wafat.Pengertian lain dari
Ijma’ sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, yaitu : “Kesepakatan seluruh
mujahid dari kalangan kaum muslimin dalam salah satu kurun dari kurun-kurun yang banyak
sesudah wafat Rasulullah SAW terhadap suatu peristiwa hukum syara.” Ijma’ dalam istilah
ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa
setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.12
Objek Ijma' ialah sernua peristiwa atau kejadian yang tidak ditemukan dasarnya
dalarn al-Qur'an dan Sunnah atau peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat
ghairu mahdah (ibadat yang tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT), bidang
mu'amalah, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan
duniawi tetapi tidak ada dasamya dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

11 Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan). Hal 77


12 Ibid., Hal 81

6
b. Qiyas
Qiyas secara etimologi berarti "ukuran", "mengetaui ukuran sesuatu",
"membandingkan" atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Adapun pengertian Qiyas
secara terminologis, menurut Hanafi, Qiyas ialah "mempersamakan hukum suatu perkara
yang belum ada ketentuan hukumnya dengan perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya
karena adanya segi-segi persamaan alam antara keduanya yang disebut illat."13
Dan menurut Abdul Wahaf Khallaf , Qiyas ialah "menyamakan suatu masalah yang
tidak terdapat ketentuan hukumnya dalam nash (al-Qur'an dan al-sunah) dengan masalah
yang telah ada persamaan illat hukumnya."14
Berdasarkan pengertian-pengertian qiyas yang disebutkan di atas, maka dapat
disimpulkan pengertian qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak ada dasar nashnya dalam al-Qur’an dan Sunnah dengan cara membandingkannya
kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan
nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian.

c. Istihsan
istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari ketetapan dalil khusus
kepada ketetapan dalil umum. Dengan kata lain, meninggalkan suatu dalil, beralih kepada
dalil yang lebih kuat, atau membandingkan satu dalil dengan dalil lain untuk menetapkan
hukum. Hal ini dilakukan untuk memilih yang lebih baik demi memenuhi tuntutan
kemaslahatan dan tujuan syariat.15
Metode istihsan dapat diterapkan untuk menyelesaikan, antara lain, masalah konflik
kepentingan antara dua pihak, yaitu kepentingan yang jangkauannya sempit dan kepentingan
yang skopnya luas. Contoh, pemelikan tanah oleh seseorang harus dilindungi, sementara
masyarakat menghendaki agar tanah itu dibebaskan dari pemiliknya untuk dijadikan bagi
kepentingan umum, seperti membangun jalan umum, atau sarana pendidikan, sarana
kesehatan, dan sebagainya.

13 Satria, Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh. Hal 55


14 Ibid, Hal 85
15 Ibid, Hal 99

7
c. Maslahah Mursalah
Kata mashlahah berarti kepentingan hidup manusia. Kata Mursalah sesuatu yang tidak
ada ketentuan nash syariat yang menguatkan atau membatalkanya. Maslahah mursalah yang
disebut juga istihlah secara terminologis menurut ulama-ulama usul, adalah maslahah yang
tidak ada ketetapannya dalam nash yang membenarkannya atau membatalkannya. Metode ini
adalah salah satu cara dalam menetapkan hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah
yang ketetapannya tidak sama sekali disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk
mengatur kemaslahatan hidup manusia. Prinsipnya menarik manfaat dan menghindarkan
kerusakan dalam upaya memelihara tujuan hukum yang lepas dari ketetapan dalil syara.
Maslahah Mursalah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum bila:
1) masalah itu bersifat esensil atas dasar penelitian, observasi dan melalui analisa dan
pembahasan yang mendalam, sehingga penetapan hukum terhadap masalah benar-benar
member manfaat dan menghindarkan mudharat,
2) Masalah itu bersifat umum bukan kepentinga perorangan, tapi bermanfaat untuk
orang banyak,
3) Masalah itu tidak bertentangan dengan nash dan terpenuhinya kepentingan hidup
manusia serta terhindar dari kesulitan.16

d. Istishab
Istishab menurut bahasa berarti ”mencari sesuatu yang ada hubungannya”. Menurut
istilah ulama fiqh, ialah tetap berpegang pada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau
kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Atau dengan kata lain, ialah
menyatakan tetapnya hukum pada masa lalu, sampai ada dalil yang mengubah ketetapan
hukum tersebut.
Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah
ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang belum
pernah ditetapkan hukumnya. Sedangkan menurut Asy Syatibi, istishab ialah segala ketetapan
yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa
sekarang.17
istishab adalah menjadikan ketetapan hukum yang ada tetap berlaku hingga ada
ketentuan dalil yang merubahnya. Artinya mengembalikan segala sesuatu kepada ketentuan
semula selama tidak ada dalil nash yang mengharamkannya atau melarangnya. Seperti

16 Alaiddin, Koto. 2004 . Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal 95


17 Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn. Hal 197

8
berbagai hukum jenis hewan, benda, tumbuh-tumbuhan, makanan, minuman dan amal
perbuatan yang tidak ada dalil syara yang menetapkan hukumnya, hukumnya adalah mubah
atau halal. Demikian juga pertukaran barang dan jasa yang sering terjadi dalam kehidupan
manusia. Jika tidak ada dalil syara yang melrangnya dan tidak ada bukti autentik tentang
terjadinya perjanjian tukar menukar barang dan jasa maka hukumnya mubah. Karena segala
ciptaan Allah dialam semesta seluruhnya untuk masnusia agar dapat diambil manfaat dan
hukumnya mubah.18

