Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN SASTRA ARAB PADA MASA DINASTI ABBASYIAH

Oleh:

Hanimatus Salsabila (03010121011)

Hayyun Farichah (03010121013)

Moch Sulthonur Robbih (03040121107)

Dosen Pengampu:

Lutfiyah Alinda, M. Hum, MA

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar belakang
Dinasti Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang
berkuasa di Baghdad. Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai
pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.
Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua
wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi
Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muthalib (566-652 M), oleh karena itu mereka
juga termasuk keturunan Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 132H/750M dan memindahkan ibu
kota dari Damaskus ke Baghdad.
Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk
mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Persia pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masapemerintahan Khalifah
Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750 M, Abu al-Abbas
as-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Dinasti Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan
pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 M kekuatan kekhalifahan menyusut
ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh Mamluk di
Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri
dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang
menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti
mereka tak dapat disaingi
BAB II

PEMBAHASAN

A Sejarah berdirinya dinasti Abbasyiah


1. Asal –usul berdirinya dinasti Abbasyiah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Dinasti
Umayyah yang telah runtuh di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasanya diambil dari keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW yaitu
Abbas bin Abdul Mutholib. Adapun penggagas pertama berdirinya Dinasti Abbasiyah adalah Ali
bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim. Walaupun Ali bin
Abdullah tidak sempat mewujudkan berdirinya Daulah Abbasiyah namun anak cucunya berhasil
mewujudkan cita-cita Ali bin Abdullah tersebut setelah melalui proses yang sangat panjang.
Setelah pemerintahan Islam berada dibawah kekuasaan Bani Umayyah, keluarga Bani
Hasyim adalah adalah pihak yang paling banyak dirugikan. Bani Umayyah mengubah sistem
pengalihan kekuasaan Islam yang demokratis menjadi dinasti turun temurun, terlebih lagi
perlakuan para penguasa Bani Umayyah terhadap Ali bin Abi Tholib dan keturunannya yang
sangat diskriminatif. Oleh karena itu maka beberapa tokoh dari keturunan Abbas sangat
berambisi untuk merebut kekuasaan dari Bani Umayyah.
Tokoh-tokoh yang merupakan 6 perintis dan pendiri dinasti Abbasyiah hingga pada 123
H / 750 M dinasti Abbasyiah berdiri setelah melalui perjuangan dan proses yang sangat panjang
dan berliku yaitu1:
● Ali bin Abdullah
● Muhammad bin Ali
● Ibrahim bin Muhammad
● Abu Abbas As Safah
● Abu Ja,far Al Manshur
● Abu Muslim Al Khurasani

Sebelum Dinasti Umayyah runtuh, Bani Abbasiyyah telah memposisikan diri sebagai
oposisi yang menyebarkan propaganda anti pemerintahan Dinasti Umayyah. Gerakan ini tidak
hanya datang dari Bani Abbas tetapi juga dari Kaum Syi’ah yang ingin menuntut balas atas
terbunuhnya Imam Husain bin Ali di Karbala secara keji, dan kaum Mawalli yang menuntut hak,
persamaan dan keadilan dari pemerintahan Dinasti Umayyah.

1 Mujayanah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Tegal: FGP Press, 2017), hal. 10.
Pemimpin gerakan dakwah ini adalah Ali bin Abdullah bin Abbas, ia sangat berambisi
merebut kekuasaan dari Dinasti Umayyah. Untuk mewujudkan keinginannya ia melakukan taktik
dan strategi yang lama namun pasti. Ia berpendapat bahwa pemindahan kekuasaan dari satu
kelompok ke kelompok yang lain harus mendapat dukungan dari seluruh rakyat. Ali bin Abdullah
bin Abbas melakukan propaganda ini kepada masyarakat luas. Untuk mendapatkan simpati
masyarakat maka Ali bin Abdullah meminta pendukungnya untuk mengajak seluruh lapisan
masyarakat agar membantu keluarga Rasulullah SAW yang telah diperlakukan tidak adil selama
pemerintahan Bani Umayyah. Namun sayang, sebelum mewujudkan cita-citanya beliau wafat
pada tahun 124H/ 742M.

