Anda di halaman 1dari 11

PERADABAN ISLAM

DINASTI SELJUK

NAMA : Luthfi kamal Nasuha


NIM : 22102010051
KELAS : B KPI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada paruh pertama abad kesebelas, panggung sejarah kekuasaan dan suasana politik
di dunia Islam sedang dalam kondisi krisis. Khalifah Abbasiyah hanyalah pemegang
kekuasaan banyangan, dan hampir seluruh imperiumnya telah terpecah. Suriah utara dan
Mesopotamia atas berada dalam cengkeraman para kepala suku yang saling berperang, yang
sebagian di antara mereka berhasil mendirikan sejumlah dinasti. Persia, Transoxiana, dan
sejumlah kawasan di timur, juga selatan diperebutkan oleh para pangeran Buwaihi dan
Ghaznawi atau dikuasai oleh beberapa raja kecil, dan satu sama lain menunggu kesempatan
untuk saling menikam leher pesaingnya. Anarki politik dan militer terjadi di mana-mana. Hal
ini diperparah dengan konflik ideologi Sunni-Sy’ah yang semakin memanas. Kondisi dunia
Islam-menurut Hitti—tampak semakin terpuruk, bahkan jatuh remuk.
Dalam kondisi demikian, tampilah kaum Turki Saljuk menguasai keadaan.
Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah
Islam dan kekhalifahan. Hal ini bermula dari masuk Islamnya seorang kepala suku bernama
Saljuk sekitar tahun 956 dari Kabilah Qiniq sebagai pemimpin klan Ghuzz Turki (atau
Oghuz). Saljuk (Salju>q) Ibn Tuqa>q (Duqa>q) yang bergelar Timuryaligh adalah seorang
pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia tengah (tepatnya Transoxania atau Ma> Wara>’
al-Naha>r atau Mavarranahr), kira-kira 80 mil dari Bukhara.
Saljuk dikenal sebagai seorang orator ulung dan dermawan oleh karena itu ia disukai
dan taati oleh masyarakat, dilain pihak istri raja Turki khawatir jika saljuk melakukan
pemberontakan, karenanya ada rencana untuk membunuh saljuk secara licik, dan saljuk
sendiri mengetahui rencana jahat tersebut lalu ia mengumpulkan pasukannya dan membawa
mereka ke kota Janad, mereka tinggal disana dan bertetangga dengan kaum muslimin di
negeri Turkistan, maka ketika saljuk melihat prilaku orang Islam yang baik dan berakhalaq
luhur ia akhirnya memeluk agama Islam dan kabilah Ghuzpun akhirnya memeluk Islam. Dan
sejak itulah saljuk mulai melakukan perlawanan dan peperangan melawan orang-orang Turki
yang kafir, akhrinya iapun mampu mengusir bawahan raja Turki dan menghapus pajak atas
kaum muslimin.[5] Kaum Saljuk memeluk Islam Sunni sehingga mudah berhubungan dengan
negara tetangganya yang telah memeluk Islam.
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Terbentuknya Dinasti Saljuk (Era Thugrul Beq)
Saljuq bin Duqaq meninggalkan empat putra, yakni Israil, Musa Bigu, Yunus dan
Mikail. Israil, yang menggantikan kedudukan ayahnya tidak mampu menghadapi seangan
penguasa Daulah Ghaznawiyah (367 H/977 M-583 H/1187 M). Di bawah penggantinya,
Mikail, orang Saljuk dibawa melintasi daerah Jihun, kemudian menetap di Khurasan. Dalam
peperangan yang sering terjadi antara raja Samaniyah dan Khaniyah, Saljuk berpihak pada
raja Samaniyah. Untuk membalas budi mereka, kerajaan Samaniyah memperkenankan
mereka menyeberangi wilayahnya untuk menuju daerah pinggiran Sungai Sihun (Sungai
Syirdarya, Kazakhstan), kemudian mengambil kota Jund (Daerah di sekitar Transoksania)
untuk dijadikan pangkalan. Saljuk berkembang menjadi kuat dan disegani serta sangat teguh
berpegang pada ajaran Islam.
Tatkala Kerajaan Samaniyah jatuh ke tangan Ghaznawiyah pada tahun 389 H kaum
Saljuq menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan diri. Keturunan Saljuq bin Tuqak ini