e. Urf
Kata ‘Urf berarti adat istiadat atau kebiasaan. ‘Urf adalah apa yang dikenal oleh
manusia dan menjadi tradisinya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, dan atau
meninggalkan sesuatu. Pengertian ini dinamakan juga adat. Para ulama juga tidak
membedakan antara ‘urf dan adat. Sebab definisi adat adalah apa yang telah dikenal oleh
manusia dan menjadi suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka baik berupa
perkataan maupun perbuatan.
Fiqih membagi ‘urf menjadi dua unsure yaitu ‘urf shahih (adat yang baik) dan ‘urf
fasid (adat yang merusak). ‘Urf shahih adalah apa yang telah dikenal oleh manusia dan tidak
bertentangan dengan dalil syara, tidak menghalalkan yang haram dan tidak pula membatalkan
yang wajib. Sedang ‘Urf fasid adalah apa yang telah dikenal oleh manusia, tetapi
bertentangan dengan syara’ atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.19

18 Alaiddin, Koto. 2004 . Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Hal 102
19 Ibid,. Hal 119

9
Wajib bagi hakim dari fuqoha’ mengetahui hukum-hukum yang bersifat menyeluruh,
dan faham kejadian-kejadian dari keadaan manusia, dapat membedakan kebenaran dan
kebohongan, kemudian menyesuikan ini dengan ini, dan memberikan hukum wajib, dan tidak
menjadikan wajib bertentangan dengan keadaan, dalam hal ini seorang mufti yang berfatwa
dengan urf wajib mengetahui zaman dan keadaan, mengetahui apakah urf khusus atau umum
apakah bertentangan dengan nash atau tidak dan wajib untuk pergi keguru yang pintar dan
tidak cukup seorang diri untuk menjaga masalah dan dalil-dalil.Urf Ini adalah asal (dasar)
pengambilan ulama’ Hanafi dan ulama’ Maliki dalam bab selain bab nash, dan urf adalah
apa yang biasa dilakukan oleh manusia dalam muammalah dan menjalankan hal tersebut.
Dan ini adalah dasar dari dasar-dasar ushul fiqh, diambil dari hadist nabi yang artinya: apa
yang dinggap baik oleh seseorang maka Allah akan menganggap baik hal tersebut. dan Allah
telah bersabda: Allah tidak menjadikan agama itu kesulitan.dari itu berkatalah ulama’ dari
madzhab Hanafi dan Maliki sesungguhnya tetapnya dengan urf shohih tanpa rusak seperti
tetapnya dalil syara’.20

3. Manfaat Belajar Fiqih Siyasah


Sesuai dengan perspektif fiqh siyasah seoarang faqih diharapakan mampu
memeberikan responden menunjukan jalan keluar dari setiapa perubahan yang terjadi dalam
masyarakat yang diakibatkann oleh kemajuan ilmu dan teknologi tanpa harus kehilangan
identitasnya.
Selain itu seorang faqih yang mendalami fiqh siyasah tidak akan bingung dalam
menghadapi perbedaan pendapat ulama. Ia dapat mentarjih pendapat ulama tersebut. Selain
itu membantu memahami hadis-hadis yang memiliki kaidah yang bersifat global dan
universal, serta hadis yang mempunyai kaidah kondisional dan situasional setempat

20 Romli,SA. 1999. Muqaranah Mazahib Fil Usul.hal 157

10
PENUTUP

Kesimpulan

Dari beberapa uraian diatas dapat kita simpulkan pengertian fiqh siyasah adalah ilmu

tata negara Islam yang secara spesifik membahas tentang seluk-beluk pengaturan kepentingan

umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan hukum,

peraturan, dan kebijakan oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan

ajaran Islam, guna mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarkannya dari

berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara yang dijalaninya.

Ruang lingkup fiqh siyasah ada tiga yaitu:

1. Politik perundang-undangan (siyasah dusturiyyah).

2. Politik luar negeri (siyasah dauliyyah).

3. Politik keuangan dan moneter (siyasah maliyyah).

Metode kajian fiqh siyasah yaitu meliputi:

1 Al-Qiyas

2 Al-Mashalahah al-Mursalah.

3 ijma'

4. maslahah mursalah

5. urf

6. ishtishab

Ada beberapa manfaat mepelajari ilmu fiqh siyasah ini antara lain yaitu seorang yang

menguasai fiqh siyasah mampu hidup sesuai dengan kehendak syariah, sekalipun tanpa

undang-undang buatab manusia. Selain itu juga dapat memahami sitem politik islami yang

tentunya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, beni sarbani. 2014. fiqih siyasah : terminologi dan sejarah politik islam. bandung :

cv pustaka setia

Alaiddin, Koto. 2004 . Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hal

95

Djazuli, A. 2003. Fiqh Siyasah. Jakarta: Prenada Media.

Hasbi Ash Shiddieqy. 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam. Jakarta:

Matahari Masa.

Ibnu Qayyimal-Jauziyah. 1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-` lamîn Beirut: Dâr al-Jayl.

Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan) . Jakarta . Rineka Cipta

Manshûr, Ali. 1997. Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûn al-Duwali al-`âm . al-Qâhirah:

Majlis al-A`la li al-Syu’ûn al-Islâmiyah.

Mawardi, Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Habî b al-Bashri. al-

Baghdadi al-, al-Ahkâm al-Sulthâniyah, Mesir: Musthafâ al-Babiy al-

Halabiy._____________________

Romli,SA. 1999. Muqaranah Mazahib Fil Usul. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Satria, Efendi, M.Zain. 2005. Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media.

Wahbah zuhaily. 1997. ”Ushul Fiqh”.kuliyat da’wah al Islami . Jakarta : Radar Jaya

Pratama.

12

Anda mungkin juga menyukai