Anda di halaman 1dari 21

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP

Mata Kuliah : SPI Klasik


Semester/kls : 2B
Jurusan : Sejarah & Peradaban Islam
Nama : Jatmika Aji Santika
Nim : 1195010070
1.Kemunduran Dinasti Abbasyiyah sebenarnya mulai terjadi sepeninggal al-Mutawakkil,
kita mengetahui bahwa kharisma Kholifah dan kekuatan pertahanan Militer Dinasti
Abbasyiyah sudah sangat rapuh, coba Anda jelaskan teori yang sesuai mengenai hal
tersebut serta jelaskan pula bagaimana peran Dinasti Bhuwaihi dalam menguasai pusat
pemerintahan Baghdad sebagai episode terparah dalam penderitaan khalifah dimana
posisi khalifah hanya sebagai boneka saja?

Jawaban :
Khalifahal-Mutawakkil,yang merupakan awal kemundurun politik bani Abbas,
adalah khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya,orang-orang Turki dapat merebut
kekuasaanyakekuasaan dengan cepat. Setelahal-Mutawakkil wafat, merekalahyang
memilihdan mengangkat khalifah. Oleh sebab itu, kekuasaan tidak lagi berada ditanganbani
Abbas, meskipun mereka masih memegang jabatan khalifah. Sebenarnya,ada usaha untuk
melepaskan diri dari perwira Turki itu, Sebenarnya, ada usahauntuk melepaskan diri dari
perwira Turki itu, Sebenarnya, ada usaha untukmelepaskan diri dari perwira Turki itu,
Sebenarnya, ada usaha untuk melepaskan diri dari perwira Turki itu,tetapi selalu gagal. Dari
dua belas khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar,
selebihnya, kalau bukan dibunuh, mereka diturukan dari tahtadengan paksa.Wibawa khalifah
merosot tajam. Setelah tentara Turki itu lemah dengansendirinya, di daerah-daerah
muncul tokoh-tokoh kuat, yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat,
mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilahpermulaan masa disintegrasi dalam sejarah politik
Islam.Kekuasaan khalifahbahkan kadang-kadang hanya sebagai lambang saja.
Kekuasaan sebenarnya ditangan Wazir atau panglima atau sultan yang berkuasa di
Bagdad sehinggakadang-kadang nasib khalifah tergantung pada selera penguasa,
diangkat,diturunkan atau bahkan dibunuh.

Kehadiran bani Buwaihi beraawal dari tiga bersaudara putra Abu Syuja’yaitu Ali, Ahmad
dan Hasan. Untuk keluar daritekanan kemiskinan ketiga bersauadara ini memasuki dinas
militer yang ketika itudipandang banyak mendatangkan rezki. Pada mulanya mereka bergabung
dengan pasukan Makan ibn Ali seorang panglima perang wilayah Dailam. Setelah pamor Makan
ibn Ali memudar, mereka kemudian bergabung dengan panglima Mardawij ibn Zayar
Al-Dailamy. Karena prestasi mereka, Mardawij mengangkatAli sebagai gubernur di al-
Karaj dan dua saudara lainnya diberi kedudukan). Dari al-Karaj itulah kekuasaan bani
Buwaihi bermula. Ali berhasil menaklukkan daerah-daerah di Persia seperti Ray, Isfahan.Ali
berusaha mendapatkan legitimasi dari khalifah Abbasiyah yaitu al-Radhi Billah dan mengirim
sejumlah uang untuk perbendaharaan negara. Ia berhasil mengadakan ekspansi ke Irak,
Ahwaz, dan Wasith. Dari sini tentara Buwaihi menuju Bagdad untuk merebut kekuasaan
di pusat pemerintahan. Ketika ituterjadi perebutan jabatan amir al-umarawazir dan
pemimpin militer. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada Ahmad ibn Buwaihi
di Ahwaz.Ahmad dan pasukannya tiba di Bagdad pada tahun 945 M, ia disambut baik
olehKhalifah dan langsung diangkat menjadi amir al-umara(penguasa politik negara)dengan
gelar Muiz al-Daulah. Saudaranya Ali, yang memerintah di Syiraz diberi gelar Imam al-Daulah
dan Hasan yang memerintah di Isfahan dan Ray diberi gelarRuka al-Daulah.
2.Islam pernah mengalami puncak keemasanya di negeri Matador ini, bahkan menjadi
pusat peradaban dunia selama hampir 800 tahun, jelaskan bagaimana proses masuknya
dan keluarnya Islam di Spanyol dan bagaimana kontribusi umat Islam termasuk
Murobbithun dan Muwahidun terhadap kemajuan peradaban Spanyol?