pada tahun 420/1092 mulai menjelajah Iran bagian utara dan barat sehingga menggelisahkan
keluarga sultan Ghazna, Mahmud. Adalah Thughril Beg, cucu Salju>q, yang memulai
penampilan kaum Saljuk dalam panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia teratat sudah
menguasai Marw dan Naisabur dari genggaman penguasa Ghaznawi. Segera setelah itu
mereka juga merebut Balkh, Jurjan, Thabaristan dan Khawarizm, Hamadhan, Rayyi, dan
Isfahan. Pemerintah Buwaihi tunduk di bawah kendali mereka.
Di bawah Panglima Tughril Beq, orang Saljuk berhasil menghancurkan Daulah
Ghaznawiyah dan menduduki singgasana kerajaan Naisabur pada tahun 429 H/1038 M. Oleh
karena itu Tughril Beq dipandang sebagai pendiri Dinasti Saljuk yang sebenarnya. Namanya
kemudian disebut dalam khutbah Jum’ah dengan sebutan Raja diraja (Ma>lik al-Mulu>k).
Selanjutnya Tughril Beq pada tahun 1040 M sukses memimpin serangan terhadap
Dinasti Ghaznawi yang saat itu dipimpin oleh Mas’ud Ibn Mahmud di Khurasan sehingga
memaksa mereka meninggalkan Khurasan. Kekalahan Ghaznawi ini selanjutnya merupakan
klimaks kehancuran Ghaznawi di Persia. Sejak tahun 1940 sampai dengan 1050 M
pertempuran terus berlangsung antara Dinasti Ghaznawi dengan Bani Saljuk, tetapi akhirnya
terjadi gencatan senjata selama setengah abad. Sementara itu, Afghanistan tetap diakui
sebagai bagian dari wilayah Ghaznawi.
Tughril Beg telah berhasil mengembangkan kerajaan Saljuq di wilayah Khurasan dan
Transoxania. Setelah itu kaum Saljuq berjaya menaklukan wilayah-wilayah Persia hingga
Fars yaitu pintu masuk ke Iraq. Sewaktu Saljuq di Fars, kedudukan Bani Buwaih di Baghdad
sangat lemah. Sultannya ketika itu adalah al-Malik al-Rahim. Panglima tentaranya bernama
al-Basarsiri mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan meminta bantuan Dinasti
Fatimiyah yang bernama al-Muntasir. Sementara pihak Khalifah al-Qaim dari Khilafah
Abbasiyah—yang telah lemah secara politik, ekomoni dan militer—yang tidak suka terhadap
pemerintahan Bani Buwaih yang menguasai Baghdad meminta bantuan kaum Saljuq
pimpinan Tughril Beq. Tughrib Beq datang dengan pasukannya pada tahun 447 H dan
berhasil menguasai Kota Baghdad.
Pada 18 Desember 1055, Thughril Beg masuk kota Baghdad. Al-Basa>si>ri, seorang
jenderal berkebangsaan Turki sekaligus gubernur milter Baghdad meninggalkan ibukota dan
Khalifah al-Qa>’im (1031-1075) segera menyambut para penyerang Saljuk itu dan
menganggapnya sebagai utusan. Kemudian Thugrul diberi gelar “Yami>n Ami>r al-
Mu’mini>n” (tangan kanan Amiril mukminin). Penguasa Bani Buwaih al-Malik al-Rahim
ditangkap dan diasingkan di Rayy sampai meninggal dunia di sana pada tahun 450 H/1058.
Dengan itu maka berakhirlah Kerajaan Bani Buwaih
Sementara Panglima Al-Basasir berhasil melarikan diri ke utara Jazirah dan
bersepakat dengan Quraish bin Badran pemimpin Kerajaan Uqailiyah. Tughril Beg
mengejarnya hingga ke Mosul. Akan tetapi terjadi konflik perpecahan akibat desersi dalam
tubuh tentara Thugril yang dipimpin oleh Ibrahim bin Inal yang merupakan saudara angkat
Thugril. Dengan bantuan Alp-Asrlan–keponakan Tuhgril, anak saudarannya Daud yang
memerintah Sijistan—Ibrahim dapat ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 3 Agustus
1059 M. Kondisi krisis dalam keluarga Saljuq ini dimanfaatkan oleh al-Basasiri untuk
mengepung dan menguasai Baghdad kemudian mengusir Khalifah al-Qa’im serta
memproklamasikan diri sebagai wakil Dinasti Fatimiyyah di Baghdad. Al-Basasiri
memerintah Baghdad sekitar satu tahun (450-451 H). Setelah Thugril Beq
mengkonsolidasikan pasukannya, ia mampu merebut kembali Baghdad dan mengembalikan
Khalifah al-Qa’im ke Baghdad. Sementara al-Basasiri yang sempat melarikan diri ke Wasit,
dapat ditangkap dan dibunuh oleh tentara Saljuq pada tahun 452 H/1060 M.
Setelah absen satu tahun, Thugril kembali ke Baghdad dan disambut dengan upacara
besar-besaran. Thughril dielu-elukan sebagai “Raja Timur dan Barat” (Ma>lik al-Sharq wa
al-Gharb) . Gelar kenegaraan yang digunakannya adalah al-Sulthan. Para ahli sejarah
mencatat bahwa dialah yang menjadi penguasa muslim pertama yang menggunkan gelar ini.
Mereka mencantumkan dan mengabadikan gelar sultan itu dalam mata uangnya. Bersama
kaum Saljuk gelar “sultan’ menjadi sebuah gelar kenegaraan tetap.
Dengan tanpa menghapuskan kedudukan khalifah atau menghancurkan eksistensi
dinasti Abbasiyah. Saljuq Sunni berhasil memasuki Baghdad pada tahun 447/1055 dan
menggantikan Buwaihiyyah Syi’ah yang lebih dahulu mereka sebagai penguasa yang efektif
untuk bagian timur wilayah kekuasaan Abbasiyah. Tughril menjalin hubungan yang erat
dengan Khalifah dengan mengawini putrinya dan memboyongnya ke ibukota kerajaan di
Rayy pada 1062.
Berikut Daftar para pemimpin Dinasti Saljuq:
1.      Rukn al-Dunya wa al-Din Thugril Bek I (429 H/1038 M)
2.     Adud al-Daulah Alp Arslan (455H/1063 M)
3.      Jalal al-Daulah Malik Syah I (465H/1072 M)
4.      Nasir al-Din Mahmud I (485 H/1092 M)
5.      Rukn al-Din Barkiyaruq (487 H/1094 M)
6.      Mu’izz al-Din Malik Syah II (498 H/ 1103 M)
7.      Ghiyath al-Din Muhammad I (498 H/1103 M)
8.     Mu’izz al-Din Sanjar (511-522H/1118-1157 M).
B.     Periode Keemasan Dinasti Saljuk (1063-1092)
1. Dinasti Saljuk di Era Alp Arslan 1063-1072 M)
Setelah berkuasa selama 26 tahun dan baru menikahi putri Khalifah setahun, Thugril
Beq meninggal dunia pada tahun 1063. Thugril Beq meninggal tanpa meninggalkan
keturunan dan digantikan oleh keponakannya, Alp Arselan bin Daud. Naiknya Alp Arslan
mendapat perlawanan dari saudara-audaranya yang dipelopori Syihabuddaulah Qutulmisy,
anak pamannya, musa Cagri. Pada 457 H/1064 M, Musa Cagri yang menguasai daerah
Transoksania berhasil ditaklukan. Alp Arslan berhasil menyelesaikan konflik intern dan
memerintah dengan pusat pemerintahannya di Ibukota Rayy.
Pada masa kekuasaan Sultan Alib Arselan (1060/1063-1072 M) inilah kerajaan Seljuk
berhasil mencapai puncak keemasannya. Masa keemasan ini kemudian berlanjut pada masa
kekuasaan Malik Syah (1072-1092 M) yang memerintah setelah Arselan. Pada pemerintahan
Malik Syah, wazirnya yang bernama Nizhamul Mulk (1060/1065-1092 M) banyak
mendirikan sekolah-sekkolah memperkuat eksistensi Ahlulsunah Waljamaah di kawasan ini.
Prestasi Saljuk menjadi keompok muslim pertama yang merebut wilayah kekuasaan
Romawi. Pada tahun kedua pemerintahannya, Alp Asrlan (singa-pahlawan) merebut Ani,
ibukota Armenia Kristen, lalu menduduki sebuah provinsi Bizantium. Segera setelah itu dia
mengobarkan kembali peperangan melawan Binzantium, sanga musuh abadi. Tahun 1071
Alp memenangkan pertempuran penting di Manzikart (Malazkird, Malasjird), sebelah utara
Danau Van di Armenia, dan berhasil menawan Kaisar Romanus Diogenes.
Pada tahun 1064 M, Dinasti Seljuk berhasil menguasai Armenia dan terus meluas
hingga mencapai kawasan Hijaz serta bebrapa tempat suci Islam lainnya pada tahun 1070 M.
Puncak dari pencapaian Dinasti Seljuk adalah ketika mereka berhasil menaklukkan
Konstantinopel dengan amat gemilag dalam pertempuran Malazgirt (Manzikert) pada tahun
1071 M. Seperti yang sudah disebutkan di bagian trdahulu, pada tahap selanjutnya Dinasti in
juga berhasil menguasai hampir seluruh semenanjung Arab.
