Anda di halaman 1dari 8

DINASTI/DAERAH YANG MEMISAHKA DARI DAULAH BANI ABBASYIAH

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas,
meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan
India. Penyebab mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya
kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki.

Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani
Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu
pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di
Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh
Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan
Thahiriyyah di Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad
pada masa khilafah Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor kemunculan dinasti-dinasti kecil pada masa daulah Abbasiyah?

2. Bagaimana sitem politik dan sistem sosial ekonominya dinasti-dinasti kecil pada masa
Daulah Abbasiyah.?

C. Tujuan Penlisan

1. Agar dapat memahami fakto-fakto kemunculan dinasti-dinasti kecil pada masa daulah
Abbasiyah.

2. Agar dapat memahami sistem politik dan keadan sosial ekonomi dinasti-dinasti kecil
pada masa Daulah Abbasiyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Masa Daulah Abbasiyah

Berbagai hal yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah memberikan pengaruh
besar terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Karena pemerintahan khalifah yang
lemah banyak muncul pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah yang ingin
membentuk dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah.

penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya
kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki. [1]
Selain itu faktor kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai menurun dan terus menurun,
terutama kekuasaan politik sentral, karena negara-negara bagian (kerajan-kerajan kecil)
sudah tidak menghiraukan lagi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja.
Kemudian kekusaan “Militer Pusat” pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-
masing panglima di daerah-daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan pemerintah-pemerintah
daerah pun telah membentuk tentara sendiri. Dan akhirnya putuslah ikatan-ikatan politik
antara wilayah-wilayah Islam.[2]

Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani
Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu
pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di
Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh
Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan
Thahiriyyah di Khurasan.

Ketika munculnya dinasti Tahiriyah di khurasan yang didirikan oleh Tahir bin Husain yang
dahulunya merupakan gubernur yang di tunjuk Al-Makmun yang ingin memerdekakan diri,
kemudian sesudah itu muncul dinasti Safariyah di wilayah Persia dengan pusat kekuasaan
di Sijistan, dan muncul dinasti Idrisiyah di Afrika Utara, sampai kepada dinasti Thulun,
Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah yang semuanya ingin memerdekakan diri dari Daulah
Abbasiyah.[3]

B. Kebijakan Politik Dan Sistem Sosial Ekonomi Dinasti-Dinasti Kecil

Dinasti-dinasti kecil ang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khilafah Abbasiyah, dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur.

Adapun dinasti-dinaasti dibagian barat diantaranya adalah: Dinasti Thulun, Dinasti Iksidiyah,
Dinasti Hamdaniyah, Dinasti Idrisyiah, dan Dinasti Aglabi. Sedangkan di Timur diantaranya
adalah: Dinasti Tahiriyah, Dinasti Saffariyah, Dinasti Samaniyah, dan Dinasti Gazwani.

1. Dinasti-dinasti kecil dibarat Baghdad

a. Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H/ 868 M-905 M)

· Sistem politik

Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek di Mesir dan di Suruiah adalah Ahmad ibn
Thulun. Ayahnya, seorang Turki dari Farghanah, pada 817 dipersembahkan oleh penguasa
Samaniyah di Bukhara sebagai hadiah dari Al-Ma’mun. Ibnu Thulun (868-884) membangun
negara barunya itu dan membentuk sebuah organisasi militer yang ketat. Untuk
mempertahankan kekuasaan, ia mngandalkan kekuatan angkatan perangnya yang
berkekuatan seratus ribu tentara, dengan pasukan intinya terdiri atas para prajurit
berkembangsaan Turki ditambah budak-budak negro. Untuk menegaskan kekuasaannya, ia
menuntut sumpah setia pribadi dari para tentara, budak, dan seluruh rakyatnya.ketika
gubernur Suriah meninggal pada 887, Ahmat menaklukan negeri tetangganya itu tanpa
mendapat banyak perlawanan. Untk pertama kalinya sejak masa ptolemaik, Mesir menjadi
negara berdaulat,dan untuk pertama kalinya sejak masa Fir’aun, Mesir berhasil memerintah
Suriah. Demi menjaga kekuasaan atas Suriah, Ahmat membangun sebuah pangkalan
angkatan laut di ‘Akka (Acre). Selama berabad-abad kemudian, Suriah tetap berada di
bawah kendali penguasa lembah Nil.

· Keadaan sosial ekonomi

Pembangunan yang rezim Thulun tidak hanya dalam bidang militer. Mereka juga sangat
memperhatika n irigasi, salah satu faktor paling penting dalam kehidupan ekonomi Mesir.
Misalnya, Ahmat memperbaiki Nilometer yang terletak di pulau di pulau kecil al-raudah,
dekat Kairo.[4]

Selepas Ibn Thulun (884 H), kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (884 M), Jaisy
(896 M), Harun (896 M), dan Syaiban (905 M).[5]

b. Dinasty Iksidiyah (323 H - 353 H/934 M – 967 M)

· Sistem politik

Tidak lama berselang setelah tuntasnya pemberontakan pada penguasa Abbasiyah di Mesir
dan di Suriah, muncul lagi dinasti Turki lain yang masih keturunan Farghanah. Yakni
Iksidiyah, yang didirikan di Fushtat. Pendiri dinasti ini adalah Muhammad Ibn Thughj (935-
946) yang, setelah setelah membersihkan kekacauan di Mesir, mendapatkan anugarah
gelar kebangsawanan ala Iran, Ikhsyid, dari Khalifah al-Radi pada 939. Dua tahhun
kemudian, Dinati Iksidiyah, mengikuti langkah Thulun sebelumnya, memasuki wilayah
Suriah-Palestina, kedalam negara semi-independen yang di pimpinnya. Tahun berikutnya
Mekahdan Madinah juga dimasukan kedalam Wilayahnya.[6]

· Keadaan sosial ekonomi

Penguasa Iksidiyah, terutama sang pendiri dinasti, menghasbiskan uang negara dengan
boros dan berlebihan demi kesenangan rang-orang terdekatnya. Diceritakan bahwa jatah
harian untuk dapur Muhammad mencakup seratu ekor domba, lima ratus unggas, seribu
burung dara, dan seratus guci gula-gula.

Selama pereode kekuasannya, Dinasti Iksidiyah tidak memberikan kontribusi apapun bagi
kehidupan seni dan sastra di Mesir maupun di Suriah.selain itu, tidak ada karya-karya publik
yang lahir ditangan mereka.[7]

c. Dinasti Hamdaniyah (31 H - 399 H/929 M – 1009 M)

· Sistem politik

Ke wilayah utara, Iksidiyah Mesir memiliki pesaing kuat yaitu Dinasti Hamdaniyah yang
Syiah. Dinasti itu didirikan pertama kali di Mesopotania utara dengan mosul sebagai
Ibukotanya (929-991).[8] Nama kerajaan berasal dari nama pendirinya yaitu, Hamdan ibn
Hamdun, yang berasal dari suku Arab Taghlib. Kerajaan ini terbagi menjadi dua pihak,
Mosul dan Aleppo.
Pihak Mosul dengan para pemerintahannya : Abu al-Hayja Abdullah (293 H/905 M), Nashir
al-Daulah al-Hasan (17 H/929 M), Uddad al-daulah Abu taghlib (358 H/ 969 M), danIbrahim
dan Al-Husein (379-389 H/981-991 M). Sedangkan pihak Alleppo dengan pemerintahannya
seperti : Saif al-daulah Ali (33 H/945), Sa’d al-daulah syarif I (356 H/967 M), Sa’id al-daulah
sa’id (381 H/991 M), Ali II (392 H /1002 M) dan Syarif II (394 H/1004 M).[9]

· Keadaan sosial/kebudayaan

Dinasti Hamdaniyah terkenal sebagai pelindung sastra Arab terutama sayf al-Dawlah.
Hamdan sendiri adalahseorang penyair, mengingat pada masa-masa al-rasyid dan al-
Ma’mun, pada masa itu pula lahir seorang musisi-filosof ternama, al-Farabi, ada juga
seorang sejarawan sastra dan musik yang terkemuka yaitu al-Isfahani, pada masa itu pun
mengenal seorang khatib istana yang fasih ibn Nubatah, dan tokoh budayawan sentral dari
pereode ini adalah sang penyair negara al-Mutanabi, adapun pesaingnya dibidang puisi di
Allepo adalah sepupu Sayf al-Dawlah, Abu Firas al-Hamdani.[10]

d. Dinasti Idrisiyah di Maroko (172 H – 375 H / 788 M – 985 M)

· Sistem politik

Pada tahun 785 idris ibn abdullah, cicit al hasan, ikut serta dalam salah satu pembrontakan
terhadap abbasiah di hijaz. Perlawanan tersebut bisa di redam dan dia menyelamatkan diri
ke maroko (al maqrib). Disanalah dia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
mengabadikan namanya selama hampir dua abad (788- 974). Yaitu dinasti idrisiah. Idrisiah
yang menjadikan fez sebagai ibukota utamanya.[11]

· Sistem sosial ekonomi

Kota baru itu berkembang dengan pesat, padat penduduknya dengan berbondong
bondongnya para emigran muslim baik dari afrika maupun dari andalusia ke pusat
pemerintahan idrisiah tersebut. fez menjadi pusat kaum syorfa atau syurafa (bentuk jamak
dari syarif . orang mulia) yakni para keturunan cucu Nabi saw, hasan dan husein ibnu ali bin
abi thalib, yang menjadi faktor penting dalam sejarah perkembangan maroko adalah dinasti
syiah pertama dalam sejarah. Mereka menghimpun kekuatannya dari kalangan berber, yang
meskipun termasuk kaum sunni, mereka siap mendukung perpecahan. karena terkepung
diantara fatimiah mesir dan umayyah spanyol, dinasti mereka akhirnya hancur oleh
serangan mematikan yang di lancarkan seorang jendral utusan khlifah al hakam 11 (961-
976) dari Cardova.

e. Dinasti Aglabiyah (184 H – 296 H / 800 M – 908 M)

· Sistem Politik

Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-
Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M.
Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid.
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah: Ibrahim (179 H/795 M),
Abdullah I (197 H/812 M), Ziyaadatullah (210 H/817 M), Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M),
Muhammad I (226 H/841 M), Ahmad (242 H/856 M), Ziyaadatullah II (248 H/863 M), Abu Al-
gharaniq Muhammad II (250 H/863 M), Ibrahim II (261 H/875 M), Abdullah II (289 H/902 M),
Dan Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M).

· Keadaan Sosial ekonomi

Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu
Aghlab. yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga
Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Dinasti Aglabiyah mengirim upeti ke Baghdad setiap
tahunnya sebesar 40.000 dinar.

Bangunan-bangunan peninggalan Dinasti Aghlabiah adalah: Masjid Agung Qayrawan,


Masjid Agung Tunis, Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat,
khususnya di Ifriqiyah selatan yang kurang subur.[12]

2. Dinasti-dinasti kecil ditimur baghdad

a. Dinasti Tahiriyah (200 H – 259 H / 820 M – 872 M)

· Sistem Politik

Saat dinasti-dinasti kecil – sebagian besar dari arab- memecah wilayah kekuasaan di barat,
proses yang sama juga tengah terjadi di timur, terutama di lakukan oleh orang turki dan
persia. Dinasti yang pertama kali mendirikan negara semi-Independen disebalah timur
Baghdad adalah orang yang pernah di percaya al-Mu’mun untuk menduduki jabatan jendral,
yakni Thahir ibn al-Husayn dari Khurusan. Thahir merupakan seorang Budak Persia, yang
pada tahun 820 diangkat olwh al-Ma’mun sebagai gubernur atas semua kawasan disebelah
timur Baghdad, dengan pusat kekuaaannya di Khurasan.

· Keadaan sosial

secara formal para penerus Thahir adalah pengikut khalifah, mereka memperluas wilayah
kekuasaannya hingga perbatasan India. Mereka memindahkan pusat pemerintahan ke
Naisabur, dan disitu mereka berkuasa sampai tahun 872 H, sebelum akhirnya digantikan
oleh Dinasti Saffarriyah.[13]

b. Dinasti Saffariyah (254 H – 289 H / 867 M – 903 M)

· Sistem politik dan keadaan sosial ekonomi

Dinasti Saffariyah, yang bermula di Sijistan dan berkuasa di Persia, didirikan oleh Yakub bin
al Laits al shaffar. Al saffar menjadikan pengrajin tembaga sebagai pekerjaannya dan
merampok sebagai kegemarannya. Perilakunya yang sopan dan efesien sebagai seorang
kepala gerombolan perampok telah menarik perhatian gubernur sijistan, yang kelak
memeberinya kepercayaan untuk memimpin balatentaranya. Al Saffar akhirnya
menggantikan gubernur itu dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan hampir ke seluruh
Persia dan kawasan pinggiran India, bahkan mengancam kekuasaan Baghdad yang berada
di bawah pimpinan Khalifah al-Mu’tamid[14]

c. Dinasti Samaniyah (261 H – 389 H / 874 M – 903 M )

· Sistem pemerintahan

Keluarga Samaniyah dari Transoxiana dan Persia adalah orang-orang keturunan saman,
yaitu seorang bangsawan dari Balkh. Pendiri dinasti ini adalah Nashr bin Ahmad, cucu dari
saman, tetapi figur yang menegakkan kekuasaan dinasti ini adalah saudara Nashr, yaitu
Ismail yang pada tahun 900 H, berhasil merebut Khurassan dari genggaman dinasti
Saffarriyah[15]. Ketika berada dibawah kepemimpinan Nashr II ( Ibn Ahmad ) yang berada di
garis keturunan ke 4 Sammaniyah yang pada awalnya merupakan kelompok para gubernur
muslim dibawah kekuasaan Dinasti Tahirriyah, berhasil memperluas kerajaan hingga
Sijistan, Karman, Jurjan, Rayyi, dan Tabaristan.

· Keadaan Sosial

Dimata Baghdad, Sanawiyah adalah para amlr (gubernur) atau bahkan amil, tetapi di mata
rakyat, kekuasaan mereka tak terbantahkan. Pada masa ini pula, ilmuanwan muslim yang
termansyur, al-razi mempersembahkan karya utamanya dalam dunia kedokteran, berjudul
al-Mansyur. Pada masa ini pula, pada periode Nuh II yang mengajukan pengembangan ilmu
pengetahuan, Ibn Sina muda tinggal di Bukhara dan memperoleh mengakses buku-buku.
Disanalah ia memperoleh lmu-ilmu yang tak ada habisnya. Sejak masa media ekspresi
sastera, dan berkat para penulis itulah sastra muslim Persia yang cenderung mulai
berkembang.[15]

d. Dinasti Ghaznawi

· Sistem politik dan keadaan sosial

Pendiri Dinasti Ghuznawi yang sebenarnya adalah Subuktigin (976-997), seorang budak
dan menantu Alptigin. Wilayah dinsti Ghaznawi meliputi Afganistan dan Punjab (962-1186).
Enam belas raja Ghaznawi yang kemudian menggantikan Subuktigin adalah keturunan
langsung darinya.subuktigin memperluas daerah kekuasaanya hingga meliputi wilayah
Pesyawar di India dan Khurasan di Persia, yang pertama kali ia kuasai ketika masih berada
dibawah kekuasaan Samaniyah.

Kebangkitan dinasti Ghaznawi merepresentasikan kemenangan pertama orang Turki dalam


perjuangan kelompok Iran untuk mencapai kekuasaan tertinggi dalam Islam. Meski
demikian, kekuasaan Ghaznai tidak berbeda dengan kekuasaan Samaniyah atau Saffariyah.
Ghaznawi tidak ditopang kuat oleh angkatan bersenjata.dan tatkala tangan kuat yang
mencengkram pedng telah mundur, maka semuanya segera menemui kehancuran.[16]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor-Faktor yang mempengaruhi munculnya dinasti-dinasti kecil disebabkan berbagai hal


yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah memberikan pengaruh besar terhadap
daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Karena pemerintahan khalifah yang lemah banyak
muncul pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-
dinasti kecil yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah.

penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya
kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki.

Selain itu faktor kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai menurun dan terus menurun,
terutama kekuasaan politik sentral, karena negara-negara bagian (kerajan-kerajan kecil)
sudah tidak menghiraukan lagi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja.
Kemudian kekusaan “Militer Pusat” pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-
masing panglima di daerah-daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan pemerintah-pemerintah
daerah pun telah membentuk tentara sendiri. Dan akhirnya putuslah ikatan-ikatan politik
antara wilayah-wilayah Islam.

Dinasti-dinasti kecil ang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khilafah Abbasiyah, dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur. Adapun dinasti-
dinaasti dibagian barat diantaranya adalah: Dinasti Thulun, Dinasti Iksidiyah, Dinasti
Hamdaniyah, Dinasti Idrisyiah, dan Dinasti Aglabi. Sedangkan di Timur diantaranya adalah:
Dinasti Tahiriyah, Dinasti Saffariyah, Dinasti Samaniyah, dan Dinasti Gazwani.

B. Kritik dan Saran

Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis selalu
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi masukan dan
perbaikan bagi penulis sehingga kedepannya makalah ini menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka

Hasjmy, A. 1995. “Sejarah Kebudayaan Islam”. Jakarta: Bulan Bintang.

Nizar, Samsul. 2008. “Sejarah Pendidikan Islam”. Jakarta: Kencana.

K, Hitti, Philip. 2002. “History Of The Arabs”. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Hamka. 2002. “Sejarah Umat Islam”. Singapore:Pustaka Nasional Pte Ltd.


Yatim, Badri. 2001. “Sejarah Peradaban Islam”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/berdirinya-dinasti-dinasti-kecil-pada.html
(download tanggal 09-03-2012)

[1] Samsul Nizar, “Sejarah Pendidikan Islam”, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 187.

[2] A. Hasjmy, “Sejarah Kebudayaan Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), Hlm. 215

[3] Samsul Nizar, “Sejarah Pendidikan Islam”, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 187.

[4] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs”, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hlm. 573.

[5] Hamka, “Sejarah Umat Islam”, (Singapore: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2002), Him. 306.

[6] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs”, (Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hlm. 577.

[7] Ibid, Hlm 578

[8] Ibid, Hlm. 579

[9] http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/berdirinya-dinasti-dinasti-kecil-pada.html
(download tanggal 09-03-2012)

[10] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs”, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hlm. 582

[11] Ibid, hlm 570

[12] http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/berdirinya-dinasti-dinasti-kecil-pada.html
(download tanggal 09-03-2012)

[13] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs”, (Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hlm. 585

[14] Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm. 65

[15] http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/berdirinya-dinasti-dinasti-kecil-pada.html
(download tanggal 09-03-2012)

[16] Philip K. Hitti, “History Of The Arabs”, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002), Hlm. 588

Anda mungkin juga menyukai