Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AYAT-AYAT TENTANG ALAM

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Yang Dibina Oleh Bapak Nor Ipansyah, Drs, M.Ag

Disusun oleh

Syarifah Shofia Rofiqoh Shahab (200102040077 )

Khairatun Nisa (200102040079)

Ahmad Maulana (200102040082)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS SYARIAH JURUSAN HUKUM EKONOMI 2021


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid (786-809M/170-194H)


dikatakan bahwa pada masa itu terjadi masa keemasan Bani Abbasiyah.
Tetapi pada waktu inilah terjadi benih benih disintegrasi tepatnya saat
penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah mewariskan tahta kekhalifahan
pada putranya yaitu Al-Amin dan putera yang lebih muda yaitu al-
Ma’mun (saat itu menjabat sebagai gubernur khurasan). Setelah wafatnya
Harun al-Rasyid , al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan
menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Inilah yang
akhirnya menjadi awal masa perpecahan, yang akhirnya dimenangkan oleh
al-Ma’mun.
Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M) juga
mengalami disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thaahiriyah
yang didirikan oleh Thahir. Beliau diangkat menjadi jendral militer
Abbasiyah karena telah membantu dalam memperebutkan kekuasaan al-
Amin. Pemberian jabatan ini dimaksudkan agar al-Ma’mun dapat menjalin
kerja sama dengan kalangan elit yang dinaungi oleh Thahir. Namun upaya
untuk menyatukannya tidak dapat terwujud dan akhirnya kekuasaan
dikuasai oleh penguasa gubernur besar.

Dalam periode pertama,sebenarnya banyak tantangan dan


gangguan yang dihadapi dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang
merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana,
baik gerakan di kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar.
Namun semuanya dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan penguasa
Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri ini semakin memantapkan
posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan
betul-betul berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan
periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, kekuatan khalifah
mulai melemah, mereka berada dibawah pengaruh kekuasaan lain. Kondisi
ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk
menguasai kakuasaan.

Kekuasaan Turki tidaklah selamanya mengalami kejayaan, pada


akhir periode kedua, pemerintahan tentara turki mulai melemah dengan
sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian
memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil.
Inilah yang menjadi permulaan masa disintegrasi dalam sejarah politik
islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian disentegrasi?
2. Apa penyebab terjadinya disentegrasi?
PEMBAHASAN

MASA DISINTEGRASI (1000-1250)

Disentegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari


kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah. Perkembangan peradaban dan
kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada
periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan
cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari
pendahulunya. kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru oleh para
hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan bermewah-mewah, ditambah
dengan kelemahan khlaifah dan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan
roda pemerintahan terganggu dan rakyat miskin.

Kondisi ini member peluang kepada tentara professional asal Turki


yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih
pemerintah. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaaan sesungguhnya
berada ditangan mereka, sementara kekuasaaan Bani Abbas didalam khilafah
Abbbasiyah yang didiraikannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari
keruntuhan dinasti ini meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih
dari empat ratus tahun.

A. DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI


BAGHDAD

Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya mulai terjadi pada akhir


zaman Dinasti Umayyah, tetapi memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah.
Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai dari awal
berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah
kekuasaan Islam. Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan
dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika
Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak
dikuasai Khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu bersa di bawah kekuasaan
gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah
ditandai dengan pembayaran upeti.

Ada kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup


puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan
pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup
kuat untuk membuat mereka tunduk kepadannya. Kedua, penguasa Bani
Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada
politik dan ekspansi.

Akibat dari kebijakan yang lebih menekanan pembinaan peradaban


dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi
tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.

Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada
masa khalifah Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Yang berbangsa Persia:

a. Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).

b. Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).

c. Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).

d. Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).

e. Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/


932-1055 M).

2. Yang berbangsa Turki:

a. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).

b. Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).

c. Ghaznawiyah di Afghanistan, (351-585 H/962-1189 M).

d. Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya:


1) Seljuk besar, atau seljuk Agung, didirikan oleh Rukn
al-Din Abu Thalib Tuqhrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn
Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah
selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M).

2) Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).

3) Seljuk Syriaatau Syam di Syria,(487-511 H/1094-1117


M).

4) Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-


1194 M).

5) Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia Kecil, (470-700


H/1077-1299 M).

3. Yang berbangsa Kurdi:

a. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).

b. Abu Ali, (380-489 H/990-1095 M).

c. Ayubiyah, (564-648 H/1167-1250 M).

4. Yang berbangsa Arab:

a. Idrisiyyah di Marokko, (172-375 H/788-985 M).

b. Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).

c. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).

d. Alawiyah di Tabaristan, (250-316 H/864-928 M).

e. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002


M).

f. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).

g. Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).

h. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).


