Anda di halaman 1dari 10

A.

Proses Lahirnya Bani Abbasiyah


Kekhalifahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani
Umayyah, diman pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi
Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn
al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya.
Ketika dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan
memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh
saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta
Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan
gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena
tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar.
Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan
pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang telah
berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada
bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim
yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang
Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh
karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar
biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani Umayyah.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai
gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah
terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan
kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia
akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda
dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh
Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang
telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan
untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama
pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan diri hingga ke
Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750
M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan
dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah
pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kuffah.
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah
pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan
di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang
akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik
diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang
ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.

B. Masa kekuasaan Bani Abbasiyah


Selama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola
pemerintahan itu, para sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada
empat periode :
1. Periode I, yaitu semenjak lahirnya dinasti Abbasiyah tahun 132 H/750 M sampai
meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H/847 M.
2. Periode II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H/847 M sampai
berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/946 M.
3. Periode III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun 334 H/946 M sampai
masuknya kaum Saljuk ke Baghdad Tahun 447 H/1055 M.
4. Periode IV, yaitu masuknya kaum saljuk di Baghdad tahun 447 H/1055 M sampai
jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulagu
Khan pada tahun 656 H / 1258 M

1. Fase I ( 132 H/750 M-232 H/847 M ).


Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung
selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap
sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena
keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya
membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga
ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi
dalam penyebaran Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-
754 M), Al-Mansyur ( 754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786
M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma’mun (813-833 M),
Ibrahim (817 M), Al-Mu’tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847 M).
2. Fase II ( 232 H/847 M-334 H/946 M).
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir
ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, Al-
Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya
pengaruh Turki.
Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang berasal dari
Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap
hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat
pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta’in (862-866 M),
Al-Mu’taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa pemerintahan ini
dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh wilayah sehinngga
banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi
wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.
3. Fase III (334 H/946 M -447 H/1055 M).
Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa
ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim
(1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu
Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan
Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M,
dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.
Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk
keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti
Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad
yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah.
Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu
lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani
Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M),
dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah
(924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di
Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M).
4. Masa Abbasiyah IV (447H/1055M-656M/1258M)
Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil
alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M,
yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir
seluruh dunia islam bagian timur.
C. Khalifah-khalifah Abbasiyah
Kekuasaan Abbasiyah yang didirikan oleh keturunan Abbas ibnu al Muthalib
yaitu Abdullah saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas atau lebih
dikenal dengan sebutan Abu al Abbas al Safah berlangsung dalam kurun waktu yang
sangat panjang sekali, dari tahun 132H-656H (750-1258M). Sebelum Abul Abbas Ash-
Shaffah (pendiri) 132-136H meninggal, ia sudah mewasiatkan penggantinya. Dia
adalah saudaranya sendiri yang bernama Abu Ja’far. Kalau dasar-dasar pemerintahan
daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-
Mansur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada khalifah sesudahnya,
yaitu:
1. Kebijakan Al-Mahdi (775-785M)
Al-Mahdi dikenal sebagai sosok dermawan, pemurah, terpuji, disukai
rakyat  serta banyak memberikan hadiah-hadiah. Selain itu beliau mengembaliakn
harta-harta rampasan yang tidak jelas atau tidak benar. Beliau lahir pada 129H.
Pada masa ini, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan disektor
pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambanagan seperti perak,
emas, tembaga dan besi. Di antara kebijakan Al-Mahdi adalah sebagai berikut.
a. Menurunkan pajak bagi golongan kafir dzimmi, juga memerintahkan pegawai-
pegawainya untuk tidak bersikap kasar ketika memungut pajak, karena
sebelumnya mereka diintimidasi dengan berbagai cara agar membayar pajak.
b. Penaklukan dimasa kholifah Al-Mahdi meliputi daerah Hindustan (India) dan
penaklukan besar-besaran terjadi diwilayah Romawi. Selain itu Al-Mahdi juga
bersikap keras terhadap orang-orang yang menyimpang dari ajaran islam, yaitu
mereka yang menganut ajaran Manawiyah Paganistik atau penyembah cahaya
dan kegelapan atau lebih dikenal dengan sebutan Zindiq.
c. Pembangunan yang dilakukan dimasa itu meliputi peremajaan bangunan
ka’bah dan Masjid Nabawi, pembangunan fasilitas umum, pembangunan
jaringan pos yang menghubungkan kota Baghdad dengan kota – kota besar
islam lainnya.
2. Kebijakan Khalifah Harun ar-Rashid
Khalifah Harun al- Rashid adalah khalifah kelima daulah Abbasiyah, beliau
mengantikan saudaranya al-Hadi pada tahun 786-809M, yang merupakan masa
keemasan daulah Abbasiyah. Beliau dilahirkan di Raiyi pada tahun 145H ibunya
ialah Khaizuran, bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi. Ayah beliau al-
Mahdi memberi tanggung jawab dengan melantik Harun sebagai Amir di Saifah
pada tahun 163H, kemudian pada tahun 164 H beliau dilantik untuk memerintah
seluruh wilayah Anbar dan negeri-negeri di Afrika utara.
Khalifah Harun ar Rashid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap
ilmuan dan budayawan. Ia mengangkat perdana menteri juga dari seorang ulama
besar di zamanya, Yahya as-Barmaki juga merupakan guru Khalifah Harun ar-
Rashid, sehingga banyak nasehat dan anjuran kebaikan mengalir di Yahya. Hal
ini semua membentengi Khalifah Harun dari pebuatan yang menyimpang dari
ajaran islam. Pada masa hidupnya ahli-ahli bahasa terkenal yang mempelopori
penyusunan tata bahasa, seni bahasa salah satunya yaitu Khalaf al-Ahmar(wafat
180H), al-Khalil Ahmad al-farahidi(wafat180H).
Kekayaan yang banyak dimanfaat Harun Al – Rasyid untuk keperluan
sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan.
Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter disamping itu
pemandian – pemandian umum juga di bangun. Tingkat kemakmuran yang paling
tertinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusteran berada pada
zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Kemajuan-kemajuan yang diraih Dulah Abbasiyah pada masa itu khusunya
dalam hal keilmuan dan pendidikan tidak luput dari kebijakan yang dilakukan
Harun ar-Rashid pada masanya diantaranya adalah adanya gerakan penerjemah
manuskrib-manuskrip dan kitab Yunani, mendirikan Baitul Hikmah, Rumah
sakit, Kuttab serta didirikannya lembaga Sastra.
a. Gerakan Penerjemah
Kegiatan penerjemah sebenarnya sudah dimulai sejak Dulah
Umayyah, namun pada masa Daulah Abbasiyah mengalami masa
keemasan. Pusat tempat penerjemahan adalah Yunde Sahpur, yang
merupakan kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam. Para penerjemah
bukan hanya dari kalangan beragama Islam tapi dari pemeluk Nasrani dan
Majusi.
Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan dahulu kedalam
bahasa syiria kuno sebelum ke bahasa Arab. Hal ini dikarenakan
penerjemah adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami
bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri. Setelah itu baru Arab
menerjemahkan ke dalam bahasa Arab. Penerjemah dipelopori oleh
Yuhanna ibn Musawayh (777-857M) dan Hunayn ibn Ishak (wafat 873M)
b. Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakkan perpustakaan yang berfungsi sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan, institusi ini merupakan kelanjutan
dari institusi serupa dimasa imperium Sasania Persia yang
bernama Jundishapur Academy. Namun pada masa itu hanya menyimpan
puisi-puisi dan cerita untuk raja. Sedangkan pada masa Harun instuisi
tersebut bernama Khizanah al-Hikmah. Yang berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian. Terdapat macam-macam buku ilmu
pengetahuan yang berkembang pada masa itu, baik yang berbahasa Arab
maupun bahasa lain seperti Yunani, India, dan sebagainya. Pada masa ini
Baitul Hikmah juga berperan sebagai pusat penerjemah.
c. Pendirian Rumah Sakit
Sebelumnya telah dikatakan bahwa pada masa kahlifah Harun ar-
Rashid telah didirikan beberapa bangunan sosial diantaranya adalah rumah
sakit. Rumah sakit bagdad merupakan rumah sakit islam pertama yang
dibangun oleh kahlifah Harun ar-Rashid pada awal abad ke-9. Rumah sakit
ini menyediakan ruangan khusus untuk perempuan dan dilengkapi dengan
gedung obat-obatan. Beberapa diantaranya dilengkapi dengan perpustakaan
kedokteran dan menawarkan khusus pengobatan.
Selain itu rumah sakit ini juga dilakukan untuk praktikum para
mahasiswa dari sekolah kedokteran yang mengadakan penelitian dan
percobaan dalan bidang kesehatan. Pada masa itu sudah terdapat paling
tidak 800 orang dokter. Sejumlah dokter bedah mengijazahi kepada
mahasiswa kedokteran yang dianggap mampu melakukan praktik.
d. Mendirikan Apotik
Pada masa ini beliau membangun apotik pertama, selain itu beliau
juga mendirikan sekolah farmasi pertama dan menghasilkan buku daftar
obat-obatan. Mereka menulis beberapa risalah tentang obat-obatan.
e. Kuttab
Kittab atau bisa juga disebut maktab berasal dari dasar kataba yang
berarti menulis, maka kuttab adalah tempat belajar dan menulis. Lembaga
ini adalah lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-
dasar bacaan, menghitungkan dan menulis serta anak remaja belajar dasar
ilmu agama.
Menurut ibnu Djubaer pendidikan ini berlangsung di luar masjid.
Kurukulum pendidikan di kuttab berorientasi kepada Al-Qur’an sebagai
suatu tex book, hal ini mencangkup pengajaran membaca dan menulis,
kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah Nabi SAW. Belajar di Kuttab
dilakukan pada pagi hari sampain waktu shalat ashar untuk membahas
berbagai macam ilmu pegetahuan.
f. Lembaga Kesusteran
Pada masa pemerintahannya lembaga ini mengalami kemajuan yang
pesat, bahkan pada saat itu beliau juga aktif dalam majelis ini. Dalam
sejarah dikatakan, bahwa khalifah Harun ar-Rashid merupakan ahli ilmu
pengetahuan dan sangat cerdas, maka wajarlah beliau pun ikut terjun dalam
lembaga pendidikan ini.
3. Kebijakan Khalifah al-Ma’mun
Abdullah Abul Abbas al-Ma’mun dilahirkan pada tahun 170 H, Al-Ma’mun
memerintah dinasti Abbasiyah dari tahun 198H-218H. Beliau merupakan salah
satu khalifah Abbasiyah yang paling terkemuka, intelektual dan kecintaan Al-
ma’mun kepada ilmu pengetahuan serta jasa-jasanya dibidang tersebut meletakan
dirinya dipuncak daftar khalifah-khalifah Abbasiyah.
Pemaaf adalah salah satu sifat Al-Ma’mun yang paling nyata. Beliau
memaafkan al-Fadhi bin ar-Rabi’ yang telah menghasut komplotan penjahat
menentang beliau serta memulangkan kembali ke rumahnya, beliau memaafkan
ibrahim bin al-Mahdi yang elah melantik dirinya sebagai khalifah di Bagdad
sewaktu al-Ma’mun berada di Marwu. Beliau pun tidak sembarangan
mendengarkan nyaniyan dan tidak tertarik dengan hiburan dan bermain-main.
Selama dua puluh tahun tinggal di bagdad beliau meninggalkan hiburan dan
majelis-majelis minuman. Sebab beliau pusat pikirannya hanyalah ilmu
pengetahuan dan kecintaannya terhadap buku-buku.
Al-ma’mun penyokong ilmu pengetahuan dan menempatkan para
intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat terhormat. Di era
kepemimpinannya, ke khalifah abbasiyah menjelma sebagai adikuasa dunia yang
sangat disegani. Wilayah kekuasaanya dunia islam terbentang luas mulai dari
pantai Atlantik di Barat hingga Tembok Besar Cina di Timur. Dalam dua
dasawarsa kekuasaanya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia islam
sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan peradaban di jagad raya.
Seperti ayahnya al-Ma’mun dalam kepemimpinannya juga memiliki
kebijakan-kebijakan pada masanya sehingga daulah Abbasiyah dapat mencapai
masa gemilangnya khususnya dalam bidang keilmuan, seperti:
a. Gerakan Penerjemah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gerakan penerjemah telah
dilakukan pada masa dinasti Umayah, selanjutnya gerakan penerjemah ini
dilakukan pada masa Abbasiyah dan lebih memusat pada Khalifah al-
mashur dan Harun al-Rasid. Pada zaman ini kemauan usaha penerjamah
mencapai puncak dengan didirikannya sekolah tinggi terjemah di Bagdad.
Disinilah orang dapat mengenal Hunain bin Ishaq (809-877M) penerjemah
kedokteran Yunani. Penerjemah Materi Medika, Galen adalah ilmu
pengobatan, dan buku-buku filsafat. Karena keinginannya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu,
al- Ma’mun membentuk tim penerjemah yang terdiri dari Hunain bin Ishaq
yang dibantu anaknya, Ishaq dan keponakannya Hubaish serta ilmuan lain
seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama kristen Jocobite, Abu Basr Matta
ibn Yunus, seorang kristen Nestorian, ibn ‘adi, yahya ibn Bitriq dan lain-
lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama
berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan terutama kedokteran.
Keberhasilan penerjemah juga didukung oleh fleksibilitas bahasa
Arab dalam menyerap bahasa asing dan kekayaan kosa kata bahasa Arab.
Dalam masa keemasan, karya yang diterjemahkan kebanyakan tentang ilmu
pragmatis, seperti kedokteran, naskah astronomi dan matematika juga
diterjemahkan.
b. Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa khalifah al-Ma’mun diberi
nama al-Hikmah atau Baitul  Hikmah. Berfungsi sebagai tempat
penyimpanan buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium dan bahkan
Etiopia dan India. Khalifah sangat cinta dengan ilmu pengetahuan itu
mengundang para ilmuan dari berbagai agama datang ke Bait al-Hikmah,
beliau menempatkan para intelektual dalam posisi yang mulia dan sangat
terhormat. Para filosof, ahli bahasa, serta sarjana yang menguasai ilmu
lainnya digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.
Di institusi ini beliau mempekerjakan Muhammad ibn Musa al-
Khawarizmi yang ahli dalam bidang aljabar, astronomi serta penemu
logaritma. Dibaitul hikmah telah ditemukan konsep dasar pendidikan
multicultural. Dalam institusi ini tidak ditemukan diskriminasi, melainkan
konsep demokrasi dan pluralitas sudah begitu kental dalam kegiatan
pendidikan di institusi ini.
c. Majelis al-Munazharah
Majelis ini merupakan lembaga yang digunakan sebagai lembaga
pengkaji keagamaan yang diselenggarakan dirumah-rumah, masjid-masjid,
dan istana khalifah. Lembaga ini juga digunakan untuk melakukan kegiatan
transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga majelis banyak
ragamnya. Selain majelis ini ada 6 majelis lainnya, yaitu majelis al-Hadist,
al-Muzakarah, al- Syu’ara, al-Adab, dan al-Fatwa.
d. Menulis buku
Aktifitas pelajar pada masa al-ma’mun yang tak kalah menarik adalah
menulis buku sbagai karya yang menjadi bukti penguasaan ilmu yang telah
diperolehnya. Ketika belajar, mereka juga melakukan kegiatan menulis.
Pada awalnya tulisan mereka berbentuk manuskrip saja, namun kemudian
akan dibukukan, sehingga memiliki bobot kualitas yang dapat
dipertanggung jawabkan. Pada masa dahulu bahan untuk meulis adalah kain
perca dan papirus, tetapi pada masa al-Ma’mun kertas telah menggantikan
kain dan piparus diwilayah umat islam.
e. Rumah Para Ulama
Lembaga pendidikan ini digunakan untuk melakukan kegiatan ilmiah,
baik mengenai agama ataupun umum. Pada umumnya materi yang
diberikan adalah Al-Qur’an, ilmu-ilmu pasti, bahasa Arab, dan kesastraan,
mantik, fiqh, falaq, tafsir, dan lain lain.  Banyak pelajar yang berminat
untuk mempelajari ilmu dari para ulama. Mereka berdatangan pergi
kerumah para ahli ilmu karena para ahli yang bersangkutan tidak
memberikan pelajaran di masjid.

Anda mungkin juga menyukai