Seljuk Romawi, saljuk Antakya termasuk bangsa Turki yang menguasai Anatolia
pada periiode 1077-1308 M. Pusat pemerintaha mereka berada di kota Nicea (Iznik) dan
kemudian pindah ke Konya mulai tahun 1116 M. Dinasti induk ini lalu bercabang menjadi
beberapa puak-puak besar. Setelah kemenangan amat gemilang pada perte puran Malazgirt
yang berujung runtuhnya Romawi Timur (Byzantium), Dinasti ini mulai meluaskan wilayah
kekuasaan mereka di Antakya. Pendiri kerajaan ini Qutalmisy bin Arselan adalah salah satu
kerabat penguasa Saljuk Taghrul Beg. Putranya yang bernama Sulaiman I (1077-1080 M)
berhasil menguasai Nicea (Iznik) pada tahun 1078 M. Sistem Monarki ini terus berlangsung
di Nicea atas titah dari tokoh-tokoh Seljuk pada massa awal dan kemudian wilayah ini baru
benar-benar merdeka setelah berdirinya beberapa kerajaan kecil Kristen di kawasan ini.
Alp Arsalan, sebagai pengganti Tughril berhasil memberikan andil dalam berbagai bidang.
Secara militer, kehebatan bani Seljuk dibuktikannya dengan memberikan pukulan-pukulan
hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Mazikert pada tahun 1071 (464 H). peristiwa ini
sangat berarti bagi bani Seljuk, bukan hanya semakin terbukanya Asia kecil untuk migrasi
suku-suku Turki, melainkan itu merupakan kemenangan awal penting bagi tentara sultan atau
khalifah melawan pasukan regular Kaesar. Sementara itu dalam bidang pemerintahan Alp
Arsalan beruntung mendapatkan seorang wazir yang bijak dan ulet, Nizam al-Mulk. Malik
Syah yang masih remaja banyak mendapatlkan bantuan dari wazirnya, Nizam al-Mulk.
Berkat kelangsungan kebijaksanaan Nizam al-Mulk, kekuasaan Seljuk terus berjalan mulus,
bahkan telah berhasil mencakup Afganistan, Iran, Mesopotamia, Syiria, Palestina, dan
belahan barat Asia kecil.
2. Dinasti Saljuk di Era Maliksyah (1072-1092)
Periode kekuasaan Thughril (1037-1063), keponakan sekaligus penerusnya, Alp
Arsla>n (1063-1072), dan periode putra terakhirnya, Maliksya>h (1072-1092), mewakili
periode-periode paling cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuk atas dunia Islam di Timur.
Pada masa Sulthan Maliksyah wilayah kekuasaan Daulah Seljuk ini sangat luas,
membentang dari Kashgor, sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke Yerussalem.
Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian.
1)      Seljuk Besar yang menguasai Khurasan, Rayy, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia
merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan orang.
2)      Seljuk Kirman berada di bawah kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail
ibn Seljuk. Jumlah syekh yang memerintah dua belas orang.
3)      Seljuk Iraq dan Kurdistan, pemimpin pertamanya adalah Mughirs al-Din Mahmud.
Seljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh.
4)      Seljuk Syria, diperintah oleh keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn Mikail ibn
Seljuk, jumlah syekh yang memerintah lima orang.
5)      Seljuk Ruum, diperintah oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Seljuk dengan jumlah
syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.
Bukan hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik juga dinasti
saljuk banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan usaha pembangunan di bidang
yang terakhir ini. Ia telah membangun banyak masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya. Pada
saat itu ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat pula, diantara tokohnya adalah
Umar Khayan, penyair, ahli astronomi dan ahli matematika.