5. Yang mengaku dirinya sebagai khilafah:

a. Umawiyah di Spanyol (Andalusia)

b. Fathimiyah di Mesir.

Dari latar belakang dinasti-dinasti tersebut, tampak jelas adanya


persaingan antarbangsa terutama bangsa Arab,Persia, dan Turki. Disamping
latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi oleh
paham keagamaan, ada yang melatarbelakangi Syi’ah dan ada pula yang
Sunni.

B. PEREBUTAN KEKUASAAN DI PUSAT PEMERINAHAN

Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah
perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, Hal ini sebenarnya juga terjadi
pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi
pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
Setelah Nabi wafat, terjadi pertentangan pendapat antara kaum Muhajirin dan
Anshar di balai kota Bani Sa'idah di Madinah. Masing-masing golongan
berpendapat bahwa kepemimpinan harus berada di pihak mereka, atau
setidak-tidaknya masing-masing golongan mempunyai pemimpin sendiri.
Akan tetapi, karena pemahaman keagamaan mereka yang baik dan semangat
musyawarah dan ukhuwah yang tinggi perbedaan itu dapat diselesaikan, Abu
Bakar terpilih menjadi Khalifah.

Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan kekuasaan


terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pertama-tama Ali
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan
pemberontakan itu adalah Ali tidak mau menghukum para pembunuh
Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang ditumpahkan
secara zalim. Namun di balik alasan itu, menurut Ahmad Syalabi, Abdullah
ibn Zubairlah yang menyebabkan terjadinya pemberontakan yang banyak
membawa korban tersebut. Dia berambisi besar untuk menduduki kursi
khilafah. Untuk itu, ia menghasut bibi dan ibu asuhnya, Aisyah, agar
memberontak terhadap Ali, dengan harapan Ali gugur dan ia dapat
menggantikan posisi Ali. Dengan tujuan mendapatkan kedudukan khilafah
itu pula Muawiyah, gubemur Damaskus, memberontak. Selain banyak
menimbulkan korban, Muawiyah berhasil mencapai maksudnya, sementara
Ali terbunuh oleh bekas pengikutnya sendiri.

Pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada masa Ali ini


bertujuan untuk menjatuhkannya dari kursi khilafah dan diganti oleh
pemimpin pemberontak itu. Hal yang sama juga terjadi pada masa
pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus. Pemberontakan-pemberontakan
sering terjadi, diantaranya pemberontakan Husein ibn Ali, Syi'ah yang
dipimpin oleh al-Mukhtar, Abdullah ibn Zubair, dan terakhir pemberontakan
Bani Abbas yang untuk pertama kalinya menggunakan nama gerakan Bani
Hasyim. Pemberontakan terakhir ini berhasil dan kemudian mendirikan
pemerintahan baru yang diberi nama khilafah Abbasiyah atau Bani Abbas.

Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu


juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa
berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun
khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari
tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan
membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi
karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan
tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat
maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-
dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan
tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat
apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai
dengan keinginan politik mereka.
C. SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN PEMERINTAHAN BANI ABBAS

Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah


Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu,
walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup
besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil.

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa


kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor
penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Hal ini sudah terlihat
pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat,
benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan
sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Menurut W. Wontgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang


menyebabkan kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai
berikut:1

1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi.

pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat


saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintah
sangat rendah.

2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah


kepada mereka sngat tinggi.

3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk


tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak
sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

1
W. Wontgomert Watt, Kejayaan Islam (The Majesty that was Islam) (Yogyakarta Tiara Wacana
1990)
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A., yang menyebabkan kemunduran
daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:2

1. Persaingan antar bangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan


orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas.
Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.
Pada masa ini pesaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.

2. Kemerosotan ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan di bidang ekonomi. Pada


periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya.
Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh
dengan harta. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara
menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan
negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya
terjadi kerusuhan. Dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.

3. Konflik keagamaan

Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Pada


periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sehingga
mengakibatkan terjadinya perpecahan. Erbagai aliran keagamaan seperti
Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan
pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai
faham keagamaan yang ada.

2
Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II (PT. RajaGrafindo
Persada) 201
4. Perang Salib

Perang salib merupakan sebab eksternal dari umat Islam.perang salib yang
berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan
perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib
sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.

5. Serangan Bangsa Mongol

Serangan bangsa Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan


kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan
Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan
akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.

KESIMPULAN

Disentegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan


yang utuh menjadi terpisah-pisah. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya disintegrasi, yaitu: dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari
Baghdad, perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, persaingan antar bangsa,
kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan, dan serangan bangsa Mongol

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas’ud. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sunanto Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Bogor: Jakarta.

Tohir Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:


Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai