Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sejarah peradaban islam telah dicatat dalam sejarah, bahwa pada masa tersebut
Islam pernah mengalami masa kejayaan. Kejayaan Islam ini diperlihatkan dengan
berbagai kemajuan-kemajuan dalam banyak bidang seperti bidang ilmu pengetahuan,
politik, ekonomi, teknologi dan masih banyak yang lainnya.
Di masa khilafah Bani Umayyah yang berumur kurang lebih 90 tahun telah
mencapai keberhasilan ekspansi ke berbagai daerah, baik di Timur maupun di Barat
dengan wilayah kekuasaan Islam yang benar-benar sangat luas. Pada zaman khalifah
al-Walid Ibn al-Malik, salah satu khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus, umat Islam mulai menaklukan semenanjung Iberia. Semenanjung Iberia
adalah nama tua untuk wilayah Spanyol dan Portugal. Sejak awal abad 5 Masehi
(tahun 406 M), wilayah tersebut dikuasai oleh bangsa Vandals, maka dinamakan
Vandalusia. Namun, sejak tahun 711 M, semenanjung Iberia dan wilayah selatan
Prancis jatuh ke dalam kekuasaan Islam, diperintah oleh pembesar-pembesar Arab
dan Barbar. Sejak itulah, wilayah ini dikenal dengan Andalusia (Spanyol).
Spanyol merupakan tempat paling utama dan jembatan emas bagi Eropa dalam
menyerap peradaban Islam dan hasil-hasil kebudayaan Islam, baik dalam bentuk
hubungan politik, sosial, perekonomian, maupun peradaban antarnegara. Orang-
orang eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan
Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangga Eropa, terutama dalam bidang
pemikiran dan sains. Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak
berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahan Islam yang berkembang di periode
klasik.
Dalam tulisan ini, topik yang akan diulas seputar masuknya Islam dan
perkembangannya di Spanyol, faktor pendukung kemajuan Spanyol, penyebab
kemunduran Islam di Spanyol, dan pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa. Dari
ulasan tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang peran Islam
dalam membentuk peradaban Spanyol.
II. Tinjauan Pustaka
Al-Andalus ( ‫ )النأدلس‬adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan
Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor antara tahun 711 dan
1492. Al-Andalus juga sering disebut Andalusia. Pemerintahan Islam yang pertama
kali menduduki Spanyol adalah Khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus (Salwasalsabila, 2008: 21). Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam
telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman
Khalifah Abd Malik (685-705 M). Khalifah Abd Malik mengangkat Ibnu Nu’man al
Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al Walid (705-715 M),
Hasan Ibnu Nu’man sudah digantikan oleh Musa Ibnu Nushair. Di saat al Walid
berkuasa, Musa Ibnu Nushair sukses memperluas wilayah kekuasaannya dengan
menduduki daerah Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan
penaklukan ke berbagai wilayah bekas kekuasaan Bangsa Barbar di sejumlah
pegunungan sehingga mereka menyatakan loyal dan berjanji tidak akan membuat
kekacauan seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Penaklukan wilayah Afrika Utara hingga menjadi salah satu propinsi dari
Khalifah Bani Umayyah membutuhkan waktu selama 53 tahun, sejak tahun 30 H
(masa pemerintahan Muawiyah Ibnu Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa al Walid).

1
Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, kawasan itu merupakan basis
kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gothik. Kerajaan ini seringkali
mendatangi penduduk dan mendorong mereka untuk membuat kerusuhan dan
menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini dapat dikuasai secara total, umat
Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dari sini dapat
diketahui bahwa penaklukan Afrika Utara adalah batu loncatan bagi kaum Muslimin
untuk menguasai wilayah Spanyol (Syalabi, 1995: 156).
Dalam sejarah penguasaan Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa dalam proses penaklukan Spanyol. Mereka adalah Tharif
Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa ibn Ibnu Nushair. Tharif dinilai sebagai
perintis dan penyelidik wilayah Spanyol karena ia merupakan orang pertama yang
sukses menyeberangi selat antara Maroko dan Benua Eropa. Thariq Ibnu Ziyad lebih
terkenal sebagai penakluk Spanyol sebab jumlah pasukannya lebih besar dan efeknya
pun lebih nyata (Syalabi, 1995: 159-1960; Hill, 1996: 10). Pasukannya terdiri dari
sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi
orang Arab yang dikirim Khalifah al Walid (Yatim, 1994:86). Pasukan itu kemudian
menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat pertama
kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga kini dapat
dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Kemenangan pertama yang
diperoleh Thariq Ibnu Ziyad merupakan jalan lapang untuk penaklukan wilayah yang
lebih luas lagi. Untuk itu, Musa Ibnu Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam
gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq (Syalabi,
1995: 161-1962). Dari kisah penaklukan Spanyol di atas, dapat diketahui bahwa
keberhasilan tiga pahlawan Islam: Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa
Ibnu Nushair, tidak lepas dari semangat mereka melakukan ekspansi wilayah
kekuasaan Islam pada waktu yang tepat.
Namun, pada akhirnya orang-orang Kristen berhasil merebut kembali Iberia dari
tangan umat Islam dalam proses yang disebut Reconquista (penaklukkan ulang),
nama Al-Andalus umumnya tidak merujuk kepada Iberia secara umum, tetapi kepada
daerah-daerah yang dikuasai para Muslim pada zaman dahulu. Pada 1236, benteng
terakhir umat Islam di Spanyol, Granada menyatakan tunduk kepada Fernando III
dari Kastilia, dan menjadi negara bawahan Kastilia, hingga pada 1492 Muhammad
XII menyerah sepenuhnnya kepada Los Reyes Católicos (Kerajaan Katolik Spanyol)
yang dipimpin oleh Fernando II dari Aragon dan Isabel I dari Kastilia. Sedangkan
kekuasaan Islam di Portugal berakhir pada 1249 dengan ditaklukkannya Algarve oleh
Afonso III. Kekalahan penguasa Muslim kemudian diikuti oleh penganiyaan dan
pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol.

III. RUMUSAN MASALAH


a) Bagaimana periodisasi kekuasaan Islam di Spanyol?
b) Apa saja kemajuan yang dicapai pada masa kekuasaan Islam di Spanyol?
c) Apa faktor kemunduran yang menyebabkan kekuasaan Islam di Spanyol
runtuh?

IV. TUJUAN
a) Mendeskripsikan bagaimana proses periodisasi kekuasaan Islam di Spanyol
b) Mendeskripsikan apa saja kemajauan yang dicapai pada masa kekuasaan
Islam di Spanyol
c) Mendeskripsikan ada saja faktor kemunduran yang menyebabkan kekuasaan
Islam runtuh

2
BAB II
PEMBAHASAN

Sampai akhir abad ketujuh, Islam berkembang pesat namun masih terbatas di
belahan dunia timur. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai Afrika
Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah. Benua Eropa
yang diwakili oleh Semenanjung Andalusia (Iberia) baru dimasuki ketika Tharif bin
Malik melakukan penyelidikan, yang kemudian dilanjutkan dengan penguasaan
Thariq bin Ziyad yang mendaratkan tentaranya tahun 711 M. Mulai saat itu Islam
diperkenalkan kepada penduduk Spanyol yang menganut agama Kristen (Suhelmi,
2001: 20).
Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa bangkit dari keterbelakangannya.
Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa
mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti
Bani Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Munculnya tokoh sekaliber Ibnu Bajjah, Ibnu Tufayl, dan Ibnu Rusyd
menunjukkan kemajuan intelektual yang tinggi (Mun’im, 1997: 180-188). Bahkan,
kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan
politik di negeri itu. Kemajuan-kemajuan Eropa tersebut tidak bisa dipisahkan dari
pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol-Islamlah Eropa banyak menimba Ilmu.
Pada periode Klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan
pusat peradaban Islam yang sangat penting sekaligus sebagai saingan Bagdad di
Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan
tinggi Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi komunitas Eropa. Karena itu,
kehadiran Islam di Spanyol hampir tak pernah luput dari bidikan para sejarawan.
Dalam tulisan ini, topik yang akan diulas seputar masuknya Islam dan
perkembangannya di Spanyol, faktor pendukung kemajuan Spanyol, penyebab
kemunduran Islam di Spanyol, dan pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa. Dari
ulasan tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang peran Islam
dalam membentuk peradaban Spanyol.

