Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abu Abbas al-Shafah, dan sekaligus
sebagai khalifa pertama, kekuasan Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M). Berdirinya pemerintahan ini
dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Hasyim (Alawiyun)
setelah meninggalkanya Rasulullah SAW dengan mengatakan Rasulullah SAW dan anak-anakya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegitan,
antara satu dengan yang yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya
menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib.[3]
Sekitar awal abad ke-8 (720 M), kebencian terhadap pemerintahan dinasti Bani Umayyah telah
tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa tidak puas bermunculan, antara lain:
a. Kelompok muslim non-Arab (Mawali) yang memperotes kedudukan mereka sebagai warga
kelas dua di bawah warga Muslim Arab.
Peluang emas yang dimiliki Bani Abbasiyah untuk merebut pemerintahan Bani Umayyah itu terjadi
ada masa khalifa Merwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M) yakni khalifah Bani Umayyyah
terakhir. Gerakan Bani Abbasiyah menyusun dan merncanakan kegiatan di al-Humaymah, tiga kota
dijadikan sebagai pusat kegiatan, yaitu:
Awal mula dinasti-dinasti kecil muncul di wilayah timur abbasiyah dan afrika bagian utara (barat
abbasiyah). Pada wilayah barat abbasiyah, muncul dinasti Thulun (Thuluniyah), dinasti Iksidiyah,
Dinasti Hamdaniyah. Di wilayah timur, muncul dinasti Tahiriyah, dinasti Saffariyah, dinasti
Samaniyah, dan Ghaznawi. Termasuk dinasti-dinasti yang cukup besar hingga mereka mampu
menguasai kekhalifahan Abbaiyah di pusat yang cukup lama yaitu dinasti buawiyah yang menganut
syi”ah itsna “asy’ariyah dan dinasti salju dari turki yang sunni.
Lima tahun setelah berdirinya kekhlifahan abbasiyyah, abd al-Rahman muda, satu-satunya
keturunan Dinasti Umayyah yang luput dari pembantaian masal yang menanadai naiknya rezim baru,
tiba disebuah tempat, jauh dari daratan Kordova Spanyol. Satu tahun kemudian, tahun 756, dia
mendirikan sebuah dinasti yang kelak menjadi dinasti besar. Ketika itu, provinsi pertamanya yang
kelak akan menggunguli kemajuan imperium Abbasiyah masih sedang berkembang, begitu pula
provinsi-provinsi lain yang segera menyusul.
a. Dinasti Thulun
Pendiri dinasti Thulun yang berumur pendek (dawlah, 868-905) di Mesir dan suriah adalah Ahmad
ibn Thulun dan berkuasa selama 38 tahun dengan lima kepala Negara, yaitu :
b. Dinati Iksidiyah
Daulah ini berkuasa selama 25 tahun saja, dengan kepala Negara yaitu:
c. Dinasti ini didirikan oleh Muhammad ibn hulugh di Fushtat dan keturunan dari Farghanah
yang memperoleh gelar kebangsawanan ala Iran, Ikhsyid dari khalifa al-Radi, penguasa
Abbasiyah pada 939 M, karena berhasilnya mempertahankan wilayah Nil dari serangan
Fatimiyah. Tidak lama berselang setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa
Abbasiyah di mesir dan suriah, muncul lagi dinasti turki lain yang masih keturunan
Farghanah, yakni iksidiyah. Dua tahun kemudian, dinasti iksidiyah, mengikuti langkah thulun
sebelumnya, memasukan wilayah suriah-palestina ke dalam Negara semi-indenpenden yang
yang dipimpinnya.
d. Dua anak lelaki pemimpin dinasti iksidiyah dkendaliak oleh Abu al-Misk Kafur, budak yang
dubeli sang ikhsyid dari seorang saudagar minyak seharga 8npoundsterling. Kafur berhasil
mempertahankan mesir dan suriah menghadapi dinasti Hamdaniyah. Budak kulit hitam itu
naik pangkat dan mendapatkan that tertinggi. Akhir dari dinasti iksidiyah adalah serangan
dinasti Fatimiyah dibawah pimpinan jendral jawhar, ketika itu abu al-fawaris ahmad, yang
berusia sebelas tahun tidak bisa berbuat apa-apa dan menyerahkan nya kepada Fatimiyah.
e. Dinasti Hamdaniayah
Berbagai hal yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah memberikan pengaruh besar
terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Karena pemerintahan khalifah yang lemah banyak
muncul pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti
kecil yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah.
Penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan
atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Selain itu faktor kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai menurun dan terus menurun,
terutama kekuasaan politik sentral, karena negara-negara bagian (kerajan-kerajan kecil) sudah tidak
menghiraukan lagi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja. Kemudian kekusaan
“Militer Pusat” pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-masing panglima di daerah-
daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan pemerintah-pemerintah daerah pun telah membentuk
tentara sendiri. Dan akhirnya putuslah ikatan-ikatan politik antara wilayah-wilayah Islam.
Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas.
Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan
dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di
Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya semakin
kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.