C.    Kemajuan Peradaban di Era Kekuasaan Dinasti Saljuk


a)        Sistem politik dan pemerintahan
1.      Saljuq merupakan sebuah kerajaan yang mengamalkan sistem hiererki. Kuasa tertinggi
ialah sultan. Sultan dibantu oleh kelompok birokrasi Parsi dan tentara yang berasal dari
berbagai bangsa dan keturunan yang dipimpin oleh panglima-panglima Turki dari keturunan
budak.Pada masa dinasti saljuk berkuasa, posisi dan kedudukan khalifah menjadi lebih baik;
paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan setelah beberapa lama
dirampas oleh orang-orang syi’ah (dinasti Buwaih). Perhatiaan dalam bidag pembangunan
sarana dan prasarana.  Maliksyah—atas saran Nizham al-Mulk—pada tahun 1074-1075
menyelenggarakan konferensi para astronom dan menugaskan mereka untuk memperbaharui
kalender Persia. Acara ini digelar di observatorium yang baru didirikannya. Hasilnya adalah
kalender Jala>li—nama yg diambil dari nama lengkap Maliksyah yaitu Jala>l al-Din Abu>
al-Fath}—yang sangat akurat sampai di era modern.
2.      Maliksyah mengadakan kompentisi ilmiah. Sultan meminta para pejabat negara yang
memberikan pendapat tertulis tentang ciri-ciri pemerintahan yang baik. Kompilasi dari
kompetisi tersebut menghasilkan karya intelektual tentang seni pemerintahan, Siya>sah-
na>mah.
3.      Proyek pendirian sejumlah akademi yang untuk pertama kalinya dikoordinasikan dengan
baik untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi dalam Islam. Akademi yang termasyhur
adalah Nizha>miyah, didirikan pada 1065-1067 di Baghdad. Imam al-Ghazaly pernah
menjadi dekan di akademi ini. (Hitti, 608). Madrasah-madrasah ini selain mengajarkan
bidang ilmu keagaaman Islam pada umumnya, juga berperan besar dalam menyebarkan dan
memperkokoh mazhab sunni. Dalam fiqih, madrasah-madrasah yang didirikan di Baghdad,
Naisabur, dan ibukota-ibukota provinsi timur ini diajarkan mazhab Syafi’i, sedangkan dalam
bidang teologi diajarkan mazhab Asy’ary. Imam al-Haramain al-Juwani, guru al-Ghazali,
adalah kepala madrasah Nizhamiyyah di Naisabur.
4.      Perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak
ilmuwan muslim pada masanya. Diantara mereka adalah   Az-Zamakhsyari dalam bidang
tafsir, bahasa, dan teologi; Al-Qusyairy dalam bidang tafsir; Abu Hamid al-Ghazali
Rahimahullah dalam bidang teologi; Farid al-Din al-‘Aththar; Umar Khayam dalam bidang
sastra.
b)        Kemajuan di bidang Seni Arsitek 

1. Madrasah Seljuk

Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Seljuk mulai mengembangkan
bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan
madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari
rumah para guru untuk menerima murid.Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan
madrasah diadopsi oleh penguasa Seljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik.
Sang emir terispirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan
tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di
Baghdad pada tahun 1067 M.
Fakta menunjukkan, madrasah yang dibangun antara tahun 1080 M hingga 1092 M di
Kharghird, Khurasan sudah menggunakan empat iwan. Secara fisik, bangunan madrasah
Seljuk terdiri dari halaman gedung yang dikelilingi tembok dan dilengkapi empat iwan.
Selain itu juga ada asrama dan ruang belajar.Salah satu madrasah terbaik yang bisa dijadikan
contoh berada di Anatolia. Bangunan madrasah itu menerapkan karakter khas Iran termasuk
penggunaan iwan dan menara ganda yang membingkai pintu gerbang.
2.  Menara Seljuk

Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Seljuk secara subtansial
berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Seljuk mengadopsi menara
silinder seagai ganti menara berbentuk segi empat.

3. Makam Seljuk

Pada era kejayaan Dinasti Seljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model
bangunan makam Seljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk
menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang
dikembangkan para arsitek Seljuk mengambil dimensi baru. Bangunan makam yang megah
dibangun pada era Seljuk tak haya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah
meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan
tempat yang sama. Tak heran, bila makam penguasa dan ilmwuwan terkemuka di era Seljuk
hingga kini masih berdiri kokoh.
Bangunan makam Seljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi
delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama
di Iran). Selain itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia).
Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya
dekat masjid atau madrasah.

4. Masjid Seljuk

Inovasi para arsitektur Dinasti Seljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya.
Masjid Seljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang
terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas
masjid Kiosque. Model masjid khas Seljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks
bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.
D.     Penyebab Kemunduran & Kehancuran Dinasti Saljuk
Terdapat sebab-sebab internal dan eksternal bagi kejatuhan kekuasaan dinasti Saljuk.

