MASA DISENTEGRASI
(1000-1250M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas, dinasti mencapai keemasan
di tengah berbagai tantangan politik yang berhasil diatasi dengan baik,
memantapkan posisi mereka sebagai pemimpin yang kuat. Namun, periode
sesudahnya ditandai oleh penurunan kekuasaan, di mana khalifah menjadi lemah
dan kehidupan mewah memicu gangguan dalam pemerintahan. Kekuasaan
kemudian jatuh ke tangan tentara Turki, mengakibatkan dinasti Abbasiyah
mengalami keruntuhan secara bertahap. Persaingan antara golongan Arab dan
Persia, serta masuknya unsur Turki, semakin memperburuk kondisi politik. Meskipun
berusaha mempertahankan kekuasaan, Bani Abbas akhirnya kehilangan kendali,
dan munculnya dinasti-dinasti kecil menandai permulaan masa disintegrasi dalam
sejarah politik Islam.
C.PERANG SALIP
Peristiwa yang sangat signifikan dalam ekspansi Alp Arselan adalah Pertempuran
Manzikert pada tahun 1071 M, di mana pasukannya yang hanya berjumlah 15.000
prajurit berhasil mengalahkan pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 orang.
Keberhasilan ini memicu permusuhan dan kebencian dari pihak Kristen terhadap
umat Islam, yang kemudian memicu Perang Salib. Rasa benci ini semakin
diperdalam ketika Dinasti Seljuk merebut Bait Al-Maqdis pada tahun 1076 M dari
Dinasti Fatimiyah Mesir, dan mengeluarkan aturan yang mempersulit umat Kristen
untuk melakukan ziarah ke tempat tersebut. Seruan dari Paus Urbanus II pada tahun
1095 M menjadi pemicu terjadinya Perang Salib, yang terdiri dari tiga periode.
Pada periode pertama, sekitar 150.000 orang Eropa, terutama dari Prancis
dan Norman, berangkat ke Konstantinopel dan kemudian ke Palestina pada musim
semi tahun 1095 M. Dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond, mereka
berhasil mencapai kemenangan besar, menguasai beberapa kota penting seperti
Nicea, Edessa, dan Antiochea, serta berhasil menduduki Bait Al-Maqdis dan
mendirikan kerajaan-kerajaan Latin di Timur. Mereka terus melakukan ekspansi,
menguasai kota-kota penting lainnya seperti Akka, Tripoli, dan Tyre.
Periode kedua, dimulai ketika Nuruddin Zanki merebut kembali beberapa
kota yang sebelumnya direbut oleh pasukan Salib, seperti Aleppo, Hamimah, dan
Edessa. Paus Eugenius III kemudian menggema Perang Salib kedua, yang diikuti
oleh Raja Louis VII dari Prancis dan Raja Conrad II dari Jerman. Namun, mereka
dihadang oleh pasukan Nuruddin Zanki dan tidak berhasil merebut Damaskus.
Setelah kematian Nuruddin pada tahun 1174 M, kepemimpinan perang diambil alih
oleh Salahuddin Al-Ayyubi, yang berhasil merebut kembali Yerusalem pada tahun
1187 M, mengakhiri kekuasaan kerajaan Latin di sana selama 88 tahun.
Periode ketiga, Perang Salib dipimpin oleh Raja Jerman Frederick II, yang
mencoba merebut Mesir sebelum Palestina, tetapi usahanya tidak berhasil. Mesir
kemudian direbut kembali oleh kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Al-Malik Al-
Shalih pada tahun 1247 M, dan Palestina kembali dikuasai oleh kaum Muslimin di
bawah dinasti Mamluk. Akka berhasil direbut kembali oleh kaum Muslimin pada
tahun 1291 M di bawah kepemimpinan mereka. Perang Salib tidak hanya terjadi di
Timur, tetapi juga di Spanyol di mana umat Islam terusir dari sana. Meskipun umat
Islam berhasil mempertahankan wilayah mereka dari tentara Salib, namun mereka
mengalami kerugian besar dan melemah secara politik. Hal ini menyebabkan pecah
belah di antara umat Islam, dengan banyak dinasti kecil memerdekakan diri dari
pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.