Masuknya Islam di Spanyol


Pemerintahan Islam yang pertama kali menduduki Spanyol adalah Khalifah dari
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus (Salwasalsabila, 2008: 21). Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya
sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas
Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd Malik (685-705 M). Khalifah Abd
Malik mengangkat Ibnu Nu’man al Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada
masa Khalifah al Walid (705-715 M), Hasan Ibnu Nu’man sudah digantikan oleh
Musa Ibnu Nushair. Di saat al Walid berkuasa, Musa Ibnu Nushair sukses
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki daerah Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke berbagai wilayah bekas
kekuasaan Bangsa Barbar di sejumlah pegunungan sehingga mereka menyatakan
loyal dan berjanji tidak akan membuat kekacauan seperti yang telah mereka lakukan
sebelumnya.
Penaklukan wilayah Afrika Utara hingga menjadi salah satu propinsi dari
Khalifah Bani Umayyah membutuhkan waktu selama 53 tahun, sejak tahun 30 H
(masa pemerintahan Muawiyah Ibnu Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa al Walid).
Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, kawasan itu merupakan basis
kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gothik. Kerajaan ini seringkali

3
mendatangi penduduk dan mendorong mereka untuk membuat kerusuhan dan
menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini dapat dikuasai secara total, umat
Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dari sini dapat
diketahui bahwa penaklukan Afrika Utara adalah batu loncatan bagi kaum Muslimin
untuk menguasai wilayah Spanyol (Syalabi, 1995: 156). Dalam sejarah penguasaan
Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa dalam proses
penaklukan Spanyol. Mereka adalah Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa
ibn Ibnu Nushair. Tharif dinilai sebagai perintis dan penyelidik wilayah Spanyol
karena ia merupakan orang pertama yang sukses menyeberangi selat antara Maroko
dan Benua Eropa. Ia pergi bersama satu pasukan perang berjumlah lima ratus orang
dengan menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan
itu, Tharif menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang
banyak jumlahnya. Termotivasi oleh keberhasilan Tharif dan krisis kekuasaan dalam
kerajaan Gothic yang menguasai Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang, pada tahun 711 M Musa Ibnu Nushair
mengirim pasukan sebanyak 7000 orang ke Spanyol di bawah pimpinan Thariq Ibnu
Ziyad (Hitti, 2005: 628).
Thariq Ibnu Ziyad lebih terkenal sebagai penakluk Spanyol sebab jumlah
pasukannya lebih besar dan efeknya pun lebih nyata (Syalabi, 1995: 159-1960; Hill,
1996: 10). Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh
Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al Walid
(Yatim, 1994:86). Orang Barbar merupakan suatu bangsa yang masih mempunyai
pertalian keturunan dengan Bangsa Hamiyah, suatu cabang dari bangsa kulit putih
dan dalam masa pra sejarah mungkin berasal dari Bangsa Samyah. Kebanyakan
orang
Barbar (Berber) yang mendiami daerah pesisir beragama Kristen. Orang
terkemuka dalam agama Kristen tua, seperti Tertullianus, Santa Cyprianus, dan
terutama Santa Augustinus berasal dari negeri ini (Hitti, 2005: 83). Pasukan itu
kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat
pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga
kini dapat dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di
suatu tempat yang bernama Bakkah, ada pula yang menyebutnya Lakkah (Wadil
Lakkah atau Goddelete), tepatnya tanggal 19 Juli 711 M, Thariq berhasil
mengalahkan Raja Roderick. Selanjutnya, Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting di sana, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Ia pun sempat
meminta tambahan pasukan kepada Musa Ibnu Nushair di Afrika Utara. Musa
mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 tentara, sehingga jumlah pasukan
Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan
Bangsa Gothic itu yang jauh lebih besar, 100.000 orang (Yatim, 1994: 86). Kekalahan
pasukan Roderick, menurut Syalabi, disebabkan karena pasukannya itu terdiri dari
para hamba sahaya dan orang-orang lemah. Selain itu, di antara mereka ada pula
musuh-musuh Roderick. Ditambah lagi, orang-orang Yahudi secara rahasia juga
mengadakan persekutuan dengan kaum Muslimin (Syalabi, 1995: 159-1960).
Kemenangan pertama yang diperoleh Thariq Ibnu Ziyad merupakan jalan lapang
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa Ibnu Nushair merasa
perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu
perjuangan Thariq (Syalabi, 1995: 161-1962). Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu. Satu demi satu kota yang dilewatinya berhasil
dikuasai. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida
serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung

4
dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai Saragosa sampai Navarre
(Yatim, 1994: 90).
Dari kisah penaklukan Spanyol di atas, dapat diketahui bahwa keberhasilan tiga
pahlawan Islam: Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair, tidak
lepas dari semangat mereka melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada
waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan
kerajaan Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah
Spanyol yang berada di seberang. Keberanian Tharif sebagai orang pertama yang
menyeberang selat antara Maroko dan benua Eropa itu patut dihargai meskipun
dalam ekspedisinya belum banyak melibatkan pasukan sehingga hasilnya belum
kentara. Keberhasilan Tharif mendorong Thariq untuk mengadakan ekspedisi
berikutnya dengan pasukan lebih besar. Hasil yang dicapai telah dicatat dalam sejarah
sehingga membuat Thariq lebih layak dianggap sebagai penakluk Spanyol. Peran
serta sang Gubernur Afrika Utara, Musa Ibnu Nushair, dalam penaklukan Spanyol
memperkuat sekaligus melengkapi keberhasilan Thariq dalam upaya penguasaan
Spanyol. Kerjasama satu tim dan keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana
lapangan telah membuahkan hasil maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke
Spanyol.
Barbar (Berber) yang mendiami daerah pesisir beragama Kristen. Orang
terkemuka dalam agama Kristen tua, seperti Tertullianus, Santa Cyprianus, dan
terutama Santa Augustinus berasal dari negeri ini (Hitti, 2005: 83). Pasukan itu
kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat
pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga
kini dapat dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dalam pertempuran di
suatu tempat yang bernama Bakkah, ada pula yang menyebutnya Lakkah (Wadil
Lakkah atau Goddelete), tepatnya tanggal 19 Juli 711 M, Thariq berhasil
mengalahkan Raja Roderick. Selanjutnya, Thariq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting di sana, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Ia pun sempat
meminta tambahan pasukan kepada Musa Ibnu Nushair di Afrika Utara. Musa
mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 tentara, sehingga jumlah pasukan
Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan
Bangsa Gothic itu yang jauh lebih besar, 100.000 orang (Yatim, 1994: 86). Kekalahan
pasukan Roderick, menurut Syalabi, disebabkan karena pasukannya itu terdiri dari
para hamba sahaya dan orang-orang lemah. Selain itu, di antara mereka ada pula
musuh-musuh Roderick. Ditambah lagi, orang-orang Yahudi secara rahasia juga
mengadakan persekutuan dengan kaum Muslimin (Syalabi, 1995: 159-1960).
Kemenangan pertama yang diperoleh Thariq Ibnu Ziyad merupakan jalan lapang
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa Ibnu Nushair merasa
perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu
perjuangan Thariq (Syalabi, 1995: 161-1962). Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu. Satu demi satu kota yang dilewatinya berhasil
dikuasai. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida
serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung
dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai Saragosa sampai Navarre
(Yatim, 1994: 90).
Dari kisah penaklukan Spanyol di atas, dapat diketahui bahwa keberhasilan tiga
pahlawan Islam: Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair, tidak
lepas dari semangat mereka melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada

5
waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan
kerajaan Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah
Spanyol yang berada di seberang. Keberanian Tharif sebagai orang pertama yang
menyeberang selat antara Maroko dan benua Eropa itu patut dihargai meskipun
dalam ekspedisinya belum banyak melibatkan pasukan sehingga hasilnya belum
kentara. Keberhasilan Tharif mendorong Thariq untuk mengadakan ekspedisi
berikutnya dengan pasukan lebih besar. Hasil yang dicapai telah dicatat dalam sejarah
sehingga membuat Thariq lebih layak dianggap sebagai penakluk Spanyol. Peran
serta sang Gubernur Afrika Utara, Musa Ibnu Nushair, dalam penaklukan Spanyol
memperkuat sekaligus melengkapi keberhasilan Thariq dalam upaya penguasaan
Spanyol. Kerjasama satu tim dan keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana
lapangan telah membuahkan hasil maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke
Spanyol.

Perkembangan Islam di Spanyol


Di Spanyol, Bangsa Arab memperoleh kemenangan paling besar dan paling lama
di Eropa walaupun juga penderitaan yang dramatis terjadi di sana. Sejarah panjang
yang dilewati umat Islam Spanyol menurut Hamka (1994: 293-294) terbagi dalam
tiga masa saja, yaitu masa saat diperintah oleh wakil khalifah dari Damaskus, masa
diperintah oleh para amir, dan masa dipimpin oleh seorang khalifah. Namun menurut
Badri Yatim (1994: 92), masa Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam
periode sebagai berikut.

Politik saat Penaklukan Islam di Spanyol


Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik,
dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik
wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil.
Bersamaan dengan itu penguasa Gothik bersikap tidak toleran terhadap penganut
aliran agama Kristen yang bukan ”aliran monofisit”. Yang terakhir ini merupakan
aliran yang dianut penguasa. Aliran Monofisit di dalam dunia Kristen menganut
pendirian bahwa Jesus Kristus itu hanya memiliki satu zat saja. Aliran paham ini
terbagi dua : satu pihak bependirian bahwa Jesus Kristus hanya memiliki zat-
insaniyat (kemanusiaan) saja. Pihak lain dari paham Monofisit berpendirian bahwa
Jesus Kristus hanya memiliki zat-ilahiyat (ketuhanan) saja, dan berpendirian bahwa
paham Trinitas (Allah Maha Esa itu terdiri dari Tiga Oknum) adalah bid’ah. Penganut
agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan dibunuh secara
brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu,
kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka
temukan dari orang islam. Berkenaan dengan itu AMEER ALI, seperti dikutib oleh
IMAMUDDIN mengatakan : ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati
kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan,
tetangganya di Jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah
kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dala kemelut
yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji,
koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu membantu
keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak
coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.

6
Awal kehancuran kerajaan Goth adalah ketika raja Roderick memindahkan
ibukota negaranya dari Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi
penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing
amarah dari OPPAS dan ACHILA (kakak dan anak Witiza). Keduanya kemudian
bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika
Utara dan bergabung dengan kaum Muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik
antara Roderick dengan Ratu Julian (mantan penguasa wilayah Septah). Julian juga
bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal
yang dipakai oleh Tharif, Thariq, dan Musa. Adapun yang dimaksud dengan faktor
internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh
pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol
pada khususnya.

I. PERIODISASI KEKUASAAN ISLAM


1. Periode Pertama ( 711-755 M )
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali,
yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara
sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam
maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di
antara elite penguasa, terutama berupa perbedaan etnis dan golongan.
Disamping itu terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus
dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu ada terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol
dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandanga politik itu
menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya
dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab.
Didalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus
bersaing, yaitu suku Qais (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan).
Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika
tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak
ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka
waktu yang agak lama.

2. Periode Kedua ( 755-912 M )


Pada masa ini, Spanyol diperintah oleh seorang amir (panglima atau
gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan yang ketika itu
dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755M dan diberi gelar
al Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Abdurrahman al Dakhil adalah
keturunan Bani Umayyah yang berhasil melarikan diri dan lolos dari kejaran
Bani Abbasiyah yang telah menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus.
Abdurrahman melakukan pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika
Utara, hingga akhirnya tiba di Cheuta. Di wilayah ini, ia memperoleh
bantuan dari Bangsa Barbar dalam menyusun kekuatan militer. Selanjutnya,
ia sukses mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Pemerintah setelah
Abdurrahman al Dakhil adalah Hisyam I, Hakam I, Abd al Rahman al

7
Ausath, Muhammad Ibnu Abd al Rahman, Munzir Ibnu Muhammad, dan
Abdullah Ibnu Muhammad (Ali, 1996: 302-312).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh banyak
kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd
Rahman al Dakhil mendirikan masjid Kordova dan sekolah-sekolah di kota-
kota besar Spanyol. Hisyam I dikenal berjasa sebagai pembaharu dalam
kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Ia juga
orang pertama yang menjadikan Madzhab Maliki sebagai Madzhab resmi
negara. Adapun Abd. Al Rahman al Ausath dikenal sebagai penguasa yang
cinta ilmu. Pemikiran filsafat mulai masuk, terutama di zaman Abdurrahman
al Ausath, yang mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang
ke Spanyol. Akhirnya, kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol kian
berkembang.
Gangguan politik serius yang terjadi pada periode ini justru datang dari
umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M
membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu,
sejumlah orang yang tak puas menuntut terjadinya revolusi. Pemberontakan
yang dipimpin oleh Hafsun dan anaknya, Umar, yang berpusat di
pegunungan dekat Malaga merupakan yang gangguan penting. Selain itu,
perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang Arab masih seringkali
terjadi

3. Periode Ketiga ( 912-1013 M )


Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang
bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal
dengan sebutan Muluk al-Thawaij. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh
penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula
dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir,
Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh
pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan
bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia
berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk
memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah
selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M.
Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang,
yaitu Abdurrahman al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan
Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah Baghdad. Abdurrahman al-
Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi
ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri
perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan
kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika
Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan
aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk
Ibn Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang
ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah
kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-
saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-

8
Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya
al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan
tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang
tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara
yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.
Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang
dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki
keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah
Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah
dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

4. Periode Keempat ( 1013-1086 M )


Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif,
yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan
sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada
periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang
bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil
inisiatif penyerangan. Akibat fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai
menurun dan tiba saatnya untuk dihancurkan. Meskipun kehidupan politik
tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan
perlindungan dari satu istana ke istana lain.

5. Periode Kelima ( 1086-1248 M )


Walaupun terpecah dalam beberapa negara, pada periode kelima ini,
Spanyol Islam masih mempunyai suatu kekuatan yang dominan, yaitu
dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235M).
Paling tidak empat negara dikuasai oleh dua dinasti tersebut, yakni Tunisia,
Aljazair, Maroko, dan Andalusia atau kini dikenal dengan nama Spanyol.
Dinasti Murabithun menguasai Maroko dan Spanyol, sementara dinasti
Muwahhidun tidak hanya Maroko dan Spanyol, namun juga Tunisia dan
Aljazair. Dinasti Murabithun dan Muwahhidun bukanlah yang pertama kali
menaklukkan kawasan Afrika Utara dan Spanyol, namun penaklukan
kawasan Afrika Utara dan Spanyol sudah berlangsung pada tahun 600-an
oleh bangsa Arab. Mengecualikan Islam di Mesir, Libya takluk dalam
kekuasaan Islam pada tahun 634 M, kemudian berlanjut penaklukan Spanyol
oleh Dinasti Umayyah (756M). Di berbagai wilayah lain seperti Aljazair
oleh dinasti Rustamiyah tahun 761 M, Maroko oleh dinasti Idrisiyah (Fez)
tahun 789 M, Tunisia dan Aljazair Timur oleh dinasti Aghlabiyah berlanjut
ke dinasti Qayrawan (800 M), Dinasti Fatimiyah (909 M), dan Zirids (972
M). Dinasti Fatimiyah berkuasa hingga ke daratan Maroko pada tahun 921
M.

A. Dinasti Murabithun (1086-1143 M)


Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama
yang didirikan oleh Yusuf Ibnu Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062

9
M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia
masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang
tengah berjuang mempertahankan negerinya dari serangan kaum
Nasrani. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan Castilia.
Murabithun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di
Maghribi. Nama Murabithun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal
mereka (ribat, semacam madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan al-
mulassimun (pemakai kerudung sampai menutupi wajah). Asal usul
dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku Senhaja. Berawal dari
1000 anggota pejuang. Diantara kegiatan mereka adalah menyebarkan
agama Islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama Islam
seperti yang mereka anut. Mereka mengambil ajaran mazhab Salaf
secara ketat. Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus.
Pada mulanya gerakan keagamaan yang kemudian berkembang menjadi
religio militer.
Murabihun nampaknya pada awalnya adalah merupakan suatu
gerakan keagamaan yang bertujuan memberantas berbagai
penyelewengan keagamaan dan akhirnya berkembang memasuki
wilayah militer dan kemudian politik dan kekuasaan.
Seperti telah disinggung diatas bahwa Murabithun berasal dari suku
Lamtunah, yaitu merupakan bagian dari cabang suku Shanhajah dari
suku Barbar. Jumlah mereka semakin bertambah ketika Musa bin
Nushair menjadi gubernur diwilayah Afrika. Dalam perkembangan
berikutnya, mereka menjadi sebuah komunitas yang cukup dominan di
wilayah tersebut. Gerakan Murabithun ini dipelopori Yahya bin Ibrahim
Al-Jaddali salah seorang kepala suku Lamtunah. Gerakan ini dimulai
sekembalinya dari perjalanan ibadah haji. Dalam perjalanan kembali ke
kampung halaman di Naflis, ia berjumpa dengan seorang alim bernama
Abdullah bin Yasin Al-Jazuli. Dengan kesungguhan hati, Yahya bin
Ibrahim meminta Abdullah bin Yasin untuk datang ke tempat tinggalnya
dan mengajarkan ilmu agama yang benar kepada penduduk ditempat
tinggal Yahya, sehingga ia bersama Yahya pergi menuju tempat
kelahiran Yahya bin Ibrahim. Akan tetapi, dakwah yang disampaikan
Abdullah bin Yasin tidak mendapat banyak sambutan, kecuali dari
keluarga Yahya bin Ibrahim,Yahya bin Umar dan keluarga adiknya Abu
Bakar bin Umar. Melihat kegagalan dakwah yang disampaikannnya,
akhirnya Abdullah bin Yasin mengajak beberapa orang pengikutnya
pergi ke sebuah pulau di Sinegal.
Kegagalan dakwah tersebut di latarbelakangi karena: pada mulanya
tindakan keras dan tegas yang diperaktekkan oleh Abdullah bin Yasin
dalam mengajarkan sekaligus memurnikan ajaran Islam, telah
mengurangi simpati mereka kepadanya, sehingga hampir saja beliau
meninggalkan ummat yang baru dihadapinya tersebut untuk pergi
berdakwah ke Sudan. Namun karena bujukan dan desakan dari beberapa
teman dekatnya, akhirnya Abdullah bin Yasin mau bertahan dan
menetap disana. Orang- orang Berber yang berpandangan luas
menyesali tindakan mereka terhadap Abdullah bin Yasin, dan datang
meminta maaf serta menyatakan bersedia melaksanakan ajaran- ajaran

10
gurunya, sehingga secara bersama-sama mereka mendirikan ribat,
semacam pesantren, di hulu sungai Sinegal .
Disinilah Abdullah bin Yasin dan para pengikutnya mendirikan
ribath. Orang–orang yang bergabung dengan kelompok Abdullah bin
Yasin dan Yahya bin Ibrahim, semakin bertambah banyak. Ketika
jumlah pengikutnya sekitar seribu orang, Abdullah bin Yasin
memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk menyebarkan ajaran
mereka keluar ribath dan memberantas berbagai penyimpangan ajaran
agama. Sasaran usaha kelompok ribath ini tidak hanya ditujukan kepada
individu, tetapi juga kepada para penguasa yang memungut pajak terlalu
tinggi tanpa ada distribusi yang jelas kepada masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pengikut ribath semakin
bertambah banyak, mereka mulai melirik cara lain dalam perkembangan
ajaran kelompok ini, yaitu dengan memasuki wilayah politik militer dan
kekuasaan.Untuk kepentingan itu, mereka mengangkat Yahya bin Umar
menjadi panglima militer mereka. Kelompok ini kemudian melakukan
ekspansi ke wilayah-wilayah Sahara Afrika dan menaklukan
penduduknya.Usaha ekspansi ini bukan berarti tidak ada perlawanan
sengit, penguasa Sijilmash bernama Mas’ud bin Wanuddin al-Magrawi
melakukan perlawanan sengit, meskipun akhirnya gugur dalam
pertempuran tersebut dan ibu kota Wadi Dar’ah direbut oleh kelompok
Murabithun pada tahun 1055 M.
Ribath tidak menjadi lembaga sufi pada saat pertama lembaga ini
diperkenalkan, semasa berlangsungnya penaklukan besar-besaran yang
dilakukan pasukan Muslim, ribath berarti barak-barak tentara yang
berada pada garis depan, dekat dengan perbatasan daerah yang masih
dikuasai musuh atau yang sedang dalam proses penaklukan. Para
penghuni Ribath (murabith, murabithun) kemudian mengalihkan
perhatiannya dari perang fisik melawan musuh kepada perang spiritual
melawan diri dan jiwa mereka sendiri dalam praktek-praktek sufi.
Setelah Yahya bin Umar meninggal pada tahun 1056 m, tampuk
kekuasaan diambil alih oleh adiknya yang bernama Abu Bakar dan
kemanakannya bernama Yusuf bin Tasyfin. Setelah Abdullah bin Yasin
meninggal pada tahun 1059 M, dalam suatu pertempuran Samudera
Atlantik. Sepeninggal Abdullah bin Yasin, tampuk kekuasaan dan
wilayah-wilayah kekuasaan kaum ribath diambil alih oleh Abu Bakar
dan Yusuf bin Tasyfin.
Ketika terjadi konflik di antara suku-suku yang ditinggalkannya di
bagian utara, kedua berpisah. Abu Bakar kembali ke Sahara untuk
mengembalikan keamanan dan ketertiban. Sementara Yusuf bin Tasyfin
melanjutkan usaha penaklukannya ke wilayah Utara. Usaha keduanya
berhasil dengan baik. Karena itu, Abu Bakar berkeinginan kembali ke
utara dan mengambil kekuasaan. Tetapi apa yang diharapkan Abu Bakar
tidak menjadi kenyataan. Karena kedatangannya ke wilayah Magribi
tidak diharapkan oleh Yusuf bin Tasyfin dan istrinya bernama Zainab.
Karena itu, ketika Abu Bakar tiba Yusuf tidak pernah menyinggung soal
kepemimpinan. Yusuf hanya memberikan hadiah dengan jumlah yang
cukup banyak.
Tampaknya Abu Bakar tidak mau bersitegang dengan
kemanakannya hanya karena persoalan politik kekuasaan. Karena ia

11
menyadari bahwa latar belakang berdirinya kelompok ini semata
bertujuan memberikan peringatan kepada semua orang dan para
penguasa yang telah melakukan penyimpangan ajaran agama. Karena itu
kemudian ia pergi meninggalkan Mahgribi dan kembali ke Sahara, terus
pergi ke Sudan dan meninggal disini. Setelah satu tahun Yusuf bin
Tasfin memimpin kesultanan Al-Murabithun, dia langsung membangun
kota Marrakech dan menjadikannya sebagai ibu kota pemerintahannya.
Ekspansi wilayah masih terus dilanjutkan dan bahkan sampai ke
Aljazair. Ia menganggkat pejabat dari kalangan Murabithun untuk
menduduki jabatan gubernur pada wilayah taklukan, sementara ia
memerintah di Maroko. Pada masa Yusuf Tasyfin ini Murabithun
mengalami kejayaan.
Puncak prestasi karir politik Yusuf bin Tasyfin dicapai ketika ia
berhasil menyeberang ke Spanyol. Keberangkatannya ke Spanyol atas
undangan amir Cardoba, Al-Mu’tamid bin Abbas, yang terancam
kekuasaan oleh raja Alfonso VI (raja Leon Castelia). Dalam
melaksanakan perjalanan ini Yusuf Bin Tasyfin mendapat dukungan dari
Muluk al Thawaif Andalus. Dalam sebuah pertempuran besar di
Zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/ 23 Oktober 1086 M, ia berhasil
mengalahkan raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan
Malag. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir al-Mukminin. Pada
akhirnya ia juga berhasil menaklukan Muluk al-Thawaif. Kemudian
menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan yang dibangun.Yusuf juga
berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz. Kemudian menaklukan
kerajaan Saragosa dan pulau Balearic.
Yusuf bin Tasfin wafat dalam usia seratus tahun (1106), yang pada
waktu itu kekuasaannya telah sampai ke Liberia Selatan termasuk juga
Valencia dan Afrika Utara dari kepulauan Atlantik sampai dengan
Aljazair. Warisan yang cukup luas tersebut diterima anaknya yang
bernama Ali bin Yusuf bin Tasfin dan berhasil melanjutkan politik
pendahulunya dengan mengalahkan anak Alfonso VI tahun 1108.

B. Dinasti Muwahhidun
Pada masa akhir Murabithun, Abdullah bin Tumart, seorang sufi
Mesjid Cardoba, melihat sepak terjang kaum Murabithun, ia ingin
memperbaikinya. Ia kemudian berangkat ke Baghdad dan menambah
ilmu kepada iman al-Ghazali. Setelah dirasa memadai ia kembali,
tinggal di Maroko. Disitu ia mulai mengkeritik dan mencela perbuatan
raja-raja Murabithun yang bersalahan dengan syari’at Islam, yang
menurut fahamnya tidak mengikuti sunnah Rasul.
Selain itu, dalam catatan sejarah, Ibnu Tumart pernah belajar di
pusat-pusat studi Islam kenamaan, seperti di Cardoba, Alexandria,
Makah dan Bagdad. Dikota Bagdad, Ibnu Tumart pernah belajar di
Madrasah Nidlamiyah, sebuah perguruan tinggi terkemuka di kota
Bagdad. Dalam pengembaraan ilmiahnya banyak berdialog dengan
pemikiran-pemikiran yang aktual saat itu, diantaranya adalah soal tidak
diperlukan lagi bagi para penganut mazhab Maliki untuk belajar tafsir
Al-Qur’an dan Al-Hadist, karena keduanya telah dilakukan oleh Imam
Malik. Kenyataan ini membuat Ibnu Tumart merasa ditantang. Untuk
mengimbangi pemikiran seperti itu, ia menyerukan kepada umat Islam

12
di Andalusia, agar menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ijma’
sahabat sebagai dasar dari ajaran Islam. Selain itu ia menolak ra’yu dan
Qias sebagai dasar hukumPemikiran keagamaan dan hukum yang
stagnan (mandek) serta pendidikan yang rendah pada masa
pemerintahan dinasti Murabithun, dijadikan sebagai motifasi dirinya
untuk pergi ke Bahdad mencari ilmu. Sekembalinya dari Bagdad ke
Afrika Utara, Ibnu Tumart pada tahun 1100 M bertekad untuk
melakukan pemurnian ajaran Islam. Karena menurutnya, ajaran Islam di
bawah Murabithun, mengalami penyimpangan. Gerakan ini didasari atas
keinginan untuk memurnikan ajaran Islam, berdasarkan Tauhid. Karena
itu, gerakan ini kemudian dikenal dengan sebutan Muwahhidun.
Meskipun Ibnu Tumart dianggap sebagai pencetus gerakan
Muwahhidun, namun ia sendiri tidak pernah menjadi sultan.Yang lebih
terkenal adalah Abd al-Mu’min yang awalnya sebagai panglima. Ia
akhirnya memimpin dinasti al-Muwahhidun selama 33 tahun (1130-
1163) dengan membawa kemajuan pesat.
Ibnu Tumart sebagai pencetus , mula-mula pergi ke Tanmaal di
wilayah Sus untuk menyusun kekuatan. Yang pertama dilakukan adalah
memberantas paham golongan Murabbitun yang menyimpang,
menyerukan kemurnian tauhid menentang kekafiran, antrophomorpisme
dan mengajak ummat menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar walau
harus dengan kekerasan. Murid-murid disuruh membuat benteng agar
sukar bagi musuh hendak memasukinya. Di Tanmaal inilah Ibnu
Tumart merumuskan system militernya sebagai organisasi pemerintahan
.
Ensiklopedi Islam III, penyebutan nama gerakan ini dengan nama
Al-Muwahhidin, yang artinya golongan yang berfaham tauhid,
didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang memerangi fahan al-
tajsim, yang menganggap bahwa Tuhan mempunyai bentuk
(antropomorfisme). Ibnu Tumart sendiri mendakwahkan bahwa ayat-
ayat yang berkaitan dengan sifat Tuhan yang tersebut dalam kitab suci
Al-Qur’an, seperti “tangan Tuhan”, tidak dapat ditakwilkan (dijelaskan),
tapi dia harus dipahami apa adanya. Justru itu faham al-tajsim adalah
benar-benar musyrik dan harus diperangi. Ibnu Tumart menganggap
bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus
dilakukan dengan kekerasan. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan
prinsipnya, Ibnu Tumart tidak segan-segan menggunakan kekerasan.
Seperti yang dilakukannya kepada saudara perempuan seorang gebernur
di kota Fez, dengan cara memukul gadis tersebut karena tidak memakai
kerudung. Bahkan tradisi yang sudah berurat berakar pun, seperti
minuman khamar, musik dan kesenangan terhadap pakaian yang
mewah, ditentang habis-habisan oleh Ibnu Tumart.
Sikap keras yang diperankan oleh Ibnu Tumart ini ditentang oleh
sebagian besar masyarakat, terutama ulama dan penguasa. Untunglah
dakwahnya kemudian diterima dan mendapat dukungan dari
berbagai suku Berber seperti suku Haraqah, Hantamah, Jaduniwiyah,
dan Janfisah.
Setelah mendapat pengikut yang banyak dan kepercayaan penuh
dari orang-orang terkemuka di sukunya, pada tahun 1121 M ia mengaku

13
dirinya sebagai Al-Mahdi dan bertekad untuk mendirikan pemerintahan
Islam yang didasari atas prinsip ketauhidan.
Untuk mengujudkan semua keinginannya, Ibnu Tumart mengirim
sejumlah pengikutnya ke berbagai tempat untuk mengajak penduduk itu
kejalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam dan menyelamatkan diri
dari ajaran kelompok Murabithun yang dianggap telah menyekutukan
Allah. Anjuran yang selalu diajarkan kepada pengikutnya adalah untuk
berakhlak mulia, taat undang-undang, shlalat tepat pada waktunya,
membawa wirid yang dibuat Al-Mahdi dan buku-buku akidah
Muwahihidun.
Sejak ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi, pengikutnya terus
bertambah dan berhasil menghimpun sejumlah orang Barbar yang
ketuanya adalah sahabat atau murid Ibnu Tumart. Dari sinilah kemudian
Ibnu Tumart menyusun konsep dan memberikan definisi yang jelas bagi
kelompoknya.
Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada
mulanya dakwah Ibnu Tumart adalah murni didasari oleh keagamaan,
artinya tidak didasari oleh kepentingan-kepentingan lain melainkan
semata-mata menegakkan tauhid secara murni. Namun seiring dengan
waktu dan jumlah pengikutnya semakin bertambah karena didasari
dengan dakwahnya dapat diterima oleh orang banyak, disisi lain Dinasti
Murabitun semakin lemah, akhirnys Ibnu Tumart berambisi untuk
menjatuhkan dan merebut kekuasaan Dinasti Murabithun.
Selanjutnya dibentuklah kota sebagai pusat pemerintahan, yaitu
suatu daerah di bagian Selatan Maroko, dan dari sini pulalah
dilancarkan seruan perang suci untuk menaklukan daerah-daerah
sekitarnya. Sarana utama yang digunakan dalam Kordinir kegitan
jama’ah, Ibnu Tumart membangun sebuah Mesjid yang megah di Ibu
kota Dinasti al-Muwahhidin.
Adapun stuktur Negara dala pemerintahan Al-Muwahidun yang di
bentuk Ibnu Tumart terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
1. Al-Asyrah, (dewan Sepuluh), semacam Dewan Menteri disebut
juga dengan nama Ahl al-Jama’ ah.
2. .Al-Khamsin (Dewan Lima Puluh), semacam senat.
3. Al-sabi’in (Dewan Tujuh Puluh), semacam Dewan Perwakilan
Rakyat.
4. Al-Talabah, Dewan Ahli yang terdiri dari Ulama-ulama Yunior.
5. Ahl-Dar, (keluarga Istana).
6. Kabilah Haragah, yaitu Kabilah Ibnu Tumart sendiri.
7. Ahl Tainmul (Pasukan Inti), mewakili beberapa kabilah.
8. Kabilah Jadmiwah.
9. Kabilah Janfisah.
10. Kabilah Hantamah.
11. Kabila-kabilah Al-Muwahhidun.
12. Para Prajurit.
13. Al-Girrat, yaitu rakyat biasa.
Dari ketiga belas stuktur diatas, masing-masing kelompok telah
mempunyai tugas dan tanggungjawabnya, namun kedudukan yang
paling tinggi adalah urutan pertama (al-‘Asyrah) yang sekaligus
berwenang untuk memilih, mengangkat dan membai’at imam atau

14
kepala pemerintahan. Dan semua struktur yang ada sama-sama
mempunyai kewajiban dan tugas yang sama dalam mensukseskan
dakwah Al-Muwahhidin.
Kontak pertama dengan Murabithun terjadi ketika Gubernur Sus
dengan pasukannya menyerang suku Hurglah yang membangkang
terhadap pemerintahan Murabithun. Tetapi pasukan itu dapat dikalahkan
oleh kelompok Muwahhidun. Kemenangan pertama ini membangkitkan
semangat kelompok Muwahhidun untuk melakukan serangan ke
Maroko. Dengan kekuatan besar, kelompok Muwahiddun berusaha
menaklukan Maroko pada tahun 1125 M, tetapi gagal.
Setelah mempunyai pengikut yang besar, maka pada tahun 1129
dengan jumlah pasukan 40.000 orang dibawah komando Abu
Muhammad Al-Basyir Al-Wansyarisi, mereka menyerang kota
Marrakech, sebagai salah satu kota penting dalam dinasti Al-Murabithun,
yang terkenal dalam sejarah dengan nama “Perang Buhairah”. Dalam
peperangan ini pihak Al-Muwahhidun menderita kekakalahan, banyak
diantara prajuritnya yang gugur serta beberapa anggota al-Asrah
termasuk komandannya sendiri Al-Wansyarisi, dan empat bulan
kemudian Ibnu Tumart sendiri juga wafat.
Sesudah Ibnu Tumart meninggal dunia, Abdul Mukmin bin Ali,
dibai’at sebagai penggantinya. Setelah mendapat pengakuan dan
dinobatkan oleh Dewan 10 orang.Ia diberi gelar bukan Al-mahdi,
melainkan Khalifah. Pada masa kepemimpinannya inilah Al-
Muwahhidin banyak meraih kemenangan dalam beberapa peperangan.
Setelah dinyatakan sebagai khalifah, langkah pertama dilakukannya
adalah menundukkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri
kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia
berhasil menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Murabithun, seperti
Tlemcen, Fez, Tangier dan Aghmat. Setelah itu Andalusia dikuasainya
pada tahun 1145 M. Kemudian pada tahun 1147 M seluruh wilayah
Murabithun di kuasai Muwahhidun.
Sejak Marrakech dikuasai, pada tahun 1146 Abdul Mukmin bin Ali
memindahkan ibu kota pemerintahan dari Tinmal ke kota tersebut dan
dari sana ia menyusun ekspansinya ke berbagai daerah, sehingga ia bisa
menguasai Al-Jazair (1152), Tunisia (1158), Tripoli –Libya (1160).
Dalam masa pemerintahan Abdul Mukmin bin Ali inilah, wilayah
kekauasaan Al-Muwahidun membentang dari Tripoli hingga ke
Samudera Atlantik sebelah barat, merupakan suatu prestasi gemilang
yang belum pernah dicapai Dinasti atau Kerajaan manapun di Afrika
Utara.
Pada tahun 1162 Abdul Mukmin bin Ali meninggal dunia, beliau
digantikan puteranya sendiri yang bernama Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul
Mukmin, yang sama seperti ayahnya ingin memperluas wilayah
kekuasaannya, baik ke Utara maupun ke Timur. Dalam masa
kepemimpinannya paling tidak ada dua kali penyerangan yang
dilakukannya ke Andalusia. Pertama pada tahun 1169 di bawah
pimpinan saudaranya Abu Hafs, mereka berhasil merebut Toledo, kedua
pada tahun 1184 yang dikomandoinya sendiri, dan berhasil menguasai
wilayah Syantarin sebelah Barat Andalusia, sekaligus menghancurkan
pertahanan tentara Kristen di daerah Lissabon (ibu kota Portugal saat

15
ini), sekalipun Abu Ya’kup sendiri luka berat yang mengakibatkan
kematiannya.
Abu Ya’kup digantikan Abu Yusuf al-Manshur (1184 -1199). Al-
Manshur mencatat kemenangan atas penduduk bani Hamad di Bajaya
setelah ia meminta bantuan Bahaduun, panglima Shalahuddin al-Ayyubi
1184 M. Tahun 1195 Abu Ya’cub berhasil mematahkan Alfonso VIII
setelah menguasai banteng Alarcos kemudian menguasai Toledo dan
akhirnya kembali ke Sevilla (sebagai ibu kota baru). Kemudian Al-
Mansur digantikan Muhammad al-Nashir. Ia dikalahkan dalam
pertempuran di Toulose, sejak itu kerajan Muwahidun melemah, orang
Kristen yang pernah ditaklukan memberontak. Sebab itulah habislah
kekuasaan Muwahidun di Andalusia.

C. Kekuasaan Sevillia
Sevilla merupakan kota yang indah, terletak di tepi sungai Guadal
Quivir. Pernah dijadikan ibukota kerajaan Mulukutthawaif. Pada masa
kerajaan Muwahhidun dibawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub
(1163-1184 M), di sevilla didirikan masjid yang sangat indah. Sevilla
merupakan kota kedua setelah Madrid. Banyak sekali peninggalan-
peninggalan Islam, karena Islam pernah menguasainya selama 5 abad.
Gereja Santa Maria dahulu merupakan masjid yang diubah menjadi
gereja dengan menara yang indah dan masih utuh sampai sekarang, dan
bernama Latour Giralda; tingginya 70 meter dan dasarnya 13,60 meter.
Sekarang puncaknya berisi penuh arca yang terbuat dari perunggu yang
tingginya 4 meter dengan berat 1288 kg.
Dan yang merupakan sumbangan terhadap dunia ialah timbulnya
banyak universitas, misalnya universitas Kordova, Sevilla, Malaga dan
Granada. Siswa-siswa dari luar negeri menyukai Universitas Granada
dengan jurusan-jurusan ilmu ketuhanan, falsafah, kedokteran,
kimia,astronomi, dan yurispudensi. Pada waktu Islam meninggalkan
Sevilla, kunci kota Sevilla diserahkan kepada Raja Ferdinand, kemudian
masjid Sevilla dijadikan gereja Santa Maria de La Sade.
Pada masa kekuasaan dinasti Umayyah II menggantungkan
sebagian besar pendapatannya dari bea ekspor dan impor. Seville , salah
satu pelabuhan terbesar, mengekspor kapas, zaitun dan minyak. Di
samping itu, mengimpor kain dan budak dari Mesir serta para biduanita
dari Eropa ke Asia. Barang-barang yang diekspor dari Malaga meliputi
kunyit, daun ara, marmer, dan gula. Negeri Andalusia menjadi salah satu
daratan di Eropa yang paling makmur dan paling padat penduduknya.
Ibukota dipadati oleh sekitar 13000 tukang tenun dan sebuah industri
kulit. Dari Andalusia, kerajinan seni hias timbul dengan media kulit di
bawa ke Maroko. Kemudian dibawa ke Prancis dan Inggris.
Kemudian perkembangan di bidang Pendidikan dan IPTEK,
Banyak muslim Andalusia yang menuntut ilmu di negeri Islam belahan
Timur dan tidak sedikit pula ulama dari timur yang mengembangkan
ilmunya di Andalusia. Prestasi umat Islam dalam memajukan ilmu
pengetahuan tidak diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja
keras melalui beberapa tahapan sistem pengembangan. Mulanya
dilakukan beberapa penerjemah kitab-kitab klasik Yunani, Romawi ,
India , dan Persia. Kemudian dilakukan pensyarahan dan komentar

16
terhadap terjemah tersebut, sehingga lahir komentator-komentator
muslim kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi teori-teori yang sudah
ada, yang acap kali melahirkan teori baru sebagai hasil renungan
pemikir-pemikir muslim sendiri. Oleh karena itu, umat Islam tidak
hanya berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari
zaman klasik ke zaman baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan
mereka yang besar sekali artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan
modern.
Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu
tidak terlepas kaitannya dari kerjasama yang harmonis antara
penguasa,hartawan, dan ulama. Umat Islam di negara-negara Islam
waktu itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban
pemerintahan.Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat
peradaban yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorangpun
penduduknya yang buta huruf. Dalam masa itu, Eropa Kristen baru
mengenal asas-asas pertama ilmu pengetahuan itupun terbatas hanya
pada beberapa para pendeta saja. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan
peradaban Arab mengalir ke negara-negara Eropa Kristen, melalui
kelompok-kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di
universitas Cordoba, Malaga, Granada, Seville atau lembaga-lembaga
ilmu pengetahuan lainnya di Andalusia. Yang pada gilirannya kelak
akan mengantarkan Eropa memasuki periode baru masa kebangkitan.

6. Periode Keenam ( 1248-1492 M )


Pada periode ini, Islam hanya berkuasa didaerah Granada, di bawah
dinasti Bani Ahmar (1232-1429 M). Peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nashir. Akan tetapi secara
politik dinasti ini hanya hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Setelah perjanjian perdamaian dengan Raja Pedro dari
Kastilia, Granada menjadi sebuah negara yang aman merdeka hingga hampir
150 tahun berikutnya. Umat Islam diberi kemerdekaan, kebebasan bergerak
dan beragama, dan dibebaskan dari upeti selama 3-tahun. Setelah tiga tahun,
umat Islam diharuskan membayar upeti tidak lebih dari yang diharuskan
sebelumnya pada masa Banu Nasri. Peradaban kembali mengalami
kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman III. Akan tetapi, secara politik,
dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil.
Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Fernando II dari Aragon dan
Ratu Isabel I dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada,
yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Fernando dan
Isabel kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang
mereka sebagai perang suci. Mereka mengalahkan satu persatu perlawanan
umat Islam dan akhirnya pengepungan tersebut berakhir saat Sultan
Granada Muhammad Abu Abdullah (Boabdil) menyerahkan istana dan
benteng Granada, Alhambrakepada kekuasaan Kristen, dan menandai
berakhirnya kekuasaan Islam di Iberia.
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol.
Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam.Arsitektur-
arsitektur bangunannya terkenal diseluruh Eropa. Disana terdapat sebuah

17
istana yang indah yang dibuat oleh raja-raja Bani Ahmar yang diberi nama
“AL-HAMRA”. Istana Al-Hamra terdidir dari beberapa ruangan, antara lain:
 Qa’at Shafra (ruangan kuning). Ruangan ini yang paling indah dan
dibuat oleh sultan Abu Al-Hujaj Yusuf bin Al-Ahmar.
 Qa’at Hukmi (ruangan pengadilan).
 Taman Singa (taman hiburan).
 Qa’at Bani Siraj.
 Qa’at Al-ukhtain (ruang dua bersaudara perempuan)
 Hausy Ar-Raikhan (ruang istirahat Sultan).
 Di sana terdapat menara Al-Hamra yang tingginya 26 cm.
Pada setiap tanggal 2 januari terdengar bunyi lonceng raksasa yang
beratnya 1200 kg, sebab pada tanggal tersebut merupakan jatuhnya Granada
ketangan orang-orang Kristen pada tahun 899 H (1492 M), dan selanjutnya
masjid Al-Mulk di Granada di jadikan gereja “SANTA MARIA”.
Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadinya
beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul Hasan
dengan anaknya yang bernama Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen
yang berusaha memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal,
saudara Abul Hasan. Zaghal menggantikan Abul Hasan sebagai penguasa
Granada. Zaghal berusaha mengajak Abu Abdullah menggabungkan
kekuatan dalam menghadapi musuh. Tapi ajakan itu ditolaknya. Ketika
terjadi pergolakan politik antara Zaghal dan Abu Abdullah, pasukan Kristen
melakukan penyerbuan dan berhasil menguasai Alora, Kasr Bonela, Ronda,
Malaga, dan Loxa. Pada serangan berikutnya, Zaghal menyerah dan
melarikan diri ke Afrika Utara. Satu-satunya kekuatan Muslim berada di
kota Granada dipimpin oleh Abu Abdullah yang kemudian dihancurkan oleh
Ferdinand. Abu Abdullah dipaksa menyampaikan sumpah setia kepada
Ferdinand dan bersedia melepaskan harta kekayaan ummat Islam sebagai
imbalan dari diberikannya hak hidup dan kebebasan beragama bagi orang
Islam. Peralihan kekuasaan yang menyedihkan itu terjadi pada tanggal 3
Januari 1492 M.
Dengan demikian, berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol. Umat Islam
setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi
meninggalkan Spanyol. Akibatnya, pada tahun 1609 M, dapat dikatakan
tidak ada lagi umat Islam yang hidup di daerah ini.

