Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Wilayah kekuasaan Abbbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat

luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Persia, Turki

dan India. Penyebab mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya

kekacauan atau perebutankekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa

Persia dan Turki.

Dalam peradapan umat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah

peradapan Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam

yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang

diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang ekonomi, politil, dan ilmu pengetahuan.

Hal ini perlu diketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa

peradapan ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui

kesuksesan Negara-negara eropa. Dengan mengetahui bahwa dahulu peradapan umat

Islam itu diakui oleh seluru dunia, maka akan memotivasi sekaligus menjadi ilmu

pengetahuan tentang sejarah peradapan umat Islam bahkan untuk mengulangi masa

keemasan tersebut.

Daerah-daerah kecil dinasti Abbasiyah, banyak yang melepaskan dan memerdekakan

diri dari pemerintahan. Setelah memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah, kebanyak

dari mereka membangun dan menjadikan wilayah tersebut menjadi dinasti-dinasti kecil

yang berdiri secara independen dan berusaha untuk meluaskan wilayah kekuasaan dengan

menaklukkan daerah-daerah sekitarnya. Mereka melepaskan diri dengan cara, pertama,

seoranmg pemimpin lokal suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan

1
penuh, seperti dinasti Idrisiyah, kedua seorang yang ditunjuk oleh khalifah dan

kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti dinasti Thahiriyah dan lain sebagainya.

2. Rumusan Masalah
1. Dinasti apa saja yang berdiri di bagian timur Bagdad dan bagaimana sejarahnya ?

2. Dinasti apa saja yang berdiri di bagian barat Bagdad dan bagaimana sejarahnya ?

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui sejarah Dinasti-dinasti yang berdiri di bagian timur Bagdad.

2. Untuk Mengetahui sejarah Dinasti-dinasti yang berdiri di bagian barat Bagdad.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti-dinasti Kecil di Timur Bagdad

1. Dinasti Thahiriyah (200-259 H./820-872 M.)

Dianasti ini didirikan oleh thahir ibn Husain (150-207 H.)1, seorang yang berasal dari

Persia1, terlahir di desa musanj dekat marw. Ia diangkat sebagai panglima tentara pada

masa pemerintahan pada masa khalifah Al-Makmun dalam menumbangkan khalifah Al-

Amin dan memadamkan pemberontakan kaum Alwiyin di khurasan. Pada mulanya, Al-

Makmun memberikan kesempatan kepada Thahir untuk memegang jabatan gubenur di

mesir pada tahun 205 H., kemudian dipercaya pula untuk mengendalikan wilayah timur.

Thahir ibn Husain yang memerintah pada tahun 205-207 H., menjadikan kota marw

sebagai tempat kedudukan gubenur2. Setelah ia wafat jabatan gubenur dilimpahkan oleh

khalifah kepada anaknya, yaitu Thalhah Ibn Thahir yang memerintah selama 6 tahun, yaitu

sejak 207-213 H.

Setelah Thalhah kekuasaan berpindah ke tangan penerusnya, yaitu Abdullah Ibn

Thahih dan merupakan pemegang jabatan gubenur khurasan terlama (213-248). Selama

memegang pemerintahan setingkat gubenur, dinasti Thahiri mempertahankan hubungan

baik dan setia kepada pemerintahan Abbasiyah di bagdad. Bahkan daerah Mesir pun pada

tahun 210 H. yang pada waktu itu sempat menimbulkan gejolak. Karena hubungan dekat

dan kepercayaan yang diberikan Al-Ma’mun cukup besar, wilayah kekuasaan Abdullah

diperluas sampai ke daerah Suriah dan Jazirah3.

1 Lihat enclopedi of Islam, hlm.610-614.


2 Ibn Al-Atsir Al-Kamil At-Tarikh, hlm. 17. Beirut: Dar Ash-ShaderDar Al-Beirut, 1965, hlm.134
3 Al-Thabari. Tarikh Al-Umam wal Al-Mulk VII Beirut: Dar Al-Fikr hlm. 227.278
4 Ibid. hlm. 239
5 Hasan Ahmad Mahmud dan Ahmad Ibrahim Syarif, op. cit. hlm. 445

3
Pada tahun 213 H., wilayah kekuasaan Abdullah Ibn Thahir dikurangi dan Al-

Makmun menyerahkan Suriah, Mesir, dan Jazirah kepada saudaranya sendiri, Yaitu Ishak

Ibn Harun Ar-Rasyid4.

Hal ini dilakukan Al-Makmun setelah ia menguji kesetiaan Abdullah Ibn Thahir, yang

diketahui ternyata cenderung memihak kepad keturunan Ali Ibn Abi Thalib5.sesudah

Abdullah Ibn-Thahir, jabatan gubenur Khurasan dipegang oleh saudaranya, yaitu

Muhammad Ibn Thahir (248-259 H

Ia merupakan gubenur terakhir dari keluarga Thahiri. Kemudian, daerah Khurasan diambil

alih oleh keluarga safari melalui perjuangn bersenjata. Keluarga safari merupakan saingan

keluarga Tahiri di Sijistan.6

walaupun beberapa kekuasaan atas wilayah-wilayah mereka dikurangi oleh khalifah,

mereka terus memperluas wilayahnyadengan cara mempertahankan hubungan baik dengan

khalifah Abbasiyah dan saling membantu dalam menjalankan kakuasaan Abbasiyah. Jhal

ini terbukti ketika Al-Mu’tashim harus memerangi pemberontakan Al-Maziyar Ibn Qarun

dari Tabarristan. Abdullah Ibn Thahir turun tangan menyelesaikan dan menghancurkan Al-

Maziyah.7

Akan tetapi ketika Dinasti Thahiri di Khurusan mendekati kemunduran, tanpaknya

keluarga Abbasiyah menunjukkan perubahan sikap. Mereka mengalihkan perhatiannya

kepada keluarga Saffari yang mulai mengerogoti dan mulai melancarkan gerakan untuk

menguasai Khurasan.8

Dalam keadaan mulai melamah, keluarga dan pangikut Alawiyin di Tabaristan

menggunakan kesempatan untuk memunculkan gerakan mereka. Bersamaan dengan

gerakan Saffari yang terus mendesak kekuasaan thabbari dari arah selatan, pada tahun 259

H., jatuh dan berakhirlah Dinasti Thahiri.

4
Para ahli sejarah mengakui bahwa pada zaman Thahiri, dinasi ini telah memberikan

sumbangan dalm memajukan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan islam. Kota

Naisabur berhasil bangkit menjadi salah satu pusat perkembangan ilmu dan kebudayaan di

timur. Pada masa itu, Negeri Khurasan dalam kadaan makmur dalam pertumbuhan

ekonomi yang baik(9) sehingga dapat mendukung kegiatan ilmu dan kebudayaan pada

umumnya. Keadaan ini merupakan suasana yang menguntungkan bagi perkembangan

seterusnya.2

Kemudian, dinasti thahiri dapat diandalkan oleh Khalifah Abbasiyah untuk menjaga

ketenteraman dan kemajuan dunia islam. Mereka berhasil menguasai dan mengamankan

wilayah sampai ke Turki yang para sultannya telah menyatakan kesetiaan dan ketaatan

sebagai umat islam yang tunduk di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah.10

Dengan demikian, meskipun kekuasaan Thahiri dapat direbut oleh Keluarga Saffari,

selama kekuasaannya, mereka telah menyumbangkan sejumlah perluasan wilayah

kekuasaan dunia islam ke bagian timur.11

2. Dinasti Saffariyah (867-903 M)

Philip K. Hitti mengatakan bahawa Dinasti Saffariah didirikan oleh Ya’kub Ibn Al-

Laits. Dinasti ini lebih singkat jika dibandingkan dengan dinasti Thahiriyah. Dinasti ini

hanya bertahan 21 tahun. Ia berasal dari perajin tembaga dan semenjak kecil bekerjs di

perusahaan tuanya. Keluarga ini berasal dari sijistan.12 Selain dalam bidang ini ia juga

dikenal gemar merampok, tetapi dermawaan terhadap fakir miskin.13

Menurut Boswort, sekalipun singkat kelompok Saffariyah ini memiliki kekuasaan

yang cukup luas dan megah(14) Ya’kub mendapat simpati dari pemerintah sijistan pada

waktu itu karena dinilai memiliki kesopanan dan keberanian. Oleh karena itu ya’kub di

6 Muhammad Ali Haidir. Ad-Dawailiyah Al-Masyriq. Al-Qahirah: Alam Al-Kutub, 1972, hlm. 17
7 Al-Thabari,op. cit. hlm. 336. Lihat pula Mahmud & Syarif, op. cit. hlm. 456
8 HAsan Ahmad Mahmud & Ahmad Ibrahim Syarif, op. cit. hlm 456
9 Ibnu Al-Atsir, op. cit. hlm. 457

5
tunjuk untuk memimpin pasukan untuk memerangi pembangkang daulah Abbasiyah di

bagian timur khususnya di Sijistan. Ketika Ya’kub menjadi panglima perang, ia berhasil

mengalahkan pembangkang dalam waktu relative singkat. Akhirnya ia berjalan sendiri

tanpa menghirauakan perintah Bagdad setelah ia menjabat “Amir di Khurusan.

Selanjutnya, menguasai kota Harat dan Busang. Setelah berhasil mengusir tentara

Thahiriyah, akhirnya ia menjadi pemimpin di daerah itu.153

Ya’kub juga menaklukkan sisa-sisa kekuasaan yang pernah dikuasai oleh Thahiriyah

yang masih setia di Khurusan sehingga kekuasaan semakin luas dan mantap.16

Ya’kub sangat berambisi menduduki kekuasaannya dan gerakannya yang membabi

buta. Hal ini sebenarnya sudah diperingatkan oleh khalifah di Bagdad pada waktu itu,

namun ia tidak memperdulikan lagi apa yang dilarang oleh pemerintah pusat. Ia

menentangnya dan melanjutkan gerakannya sampai Persia, Irak, Ahwaz. Karena faktor

inilah Boswort menyebutkan bahwa dinasti Shaffariah ini luas.

Saffariah juga dikenal sebagai dinasti yang di pimpin oleh rakyat jelata dan prilaku

mereka seperti bandit yang menjadi elemen-elemen mereka juaga tokoh-tokoh radikal.

Kerasnya sikap Ya’kub dan penentangnnya yang keras terghadap intruksi khalifah,

serta ditunjukkannya kekuasaan yang baru dan didududki oleh Ya’kup dengan bala tentara

yang cukup kuat, menunjukkan khalifah Abbas di bagdad sudah menunjukkan kelemahan.

Dengan kelemahannya ini Bagdad yang waktu itu dipimpin oleh Al-Mu’tamad telah

menyerahlkan sebagian kekuasaannya kepada Ya’kub. Diantar daerah-daerah yang

diberikan Khalifah pada waktu itu adalah Khurasan. Tibrasan, jurjan dan Ar-Ra.17

10 Mahmud & Syarif., op. cit., hlm. 257


11 Philip K. Hitti, op. cit., hlm 463
12 Ibid., hlm. 463
13 Ibid.
14 Boswort. Dynasties. 1986, hlm. 130
15 Ibn Al-Atsir, op. cit. hlm. 116

6
Ya’kub menjadi pemimpin dinasti kurang lebih 11 tahun. Setelah ia meninggal pada

tahun 878, kepemimpinannya diserahkan kepada saudara-saudara nya Amr Ibn A-Laits.

Sikap amr ini tidak keras, seperti saudaranya, Ya’kub bahkan sebelum diangkat ia

menggantikan Ya’kub, ia telah mengirimkan surat kepada pemerintahan Bagdad yang

intinya akan mengikuti semua petunjuk yang diberikan oleh Bagdad pada daerahnya.

Dengan demikian, pengangkatan amr pun mendapat sokongan dari Bagdad.18 4

Sekalipun demikian, tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa surat itu

dimaksudkan sebagai tujuan politik agar Bagdad mendukungnya. Fakta yang ada adalah

Amr akan menaati seluruh Bagdad. Kenyataan ini didukung oleh fakta bahwa setelah ia

menggantikan kakaknya, hubungan Bagdad dengan Saffariah semakin baik. Namun, ada

analisis yang menyebutkan, Bagdad melunak terhadap Amr dengan tujuan lebih

menenangkan suasana, dan stabilitas politik, karena jika Al-Mu’tamad tidak

mendukungnya di khawatirkan kelompok Amr ini akan menambah masalah. Sekalipun

demikian, kekuasaan Amr ini dielimenasi sehingga, luas wilayahnya tidak seluas seperti

yang dikuasai oleh Ya’kub. Diantara wilayah yang dicabut khalifah adalah daerah

khurasan, dan diberikannya kepada Mahmud Bin Thahir.

Pada saat khalifah Bagdad dipegang oleh Al-Mu’tadid, Bagdad tetap mengakui

kekuasaan Amr, sekalipun mendapat perlawanan dari kalangan istana. Pembesar istana

menahan Amr, kemudian memberikan kekuasaan cucunya, Thahir Ibn Muhammad Ibn

Amr, kekusaan diberikan kepada saudaranya Al-Laits, tetapi khalifah ini berhadapan

dengan As-Sabakri, yaitu pembantu Amr Ibn Al-Laits. Pada saat inilah terjadi perebutan

kekuasaan dan berakhirlah riwayat Dinasti Saffariah.

16 Broswort, op. cit., hlm. 146


17 Haswan Ibrahim Hasan. Thariq Al-Islam, Juz III. An-Nahdhah Al-Miwriyah, 1965, hlm. 65
18 ibid
19 Browkelmann. History of the Islamic People.London: Rotletge And Kegan Paul, 1980, hlm. 165
20 Philip K. Hitti, Ibid., hlm. 462

7
3. Dinasti Samaniyah (875-1004)

Berdirinya dinasti ini bermula dari pengangkatan empat orang cucu saman oleh

Khalifah Al-Ma’mun menjadi gubenur di daerah Samarkand, Pirghana, Shash, dan Harat
19)
yang ada dibawah pemerintahan Thahiriah pada waktu itu. Akan tetapi ternyata, selain

mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada mereka,

keempat cucu tersebut mendapat simpati warga Persia, iran. Awalnya simpati mereka

hanya di kota-kota kekuasaannya kemudin menyebar ke seluruh negeri iran, termasuk

Sijistan, Karman, Jurjan, Ar-Ray, dan Tabanistan, ditambah lagi daerah Transoxiana,

ditambah lagi daerah Troxsania di Khurasan20). 5

Berdirinya dinasti Samaniyah ini dorong pula oleh kecenderungan masyarakat Iran

pada waktu itu yang ingin memerdekakan diri terlepas dari Bagdad. Oleh karena itu,

tegaknya Dinasti Samaniyah ini bisa jadi merupakan manisfestasi dari hasrat masyarakat

Iran pada waktu itu. Adapun pelopor yang pertama kali mempromosikan Dinasti

samaniyah ini, sebagaimana penjelasan Philip K. Hitti adalah Nasr Ibn

Ahmad (874 M.), cucu tertua dari keturunan Samaniyah, Bangsawan Balk

Zoroasterian dan dicetuskan di Transoxiana21).

Dinasti Samaniyah ini berhasil menjalin hubungan dengan baik, sehingga berbagai

kemajuan pada dinasti ini cukup mambanggakan, baik dari bidang ilmu pengetahuan,

filsafat, juga politik. Pelopor yang yang sangat berpengaruh dalam filsafat dan ilmu

pengetahuan pada dinsti ini, yaitu Ibn Sina, yang pada waktu itu pernah menjadi menteri.

Dinsti ini juga mampu meningkatkan taraf

hidup dan perekonomian masyarakat. Hal ini diakibatkan adanya hubungan yang baik

antara kepala-kepala daerah dan pemerintah pusat, yaitu Dinasti Bani Abbas.

19 Browkelmann. History of the Islamic People.London: Rotletge And Kegan Paul, 1980, hlm. 165
20 Philip K. Hitti, Ibid., hlm. 462
21 Ibid.

8
Setelah mencapai puncak kegemilangannya bagi bangsa persi (Iran), semanagt fanatik

kesukuan pun cukup tinggi pad dinsti ini. Oleh karena itru banyak imigran Turki yang

menduduki posisi di pemerintahan, dengan serta merta, para imigran Turki tersebut

dicopot karena faktor kesukuan. Akibat ulahnya ini, Dinasti samaniyah mengalami

kehancuran, karena mendapat penyerangan bangsa Turki. Dengan keruntuhannya ini,

tumbuh dinasti baru, yaitu Dinasti Al-Ghaznawi yang terletak di India dan Turki22

Dinasti Samaniyah juga terlah berhasil menciptakan kota Bukhara sebagai kota

budaya dan kota ilmu pengetahuan yang terkenal di seluruh dunia, karena selain Ibn Sina,

muncul juga para pujangga dan ilmuawan yang terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar

Kayam, Al-Biruni, dan zakariya, Ar-Razi23.6

Selain kota Bukhara, Samaniyah juga berhasil membangun Samarkand, hingga

mampu menandingi kota kota-kota lainnya di dunia islam pada waktu itu. Kota, selain

berpungsi sebagai kota ilmu pengetahuan dan budaya, juga telah menjadi kota

perdagangan. Samaniyah telah lenyap, namun perjuangan dan pengorbanannya dalam

mengembangan islam senantiasa diingat oleh umat islam.

4. Dinasti Gazhnawi

Abd Malik Ibnu Nuh (Khalifah dari dinasti Samani) mengangkat Alptigin untuk

menjadi pengawal kerajaan24. Karena kesetiaannya yang baik, ia diangkat menjadi

pengawal komandan pengawal kerajaan; dan akhirnya diangkat menjadi gubenur (amir)

Khurasan. Alptigin hanya setia kepada Abd al-Malik Ibn Nuh. Ketika Malik Ibn Nuh

wafat, ia tidak mentaati khalifah dinasti Samani yang baru, yaitu Manshur Ibn Nuh

(pengganti Abd Al-Malik Ibn Nuh). Pada tahun 963 M, Alptigin wafat dan digantikan

oleh putranya, Ishak. Akan tetapi kekuasaannya kemudian direbut oleh Balk Ktigin; dan

Balk Ktigin digantiakn oleh Firri; Firri kemudian diserang oleh Subuktigin dan ia

22 Hasan Ahmad Mahmud, op. cit., hlm. 334


23 Ibid.,
hlm. 463
24 D.S. Margoliouth, op. cit., hlm. 242

9
berhasik menguasai Gazna pada tahun 977 M. subuk tigin dianggap sebagai pendiri

dinasti Gaznawi yang sebenarnya. Akan tetapi, Subuktigin masih tunduk kepada Dinasti

Samani, yaitu Nuh Ibn Manshur.25

a. perluasan wilayah

dalam rangka memperkuat Dinasti Gaznawi, Subuktigin melakukan penaklukan

diwilayah sekitarnya. Daerah-daerah yang ditaklukan oleh Subuktigin adalah Punjab

(india),dan Kabul (afganistan). Pada tahun 997, Subuktigin Wafat. Ia digantikan oleh

anaknya, Isma’il. Akan tetapi, kepemimpinan Isma’il dikudeta oleh saudaranya,

Mahmud. Mahmud mulai memakai gelar sultan (sebelum bergelar amir) dan

menyatakan diri tunduk kepada khalifah Abbasiyah (Al-Qadir Billah). Antara tahun

!001 hingga 1024 M, Mahmud Al-Gaznawi juga melakukan perluasan wilayah

dengan menaklukan Lahore, Multan, dan sebagian daerah Sind; setelah itu, ia pun

menaklukan Gujarat (1025 M.), Khawarizmi, Georgia, dan Rayy (1026 M). akhirnya,

kekuasaan dinasti Gaznawi meliputi IndiaUtara, Irak, Persia, Khurusan, Turkistan,

sebagian Transoxiana, Sijistan, tepi sungai Gangga, dan Punjab (sekarang Pakistan).

b. Kemajuan ilmu pengetahuan

Pada zaman kejayaan al-Gaznawi, muncul sejumlah ulama’ yang memiliki karya

besar. Diantara mereka adalah:

1. Al-Firdausi. Karyanya yang terbesar adalah shah-Nama (kitab sya’ir terdiri

atas 60.000 bait).

2. Al-Biruni. Ia adalah ahli matematika, astronomi, ilmu alam,dan sejarah. Ia

adalah seorang ilmuan yang mendapat perlindungan dari Mahmud Al-

Gaznawi. Diantara karyanya adalah al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hay ‘at wa al-

Nujum, dan al-Tafhim li Awa’il Sin’at al-Tanjim.7

25 Jamal al-Din Surur, op. cit., hlm. 89-90

10
Mahmud al-Gaznawi merupakan khalifah terbaik Dinasti Gaznawi. Pada tahun 1030

M, Mahmud al-Gaznawi wafat dan digantikan oleh putranya, Muhammad.

Salah satu wilayah samaniyah, sebelah selatan oxus, perlahan-lahan di caplok oleh

Dinasti Ghaznawi, yang berkuasa di bawah pimpinan salah satu budak Turki.

Kebangkitan Dinasti Ghaznawi mempresentasikan kemenangan pertama Turki dalam

persaingan dengan Iran untuk mencapai kekuasaan dalam islam. Meski dengan demikian,

kekuasaan Ghaznawi sama sekali tidak berbeda dengan kekuasaan Samaniyyah atau

Saffariyah. Ghazawi tidak ditopang dengan angkatan bersenjata, maka semuanya segara

menemui kehancuran. wilayah-wilayah kekuasaan disebelah timur berangsur-angsur

memisahkan diri dan muncullah dinasti-dinasti muslim independen, di utara dan barat

seperti Dinasti Khan dari Thurkistan dan Saljuk dari Persia.

11
B. Dinasti-dinasti Kecil di Barat Bagdad

1. Dinasti Idrisiyah (789-926 M.)

Setelah Ali bin Abi Thalib terbunuh, keturunan Ali terus berjuang untuk memperoleh

kekuasaan. Diantaranya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Imam Husen Ibn Ali

di Madinah pada jaman Dinasti Umayah. Dalam perang tersebut (pemberontakan), husen

terbunuh di Karbala dan salah seorang keluarganya Idris Ibn Abd Allah melarikan diri ke

Mesir kemudian pindah ke Maroko. Di Maroko ia bergabung dengan Ishaq Ibn Abd al-

Hamid (kepala suku Awaraba). Kemudian Idris Ibn Abd Allah di bai’at oleh suku

Awaraba di Maroko sebagai peminpin, maka berdirilah Dinasti Idrisiyah di Maroko. 27

Dinasti Idrisiyah merupakan Dinasti pertama pada masa pemerintahan Abbasiyah

yang terpisah dari dunia Islam. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Khalifah Harun

Ar-Rasyid merasa terancam dengan hadirnya Dinasti Idrisiyah, kemudian ia mengirimkan

Sulaiman bin Jarir untuk menjadi mata-mata dan berpura-pura menentang daulah

Abbasiyah.

Bersamaan dengan hal itu, khalifah Harun Ar-Rasyid juga menyerahkan kawasan

Tunisia kepada Ibrahim bin Aghlab dengan segala hak-hak otonomnya dengan tujuan

untuk menahan bila Idrisiyah melakukan ekspansi ke negri Mesir dan Syam. Sebagai

ganti setianya, Ibrahim bin Aghlab menyerahkan pajak tahunan sebesar 40.000 dinar ke

Bagdad. Karena letak geografis antara wilayah Afrika Utara dan pusat pemerintahan di

Bagdad sangat jauh, daerah tersebut tidak mendapatkan kontrol yang efektif dari

pemerintahan pusat. Akhirnya dengan daerah Tunisia dan Aljajair sebagai wilayah
288
kekuasaannya, berdirilah Dinasti Aghlabiyah (800-909 M.) Dinasti ini didirikan oleh

salah satu seorang penganut Syi’ah yaitu Idris bin Abdullah pada tahun 172 H./789 M.

27 Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan ,hlm. 438


28 Lihat Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization (New Delhi: Kitab Bhavan, 1978), hlm. 240

12
Dinasti ini merupakan dinasti Syi’ah pertama yang tercatat dalam sejarah berusaha

memasukan Syi’ah ke daerah Maroko dalam bentuk yang sangat halus.

Muhammad bin Idris merupakan salah seorang keturunan Nabi Muhammad SAW,

yaitu cucu dari Hasan, putra Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, dia mempunyai

hubungan dengan garis imam-imam Syi’ah. Dia juga ikut ambil bagian dalam perlawanan

keturunan Ali di Hizaj terhadap Abbasiyah pada tahun 169/786 dan terpaksa pergi ke

Mesir, kemudian ke Afrika Utara, dimana prestise keturunan Ali membuat para tokoh

Barbar Zenata di Maroko Utara menerimanya sebagai peminpin mereka. Berkat

dukungan yang sangat kuat dari suku Barbar inilah, dinasti Idrisiyah lahir dan namanya

dinisbatkan dengan mengambil Fez sebagai pusat pemerintahan. 29

Paling tidak, ada dua alasan mengapa dinasti Idrisiyah muncul dan menjadi dinasti

yang kokoh dan kuat, yaitu karena ada dukungan yang sangat kuat dari barbar, dan letak

geografis yang sangat jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah yang berada di Bagdad

sehingga sulit untuk ditaklukan.

Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah dipinpin oleh Harun Ar-rasyid,

(menggantikan Al-Hadi), Harun Ar-rasyid merasa posisinya terancam dengan hadirnya

Dinasti Idrisiyah tersebut, maka Harun Ar-Rasyid merencanakan untuk mengirimkan

pasukannya dengan tujuan memeranginya. Namun, faktor geografis yang berjauhan,

menyebabkan batalnya pegiriman pasukan. Harun Ar-Rayid memakai alternatif yang lain,

yaitu dengan mengirim seorang mata-mata bernama Sulaiman bin Jarir yang berpura-pura

menentang Daulah Abbasiyah sehingga Sulaiman mampu membunuh Idris dengan

meracuninya. Taktik ini disarankan oleh Yahya Barmaki kepada Khalifah Harun Ar-

Rayid.309

29 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam. hlm. 275


30 Ibid.,

13
Terbunuhnya Idris tidak berarti kekuasaan Dinasti Idrisiyah menjadi tumbang karena

bangsa Barbar telah bersepakat untuk mengingkarkan kerajaan mereka sebagai kerajaan

yang merdeka dan independen. Dikabarkan pula bahwa Idris meninggalkan seorang

hamba yang sedang mengandung anaknya. Dan ketika seorang hamba tersebut

melahirkan, kaum Barbar memberikan nama bayi tersebut dengan nama Idris dan

mengikrarkannya sumpah setia kepadanya sebagaimana yang pernah diikrarkan kepada

bapaknya. Dan Idris inilah yang melanjutkan jejak bapaknya (Idris bin Abdullah) dan

disebut sebagai Idris II(31)

Idris I dan putranya Idris II telah berhasil mempersatukan suku-suku Barbar, imigran-

imigran yang berasal dari Spanyol dan Tripolitania dibawah satu kekuasaan satu politik,

mampu membangun kota Fez sebagai kota pusat perdagangan, kota suci, tempat tinggal

Shorfa (orang-orang terhormat keturunan Nabi dari Hasan dan Husain bin Ali bin Abi

Thalib), dan pada tahun 1959 dikita ini, telah didirikan sebuah masjid Fatimah dan

Universitas Qairawan yang terkenal.

Pada masa kekuasaan Muhammad bin Idris (826-836 M), dinasti Idrisiyah telah

membagi-bagi wilayahnya kepada delapan orang saudaranya, walaupun ia sendiri tetap

menguasai Fez dan memiliki semacam supremasi moral terhadap wilayah-wilayah

lainnya. Setelah ia memerintah selama masa yang cukup tenang, putranya yang bernama

Ali menggantikannya sebagai raja.

Pada masa Ali bin Muhammad (836-849 M.), terjadi konflik antar keluarga dengan

kasus yang klasik, yaitu terjadi penggulingan kekuasaan yang pada akhirnya kekuasaan

Ali pindah ketangan saudaranya sendiri, yaitu yahya bin Muhammad. 3210

Pada masa Yahya bin Muahammad, kota Fez banyak dikunjungi oleh imigran

Andalusia dan daerah Afrika lainnya. Kota ini berkembang begitu pesat, baik dari segi

31 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 158


32 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 159

14
pertumbuhan penduduk maupun pembangunan bangunan megah. Diantara gedung yang

dibangun pada masa itu ialah masjid Quirawan dan masjid Andalusia. Menurut versi lain

bahwa kota itu didirikan pula sebuah masjid yang diberi nama masjid Fatimah yang

merupakan benih dari masjid Qairawan yang terkenal pada tahun 859 M. Tepat pada

tahun 863M., Yahaya bin Muhammad meninggal dan kekuasaannya berpindah ketangan

putranya, yaitu Yahya II. 33

Pada pemerintahan Yahya II terjadi kemerosotan yang disebabkan oleh

ketidakmahiran Yahaya II dalam mengatur pemerintahan, sehingga terjadi pembagian

wilayah kekuasaan. Keluarga Umar bin Idris I tetap memerintah wilayahnya, sedangkan

Daud mendapat wilayah yang lebih luas kearah timur kota Fez. Keluarga Kasim

menerima sebaagian dari sebuah barat kota Fez bersama-sama dengan pemerintah

wilayah suku Luwata dan Kutama. Husain (paman Yahya II), menerima sebagian wilayah

selatan kota Fez sampai ke pegunungan Atlas. Disamping ketidakmampuan mengatur

pemerintahannya, Yahya juga pernah terlibat perbuatan yang tidak bermoral terhadap

kaum wanita. Sebagai akibatnya, ia harus melarikan diri karena diusir oleh penduduk Fez

dan mencari perlindungan di Andalusia sampai akhir hayatnya pada tahun 866 M. 34

Dalam suasana yang mengecewakan rakyat, seorang penduduk Fez yang bernama

Abdurrahman bin Abi Sahl Al-Judami mencoba menarik keuntungan dengan jalan

mengambil alih kekuasaan. Namun, istri Yahya (anak perempuan dari saudara

sepupunya), Ali bin Umar berhasil menguasai wilayah Kawariyyir (Qairawan) dan

memulihkan ketentraman dengan bantuan ayahnya. 3511

Pada masa Yahya III, pemerintahan yang semeraut diterbitkan kembali sehingga

menjadi tentram dan aman. Namun, setelah Yahya III memerintah dalam waktu yang

33 Ibid.,
34 W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis,terj. Hartono Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1990), hlm. 109.
35 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm . 160.

15
cukup lama, ia terpaksa harus menyerahkan kekuasaan kepada teman kerabatnya yang

diberi nama Yahya IV.

Yahya IV ini berhasil mempersatukan kembali wilayah-wilayah yang dikuasai oleh

kerabat-kerabat yang lainnaya, dan sejak itu Dinasti Idrisiyah terlibat dalam persaingan

antara dua kekuatan besar, yaitu Bani Umayah dari Spanyol dan Dinasti Bani Fatimiah

dari Mesir dalam memperebutkan supremasi dari Afika Utara. Sebagaimana diketahui

bahwa dinasti kedua tersebut mempunyai aliran berbeda, yang satu beraliran sunni dan

yang satu beraliran Syi’ah. Kedua aliran tersebut, secara hati-hati menghindari bentrokan,

sehingga Fez dan wilayah-wilayah Idrisiyah pada waktu itu menjadi daerah pertikaian

mereka. 36

Setelah masa Yahya IV, saat kota Fez dan wilayah-wilayah Idrisiyah menjadi

pertikaian, seorang cucu Idris II, yang bernama Al-Hajjam berhasil menguasai Fez dan

daerah sekitarnya. Akan tetapi, ia kemudian mendapatkan penghianatan dari seorang

peminpin setempat sehingga kekuasaannya hilang dan hidupnya berakhir pada tahun 926

M., sedangkan anak dan saudaranya mengundurkan diri ke daerah sebelah utara (suku

Barbar Gumara). Di sana, keluarga Idris dari kelompok Bani Muhammad mendirikan

benteng di atas bukit yang diberi nama Hajar An-Nashr. Di benteng tersebut, mereka

bertahan sampai lima puluh tahun sambil mengamat-amati kubu pertahanan Daulah

Umayah dan Daulah Fatimiah. 37 12

36 Tentang para penguasa Aghlabiyah lainnya, lihat Lane-poole, h. 37,Zambaur, hlm. 67-68.
37 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 161.

16
2. Dinasti Aghlabiyah (184 H-296 H / 800 M-908 M).

Dinasti Aghlabiyah merupakan sebuah dinasti yang pusat pemerintahannya berada di

Qairawan, Tunisia. Nama dinasti ini dinisbatkan dari nama Ibrahim ibn al-Aghlab,

seorang Khurasan yang menjadi perwira dalam barisan tentara Abbasiyah pada masa

pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid.38 Pada masa pemerintahan khalifah Harun al-

Rasyid tersebut di daerah bagian barat Afrika Utara muncul dua kekuatan yang

mengancam stabilitas kekhalifahan Abbasiyah.Kekuatan tersebut adalah Dinasti Idrisiyah

yang beraliran Syiah dan kelompok Khawarij.

Dalam rangka mempertahankan pemerintahan Abbasiyah itulah kemudian Harun al-

Rasyid mengirimkan bala tentaranya ke Ifriqiyah (sekarang Tunisia) di bawah pimpinan

Ibrahim ibn al-Aghlab dan berhasil menumpas kelompok Khawarij.Dengan keberhasilan

yang dicapai itulah, Ibrahim mengusulkan kepada khalifah agar wilayah Ifriqiyah tersebut

dihadiahkan kepadanya dan keturunannya secara permanen. Usulan Ibrahim itu kemudian

disetujui khalifah dan secara resmi ia diangkat sebagai gubernur di Tunis pada tahun 800

M serta diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai imbalannya dia harus membayar

upeti tahunan sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di Baghdad.39

Dalam perjalanan selanjutnya, hubungan Ibrahim semakin baik dengan khalifah

Abbasiyah.Setelah satu tahun menjadi amir, khalifah kemudian memberikan hak otonomi

penuh kepada Ibrahim untuk mengatur wilayahnya dan menentukan kebijakan politiknya,

termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan sedikitpun dari khalifah

walaupun secara formal masih tetap mengakui kekhalifahan Baghdad.4013

38 Ibid.,
39 W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis,terj. Hartono Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1990), hlm. 109.
40 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam., hlm. 160.

17
Dengan demikian Ibrahim ibnu al-Aghlab membina wilayah ini dengan keturunannya,

yang kemudian dikenal dengan Dinasti Aghlabiyah.

Dinasti Aghlabiyah.di perintah oleh 11 khalifah, antara lain:38

1) IbrahimI (179 H/795 M)

2) Abdullah I (197 H/812 M)

3) Ziyaadatullah (210 H/817 M)

4) Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)

5) Muhammad I (226 H/841 M)

6) Ahmad (242 H/856 M)

7) Ziyaadatullah II (248 H/863 M)

8) Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)

9) Ibrahim II (261 H/875 M)

10) Abdullah II (289 H/902 M)

11) Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)14

41 Tentang para penguasa Aghlabiyah lainnya, lihat Lane-poole, h. 37,Zambaur h. 67-68.

18
Sosok Ibrahim I adalah sosok panglima militer Abbasiyah yang gagah perkasa.

Penguasa Dinasti Aghlabiyah ini mulai dari Ibrahim I dan para penggantinya mampu

menumpas beberapa pemberontakan yang bermunculan, antara lain pemberontakan

Hamdis (805 M), Zaid ibn Sahal (822M), Mansur ibn Nashir Tanbizi (823 M), dan lain-

lain.Kesuksesan para penguasa dalam menumpas para pemberontak menunjukkan bahwa

Dinasti Aghlab merupakan dinasti yang dibangun atas kekuatan yang mampu memelihara

stabilitas politik pemerintahan secara baik.

Terdapat beberapa kemajuan yang dicapai Dinasti Aghlabiyah yang mampu

memberikan kontribusi kepada peradaban Islam. Kemajuan tersebut meliputi:

 Kemajuan di bidang Politik

Salah satu kemajuan Dinasti Aghlabiyah yang terkenal adalah kemajuan dan

ketangguhan militernya.Armada laut dinasti ini mampu menjelajah pulau-pulau di laut

tengah dan pantai-pantai Eropa. Dinasti yang semula hanya memilki wilayah

kegubernuran telah mencuat kekuasaannya hingga ke Eropa, Sisilia, pulau-pulau yang

berdekatan dengan Tunisia, kota-kota Pantai Italia dan kota Roma serta Pantai

Yugoslavia. Kesuksesan yang diraih dinasti ini dalam menaklukkan berbagai wilayah

tersebut, di antaranya adalah semangat egalitarianisme, dengan tidak membeda-bedakan

antara orang Arab dengan orang Barbar.4215

42 Imam Fuaidi, Sejarah Peradaban Islam,. hlm.161

19
Di samping itu juga yang tidak kalah pentingnya adalah semangat jihadnya untuk

mengembangkan Islam.Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan Ziadatullah I yang

menunjuk seorang faqih mazhab Maliki yang juga penyusun kitab Asadiyat, sebagai

komandan perang.Ulama besar yang berpengaruh ini kemudian mengumandangkan jihad

melawan orang-orang kafir. Semangat pasukan Islam dalam jihad ini sangatlah tinggi

dikarenakan pimpinan mereka adalah orang yang alim dalam beragama.

 Kemajuan di bidang Kebudayaan

Kesetabilan bidang ekonomi dan iklim politik yang kondusif menyebabkandinasti

Aghlabiyah mampu membangun beberapa kota menjadi kota yang megah, di antaranya

adalah kota Tunisia dan Sisilia, selain itu guna mengimbangi masjid-masjid di timur

dibangunlah masjid Qairawan yang megah. Pada masa pemerintahan Ziadatullah

dibangun 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara dengan konstruksi dan arsitektur

yang megah pula.Kota Sisilia yang dikuasai Dinasti Aghlabiyah ini merupakan wilayah

transformasi ilmu dan kebudayaan Arab dan Islam ke wilayah Eropa lewat jalur tengah.

 Kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan

Dinasti Aghlabiyah juga mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Hal ini

dibuktikan dengan keberadaan kota Qairawan, sebagai pusat penting bagi perkembangan

mazhab Maliki yang menggantikan kota Madinah. Di kota ini pula lahir sejumlah

intelektual Islam terkemuka mazhab Maliki, di antaranya adalah Sahnun pengarang kitab

Mudawwanat, Yusuf ibnu Yahya, Abu Zakaria al-Kinani dan Isa ibnu Muslim. Karya-

karya mereka tentang mazhab Maliki tersimpan dengan baik di masjid Qairawan.

Meskipun dinasti ini bukan termasuk dinasti yang besar, akan tetapi kemajuan di bidang

ilmu pengetahuan dan agama serta kontribusinya terhadap peradaban Islam tampak nyata.

20
 Kemajuan di bidang Perekonomian

Di bidang ekonomi, pemerintahan Dinasti Aghlabiyah mendapatkan pemasukan dari

beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan industri.Dinasti ini membangun

bendungan untuk irigasi, dan juga mengembangkan perkebunan anggur dan

kurma.Sementara itu untuk memajukan bidang perdagangan, dibangunlah jalan-jalan dan

angkutan serta lalu lintas perdagangan.

Untuk mengembangkan sektor industri, Bani Aghlabiyah mendirikan manufaktur alat-

alat pertanian, pengolahan emas, perak, dan lain-lain.Kemajuan ekonomi ini menjadikan

pemerintahan Dinasti Aghlabiyah dengan segenap penduduknya hidup dengan relatif

makmur.

 Kemunduran dan Kehancuran

Setelah Bani Aghlabiyah berkuasa selama satu setengah abad, badai kehancuran

mulai mengancam, lambat laun dinasti ini mengalami tangga penurunan tepatnya pada

abad ke-IX.Kemunduran ini terjadi di bidang politik, yang disebabkan oleh gencarnya

propaganda orang-orang Syi’ah yang dimotori Abu Abdullah al-Syi’i atas perintah

Ubaidillah al-Mahdi, pendiri dinasti Fathimiyah. Kuatnya pasukan yang dibentuk

kelompok Syi’ah dari sekte Ismailiah ini kemudian mampu menggulingkan Dinasti

Aghlabiyah pada tahun 909 M, yang pada saat itu diperintah oleh Ziadatullah II, dan

sekaligus menandai berdirinya dinasti baru dan terkenal bernama Dinasti Fathimiah.

Artinya, Dinasti Aghlabiyah juga berakhir di tangan Dinasti Fathimiyah.4316

43
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam., hlm. 434., lihat pula Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 164

21
3. Dinasti Thuluniyah di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M)

 Sejarah Pembentukan

Awal berdirinya dinasti ini tidak bisa dilepaskan dari seorang tawanan perang Turki

yang kemudian dijadikan sebagai pengawal istana al-Musta’in, namanya Bayakbek.Pada

saat terjadi penggulingan kekuasaan yang dilakukan oleh al-Mu’tazz, Bayakbek memilih

bergabung dengan al-Mu’tazz dan meninggalkan al-Musta’in.Setelah penggulingan

berhasil, ternyata al-Mu’tazz memberikan jabatan penting bagi mereka yang telah

berjasa dalam penggulingan tersebut. Bayakbek adalah salah satu orang yang berjasa,

sehingga ia menerima jabatan penting tersebut yakni menjadi gubernur Mesir. Oleh

Bayakbek jabatan itu tidak dipegangnya tetapi diberikan kepada anaknya Ibnu Thulun,

yang kemudian ia mendirikan Dinasti Thuluniyah pada abad IX M.

Pada tahun 254 H Ibnu Thulun43),17secara resmi diangkat sebagai gubernur

Mesir.Selanjutnya, Ibnu Thulun melepaskan diri dari kekhalifahan Bani Abbasiyah.

Bahkan, ia mampu menaklukkan Damaskus, Homs, Hamat, Aleppo, dan Antiokia.

Karena itu ia kemudian tidak hanya menjadikan Mesir sebagai suatu wilayah yang

merdeka, akan tetapi juga berkuasa atas wilayah Syam. Ia lalu membangun armada laut

tangguh yang berpangkalan di Akka (Acre) sebagai upaya pengontrolan dan pengawasan

wilayah-wilayah kekuasaannya.

 Kemajuan yang Dicapai18

Dinasti Thulun mencatat berbagai prestasi, antara lain sebagai berikut:44 Mendirikan

bangunan-bangunan megah, seperti rumah sakit Fustat, masjid Ibnu Thulun, dan istana

43 IbnTaghri-Birdi, al-Nujum Al-Zahirah Fi Mulk Mishr Wa Al-Qahirah (Jilid. II; Leiden: 1855) hlm. 1, Taufik Abdullah,
Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t) hlm. 108
44 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 276

22
khalifah yang kemudian dijadikan sebagai peninggalan sejarah Islam yang sangat

bernilai.

1. Memperbaiki nilometer (alat pengukur air) di pulau Raufah yang sangat

membantu dalam meningkatkan hasil produksi pertanian rakyat Mesir.

2. Berhasil membawa Mesir pada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat

kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuwan dari seluruh pelosok dunia Islam.

 Kemunduran dan Kehancuran

Dinasti Thulun adalah sebuah dinasti Islam yang masa pemerintahannya paling cepat

berakhir.4519Sepeninggal Khumarawaih, situasi memanas yaitu setelah Abu Asakir al-

Jaisy menggantikan ayahnya yang disebabkan oleh peristiwa pembunuhannya terhadap

pamannya yaitu Mudhar ibnu Ahmad ibnu Thulun.Hal inilah yang memicu gencarnya

perlawanan antara pihaknya dengan para fuqaha dan qadhi yang pada akhirnya ke-amir-

an Jaisy dibatalkan. Lalu diangkatlah Abu Musa Harun sebagai amir yang baru dalam

usia 14 tahun.

Tampaknya dengan usia yang relatif belia ini menyebabkan Harun kurang cakap

dalam mengendalikan suasana yang semakin kacau itu. Sementara itu di Syam sendiri,

pemberontakan yang dilakukan oleh Qaramithah juga tidak berhasil dipadamkan. Segera

setelah Harun kalah, kepemimpinannya diambil alih ke tangan khalifah Syaiban bin

Thulun. Namun semakin rapuhnya pertahanan Dinasti Thuluniyahakhirnya dinasti ini

mengakhiri masa pemerintahannya diusia 38 tahun sejak kemunculannya dan berakhir

ketika dikalahkan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah di era khalifah al-Muktafi.

45 Ibid.,

23
4. Dinasti Ikhsidiyah (323 H- 357 H / 934 M-967 M)

 Sejarah Pembentukan

Tidak berselang lama setelah berakhirnya Dinasti Thuluniyah, muncul lagi dinasti

baru di Mesir yang masih keturunan Fraghanahdengan nama Dinasti Ikhsidiyah yang

berpusat di Fustat.46 Dinasti ini lahir diawali dengan pengangkatan seorang gubernur

yang memiliki kekuasaan dan hak otonom penuh yang kemudian dikelola bersama

keluarga dan keturunannya.20

Pendiri dinasti ini adalah seorang militer Turki yang telah lama mengabdi kepada

khalifah Abbasiyah yang bernama Muhammad ibnu Tughji.47 Karena keberhasilannya

meredam pemberontakan yang dilakukan oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir,maka ia

dianugerahi gelar al-Ikhsyid. Berkat keberhasilannya tersebut, khalifah menjadi simpati

kepadanya.Bahkan karena kecakapannya, ada salah seorang pangeran Romawi yang

bernama Romanus, menyatakan rasa kagum dan hormat kepadanya.21

 Kemajuan yang Dicapai

Setelah Dinasti Ikhsidiyah berdiri dan mengalami perkembangan, al-Ikhsyid

meninggal dunia.Kemudian kepemimpinan beralih kepada anaknya yang bernama

Unujur dan Ali.Kedua pengganti al-Ikhsyid ini masih anak-anak, sehingga pemerintahan

dinasti ini diserahkan kepada Abu al-Misk Kafur.Di masa pemerintahan Kafur inilah

Dinasti Ikhsidiyah mencapai kegemilangan. Salah satu kehebatan Kafur adalah ia dapat

memadamkan pemberontakan Dinasti Fathimiyah di sepanjang pantai utaraAfrika.

Bukan hanya itu saja, serangan dari Dinasti Hamdaniyah di Suriah Utara juga dapat

46 Ibn Sa’id, Al-Mughrib Fi Hula Al-Maghrib…, (Leiden: 1899) h. 5


47 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 167

24
dipadamkan.Kegemilangan Dinasti Ikhsidiyah lebih tampak pada kekuatan

militernya.Wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan oleh Dinasti Ikhsidiyah adalah

Syam, Palestina, Makkah, dan Madinah.4822

Kafur juga membangun istana yang terkenal dengan sebutan Bustan al-Kafur di

Raudah.49Dan pada saat kekuasaan dinasti ini pula muncul beberapa intelektual Muslim

ternama antara lain Abu Ishak al-Marwazi, Hasan ibnu Rasyid al-Misri, Muhammad

ibnu Walid al-Tamimi, dan al-Mutanabbi.23

 Kemunduran dan Kehancuran

Seperti raja-raja lainnya, penguasa Ikhsidiyah terutama sebagai pendiri dinasti,

menghabiskan uang negara dengan boros dan berlebihan demi kesenangan orang-orang

dekatnya.Diceritakan bahwa jatah harian untuk dapur Muhammad mencakup seratus

ekor domba, limaratus unggas, seribu burung dara dan seratus guci gula-gula.Ketika

diungkapkan secara puitis kepada Kafur bahwa gempa bumi yang sering terjadi pada

masa itu adalah disebabkan tarian hura-hura yang dilakukan bangsa Mesir, orang

Abisinia yang yang berbangga hati menghadiahkan uang seribu Dinar kepada penyair

yang “Ahli Seismograf” itu.

Tanda-tanda kemunduran Dinasti Ikhsidiyah dimulai setelah Kafur meninggal

dunia.Sepeninggal Kafur kekhalifahan digantikan oleh Ahmad, cucu Muhammad ibnu

Tughji.Di zaman Ahmad, Ikhsidiyah mengalami fase kemunduran dan

kehancuran.Selama periode kekuasaannya, dinasti Ikhsidiah tidak memberikan

kontribusi apapun bagi kehidupan seni dan sastra di Mesir maupun Suriah.Selain itu,

tidak ada karya-karya publik yang lahir dari tangan mereka. Refresentasi terakhir dinasti

48 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm.168


49 Ibid.,

25
ini adalah seorang anak lelaki berusia sebelas tahun, Abu Al-Fawaris Ahmad, pada

masanya propaganda Syi’ah Fathimiyah dilakukan secara gencar oleh Jauhar al-Saqily

Qa’id al-Muiz Lidnillah al-Fatimi yang berhasil mempengaruhi masyarakat Mesir,

sehingga pada tahun 969 kehilangan kekuasaan atas negerinya dan menyerah kepada

jendral tenar dari dinasti Fatimiyah, Jawhar.50Sehingga pada akhirnya dinasti ini resmi

telah jatuh ke tangan Dinasti Fathimiyah pada tahun 358 H.24

5. Dinasti Hamdaniyah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M)

 Sejarah Pembentukan

Ke wilayah utara, Ikhsidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu dinasti Hamdaniyah

yang Syiah.Dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotamia utara dengan Mosul

sebagai ibu kotanya (929-991), mereka merupakan keturunan Hamdan Ibnu Hamdun

dari suku Taghlib.51 Gerakan keluarga Hamdani ini sebenarnya sudah ada pada masa

khalifah al-Mu’tadhid, yang waktu itu tampil dengan aksi menentang khalifah

Abbasiyah. Gerakan ini gagal dan akibatnya beberapa anggota keluarganya

ditangkap.Namun akhirnya khalifah Abbasiyah membebaskan mereka, setelah al-Husain

ibnu Hamdan menangkap tokoh khawarij Harun al-Syari. Ketika bani Abbasiyah

diperintah khalifah al-Muqtadir, nasib keluarga Hamdani mengalami perubahan,

keluarga ini banyak memperoleh penghargaan dari khalifah, diantaranya adalah Abu al-

Haija’ Abdullah ibnu Hamdan dijadikan gubernur Mousul (Irak) pada tahun 292 H,

sedangkan Sa’id pada tahun 312 H juga diangkat menjadi gubernur Nahawand.

Kemudian dua putera dari Abu al-Haija’ menjadi penguasa Dinasti Hamdaniyah.

Kedua putranya tersebut adalah Muhammad al-Hasan ibnu Abdullah yang bergelar

50 K. Hitti, Philip. History of Arabs (terj). Jakarta: (Serambi Ilmu Semesta. 2006). hlm.57.
51 Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t) h. 120lihatAt-Thabari,
jilid.III, hlm. 2141.

26
Nashir al-Daulat dan Abu al-Mahasin ibnu Abdullah yang bergelar Saif al-Daulat.Nashir

al-Daulat diangkat sebagai pengganti ayahnya, di tangannya inilah keluarga Hamdaniyah

memiliki kekuasaan otonom di Mousul. Sedangkan, Saif al-Daulat berkuasa di Aleppo

(Suriah), dan ia dikenal sebagai pendiri Dinasti Hamdaniyah di wilayah Aleppo. Hal ini

berarti, Dinasti Hamdaniyah memiliki perbedaan dengan dinasti kecil yang lain, kalau

dinasti kecil lain hanya berpusat pada satu tempat, tetapi pemerintahan Dinasti

Hamdaniyah berpusat pada dua tempat, yaitu cabang Mousul dan cabang Aleppo.

Meskipun Aleppo merupakan bawahan Mousul, namun pada kenyataannya sering

terlihat kedinastian Aleppo lebih mendominasi, lebih kuat, dan tidak bergantung kepada

Mousul.

 Kemajuan yang Dicapai

Prestasi gemilang yang telah diukir oleh Dinasti Hamdaniyah lebih tampak pada

wilayah politiknya.Dinasti ini mampu memainkan peran penting sebagai pagar betis

untuk mempertahankan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang ketika itu berada pada tahap

kemunduran.Bahkan, Dinasti Hamdani ini sebagai suatu kekuatan, yang mampu

menahan pasukan Romawi untuk merebut seluruh wilayah Suriah.Pasukan Hamdani

cukup kuat dalam mempertahankan wilayah Islam.

Disamping bidang tersebut Dinasti Hamdaniyah jugamenaruh perhatiannya yang

cukup besar terhadap dunia intelektual. Hal ini terbukti di masa dinasti ini muncul

sejumlah nama-nama intelektual Muslim, yakni al-Farabi, al-Isfahani, dan al-

Firas.Meskipun dinasti ini bukanlah dinasti yang besar, tetapi pencapaiannya jelas

nampak.

27
 Kemunduran dan Kehancuran

Meninggalnya Saif al-Daulat pada tahun 976 M, menyebabkab

kepemimpinannyaberalih kepada putranya yaitu Sa’ad al-Daulat Syarif I yang kemudian

secara berturut-turut dipegang oleh Sa’d Daulat Sa’d, Ali II, Syarif II. Berbeda dengan

Saif al-Daulat, para penggantinya ini kurang memiliki kecakapan dalam memimpin,

terutama dalam mengimbangi kekuatan-kekuatan asing yang besar waktu itu yaitu Bani

Buwaihi, Romawi, dan Fathimiyah.Akhirnya, pada tahun 1004 Mdinasti Hamdaniyah

berhasil dikuasai oleh Dinasti Fathimiyah.

Syaif Al-Daulah mencapai kemasyurannya dalam sejarah Arab terutama karena

perhatian dan sokongannya yang besar dalam bidang pendidikan dan dalam skala yang

lebih kecil, karena aksinya membangkitkan kembali semangat perlawanan terhadap

musuh-musuh Islam dari kalangan Kristen setelah sekian lama tidak dilakukan oleh para

penguasa muslim. Setelah memapankan posisinya di Suriyah Utara, pedang dinasti

Hamdaniyah dimulai pada tahun 947 mulai mengadakan serangan reguler setiap tahun

ke Asia Kecil, hingga saat kematiannya dua puluh tahun kemudian, tidak satu tahunpun

terlewatkan tanpa peperangan melawan Yunani. Awalnya keberuntungan berpihak pada

Sayf.Dia berhasil merebut Mar’asy diantara kota-kota perbatasan lainnya.Tetapi

kepemimpinan cemerlang Nicephorus Phocas dan Jhon Tzimisces, yang keduanya kelak

menjadi Kaisar, berhasil menyelamatkan Bizantium.Pada tahun 961 Nicephorus berhasil

merebut Aleppo, kecuali benteng pertahanannya. Di kota itu ia membunuh tak kurang

dari sepuluh ribu pemuda, membinasakan seluruh tawanan dan menghancurkan istana

Sayf Al-Dawlah. Pada awal masa kekuasaan Kaisar itu, dua belas ribu orang Banu Habib

dari keturunan Nashibin, sepupu-sepupu Hamdaniyah pergi meninggalkan

28
pemukimannya karena beban pajak yang terlalu tinggi, lantas memeluk agama Kristen

dan bergabung dengan bangsa Bizantium menyerang kawasan muslim.

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Yang pempengaruhi munculnya dinasti-dinasti kecil disebabkan berbagai hal yang

terjadi di pusat pemerintahan Abbasiyah memberikan pengaruh besar terhadap daerah-

daerah kekuasaan daulah ini. Kerena pemerintahan khalifah yang lemah banyak muncul

pemberontakan-pemberontakan di berbadi daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti

kecil yang melepaskan diri dri bani Abbasiyah.

Dinsti-dinasti kecil yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada

masa khalifah Abbasiyah, dapat dibagi dua bagian yaitu barat dan timur. Adapun dinasti-

dinasti dibagian timur diantaranya adalah: Dinasti Tahiriyah, Dinasti saffariyah, Dinasti

Samaniyah, dan Dinasti Ghaznawiyah. Sedangkan, dinasti-dinasti bagian barat

diantaranya adalah: Dinasti Thulun, Dinasti Iksidiyah, Dinasti Hamdaniyah, Dinasti

Idrisiyah.

30
DAFTAR PUSTAKA

 Abu Bakar, Istianah. Sejarah Peradaban Islam.Malang: UIN Malang Press, 2008

 Abdullah,Taufik, Ensiklopedi Dunia IslamJilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van

Hoeve, T.t

 Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Teras, 2011.

 Hitti, Philip. History of Arabs (terj). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2006

 Montgomery Watt, W..Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh

Orientalis.terj.Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990.

 Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.

 Yatim, Badri. Sejarah Kebudayaan Islam II. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam, 1996.

 Zaidan,Jurji,History of Islamic Civilization,New Delhi: Kitab Bhavan, 1978

 Mubarak Jaih, Sejarah Peradaban Islam, bandung; CV. Pustaka Islamika, 2008.

 Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.

 Supriyadi, Dedi. Sejarah peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.2008.

31

Anda mungkin juga menyukai