Jawaban :
Sebelum menaklukkan Spanyol, umat Islam terlebih dahulu menguasai Afrika Utara
dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Afrika
Utara dipimpin oleh seorang gubernur, yaitu Hasan Ibn Nu’man Al-Ghassani. Pada masa
khalifah Al-Walid, Hasan Ibn Nu’man kemudian diganti oleh Musa bin Nusyair. Tampaknya,
tujuan umat Islam menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk mengadakan ekspedisi
lebih besar ke Spanyol, karena dari Afrika Utara itulah, ekspedisi ke Spanyol lebih mudah
dilakukan.
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715  M), salah seorang
khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damarkus.Di zaman Al-Walid itu, Musa Ibn
Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu
provinsi dari Khilafah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H
(masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid). Setelah
kawasan Afrika Utara dikuasai, umat islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan
Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam
penaklukan wilayah Spanyol.
Sebelum penaklukan Spanyol oleh Islam, kondisi kawasan tersebut sungguh sangat
memprihatinkan, terutama ketika masa pemerintahan Raja Ghotic yang melaksanakan
pemerintahannya dengan tangan besi. Kondisi ini menyebabkan rakyat Spanyol menderita dan
tertekan. Mereka sangat merindukan kedatangan kekuatan Ratu Adil sebagai sebuah kekuatan
yang mampu mengeluarkan mereka dari situasi saat itu. Pada akhirnya mereka menemukan
momentum ketika kedatangan Islam di Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling
berjasa memimpin satuan-satuan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan
Musa ibn Nushair.
Tharif ibn Malik dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Pengintaian pertama dilakukan
pada bulan juli 710 M oleh Tharif. Tharif ibn Malik adalah orang kepercayaan Musa ibn
Nushair, gubernur terkemuka di Afrika Utara. Tharif  menyeberangi selat yang berada di antara
Maroko dan benua Eropa, kemudian mendarat di semenanjung kecil di ujung paling selatan
benua Eropa, semenanjung tersebut diberi nama jazirah Tharif. Tharif bersama balatentara
berkekuatan seratus pasukan kaveleri dan empat ratus pasukan infanteri, mereka menaiki empat
buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat
perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang
tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik penguasa
di kerajaan Spanyol Gotik Barat, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan
perang, Musa ibn Nushair  pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000
orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih banyak di kenal sebagai penakluk Spanyol, Karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang
didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Wahid.
Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat dibawah pimpinan Thariq Ibn Ziyad. Sebuah gunung
tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, di kenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu
secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama
Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukan
kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Todelo (ibu kota kerajaan Goth saat itu).
Kemenangan pertama yang di capai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan
wilayah yang luas lagi . Cemburu atas keberhasilan letnannya yang tak terduga dan fenomenal,
Musa ibn Nushair bersama 10.000 tentara yang terdiri atas orang Arab dan Arab Suriah bergerak
menuju Spanyol pada bulan Juni 712 M. Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam
gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan
yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merinda
serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan
Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,
termasuk bagian Utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Pada penaklukan spanyol (Andalusia), para penduduk sepantasnya merasa terkesan oleh toleransi
yang ditawarkan kaum muslim begitu perlawanan aktif telah berhenti. Mayoritas penduduk
Spanyol (Andalusia) memeluk Islam secara bebas, terutama mereka yanag di masa sebelumnya
telah tertindas di bawah pemerintahan elit penguasa yang terdiri atas orang-orang khatolik Roma.
Perkawinan campuran dianjurkan dan dalam waktu yang relatif singkat, ajaran Islam yang
sederhana dan lugas tersebar luas.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil
Aziz tahun 99H/717M. Sasaran yang ditunjuk ialah daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya gagal dan
terbunuh pada tanggal 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd Al-
Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan
kota Tours, akan tetapi penyerangan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur
kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti ke Avirignon tahun 734 M,
ke Lyon tahun 743 M, dan pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorca, Corsia, Sardinia, Creta,
Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di Zaman Bani
Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslim yang gerakannya dimulai
pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan menyebar jauh
menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat
dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri
Spanyol sendiri. Pada masa Spanyol ditaklukkan oleh Islam kondisi sosial, ekonomi, politik
sangat menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terbagi-bagi menjadi beberapa negara
kecil, serta penguasa Gothic yang bersikap tidak toleran terhadap penganut agama lain, Yahudi.
Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi kemelaratan, ketertindasan dan
ketiadaan persamaan hak. Dalam kondisi itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas,
dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.
Hal yang menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang terdiri dari para
budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh
penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah
Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak,
bersatu dan penuh percaya diri. Yang tak kalah penting adalah ajaran Islam bersifat toleransi,
persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum Muslim itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di
sana.
Keluarnya Islam dari Spanyol hanya berkuasa didaerah Granada, dibawah dinasti Bani
Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
An-Nasir. Akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa diwilayah yang kecil. Kekuasaan
Islam yang merupakan pertahanan terakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam
memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad  merasa tidak senang kepada ayahnya
karena menunjuk anaknya yang lain sebagai pengganti raja. Dia memberontak dan berusaha
merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad ibn Sa’ad. Kemudian Abu Abdullah meminta bantuan kepada Ferdenand dan
Isabella untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad ibn Sa’ad. Dua penguasa Kristen ini dapat
mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu cukup merasa puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di
Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen dan pada
akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella, kemudian
hijrah ke afrika utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.

Kemajuan yang Dicapai Dinasti Murabithun


a.Filsafat.
            Pada masa Daulah Umayyah II telah diketahui bahwa Cardoba dengan perpustakan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat Ilmu Pengetahuan dan
peradaban Islam.  Kebijakan para penguasa Dinasti Umayah di Andalusia ini merupakan
langkah    untuk melahirkan    para ilmuan     dan       filosof terkenal pada masa
Daulah Murabithun antara lain: Ibnu Bajjah,Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd .

b.Sains
          Diantara Sain yang  berkembang saat itu adalah kedokteran, musik, matematika,
astronomi, kimia dan lain-lain. Salah seorang tokoh terkenal dalam kimia dan astronomi adalah
Abbas bin Farmas. Dia adalah orang yang pertama yang manemukan pembuatan kaca dari batu.
Ibrahim bin Yahya Al-Naqqash terkenal dalam astronomi. Dalam riset  yang dilakukannya
berhasil menentukan beberapa lama terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lama
waktu terjadinya gerhana tersebut. Selain itu ia juga berhasil membuat teropong bintang
modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad bin Abbas
dari Cardoba adalah seorang ahli dalam bidang obat-obatan.  Ummul Hasan bin Ja’far dan
saudara perempuannya Al-Hafidz adalah orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
          Selain itu daulah Murabithun yang pertama  membuat uang dinar memakai huruf Arab
dengan tulisan Amir al-Mukminun dibagian depannya  mencontoh uang Abbasyiah dan
bertuliskan kalimat iman dibelakanggnya .   Selain itu dibangun  pula sejumlah Mesjid yang
indah  di berbagai kota.

C.Fiqih Mazhab Maliki


           Mazhab Maliki ini mengalami perkembangan yang signifikan karena selain satu-satunya
mazhab yang dapat diterima dikalangan muslimm Andalusia, juga karena mendapat dukungan
dari penguasa Murabithun dan para fuqaha. Maka wajar mazhab  ini mengalamai kemajuan
pesat. 

Kemajuan-kemajuan yang dicapai Dinasti Muwahiddun


Berbagai kemajuan telah dicapai oleh Dinasti Muwahhidun,diantaranya adalah:

a.Politik
Dalam bidang politik,  Muwahhidun berhasil menguasai daerah kepulauan Samudera   Atlantik
hingga MesirdanAndalusia.    

b.Ekonomi.

Dalam bidang ekonomi, dinasti Muwahhidun menguasai jalur-jalur strategis di Italia dan
menjalin hubungan dagang  dengan Genoa dan tahun 1157 M dengan Pisa. Perjanjian itu berisi
tentang perdagangan, ijin mendirikan bangunan gedung, kantor, loji dan pemungutan pajak.

c.Arsitektur.
     
Dalam bidang arsitektur yang berbentuk monument seperti Giralda, menara pada  Mesjid Jami’
di Sevilla, Bab  Aquwnaou dan Al-Kutubiyah, menara yang sangat megah di Maroko dan menara
Hasan di Rabath.   Juga mendirikan rumah sakit di Marakesy yang tidak tertandingi. 
d.IlmuPengetahuandanFilsafat.
     
Tercatat cendikiawan muslim yang terkenal adalah Ibnu Bajjah (533H/ 1139 M) . Ia seorang ahli
filsafat dan musik, disebut Avencape atau Abenpace.    Selain itu ada Ibn Tufayl (Abebecer),
seorang dokter istana Muwahhidun pada masa Abu Ya’kub Yusuf. Ia dikenal  juga     dengan     
nama   Al-Andalusi, Al-Kurtubi, Al-Isybili    (581 h/1185-1186 M).   Cendikiawan yang lebih
terkenal adalah Averrous (Ibnu Rusyd 1126-1198 M). Ia adalah seorang filosof, dokter, ahli
matematika, ahli hukum, juga seorang polimek.Tahun 578 h ia menggantikan Ibnu Tufayl
sebagai kepala Tabib (dokter Istana)  pada masa Ya’ kub Yusuf. Ia juga seorang qadhi di
Cordoba .

3.Pintu lain masuknya Islam ke wilayah Eropa adalah melalui Sicilia, coba Anda analisis
tentang keberadaan pulau Sicilia serta bagaimana eksistensi, kontribusi dinasti-dinasti
Islam di Sicilia terhadap kemajuan Eropa dan pengaruhnya terhadap Vatikan?