1. Terjadinya disintegrasi wilayah kekuasaan dinasti karena sistem otonomi semi-


independen yang memberi peluang bagi gubernur wilayah untuk memisahkan diri
dari kekuasaan pusat menjadi negara-negara kecil. Wilayah-wilayah kekuasaan
dibagi-bagi kepada anggota keluarga dari Turki dan memerintah dengan otonomi
yang luas. Di sisi lain pengawasan dan koordinasi pemerintah pusat cukup lemah.
Apabila pusat melakukan tekanan atas wilayah-wilayah tersebut, penguasa-
penguasa wilayah tidak mau tunduk bahkan memberontak sebagaimana yang
terjadi di wilayah Khurasan dan Ghur.
2. Persaingan antara pemimpin-pemimpin Seljuq di Iraq, syiria dan Parsi setelah
kematian Maliksyah. Konflik perebutan kekuasaan dipicu oleh persaingan
antaradua orang putra Maliksah, Ghiyath al-Din Muhammad I dan Mu’izz al-Din
Sanjar. Sejumlah perang sipil antara kedua putra Maliksyah dan ditambah berbagai
kerusuhan telah melemahkan otoritas Saljuk dan mengakibatkan hancurnya
pemerintahan.
3. Tidaknya sosok pemimpin yang kuat dan memiliki kapasitas kepemimpinan seperti
ketiga sultan sebelumnya dan tidak adanya wazir ahli tata negara yang cerdas dan
handal yang setara dengan Nizham al-Mulk. Menurut Hitti, Imperium Saljuk yang
dibangun atas dasar kesukuan oleh sekelompok orang yang bentuk organisasinya
bersandar pada kebiasaan mengembara, hanya bisa disatukan oleh pribadi yang
memiliki pengaruh dominan.
4. Intervensi dan perebutan dominasi pengaruh para Atabeg (Panglima, wali asuh
para pangeran dan putra mahkota Saljuq). Pengaruh mereka yang semakin besar
dalam percaturan politik pemerintahan menyebabkan semakin melemahnya
otoritas dan pengaruh sultan.
5. Terlaksananya sistem iqta’. Menurut sistem ini, para panglima tentara diberikan
tanah-tanah di wilayah yang dikuasai mereka. Akhirnya lahirlah
golongan iqta’ (golongan feodal dan tuan tanah). Golongan ini memeras kaum tani
dengan mengenakan cukai pertanian untuk menapatkan hasil yang banyak dan
mengupah buruh tani dengan upah yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan rasa
tidak puas dan sakit hati yang menyebar luas di kalangan kaum tani dan memicu
terjadinya pemberontakan.
6. Penentangan kaum Syi’ah Isma’iliyah yang digelar al-hasyasyun (Assasins)
pimpinan al-hasan bin al-Sabah. Gerakan batiniyah ini merektrut pengikutnya dan
melatih menjadi tentara pemberontak. Pada tahun 483 H/1092 M, al-Hasan dan
tentaranya berhasil menguasai benteng pertahanan Saljuq di kawasan pengunungan
di dekat laut Kaspia. Bahkan, pada tahun 485 H/1092 M komplotan mereka
membunuh Nizam al-Mulk.
7. Ancaman dan serangan dari tentara Byzantium yang beragama kristen. Adanya
ancaman dari luar ini telah memaksa pemerintah kerajaan untuk meningkatkan
anggaran belanja negara di bidang militer. Peralatan senjata, tentara dan biaya
ekspedisi perang telah menyedot anggaran yang besar sehingga mengurangi
anggaran di bidang pembangunan sektor lain.

PENUTUP
Kesimpulan
Kehadiran Dinasti Saljuk di atas panggung sejarah peradaban Islam ibarat “mentari
baru” yang terbit kembali di tengah suasana kekuasaan politik di dunia Islam yang sedang
dalam kondisi krisis dan terpuruk pada paruh pertama abad ke sebelas. Dalam kondisi
kosongnya kekuasaan dominan akibat lemahnya kekhalifan Abbasiyah, maka tampillah kaum
Turki Saljuk menguasai keadaan. Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan sebuah era
baru dan penting dalam sejarah Islam dan kekhalifahan. Sejarah mencatat Dinasti Seljuk
sebagai kerajaan yang mampu menghidupkan kembali kekhalifahan Islam Sunni yang ketika
itu nyaris tenggelam.
Kekuasaan yang digenggam Saljuk begitu luas meliputi Asia Tengah dan Timur
Tengah — terbentang dari Anatolia hingga ke Punjab di belahan selatan Asia. Pada masa
pemerintahan dinasti Seljuk inilah umat Islam mendapatkan berbagai bentuk kemakmuran
dan kemajuan yang meliputi bidang politik, ekonomi, social, budaya dan ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai