Oleh :
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dinasti dinasti kecil disini ialah seluruh wilayah yang
biasanya disepakati oleh gubernur pada masa itu atas penunjukkan pemerintah
pusat yang ada di Baghdad. Wilayah tersebut awalnya sejalan dengan
pemerintahan pusat. Seiring berjalannyawaktu sedikit demi sedikit wilayah
tersebut mendapatkan otonomi secara penuh dari pusat atau wilayah tersebut
sengaja melepaskan diri dari pemerintahan pusat Kemudian wilayah tersebut
membentuk dinasti dinasti kecil. Oleh karena itu, para sejarawan menyebutnya
dinasti dinasti kecil atau smaller dynasties.
Dinasti dinasti baru tersebut secara geografis berada di sebelah barat dan
berada di sebelah timur pemerintahan pusat yang terletak di Baghdad.di sebelah
barat terdapat dinasti idrisiyah (789-926 M) , dinasti Aghlabiyah(800-909M)
dinasti Thuluniyah (868M-905M), dinasti Ikhsidiyah (935-969M) , dinasti
Hamdaniyah (972-1152M). sedamgkan di sebelah timur terdapat Dinasti
Thahiriyah (207-213H/822-829M), Dinasti Safariyah(867-908M) Dinasti
Samaniyyah(261-389 H/873-998 M)
Pada makalah ini kami tidak membahas dinasti dinasti kecil yang berada
di barat Baghdad, melainkan kami membahas dinasti dinasti kecil yang berada di
sebelah timur Baghdad. dinasti dinasti kecil yang berada di timur Baghdad yaitu
sebagai berikut:
PEMBAHASAN
1
Dedi Supriadi,Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Setia,2006) 145
2
Muzaiyana,Sejarah Peradaban Islam-2(Surabaya:UIN Sunan Ampel Press,2014) 101
wilayah Timur Baghdad.3 Dalam perselisihan itu Thahir berpihak pada Al-
Makmun. Ia diutus oleh Al-Makmun memimpin pasukan sebanyak empat
puluh ribu yang melawan pasukan dari pihak Al-Amin yang dipimpin oleh
Ali bin Isa yang berkekuatan lima puluh ribu personel. Pada peperangan
tersebut pasukan yang dipimpin Thahir memperoleh kemenangan
tempatnya di Rey kota dekat Teheren pada tahun 811M. Thahir juga
berhasil mengalahkan pasuka Al-Amin yang dikirim berikutnya dibawah
kepemimpinan Ar-Rahaman Al-Jabal. Melihat peluang yang bagus ini
Thahir mengarahkan pasukannya ke Baghdad, dengan Harsamah dan
Zubair yakni dua panglima yang dikirim oleh khalifah Al-Makmun, dan
akhirnya Thahir dapat menaklukkan Baghdad selama dua bulan setelah
pengepungan pasukannya. Sedangkan Al-Amin sendiri terbunuh oleh
salah seorang pasukan Thahir.
Berkat kemenangan tersebut Thahir mendapat hadiah jabatan dari
Al-Makmun menjadi Gubernur dikawasan Timur Baghdad pada tahun
205H/820M.4
1. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Thahiriyyah
3
Depdiknas,Ensklopedi Islam(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hive,2002 Jilid 5) 33
4
Ibid. 34
4. Thahir ibnu Abdullah (844M)
5. Muhammad ibnu Thahir (862M)5
B. DINASTI SAFARIYAH(867-908M)
Dinasti Safariyah didirikan oleh Ya’kub bin Layts Al-Saffar pada
tahun 252H/868M seorang pemimpin Khowarij di wilayah Provinsi Sistan.
Dinasti Safariyah ialah dinasti yang paling lama berkuasa din dunia islam
sekitar 253-900H/867-1495M, wilayah kekuasannya melputi kawasan
Sijistan dan Iran.8 Dalam sumber lain dikatakan Dinasti Saffariyah
berkuasa di Persia sekitar 41 tahun (867-908M)9
Gelar As-Saffar yang di peroleh oleh Ya’kub menunjukkan bahwa
ia adalah seorang ahli dalam menempa tembaga yang diwarisi secara turun
temurun. Kegagalan usaha keluarganya menjadukan ia terikat dengan
sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat kecil untuk
7
Muzaiyana,Sejarah Peradaban Islam-2(Surabaya:UIN Sunan Ampel Press,2014) 104
8
Syamsul Munir Amin,Sejarah Peradaban Islam(Jakarta: Amzah,2009) 275
9
Philip K Hitti,History of The Arabis(Jakarta: PT Serambi Ilmu Setia,2010) 586
melakukan gerakan perampokan. Sasaran dari gerakan ini adalah para
saudagar kaya yang melintas di tengah perjalan, kemudian diserang dan
diambil harta mereka kemudian hasilnya diberikan pada fakir miskin.10
Awalnya, Ya’kub ibn Layts bersama saudaranya Amr ibnu Layts
membantu pasukan Baghdad dalam memberantas pemberontakan yang
dilakukan oleh sisa-sisa tentara Thahiriyah di wilayah Sijistan.
Keberhasilannya di Sijistan, membawanya kepuncak pemimpin tentara
sebagain komandan untuk menaklukkan wilayah Heret, Sind, dan Makran.
Kemudian Kirman dan Persia yang di gabungkan dengan Balkh. Atas
jasanya tersebut khalifah Al-Mu’tamid mengangkatnya menjadi Gubernur
yang membawahi wilayah Balkh, Turkistan, Kirman, Sijistan, dan Sind.
Namun ambisi Ya’kub tidak sampai disitu, ia terus bergerak menuju
wilayah lain yang mengalahkan Fars pada 869M, serta menduduki Syiraj
(ibu kota Fars). Kemudian pada 873M ia bergerak menuju Baghdad dan
berusha menduduki ibu kota tersebut. Tetapi pada saat mereka bergerak
menuju Baghdad pasukan mereka di hadang oleh pasukan Muwaffak pada
876M sehingga merekka gagal memasuki Baghdad. Tetapi meskipun
mereka gagal namun ambisi Ya’kub ibnu Layts untuk menguasai Baghdad
tidaklah surut, malah ia bersedia untuk mengadakan perundingan. Tatapi
sebelum dilaksanakan perindingan tersebut Ya’kub terlebih dahulu
meninggal pada 879M. Meskipun ia dianggap sebagai gubernur tidak loyal
dan melampaui batas mendat yang diberikan Kholifah, namun jabatan
gubernur wilayah Timur tetap dipercayakan kepada saudaranya Amr ibn
Layts.11
10
Ibid.
11
http://akademika.dinasti-dinastiindependen.wordpress.com diakses 12/10/2018
Sijistan. Meskipun begitu kekuasaan di Sijistan tidak sepenuhnya
merdeka, karena ia harus tunduk di bawah kekuasaan bani Saman namun
posisi Gubernur tetap tetap berada di bawah bani Safariyah hingga abad
ke-15M, meskipun sering kali tejadi pergantian penguasa. Terkadang Bani
Shaffariyah silihberganti berada di bawah penguasa lain setelah dinasti
Samaniyah, seperti menjadi penguasa lokal (gubernur) yang tunduk pada
pemerintahan dinasti Ghaznawiyah, Bani Saljuk, dan Bangsa Mongol, dan
tidak lagi menjadi kepanjangan tangan pemerintahan Bani Abbas di
Bagdad. Tidak dapat diketahui secara pasti mengapa dinasti ini bertahan
begitu lama. Hal pasti yang dapat ditegaskan di sini bahwa keberadaan
dinasti ini karena persoalan politik praktis dan pragmatis. Sebab menurut
Jamaluddin Surur, salah satu ciri khas dari dinasti ini adalah ambisinya
untuk memperoleh kekuasaan otonomi di Sijistan, sebagai pusat
pemerintahannya. Karenannya, ketika kekuasaan datang silih berganti,
dinasti ini tetap memperoleh hak otonom di Sijistan hingga abad ke-15
M.12
1. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Saffariyah
Perkembangan Dinasti Shaffariyah mengalami kemajuan pada
masa pemerintahan Amr ibn Lays, ia berhasil melebarkan wilayah
kekuasaannya sampai ke Afganistan Timur.13
Dalam masa pemerintahannya,terdapat perkembangan yang
menarik, terutama perkembangan civil society berkaitan dengan keadilan.
Dinasti Saffariyah meletakkan dasar-dasar keadilan dan kesamaan hak di
antara orang-orang miskin di Sijistan. Karena itu, faktor inilah yang
kemungkinan menjadi salah satu sebab lamanya dinasti ini berkuasa di
Sijistan, karena ia begitu peduli dengan keadaan masyarakat yang menjadi
pendukung pemerintahan, terutama komunitas masyarakat miskin. 14
12
C.E. Bosworth, The Islamic Dynasties,Eidenburgh,1980,Terjemahan
dalam bahasa Indonesia oleh Ilyas Hasan(Bandung: Mizan anggota IKAPI,
1993) 131
13
Syamsul Munir Amin,Sejarah Peradaban Islam(Jakarta: Amzah,2009) 275.
14
Ibid. 132
2. Kemunduran Dinasati Saffariyah
Kemunduran Dinasti Saffariyah di awali sejak kepemimpinan Amr
ibnu Layts sampai pada tahun 393H/1003M Mahmud dari Ghazna
menguasai provinsi tersebut dan menjadikannya sebagai wilayah
kekuasaannya, namun Shaffariyah terus bertahan, dan pada pertempuran
Ghaznawiyah-Seljuq pada tahun pertengahan abad kesebelas Saffariyah
memperkuat posisinya, dan mula-mula berkuasa sebagai bawahan Seljuq,
kemudian sebagai bawahan ghuriyyah. Bahkan setelah invasi Mongol dan
Timur, kejadian-kejadian yang begitu kalut dan menyedihkan bagi
sebagian besar dunia Islam Timur, Dinasti Shaffariyah hanya berhasil
bertahan sampai akhir abad kelima belas.15
15
http://danankBlogs_dinasti-dinasti.kecil-di-Baghdad.Wordpress.com diakses 15/10/2018
12. Ismail II Al-Muntashir 1000-1005 M
Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah
barat Baghdad, dinasti ini tetap tunduk kepada kepemimpinan khafilah
Abbasiyah.16 Dalam sejarah islam tercatat bahwa dinasti ini bermula dari
masuknya Samankhudat menjadi penganut islam pada masa khalifah
Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayyah), sejak itu Samankhadut
dan keturunannya mengabdikan diri kepada penguasa Islam. Pada masa
kekuasaan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M) dari dinasti Bani
Abbasiyah, empat cucu Samankhudat memegang jabatan penting sebagai
gubernur dalam wilayah kekuasaan Abbasiyah yaitu Nuh di Samarkand,
Ahmad bin Asad di Farghana (Turkistan) dan Traksoksania, yahya bin
Asad di Shash serta Asyrusanah (daerah di utara Samarkand), dan Ilyas di
Heart, Afghanistan.17 Seorang cucu Samankhudat yang bernama Ahmad
bin Asad, dalam perkembangannya mulai merintis berdirinya Dinasti
Samaniyah di daerah kekuasaannya, Farghana Ahmad mempunyai dua
putra, Nasr dan Isma’il, yang juga menjadi orang kepercayaan khalifah
Abbasiyah . Nasr I bin Ahmad di percayakanmenjadi gubernur di
Transoksania dan Isma’il bin Ahmad di Bukhara. Selanjutnya Nasr I bin
Ahmad mendapat kepercayaan dari khalifah al-Mu’tamid untuk
memerintah seluruh wilayah Khurasan dan Transoksania, dan daerah ini
menjadi basisperkembangan dinasti Samaniyyah. Karenanaya Nasr I bin
Ahmad di anggap sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Antara Nasr dan
saudaranya, isma’il selalu terlibat konflik yang mengakibatkan terjadinya
peperangan, dalam peperangan yang terjadi Nasr mangalami kekalahan
yang kemudian ia di tawan, sehingga kepemimpinan Dinasti Samaniyyah
beralih ke tangan Isma’il bin Ahmad.
Adanya peralihan kepeminpinan ini menyebabkan berpindahnya
pusatpemerintahan yang semula di Khurasan di pindahkan ke Bukhara.
16
Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedia Islam,(Jakarta; 2003) h. 159.
17
Ahmad Al-Usairy, At-Tarikhul Islam,(Terjemahan; 2003), h. 266.
Pada saat pemerintahan di pimpin Isma’il I bin Ahmad, ia selalu berusaha
untuk;
1. Memperkukuh kekuatan dan mengamankan batas wilayahnya
dari ancaman suku liar Turki.
2. Membenahi administrasi pemerintahan.
3. Memperluas wilayah kekuasaan ke Tabaristan (Irak utara) dan
Rayy (Iran).
Isma’il I bin Ahmad adalah orang yang sangat mencintai dan
memuliakan para ilmuwan serta bertindak adil terhadap rakyatnya, setelah
ia wafat pemerintahan di teruskan putranya Ahmad bin Ismai’il. Setelah
Ahmad bin Isma’il, pemerintahan di teruskan putranya Nasr II bin Ahmad
yang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga Sijistan, Karman,
Jurjan di samping Rayy, Tabaristan,Khurasan, dan Transoksania. Setelah
Nasr II bin Ahmad, para khalifah berikutnya tidak mampu lagi melakukan
perluasan wilayah, bahkan pada khalifah terakhir Isma’il II al- Muntasir,
tidak dapat mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara dinasti
Qarakhan dan dinasti Ghaznawiyah dari Turki. Akhirnya wilayah
Samaniyyah di pecah menjadi dua, daerah Transoksania direbut oleh
Qarakhan dan wilayah Khurasan menjadi pemilik penguasa
Ghaznawiyah.18
1. Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Samaniyyah
Dinasti Samaniyyah telah memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi kemajuan islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
filsafat, budaya, politi, dan lain-lain. Tokoh atau pelopor yang sangat
berpengaruh di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini
adalah ibn sina, selain beliau juga muncul para pujangga dan ilmuwan di
bidang kedokteran, astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-
Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakariya Ar-Razi. Dinasti ini
telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota
budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia,
18
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, h.180-181.
sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan
Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil mengembangkan perekonomian
dengan baik, sehingga kehidupan masyarakat sangat tentram, hal terjadi
karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di
Baghdad. Puncak kejayaan Dinasti Samaniyyah terjadi pada masa
khalifahan Ismail. Kemajuan yang dicapai pada masanya antara lain:
mampu menghancurkan Dinasti Shaffariyah di Transoxania, serta mampu
memperluas wilayahnya hingga Tabaristan, Ray, Qazwin sehingga
keamanan dalam negeri terjamin.19
Dinasti ini memiliki saham yang cukup berarti bagi perkembangan
Islam, baik dari aspek politik maupun aspek kebudayaan.Dalam aspek
politik, misalnya mereka telah mampu memelihara tempat atau pusat yang
strategis bagi daulat Islam di timur, mengembangkan kekuasaan Islam
sampai ke wilayah Turki.Sedangkan dalam aspek kebudayaan, misalnya di
istana Dinasti Samaniyyah di Bukhara ini menjadi tempat menetapnya
para ulama serta merupakan kiblatnya para pujangga. Pada masa Nuh ibnu
Nashr al-Samani, ia memiliki perpustakaan yang tidak ada bandingannya.
Di dalamnya terdapat kitab-kitab masyhur dari berbagai disiplin ilmu,
yang tidak terdapat di tempat lainnya.Mereka juga membantu
menghidupkan kembali bahasa Persia. Ketika paham Sunni di Baghdad
lebih menekankan taslim wa tadlid, seperti yang digariskan oleh khalifah
al-Mutawakkil dan Imam Ahmad ibnu Hambal, maka perkembangan
ilmiah dan kesusastraan serta filsafat memuncak di tangan daulat
Samaniyyah. Samarkand menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Islam pada
waktu itu.Di zaman ini lahir para tokoh pemikir Islam, seperti al-Farabi,
Ibnu Sina, al-Razi, al-Firdausi, dan lainlain.Sementara itu di wilayah
politik yang menarik dikaji adalah bahwa munculnya dinasti-dinasti di
timur Baghdad ini di suatu sisi dianggap sebagai pergeseran dominasi
Arab dalam dunia politik.20
19
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, h. 105.
20
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, h. 105.
2. Kemunduran Dinasati Samaniyyah
Pada saat dinasti mencapai kejayaannya, banak imigran Turki yang
menduduki posisi penting dalam pemerintahan, namun bersebab dari
tingginya fanatic kesukuan pada dinasti ini, akhirnya mereka para imigran
Turki yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan tersebut
banyak yang di copot, langkah-langkah inilah yang menyebabkan
kehancuran dinasti ini, karena mereka tidak terima dengan perlakuan
tersebut, sehingga mereka mengadakan penyerangan sampai mereka
berhasil melumpuhkan dinasti ini. Sepeninggal Ismail, khalifah al-
Mukhtafi mengangkat Abu Nashr ibnu Ismail, anak dari Ismail. Belum
lama memerintah lalu ia terbunuh, dan digantikan oleh putranya Nashr II,
yang baru berusia delapan tahun. Para tokoh Samani merasa khawatir,
sementara itu masih ada paman bapaknya, yaitu Ishaq ibnu Ahmad,
penguasa Samarkand yang memihak kepada penduduk Transoxania.Lalu
tokoh Samani menyampaikan permohonan kepada khalifah al-Muktadir,
agar didatangkan pemerintahan dari Khurasan, tetapi khalifah bersikeras
menolaknya.
Pada pertengahan abad kesepuluh, terlihat Dinasti Samaniyyah
menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan.Serangkaianrevolusi istana
memperlihatkan bahwa kelas militer dan kelas tuan tanah menentang
kebijaksanaan sentralisasi administratif para amir, dan berupaya
memegang kendali, pemberontakan-pemberontakan di Khurasan
melepaskan provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Maka tidaklah
sulit bagi Qarakhaniyyah dan Ghazwaniyah untuk mengambil alih
wilayahwilayah Samaniyyah pada dasawarsa terkhir abad ini.Dan pada
tahun 1005 M Ismail al-Muntasir terbunuh dalam pelariannya.21
21
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, h.183-184.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kemunculan dinasti dinasti kecil yang ada di timur dan barat Baghdad
dikarenakan pemimpin di wilayah itu melakukan pemberontakan yang berhasil
menegakkan kemerdekan secara penuh diwilayah tersebut atau karena seseorang
yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah yang kemudian wilayah itu menjadi
kuat sehingga pemimpin itu tidak dapat digantikan dan menunjuk anaknya sebagai
penggantinya. Maka tidak heran jika dalam waktu yang begitu singkat
bermunculan dinasti dinasti kecil di sebelah timur dan barat Bghdad yang mampu
lepas control dari Baghdad. Akhirnya bermuncullah dinasti dinasti kecil yang
muncul di wilayah Baghdad yaitu disebelah timur dan barat Baghdad.
DAFTAR PUSTAKA