Jawaban :
Peradaban Islam mulai menguasai wilayah selatan Negeri Spageti itu, khususnya Sicilia,
pada 15 Juli 827 M. Saat itu, Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad sedang
menguasai dunia.
Adalah tentara Dinasti Aghlabid di bawah kekuasaan Ziyadat Allah I yang berhasil menaklukkan
Sicilia dari kekuasaan Bizantium. Dinasti Aghlabid merupakan sebuah kekhalifahan Muslim
Arab yang menguasai Ifriqiyah yang meliputi Aljazair, Tunisia, dan Tripoli.
Untuk menaklukkan dominasi Bizantium di Sicilia, Dinasti Aghlabid perkuat 10 ribu pasukan
infanteri, 700 pasukan berkuda, serta 100 armada kapal. Berbekal kekuatan penuh itulah,
pasukan Muslim di bawah komando Asad Ibnu Al-Furat (70 tahun) berhasil mengandaskan
kekuatan Bizantium dalam pertempuran dahsyat di dekat Mazara.
Serangkaian pertempuran demi pertempuran dilalui pasukan Dinasti Aghlabid hingga akhirnya
satu per satu kota di Sicilia sepenuhnya berhasil dikuasai umat Islam. Sejatinya, upaya
penaklukan Italia Selatan telah dimulai sejak era Kekhalifahan Umayyah yang berpusat di
Damaskus.
Ekspedisi penaklukan Sicilia oleh Kekhalifahan Umayyah terjadi pada 652 M. Saat itu, Khalifah
Muawiyah I menugaskan Muawiyah ibnu Hudayj dari suku Kindah untuk memimpin
penaklukan. Namun, upaya penaklukan itu belum berhasil.
Pada 669 M, pasukan tentara Islam kembali menyerang Sicilia. Sebanyak 200 kapal yang
bergerak dari Alexandria, Mesir menggempur kekuatan Bizantium di Sicilia. Lagi-lagi, upaya itu
belum membuahkan hasil.
Sejak Kekhalifahan Umayyah menguasai Afrika pada awal abad ke-8 M, pasukan tentara Islam
sempat berkali-kali mencoba menaklukkan kekuasaan Bizantium di Sicilia. Ekspedisi itu terjadi
secara berturut-turut pada 703, 728, 729, 730, 731, 733, dan 734 M.
Secara resmi, Kota Palermo-Ibu Kota Sicilia-ditaklukkan umat Islam pada 831 M. Sedangkan,
Messina dikuasai pasukan Muslim, 12 tahun berikutnya. Sejak wilayah Enna berhasil direbut
dari Bizantium pada 859 M, Provinsi Sicilia sepenuhnya berada dalam genggaman umat Islam.
Di bawah kekuasaan umat Islam, Sicilia menjadi provinsi yang multietnis. Beragam suku dan
etnis, seperti orang Sicilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar, Negro berbaur dalam toleransi
dan keharmonisan. Tak ada pembantaian terhadap penduduk yang beragama Nasrani.
Penduduk Sicilia yang beragama Nasrani dilindungi dan dihormati kebebasannya dalam
menjalankan aktivitas peribadatan. Penguasa Muslim hanya membebankan pajak kepada
penganut agama Nasrani. Hak milik dan usaha mereka dilindungi penguasa Muslim.
Pun demikian terhadap warga Yahudi yang berada di kawasan kota pantai. Penguasa Muslim
menghormati hak hidup dan melindungi kebebasan umat beragama lain dalam menjalankan
ibadah.

Sicilia berkembang dengan pesat ketika pulau itu dikendalikan oleh kekuasaan Islam.
Penaklukan dan pendudukan Bani Aghlab telah membentuk suatu peradaban yang penting bagi
penyebaran Islam ke Eropa. Kristen Bahkan renaisans di Italia terjadi karena transmisi ilmu
melalui pulau ini. Sicilia merupakan pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Sehingga
islamisasi sains dan kultur Islam mewarnai Sicilia dan sekitarnya (Gruneboun, 1969: 234).
Banyak masjid dan perguruan tinggi didirikan, seperti di Paleno yang setiap saat dipadati
jamaah, juga seperti universitas yang telah didirikan di kota tersebut yang mana kebesarannya
mampu menandingi Universitas Cordova dan Baghdad (Bosworth, 1993: 329). Kemakmuran
yang dialami oleh Sicilia telah memperoleh julukan great land bersama Spanyol. Banyak deretan
nama-nama yang masyhur dalam berbagai bidang disiplin keilmuan, seperti sang panglima
penakluk Sicilia Asad Ibnu al Furat yang ahli dalam bidang fiqih, bahasa dan perang, Jauhar al
Siqli yang ahli perang, Muhammad Ibnu Khurasan yang ahli bahasa dan Muhammad ibnu al
Hasan Ibnu Ali yang ahli dalam fiqih serta masih banyak sederetan nama-nama lainnya, sehingga
kultur Islam benar-benar sangat menonjol dan mewarnai kehidupan masyarakat Sicilia yang
bermadzhab Maliki (Amin, 1996. 121). Toleransi dan kehidupan beragama di Sicilia sangat kuat.
Keadaan ini berlangsung hingga jatuhnya Islam ke kekuasan Kristen. Kebudayaan Islam masih
memberikan pengaruh yang kuat dalam kehidupan Sicilia selanjutnya. Dalam bidang ekonomi,
Sicilia tergolong daerah produsen yang maju. Sicilia mengadakan kontak dagang dengan negara
tetangga dengan mengekspor jagung dan daging onta ke Afrika Utara dan mengimpor bahan
bakar dari Mesir.

4.Perang Salib merupakan puncak permusuhan yang terjadi antara umat Islam dengan
umat Kristen, perang ini menyisakan penderitaan yang luar biasa dari kedua belah pihak,
selain waktunya yang sangat panjang yaitu kurang lebih 200 tahun, perang ini juga
menyisakan trauma dan hancurnya infrastruktur di wilayah yang menjadi ajang
pertempuran. Berdasarkan pemaparan diatas coba Anda jelaskan bagaimana kronologis
Perang Salib tersebut ?

Jawaban :

Perang salib (1096-1291) terjadi sebagai reaksi dunia Kristen di Erofa terhadap dunia
Islam di Asia, yang sejak 632 M., dianggap sebagai pihak penyerang, bukan saja di Siria,dan
Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia. Disebut perang salib, karena ekspedisi militer
Kristen mempergunakan salib sebagai simbol pemersatu untuk menunjukan bahwa peperangan
yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci
Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang-orang Islam.
Penyebab langsung terjadinya perang salib adalah permintaan Kaisar Alexius Connenus pada
tahun 1095 kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium meminta bantuan dari Romawi
karena daerah-daerah yang tersebar sampai ke pesisir Laut Marmora dibinasakan oleh Bani
saljuk. Bahkan, kota Konstatinopel diancamnya pula. Adanya permintaan ini, Paus melihat
kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja Yunani dengan Romawi yang telah
terpecah tahun 1009-1054 M).
Penyebab lainnya Perang Salib adalah faktor sosial ekonomi. Para pedagang besar yang berada
di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Ganoa, dan Pisa, berambisi
untuk menguasai sejumlah kota dagang disepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk
memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, mereka rela menanggung sebagian dana
Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka bila
Kristen Erofa memperoleh kemenangan.
Perang Salib bagi orang-orang kristen juga merupakan jaminan untuk masuk surga sebab mati
dalam perang salib menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agama dan langsung masuk
surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya.
Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Timur-Islam dengan Barat-Kristen
disebabkan oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik, dan sosial ekomomi
Faktor Agama. Pihak Kristen merasa tidak bebas menunaikan ibadah ke Baitumakdis, sejak
Dinasti Seljuk merebutnya dari Dinasti Fathimiyah tahun 1070 M. Para penguasa Seljuk
menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah ke Baitulmakdis., bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena
mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan
para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah
menguasai kawasan itu sebelumnya.
Faktor Politik. Kekalahan Bizantium tahun 1071 M di Manzirkat (Malazkird atau Malsyird,
Armenia) dan Asia kecil jatuh ke bawah kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I
Comnenus (kaisar Constantinopel) meminta bantuan kepada Paus Urbanus II untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Sementara itu,
kondisi kekuasaan Islam sedang melemah, sehingga orang-orang Kristen di Erofa berani untuk
ikut dalam Perang Salib. Dinasti Fathimiyah dalam keadaan limpuh dan kekuasaan Islam di
Andalusia semakin goyah dengan dikuasainya Toledo dan Siciliaoleh Kristen Spanyol.
Faktor Sosial Ekonomi. Pedagang-pedagang besar di pantai timur Laut Tengah, terutama yang
berada di Kota Venezia , Genoa, dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di
sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana perang
Salib.[2]
Pada kenyataannya Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi keagamaan saja,
akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam Perang Salib tersebut,
diantaranya :
1. Perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri barat (kristen) dan negeri
timur (Islam) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan kemajuan umat Islam sangat
pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para tokoh barat Kristen dan didorong oleh rasa
kecemasan itulah mereka melancarkan serangan terhadap kekuatan Muslim.
2. Munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil dan Baitul Maqdis setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti Fatimiah tahun 1078
M. Kekuatan Dinasti Saljuk di Asia Kecil dan Yerussalem tersebut dianggap sebagai halangan
bagi pihak Kristen untuk melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Padahal pada saat
pemerintahan Bani Saljuk, umat Kristen diberi kebebasan untuk melaksanakan ibadah. Namun
dipihak Kristen ada yang menyevarkan fitnah bahwa Turki Saljuk telah melaksanakn kekejaman
terhadap kaum Kristen sehingga hal tersebut menimbulkan amarah umat Kristen di Eropa.
3. Pasukan Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad ke-10.
Hal tersebut menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia, dan Genoa merasa terganggu sehingga
satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan mereka ialah dengan
mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebu. Propoganda Alexius Comnesius kepada Paus
Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Saljuk. Paus
Urbanus II segera meniupkan taufan panatisme keagamaan untuk menyalakan Perang Salib besar
sehingga seruannya tersebut disambut oleh ribuan masa Prancis dan Normandia. Hal ini terjadi
karena Paus merupakan sumberotoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati
propogandanya.
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim. Serangan ke
Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di
Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam
peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di
wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum non-Kristiani untuk alasan campuran;
antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib
memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13.
“Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance. Perang
Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal
ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang
mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara
kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib
(seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya
kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel kota yang paling maju dan kaya
di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa
restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa
lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci.
Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun
mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perang salib, antara lain :
1. Faktor Situasi di Eropa
 Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada
Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang
disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian
pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-
Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata
yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar  satu sama lain dan meneror penduduk
setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax
Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman
selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas
daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi
Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan
pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada
akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya,
akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai
“tentara gereja. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi
dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari
kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib
tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa
dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka
meninggal dunia.
2. Faktor Situasi di Timur Tengah
Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap
Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu
memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara
dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat
tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalemyang berada jauh di Timur sampai ketika mereka
sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya
seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk
yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang
beragama Kristen Ortodoks Timur.
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada
tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran
Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran
Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk
berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang
kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para
peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang
Salib pada akhir abad itu.
3. Faktor Sejarah
Peristiwa (awal) penting terkait dengan perang salib, adalah ekspansi yang dilakukan oleh Alp
Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H). Tentara Alp Arselan yang berkkuatan
15.000 prajurit berhasil mengalahkan tentara berjumlah 200.000 orang; yang terdiri dari tentara
Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan Armenia. Peristiwa inilah yang  menanamkan
benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap umat Islam.
4. Faktor Agama
Berbagai literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi agama ialah sejak Dinasti
Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah. Ketika itu umat Kristen merasa tidak lagi
bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang pulang dari ziarah sering mendapat
perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk . Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak
ziarah bagi orang-orang Kristen Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus II yang
mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perampokan dan sebuah kewajiban untuk merebut
kembali Baitul Maqdis . Selain itu, Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan
tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Namun, perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke berbagai daerah yang
menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen. Seperti halnya beberapa kawasan Iran
dan Syria (632), penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina (636), Mesir (637), penaklukan
Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan Byzantium (646) kemudian terjadi
peperangan di laut melawan Byzantium (647) hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun yang
sama. Tidak hanya sampai disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan serangan atas
Konstatinopel (677) kemudian terjadi kembali pada 716, penaklukan Spanyol, Sind dan
Transoksian (711) hingga serangan atas bagian selatan Perancis (792). Serta berbagai peristiwa
penaklukan lainnya dalam melakukan ekspansi serta dakwah Islam.
5. Faktor Politik
Pada sinode di Clermont Perancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai inisiatif
mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi Barat di Roma dan Romawi
Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Kebetulan saat itu raja Byzantium sedang merasa
terancam oleh ekspansi kekuasaan Saljuk, yakni orang-orang Turki yang sudah memeluk Islam.
Ketika terasa cukup sulit untuk mempersatukan para pemimpin dunia Kristen dengan ego dan
ambisinya masing-masing, maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan yaitu
ummat Islam. Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan: pembebasan tempat-tempat suci
Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya adalah
melumat ummat Islam.
Sementara itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara “pandangan” terhadap agama,
namun juga hingga politik. Mereka yang bersebarangan tidak dapat bersatu padu dalam melawan
Kristen. Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan menyatukan kembali.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri atas kaum gereja, bangsawan serta ksatria
dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat hjelata yang harus tunduk pada tuan
tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Gereja memobilisir mereka untuk turut serta dalam
perang salib dengan janji akan diberi kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila dapat
memenangkan peperangan.
Masyarakat Eropa memberlakukan dikriminasi terhadap rakyat jelata. Di Eropa ketetapan hukum
waris, bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima waris. Jika anak tertua meninggal, maka
harta waris harus diserahkan kepada gereja. Hal ini menyebabkan anak miskin meningkat;
kemudian diarahkan untuk turut berperang.
Sementara, meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam pola pemahaman,
budaya dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin belum dapat
meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan buruk yang dilakukan oleh
kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya mereka yang hendak berziarah ke Baitul
Maqdis. Namun, dengan meluasnya daerah kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah
mengalami kemajuan yang pesat.
7. Faktor penyebab Langsung peperangan
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus
Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke
dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071,
Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp
Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini
berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi,
Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya
hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang
berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan
respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan
hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan
saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali
Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan
dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah
sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari
Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan
Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor
Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar.
Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen
yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak
mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan
untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan
asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak
hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur.
Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia,
dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran
mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
B. Peristiwa Terjadinya Perang Salib
Ekspedisi militer tentara Salib yang pertama tiba di pantai Levant tahun 1096 dan menduduki
Yerusalem dan beberapa daerah-daerah sekitar. Perang salib I ini berlangsung 3 tahun lamanya
(1096-1099). Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa berangkat menuju
Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond,
dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menakhlukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Endessa). Setelah kaum Salib yang
dipimpin oleh para Rahib yang tidak tahu strategi perang itu musnah sama sekali, muncullah
pasukan Salib yang dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund
dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Mereka berkumpul di Konstantinopel dengan
kekuatan 150,000 askar, kemudian menyeberang selat Bosfur dan melanggar wliayah Islam
bagaikan air bah. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 50,000 orang bertahan mati-
matian di bawah pimpinan Sultan Kalij Arselan. Satu persatu kota dan Benteng kaum Muslimin
jatuh ke tangan kaum Salib, memaksa Kalij Arselan berundur dari satu benteng ke benteng yang
lain sambil menyusun kekuatan dan taktik baru. Bala bantuan kaum Salib datang mencurah-
curah dari negara-negara Eropah. Sedangkan Kalij Arselan tidak dapat mengharapkan bantuan
dari wilayah-wilayah Islam yang lain, kerana mereka sibuk dengan kemelut dalaman masing-
masing.
Setelah berlaku pertempuran sekian lama, akhirnya kaum Salib dapat mara dan mengepung
Baitul Maqdis, tapi penduduk kota Suci itu tidak mahu menyerah kalah begitu saja. Mereka telah
berjuang dengan jiwa raga mempertahankan kota Suci itu selama satu bulan. Akhirnya pada 15
Julai 1099, Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita mereka.
Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Kaum
kafir Kristian itu telah menyembelih penduduk awam Islam lelaki, perempuan dan kanak-kanak
dengan sangat ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristian
yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib Kristian yang sangat
melampau itu telah dikutuk dan diperkatakan oleh para saksi dan penulis sejarah yang terdiri dari
berbagai agama dan bangsa.
Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Jerussalem oleh orang
Kristian tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Jerussalem
tidak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang cuba mengelak dari
kematian dengan cara menghendap-hendap dari benteng, yang lain berkerumun di istana dan
berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di masjid-masjid. Namun mereka tetap
tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang Kristian itu.
Tentera Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam cuba
mempertahankan diri selama beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang mengerikan
yang menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan kaveleri lari tunggang langgang di antara
para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan
kematian. Orang-orang yang menang itu memijak-mijak tumpukan mayat ketika mereka lari
mengejar orang yang cuba menyelamatkan diri dengan sia-sia.
Raymond d’Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri mengatakan:
“Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah dalamnya mencecah lutut dan
mencapai tali kekang kuda.”
Aksi pembantaian hanya berhenti beberapa saat saja, yakni ketika pasukan Salib itu berkumpul
untuk menyatakan kesyukuran di atas kemenangan mereka. Tapi sebaik saja upacara itu selesai,
pembantaian diteruskan dengan lebih ganas lagi.
Seterusnya Michaud berkata: “Semua yang tertangkap yang disisakan dari pembantaian pertama,
semua yang telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan kejam. Orang-orang
Islam itu dipaksa terjun dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah, mereka dibakar
hidup -hidup , diheret dari tempat persembunyian bawah tanah, diheret ke hadapan umum dan
dikurbankan di tiang gantungan.
Air mata wanita, tangisan kanak-kanak, begitu juga pemandangan dari tempat Yesus Kristus
memberikan ampun kepada para algojonya, sama sekali tidak dapat meredhakan nafsu
membunuh orang-orang yang menang itu. Penyembelihan itu berlangsung selama seminggu.
Beberapa orang yang berhasil melarikan diri, dimusnahkan atau dikurangkan bilangannya
dengan perhambaan atau kerja paksa yang mengerikan.”
Gustav Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Kristian sebagaimana kata-
katanya: “Kaum Salib kita yang “bertakwa” itu tidak memadai dengan melakukan berbagai
bentuk kezaliman, kerosakan dan penganiayaan, mereka kemudian mengadakan suatu mesyuarat
yang memutuskan supaya dibunuh saja semua penduduk
Baitul Maqdis yang terdiri dari kaum Muslimin dan bangsa Yahudi serta orang-orang Kristian
yang tidak memberikan pertolongan kepada mereka yang jumlah mencapai 60,000 orang. Orang-
orang itu telah dibunuh semua dalam masa 8 hari saja termasuk perempuan, kanak-kanak dan
orang tua, tidak seorang pun yang terkecuali.
Ahli sejarah Kristian yang lain, Mill, mengatakan: “Ketika itu diputuskan bahawa rasa kasihan
tidak boleh diperlihatkan terhadap kaum Muslimin. Orang-orang yang kalah itu diheret ke
tempat-tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang menyusu, anak-anak gadis
dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang, jalan-jalan, bahkan tempat-tempat
yang tidak berpenghuni di Jerusssalem ditaburi oleh mayat-mayat wanita dan lelaki, dan tubuh
kanak-kanak yang koyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur dalam keharuan atau yang tergerak
untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa mengerikan itu. Mereka mendirikan kerajaan Latin I
dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama, mereka dapat menguasai Antiochea dan
mendirikan Latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil
menduduki Baitul Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya,
Godfrey. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109), dan kota Tyre (1124). Di
Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond. Tahun 1144 salah satu
daerah yang diduduki oleh tentara salib yakni Edessa direbut kembali oleh penguasa Islam yakni
Atabeg dari Mosul. Perebutan ini menjadi alasan bagi pecahnya perang salib yang kedua 3 tahun
kemudian yakni tahun 1147. Imaduddin Zanki, penguasa Moshul, dan Irak, berhasil
menakhlukkan kembali Aleppo, Hamimah dan Edessa pada tahun 1144 M. Ia wafat tahun 1146
M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya, Nuruddin Zanki. Ia berhasil merebut kembali Antiochea
pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali. Kerajaan
Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang salib kedua. Paus Eugenius
III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja Prancis Louis VII dan raja Jerman
Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salin untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan
tetapi gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki
Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya.
Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin al-Ayyubi
yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan
Salahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem yang berlangsung selama 88
tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka
pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja
Jerman, Ricard The Lion Hart, saja Inggris
Perebutan kembali Yerusalem oleh Sultan Saladdin dilihat oleh penguasa kristen barat sebagai
malapetaka yang harus dijawab dengan perang salib berikutnya (PS III).
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Dia adalah Kaisar
Romawi suci dari barat dan penguasa Sisilia dan Jerman. Dia menguasai sembilan bahasa,
dipenuhi dengan pemikiran yang menyengangkan. Pada dialah seluruh harapan Eropa
dipusatkan.
Merskipun mendapat tantangan berat dari Salahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka
yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi, mereka tidak berhasil memasuki
Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan
Salahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-
orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Tentara salib
mengalami kekalahan pada perang salib kedua. Tampilnya pemimpin kharismatik Islam sultan
Salahuddin al-Ayyubi (sultan Saladin) yang berhasil mempersatukan Mesir dan Syria dibawah
kekuasaannya berhasil pula memukul telak tentara salib dan merebut kembali kota suci
Yerusalem pada tahun 1187. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke
Palestina, dengan harapan dapat bantuan orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M,
mereka berhasil menduduki Dimyat.
Raja Mesir dari dinasti Ayyubiyah waktu ini, al-malik al-Kamil, membuat perjanjian dengan
Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di sana dan Frederick. Isinya antara lain
Frederick bersedia melepaskan Palesitina, Frederick menjamin keamanan kaum Muslimin di
sana dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria dan Philip Augustus, raja
Prancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina
dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan Al-Malik Al-
Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik—yang
menggantikan posisi dinasti Ayyubiyah—pimpinan perang dipengang oleh Baybars dan
Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin, tahun 1291
M. Perang salib ke-3 tidak membuahkan kemajuan yang berarti sehingga pada akhirnya
penguasa barat mengalihkan perhatian mereka ke Konstantinopel.
Perang salib yang ke-4 dalam rangka merebut kembali Konstantinopel yang diduduki oleh
penguasa Turki Seljuk. Peperangan yang brutal diakhiri dengan penguasaan tentara salib atas
Konstantinopel tahun 1204. Sementara itupun upaya untuk mengambil alih Yerusalem tetap
dilaksanakan setelah masa Sultan Saladin, tentara Salib pernah menduduki Yerusalem namun
sangat singkat dan pada akhirnya Yerusalem kembali jatuh ditangan penguasa Islam. Ketiga
phase perang salib yang terakhir mencatat kekalahan dipihak tentara-tentara Kristen barat.
Berakhirnya perang salib ditandai dengan keberhasilan penguasa Mamluk mengambil alih sisa-
sisa daerah-daerah yang masih diduduki oleh tentara salib. Secara garis besar perang salib yang
berlangsung 3 abad lamanya telah mencatat kegagalan dipihak barat melawan kekuatan Islam.
5.Coba Anda utarakan kembali summary dari hasil Webinar dengan tema ‘Warisan
Tradisi Intelektual Islam”?

Tradisi pengetahuan Islam klasik sangat berpengaruh pada masa-masa pertengahan hingga
modern karena telah terbukti membangun peradaban. Perkembangan intelektual muslim yaituh
ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmu tasawuf dan ilmu-ilmu lainya.
Ilmu kalam mula-mula berkembang di Madinah karena terjadinya pemikiran atau respon
pemikiran dengan agama Nasrani, Yahudi, Yunani di Romawi.
Lahirnya ilmu kalam merupakan respon atas persoalan-persoalan ketuhanan yang dikembangkan
aliran Mu’tazilah yang mengikuti konsep-konsep Yunani yang sangat rasionalitas.
Qodariyah dan Jabariyyah merupakan pemicu dari konsep-konsep persoalan dari ketuhanan.
Qadariyah merupakan paham yang membebaskan kehendak manusia, Jabariyyah merupakan
kebalikan dari Qadariyyah. Sedangkan Asy’ariyah merupakan penengah antara Qadariyah dan
Jabariyyah yang terus berkembang pada masa Abbasiyah.
Fiqh mulai berkembang pada masa Ummayah yang melahirkan 4 madzhab yaitu: Maliki, Hanafi,
Syafi’i dan Hambali. Keempat madzhab tersebut terus berkembang hingga saat ini, ulama-ulama
madzhab ini sangat berpengaruh.
Hasan al-Bashri merupakan pelopor gerakan zuhud akibat banyaknya ghanimah yang diperoleh.
Adapun tujuannya ialah sebagai gerakan sosial-keagamaan agar anggotanya menjadi bersih dan
berkomitmen dalam hal keagamaan serta menjauhkan diri dari hal keduniaan.
Islam kaffah merupakan perpaduan antara kalam, fiqih dan tasawuf (Iman, Islam dan Ihsan).

Anda mungkin juga menyukai