Setelah Ali bin Abdullah wafat kemudian diganti oleh anaknya yaitu Muhammad bin Ali.
Namun sayang, sebelum Dinasti Abbasiyah terbentuk Muhammad bin Ali telah meninggal pada
tahun 127H/ 745M. Ia melakukan usaha propaganda anti pemerintahan Dinasti Umayyah
sebagaimana yang telah dilakukan ayahnya.

Sepeninggal Muhammad bin Ali kemudian dilanjutkan oleh anaknya yaitu Ibrahim aI-
Imam. Ia juga melakukan propaganda anti DinastiUmayyah. Ia menunjuk seorang khurasan
sebagai panglima perangnya, yaitu Abu Muslim al-Khurasani. Abu Muslim al-Khurasani adalah
seorang pemuda yang menampilkan bakat kepemimpinan dan keberanian yang luar biasa.
Padahal, waktu ia dijemput sebagai panglima perang oleh Ibrahim Al-Imam ia baru berusia 19
tahun. Ia mencapai sukses besar di Khurasan, ia berhasil menarik simpati sebagian besar
penduduk.

Sebelum Abu Muslim Al-Khurasani diangkat sebagai panglima perang, gerakan dakwah
dilakukan secara diam-diam. Para da’i dikirim keberbagai penjuru wilayah Islam dengan
menyamar sebagai pedagang atau jama’ah haji. Hal itu dilakukan karena belum berani melawan
Dinasti Umayyah secara terang-terangan. Setelah Abu Muslim al-Khurasani diangkat sebagai
panglima, Ibrahim Al-Imam mendorong Abu Muslim untuk merebut khurasan dan
menyingkirkan orang-orang Arab yang mendukung Dinasti Umayyah. Rencana ini diketahui oleh
penguasa Dinasti Umayyah. Melihat kondisi tersebut khalifah Marwan II, khalifah terakhir
Dinasti Umayyah menganggapnya sebagai ancaman. Ia mengirim pasukan untuk menangkap
Ibrahim Al-Imam lalu diasingkan dan dibunuh tahun 128H/ 746M.

Penangkapan terhadap Ibrahim Al-Iman telah membangkitkan kemarahan saudaranya


yaitu Abu Abbas as-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur. Pada tahun 129H/ 747M. Mereka dibantu
oleh Abu Muslim al-Khurasani melakukan pemberontakan dan penyerangan dikota-kota penting
DinastiUmayyah. Abu Muslim al-Khurasani segera memulai gerakannya. Dengan pandai ia
memanfaatkan pertentangan antara suku Arab Qaisy dan suku Arab Yaman yang sudah
berlangsung lama. Pada masa itu orang-orang Yaman mendapat kedudukan yang baik dari
Khurasan. Hal itu disebabkan Gubernur Khurasan saat itu berasal dari suku arab Yamani yaitu
As’ad bin Abdullah al-Qasri. Pada waktu Abu Muslim al-Khurasani memulai gerakannya,
gubernur Khurasan di jabat oleh Nasr bin Sayyar berasal dari suku Arab Qaisy. Abu Muslim al-
Khurasani mendekati al-Kirmani, pemimpin suku Arab Yamani di Khurasan. Dengan siasat adu
domba gubernur Nasr bin Sayyar berhasil dikalahkan.

Sementara itu Kahtaba danAbu Muslim al-Khurasani maju ke sebelah barat, ia


didampingi oleh Khalid bin Barmak. Mereka menyeberangi sungai eufrat dan sampai ke medan
karbala. Pertempuran dahsyat pun berkobar. Gubernur Dinasti Umayyah yang bernama Yazid
berhasil dikalahkan. Namun Kahtaba gugur dalam pertempuran itu. Dibagian timur, tentara
Dinasti Abbasiyah terus bergerak maju. Putra khalifah Marwan dikalahkan Abu Ayun, Seorang
panglima Dinasti Abbasiyah. Khalifah Marwan II akhirnya memimpin langsung usaha terakhir
untuk mempertahankan Dinastinya. Ia menggerakkan 120.000 tentara menyeberangi sungai tigris
serta maju menuju Zab Hulu atau Zab Besar.

Akhirnya khalifah Marwan II terkepung dikota Damaskus, namun ia berhasil melarikan


diri ke Yordania lalu ke Palestina, pemberontak terus mengikutinya dan menaklukkan setiap kota
kedalam kekuasaan Bani Abbasiyah. Tidak ada lagi tempat baginya untuk melarikan diri selain
Mesir, yang kebanyakan penduduknya tidak menyukai DinastiUmayyah akibat kekejaman dan
ketidakadilan yang mereka terima. Akibatnya, Khalifah Marwan II dihadang oleh pasukan
Abbasiyah yang dikirim oleh Abu Abbas as-Saffah. Pada tahun 132H/ 750M, Khalifah Marwan II
ditangkap dikota kecil yaitu al-Askar sebelah timur kota Fustath ibu kota Mesir saat itu.
Kepalanya dipenggal lalu dikirim kepada Abu Abbas sebagai bukti kekalahan musuhnya.

Dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II, maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Umayyah
di Damaskus dan berdirilah Daulah Abbasiyah dengan khalifah pertama Abu Abbas as- Saffah
yang memerintah tahun 132-136H/ 750-754M. Abu Abbas as-Saffah di baiat sebagai khalifah di
masjid Kuffah.2

2. Silsilah khalifah dinasti Abbasyiah


a) Periode pertama
Khalifah dinasti Abbasiyah pada periode pertama adalah sebagai berikut.
a. Khalifah Abu Abbas As Safah (750 - 754 M)
b. Khalifah Abu Ja’far Al Manshur (754 - 775 M)
c. Khalifah Al Mahdi (775 - 785 M)
d. Khalifah Al Hadi (785 - 786 M)
e. Khalifah Harun Al Rasyid (786 - 809 M)
f. Khalifah Al Amin (809 - 813 M)
g. Khalifah Al Makmun (813 - 833 M)
h. Khalifah Al Muktasim (833 - 842 M)
i. Khalifah Al Wasiq (842 - 847 M)
b) Periode kedua
Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode kedua adalah sebagai berikut.
a. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)
b. Khalifah Al-Muntasir (861-862 M)
c. Khalifah Al-Musta'in (862-866 M)
d. Khalifah Al-Mu'tazz (866-869 M)
e. Khalifah Al-Muhtadi (869-870 M)
f. Khalifah Al-Mu'tamid (870-892 M)
g. Khalifah Al-Mu'tadid (892-902 M)
h. Khalifah Al-Muktafi (902-908 M)
i. Khalifah Al-Muqtadir (908-932 M)
j. Khalifah Al-Qahir (932-934 M)
k. Khalifah Ar-Radi (934-940 M)
l. Khalifah Al-Muttaqi (940-944 M)

c) Periode ketiga
Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode ketiga adalah sebagai berikut.

2 Ibid, hal. 11-13


a. Khalifah Al-Mustakfi (944-946 M)
b. Khalifah Al-Muti (946-974 M)
c. Khalifah At-Ta'i (974-991 M)
d. Khalifah Al-Qadir (991-1031 M)
d) Periode keempat
Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode keempat adalah sebagai berikut.
a. Khalifah Al-Qa'im (1031-1075 M)
b. Khalifah Al-Muqtadi (1075-1094 M)
c. Khalifah Al-Mustazhir (1094-1118 M)
d. Khalifah Al-Mustarsyid (1118-1135 M)
e. Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)
f. Khalifah Al-Muqtafi (1136-1160 M)
g. Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)
h. Khalifah Al-Mustadi (1170-1180 M)
e) Periode kelima
Khalifah Dinasti Abbasiyah pada periode keempat adalah sebagai berikut.
a. Khalifah An-Nasir (1180-1225 M)
b. Khalifah Az-Zahir (1225-1226 M)
c. Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)
d. Khalifah Al-Musta'sim (1242-1258 M)3

ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tidak terdapat di zaman Bani
Umayyah antara lain :

1) Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh
dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi
kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah,
pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa
Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2) Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan
Bani Umayyah.

3 Ibid, hal, 13-17


3) Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional. 4

B Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah

a . Kutab atau Maktab


   Kutab ialah suatu lembaga pembelajaran dasar yang dalam catatan sejarah sudah terdapat sejak
pra Islam . Diperkirakan mulai dibesarkan oleh pendatang ke tanah Arab. 5
b . Masjid
   Masjid mempunyai makna yang sangat strategis dalam merajut serta meningkatkan ajaran Islam
, paling utama dikala di Madinah . Masjid tidak cuma berperan bagaikan tempat beribadah ,
masjid juga berperan sebagai fasilitas pendidikan serta politik Islam. 6
c . Pendidikan rendah di Istana ( Qurhur )      
Khalifah dan para pembesar istana berupaya mempersiapkan anak - anak dengan
lingkungan serta tugas - tugas yang hendak diembannya nanti . Oleh sebab itu mereka memanggil
guru - guru untuk membagikan pembelajaran kepada kanak-kanak. 7
d . Toko - toko buku ( al - Hawarit al - Waraqin )
  Pada masa itu toko buku bukan hanya menjadi sebuah tempat melakukan akad jual - beli ,
namun lebih dari itu toko buku menjadi sebuah lembaga pendidikan yang di dalamnya banyak
dilakukan kegiatan ilmiah misalnya pembelajaran, diskusi, riset, serta pengembangan ilmu-ilmu
yang ada.8
e. Perpustakaan Buku
  sumber data bermacam ilmu pengetahuan yang terdapat serta sudah dikembangkan oleh para
ahlinya. dibangun pada pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid. 9

f. Salun kesusasteraan
   Salun dalam bahasa Arab berarti sanggar seni. Merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
bersifat nonformal yang di dalamnya banyak mendiskusikan tentang berbagai macam ilmu

4 A. Najili Aminullah, Dinasti Bani Abbasiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual, IAIN SMH
Banten.
5 Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, Dan Metodologi
Pendidikan Islam Dari Era Nabi SAW Sampai Ulama Nusantara. 77.
6 Badri Yatim, Ensiklopedi Mini: Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos, 1966). 87.
7 M Misdar, Sejarah Pendidikan Dalam Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017).94.
8 Zuhairini, Moh. Kasiram, Abdul Ghofir, Tajdab, Sejarah Pendidikan Islam. 92. 14 15
9 Phillip. K. Hitti, Terjemahan History of the Arabs. 521.
pengetahuan. Majelis ini sudah terdapat semenjak era Khulafaur Rasyidin, yang awal mulanya
diadakan di dalam masjid. Tetapi pada masa dinasti Umayyah, penerapannya dipindahkan ke
istana pada masa Harun ar-Rasyid (170-193) di era dinasti Abbasiyah. 10
g. Rumah Ulama
    lembaga pendidikan yang bersifat informal, rumah ulama di era dinasti Abbasiyah telah
menjadi tempat belajar bagi para murid yang ingin belajar ilmu pengetahuan. Salah satu
contohnya adalah rumah Ibn Sina yang digunakan untuk mempelajari ilmu medis, serta rumah
Abi Sulaiman al-Sajastani yang digunakan untuk menekuni ilmu filsafat.11
h. Observatorium Bimaristan
  dikenal dengan istilah observatorium, merupakan sebuah tempat yang sering sekali diadakan
kajian-kajian atau diskusi ilmiah tentang ilmu pengetahuan serta filsafat Yunani. 12
i. Ribath
Merupakan tempat aktivitas kalangan sufi yang mau menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi serta mengkonsentrasikan diri untuk beribadah. 13
j. Al-Zawiyah
  zawiah adalah tempat berlangsungnya pengajian atau halaqah yang menekuni aspek spiritual-
keagamaan yang digunakan para sufi sebagai tempat untum berdzikir dan tafakur mengingat dan
merenungkan keagungan Allah SWT.14
k. Madrasah
madrasah merupakan hasil dari perubahan bentuk masjid-masjid  kemudian berubah menjadi
madrasah. sama-sama mempelajari ilmu-ilmu agama tetapi di Madrasah juga mempelejari ilmu
umum.15
C Perkembangan Bahasa Sastra Arab
1) Perkembangan Bahasa
Pada masa Abbasiyah, masyarakat kota Arab sudah berasimilasi dengan orang-orang
awam dan berbaur dengan cara bekerja di lapangan seperti perindustrian, pertanian, dan
pekerjaan-pekerjaan lain yang beraneka ragam. Disamping itu masyarakat Arab sudah bercampur

10 Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam: Dari Masa Rasulullah Hingga Reformasi di
Indonesia, 2015. 83.
11 Kodir. 84.
12 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, Divisi Kencana, 2016).
13 Chadijah Ismail, Sejarah Pendidikan Islam (Padang: IAIN Press, 1981). 58. 20 21
14 Ibid, 81.
15 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik Dan Pertengahan, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2010).
dengan orang-rang asing yang masuk ke wilayah Arab bahkan berbesan dan bertetangga, mereka
benar-benar berkecimpung dalam peradaban dan kemodernan. Sebagian besar penduduk Arab
menekuni bidang bahasa, adat istiadat, cara berfikir, sehingga hal ini berpengaruh kuat dalam
bidang bahasa baik puisi maupun prosa. Maka pada masa ini munculah istilah arabisasi, menggali
hukum syari’at dari kitab suci al-Quran dan menyusun ilmu bahasa Arab untuk menjamin
keutuhan bahasa Arab khususnya al-Quran. Adapun tujuan-tujuan penggalian bahasa pada masa
Abbasiyah adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan ilmu-ilmu syari’at yang belum pernah ditulis pada masa sebelumnya. Penyusunan
ilmu tersebut mencakup tentang penyusunan ilmu Fikih, Aqidah, Balaghah, Ushul Fiqh dan
Nahwu dan Sorof.
2. Penerjemahan buku-buku bahasa asing kedalam bahasa arab, khususnya ilmuilmu yang lahir
dari bangsa yunani kuno. Ilmu seperti ini dapat kita jumpai dalam ilmu mantik (logika).
3. Penggarapan sektor industry sebagai buah dari kemajuan peradaban dalam bidang sains dan
teknologi yang dicapai pada masa Abbasiyah.
4. Mulai menjamurnya kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, dan pengajaran ilmu-
ilmu pengetahuan.16
2) Perkembangan Prosa
Secara garis besar sastra Arab dibagi atas dua bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri
atas beberapa bagian, yaitu:
a. Kisah (Qisshah), adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif,
disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah
Qasirah dan Uqushah. Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada
cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
b. Amsal (peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan
memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amsal dan
kata mutiara pada masa Abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan pada hal yang
berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibnu Al-
Muqoffal.
c. Sejarah (tarikh), atau riwayat (sirah). Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri
dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal. Karya sastra yang terkenal dalam
bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedikota dan negara) oleh Yaqut Al-
Rumi (1179-1229). Tarikh Al-Hindi (sejarah India) oleh Al- Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya

16 Asriyah, Perkembangan Sejarah Sastra Arab , Jurnal Rihlah Vol. V No. 3/2016
Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah) mencakup berbagai bidang ilmu, diantaranya yang terkenal berkenaan
dengan hal ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).

Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat
menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-
uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. Muncul sastrawan-sastrawan dengan
berbagai karyanya :

1) Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintisnya diantaranya Kalilah wa
Dimnah, terjemahan dari bahasa Sansekerta, karya seorang filosof India bernama Baidaba, yang
kemudian disalinnya dalam bahasa Arab. ilmuwan ini berkebangsaan Persia, hasil karya yang
adalah:

● Siy’ar Muluk Al-‘Ajam (kehidupan raja-raja non Arab).


● Al-Adab As-Sighar (sastra kecil).
● Al-Adab Al-Akbar (sastra besar).

2) Abdul Hamid Al-Katib, sebagai pelopor seni mengarang surat.

3) Al-Jabid, karyanya memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan
bacaan bagi para sastrawan kemudian.

4) Ibnu Qutaibab, dikenal sebagai ilmuwan dan sastrawan yang sangat cerdas dan memiliki
pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.

5) Ibnu Abdi Rabbi, seorang penyair yang berbakat memiliki kecendrungan ke sajak drama.
Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra Arab. Karya terkenalnya adalah Al-Aqdul Farid,
semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan Islam.Salah satu prosa
terkenal dari masa ini ialah ‘Kisah Seribu Satu Malam’.

6) Umar Khayam Penyair yang berasal dari kota Khurasan, ia juga ahli di bidang matematika,
astronomi dan filsafat, hasil karyanya yang terkenal adalah Sajak Rubaiat, yaitu sajak yang terdiri
dari empat baris yang berpasangan dua-dua. Dalam Sajak Rubaiat tersebut biasanya berisi
kritikan dan koreksi terhadap ilmuwan sebab ia telah menjadikan kebenaran relatif menjadi
kebenaran mutlak, sebagai seorang Sufi maka syair-syairnya menunjukkan kerendahan hatinya.
7) Jalaludin Ar-Rummi Sastrawan yang juga mendalami tasawuf, hasil karya besarnya adalah
Matsawi yang berisi tentang puisi dan prosa yang sangat indah. Matsawi berisi 20.700 bait syair
dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

8) Abu Nawas Penyair terkenal pada masa khalifah Harun Al-Rasyid, karya terbesarnya adalah
Alfu Laila Walaila (Seribu Satu Malam). Nama lengkapnya adalah Abu Nawas Al-Hasan bin
Hani Al-Hakami. Ia terkenal sebagai Penyair Khomr¸ karena di masa mudanya suka mabuk-
mabukan, tetapi pada masa tuanya ia bertaubat dan menulis syair-syair agama yang diterbitkan di
beberapa negara diantaranya tahun 1855M diterbitkan di Wima, tahun 1860 M, tahun 1898 M dan
tahun 1932 M diterbitkan di Kairo, tahun 1844 M diterbitkan di Beirut, tahun 1894 M terbit di
Bombay, dan tersimpan dalam perpustakaan Berlin, Wima Mosul dll.

9) Az-Zamakhsyari Beliau adalah ilmuwan bahasa dan sastra Arab, hasil karyanya adalah

● Asas Al-Balaghoh.
● Al-Mufrod Walmu’allaf fin Nahwi (satu dan kesatuan sifat dalam ilmu tata bahasa).
● Al-Mustaqim fi Amsal Al-Arab (peribahasa dalam bahasa Arab).

10) Imam Sibawaihi Nama lengkapnya adalah Amru bin Usman Al-Haris Abu Bashar, karya
besarnya disebut Al-Kitab dengan judul Kitab Al-Sibawaih yaitu karya ilmu bahasa yang terdiri
dari 2 jilid setebal 1000 halaman Imam Sibawaih terkenal sebagai ahli Nahwu yang sangat teliti
dan sangat menjaga keindahan bahasa Arab dengan fasih, ia juga dikenal sebagai peletak dasar
yang kuat dan layak untuk perkembangan bangsa Arab berikutnya. sebab hasil karyanya tersebut
tidak sedikitpun ada perubahan terhadap dasar dan kaidah oleh generasi-generasi setelahnya yang
merasa sangat puas terhadap nilai hasil karyanya berupa kitab Nahwu.

3) Perkembangan Puisi
Para sastrawan masaAbbasiyah membuat genre sajak/puisi mengkombinasikan dengan
sesuatu yang bukan berasal dari tradisi Arab, cirinya antara lain :
a. Penggunaan kata uslub dan ibarat baru
b. Pengutaran sajak lukisan yang hidup
c. Penyusupan ibarat filsafat
d. Kelahiran kritikus sastra pada zaman ini
Tokoh penyair terkenal pada masa Bani Abbasiah adalah:
1) Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani
2) Abu’ At-babiyat (130-211 H)
3) Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya Habib bin Auwas At-Toba’i
4) DabalAl-Kbuza’i (wafat 246 H), nama aslinya Da’bal bin Ali Razin dari Khuza’ab.
Penyair besar yang berwatak kritis.
5) Al-Babtury (206-285 H), nama aslinya Abu Ubadab Walid Al-Babtury Al-Qubtbany.
6) Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani
menciptakan tema-tema baru.
7) Al-Matanabby (303-354 H) nama aslinya Abu Thayib Ahmad bin Husin Al-Kuft
penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
8) Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la Al-Mu’arry. Penyair berbakat dan
berpengetahuan luas.17

D Runtuhnya dinasti Abbasyiah


Pada masa Dinasti Abbasiyah, peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang
bahkan mencapai kejayaan. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbasiyah pada periode ini lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Puncak
kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan
anaknya Al-Makmun (813-833). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur,
kekayaan melimpah, ilmu pengetahuan berkembang, keamanan terjamin, dan wilayahnya meluas
mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Namun, masa keemasan Islam tidak dapat bertahan, setelah Baghdad dibumihanguskan
oleh tentara Mongol, di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M. Semua bangunan kota termasuk
istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, menghancurkan perpustakaan yang
merupakan gudang ilmu pengetahuan, dan membakar semua buku yang ada di dalamnya. Pada

17 Ibid, hal, 62-64


tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh
tentara Kerajaan Safawi.
Banyak para ahli sejarah mengungkapkan teori-teori mereka mengenai faktor-faktor
kemunduran Dinasti Abbasiyah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Islam pada
masa Abbasiyah, yaitu:
1. Faktor internal : luasnya wilayah kekuasaan, berdirinya dinasti-dinasti kecil, perebutan
kekuasaan di pusat pemerintah, persaingan antarbangsa, kemerosotan ekonomi, konflik
keagamaan, gaya hidup bermewahmewahan dan bersenang-senang, korupsi
(memperkaya diri sendiri), umat Islam meninggalkan ajaran agamanya, sistem pergantian
khalifah secara turun menurun, serta khalifah usia muda dan tidak memiliki kemampuan
memimpin.
2. Faktor eksternal : perang salib dan serangan tentara Mongol. Serangan yang dilancarkan
oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M yang dikenal
dengan perang Salib.
Dengan hancurnya dinasti Abbasiyah maka dunia islam mengalami dampak pada aspek
ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik. Dampak kehancuran dinasti Abbasiyah terhadap dunia
islam dalam tiga aspek berikut :
1. Ilmu pengetahuan : Perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemunduran. Hal ini
disebabkan Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah adalah pusat perkembangan ilmu
pengetahuan terhadap ilmu terlihat dari besarnya kontribusi ilmuan masa itu terhadap
perkembangan keilmuan setelahnya. Pembangunan perpustakaan, toko buku, sekolah-
sekolah, pusat kajian dan diskusi adalah aktivitas kaum intelektualnya. Pada masa
kehancuran kota Baghdad sejarah mencatat kisah pemusnahan buku-buku di Baitul
Hikmah yang sebagiannya dibuang di sungai Tigris (Ensiklopedia Islam, 1994: 518).
2. Politik : Umat Islam terpecah-pecah, negara Islam mengalami penjajahan, dan tidak ada
sistem khalifah. umat Islam terlihat pada perpecahan yang terjadi antara Arab Sunni dan
Arab Syi’ah yang menyebabkan banyaknya bermunculan dinati-dinasti kecil, Karena
bermunculan dinasti-dinasti kecil inilah yang membuat Dinasti Abbasiyah tidak lagi
berfungsi sebagai kerajaan politik yang berpengaruh terhadap negara lain yang berakibat
menjadi lemahnya kekuatan umat Islam sehingga mudah dijajah oleh negara lain.
Runtuhnya Dinasti Abbasiyah berdampak pada berakhirnya sistem kekhalifahan, yang
berdasarkan syariat Islam, kemudian berubah berdasarkan ideologi.
3. Ekonomi : Akibat dari penghancuran kota Baghdad menjadi runtuh secara total dan
penduduknya tersisa sedikit selama beberapa abad menjadikan umat Islam ketika itu
terpuruk, karena fasilitas yang ada sudah dihancurkan seperti irigasi untuk mengairi
pertanian, dan fasilitas umum lainnya dihancurkan. Sehingga menjadikan umat Islam
kesulitan dalam bidang ekonomi.18

BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan

Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Dinasti Umayyah yang
telah runtuh di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya
diambil dari keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW yaitu Abbas bin Abdul Mutholib. Tokoh-
tokoh yang merupakan 6 perintis dan pendiri dinasti  Abbasyiah hingga pada  123 H / 750 M dinasti
Abbasyiah berdiri diantaranya adalah Ali bin Abdullah, Muhammad bin Ali, Ibrahim bin Muhammad,
Abu Abbas As Safah, Abu Ja,far Al Manshur, Abu Muslim Al Khurasani.

Pada Masa Dinasti Abbasiyah, terdapat lembaga-lembaga pendidikan yaitu kutab, masjid, qurhur,
toko-toko buku, perpustakaan, salun kasusasteraan, rumah ulama, observatorium, ribath, al-zawiyah dan
madrasah. Pada masa Abbasiyah, masyarakat kota Arab sudah berasimilasi dengan rangorang awam dan
berbaur dengan cara bekerja di lapangan seperti perindustrian, pertanian, dan pekerjaan-pekerjaan lain
yang beraneka ragam.

Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik
dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang
dikarang atau disalin dari bahasa asing.

Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan
anaknya Al-Makmun (813-833). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur,
kekayaan melimpah, ilmu pengetahuan berkembang, keamanan terjamin, dan wilayahnya meluas mulai
dari Afrika Utara hingga ke India.

18 Muhammad Amin, Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah Serta Dampak Terhadap
Dunia Islam Kontemporer, UIN Raden Fatah Palembang, Jurnal el-hekam, Vol. 1, No. 1, Januari-Juli 2016.
setelah Baghdad dibumihanguskan oleh tentara Mongol, di bawah Hulagu Khan pada tahun 1258 M.
Semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, menghancurkan
perpustakaan yang merupakan gudang ilmu pengetahuan, dan membakar semua buku yang ada di
dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M
oleh tentara Kerajaan Safawi.

Daftar Pustaka

Amin, Muhammad. 2016. Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah Serta Dampak Terhadap
Dunia Islam Kontemporer. UIN Raden Fatah Palembang. Jurnal el-hekam.

Mujayanah. 2017. Sejarah Kebudayaan Islam, Tegal : FGP Press.

Aminullah, A. Najili. Dinasti Bani Abbasiyah, Politik, Peradaban dan Intelektual. IAIN SMH Banten.

Asriyah. 2016. Perkembangan Sejarah Sastra Arab. Jurnal Rihlah Vol. V No. 3.

Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat, Dan Metodologi
Pendidikan Islam Dari Era Nabi SAW Sampai Ulama Nusantara.

Yatim, Badri. 1966. Ensiklopedi Mini: Sejarah Dan Kebudayaan Islam Jakarta: Logos.

Misdar, M. 2017. Sejarah Pendidikan Dalam Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Zuhairini, Moh. Kasiram, Abdul Ghofir, Tajdab, Sejarah Pendidikan Islam.

Anda mungkin juga menyukai