II. KEMAJUAN YANG DICAPAI


Lebih dari tujuh abad dan umat Islam telah mencapai kejayaannya di
Spanyol. Banyak kemajuan dan prestasi yang diperoleh umat Islam di Spanyol,
bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks. Islam di Spanyol telah menunjukkan kemajuan pada
bidang ilmu pengetahuan, musik dan seni, bahasa dan sastra, dan kemajuan pada
pembangunan fisik.

Kemajuan Intelektual Masyarakat Spanyol


Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-
komunitas Arab [Utara dan Selatan], al-Muwalladun [orang-orang Spanyol yang
masuk Islam], Barbar [umat Islam yang berasal dari Afrika Utara], al-Shaqalibah
[penduduk daerah antara Konstanstinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan
Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran],

18
Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih
menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir,
memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya
Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmu pengetahuan, sastra dan
pembangunan fisik di Spanyol34. Untuk itu, perlu mengkaji kemajuan yang
dicapai umat Islam Spanyol, sebagai berikut :
A. Bidang Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat
berilian dalam bentangan sejarah Islam. Umat Islam berperan sebagai
jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke
Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan
mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan dinasti
Bani Umayyah yang ke-5 Muhammad ibn Abd al-Rahman [832-886 M].
Atas inisiatif al-Hikam [961-976 M], karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Tumur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi
Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para
pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filosof-filosof besar pada masa-masa sesudahnya. Pada
perkembangan selanjutnya, lahirlah tokoh utama pertama dalam sejarah
filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang
lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayig,
dilahirkan di Saragosa, kemudian ia pindah ke Sevilla dan Granada dan
meninggal karena keracunan di Fez pada tahun 1138 M dalam usia yang
masih muda. Seperti al-Farabi dan ibn Sina di Timur, masalah yang
dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis dengan magnum opusnya
adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abd Bakr ibn
Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur
Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ibn Thufail,
banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, serta karya
filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan. Pada bagian
akhir abad ke-12 M, menjadi saksi munculnya seorang pengikut
Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn
Rusyd dari Cordova. Ibn Rusyd, lahir pada tahun 1126 M dan
meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam
menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan
agama. Ibn Rusyd, juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.

B. Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan
lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas, termasyhur
dalam ilmu kimia dan astronomi. Abbas ibn Farnas, adalah orang
pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu36. Ibrahim ibn
Yahya al-Naqqash, terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. al-
Naqqash, juga berhasil membuat teropong modern yang dapat
menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas
dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hisan bint
Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli

19
kedokteran dari kalangan wanita. Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn
Jubair dari Valencia [1145-1228 M] menulis tentang negeri-negeri
muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier [1304-
1377 M] mencapai Samud menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn
Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di
atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudia pindah ke Afrika.
Itulah sebagai nama-nama besar dalam bidang sains yang terkenal pada
masanya di Islam Spanyol.

C. Bidang Fikih
Dalam bidang fikir, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut
mazhab Maliki. Orang yang membawa dan memperkenalkan mazhab ini
di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Kemudian perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa
Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya di antaranya adalah
Abu Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm
yang terkenal.

D. Bidang Musik dan Kesenian


Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai
kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki
Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab
selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai
penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu turunkan kepa anak-anaknya
baik pria maupun wanita, dan juga kepada budakbudak, sehingga
kemasyhurannya tersebar luas.

E. Bidang Bahasa dan Sastra


Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan
Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan
non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli
mereka. Mereka juga banyak ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik
keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka-mereka itu antara
lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-
Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-
Gharnathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra
banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-
Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid
karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi karya-karya yang lain39 .

Kemegahan Pembangunan Fisik.


Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam
sengat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun.
Bidang pertanian demikian juga. Sistem Irigasi baru diperkenalkan kepada
masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-
kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan.
Tampat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air. Orang-
orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau
dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk

20
konservasi [penyimpanan air]. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air [water wheel] asal Persia yang dinamakan na’urah
(Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan tanaman-tanaman.
Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang
punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit,
logam, dan industri barang-barang tembikar. Namun demikian,
pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah gedung-
gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-
taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota al-
Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun,
mesjid Seville, dan istana alHamra di Granada.

A. Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang
kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim,
kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun untuk
menghiasi ibukota spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-
bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana
yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap
istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya
terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova
lainnya adalah mesjid Cordova. Menurut ibn al-Dala’i, terdapat 491
mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah
adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat 900
pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan–perkampungan
yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim
mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 km.

B. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di
Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir
Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa
akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur
bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah
dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol
Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa
diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar,
menara Girilda dan lain-lain

C. Faktor-faktor Pendukung
Kemajuan Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh
adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu
mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-
Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman
al-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut
ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang
mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara
penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah

21
Muhammad Ibn Abd al-Rahman [852-886] dan al-Hakam II al-
Muntashir [961-976]. Toleransi beragama ditegakkan oleh para
penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga
mereka ikut berpartisispasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orangorang
Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai
dengan ajaran agama mereka masing-masing43 . Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari
berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan
ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat
bekerjasama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad
dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat
tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya,
banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah
Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-
gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam
terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut
kesatuan budaya dunia Islam. Perpecahan politik pada masa Muluk
al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu
pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap
dinasti [raja] di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain
berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova
merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat
peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju

III. FAKTOR KEMUNDURAN


Di antara penyebab utama kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara
lain:
A. Konflik Islam dan Kristen
Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna.
Mereka nampaknya merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-
kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan
hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional dengan syarat
tidak melakukan perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab
Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti
dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan yang pesat, sementara umat Islam sedang mengalami
kemunduran. Bahkan, banyak orang Kristen memakai nama-nama Arab dan
meniru cara hidup lahiriyah kaum Muslimin. Bahasa Arab pun menjadi salah
satu bahasa utama (Lebor, 2009: 112). Istilah Muzarabes (Arabisasi) yang
digalakkan terhadap orang-orang Spanyol Kristen menyebabkan bahasa
Latin hampir terlupakan (Arnold, t.th.: 122).

B. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu


Pada dasarnya, para muallaf semestinya diperlakukan sama sebagai
orang Islam yang sederajat. Namun di Spanyol sebagaimana politik yang

22
dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang Arab tidak pernah mau
menerima orang Islam pribumi. Setidaknya sampai abad ke-10 M, mereka
masih memberikan istilah ibad dan muwalladun kepada para muallaf yang
merupakan suatu ungkapan yang merendahkan. Konsekuensinya, kelompok-
kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak
perdamaian yang pada akhirnya mendatangkan dampak besar terhadap
sosio-ekonomi negara tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi
yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang
dapat menjadi personifikasi ideologi itu.

C. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai
membina perkonomian. Padahal, peradaban kuat tanpa ditopang dengan
ekonomi yang mapan dapat dipastikan akan hancur. Terbukti dengan
timbulnya kesulitan ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi
politik dan militer penguasa Islam Spanyol. 4. Tidak Jelasnya Sistem
Peralihan Kekuasaan Tanpa adanya sistem peralihan kekuasaan yang pasti,
perebutan kekuasaan di antara ahli waris pasti akan muncul. Munculnya
muluk al thawaif yang akhirnya memaksa runtuhnya kekuasaan bani
Umayyah tak dapat dihindari. Salah satu penyebab jatuhnya Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol ke tangan Ferdinand
dan Isabella adalah permasalahan ini.

D. Keterpencilan
Diakui bahwa Spanyol Islam nampak terpisah dan terpencil dari dunia
Islam lain yang berpusat di Timur. Ia selalu berjuang sendirian tanpa
mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Ketika Islam Spanyol mendapat
serangan, bantuan dari wilayah lain tidak bisa segera datang. Akibatnya,
ketika Kristen bangkit, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu
membendung serangan mereka.

Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa


Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi
kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik.
Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti
Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban
Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan
peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol
berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya
Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Yang
terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd [1120-1198 M]. Ibn Rusyd,
melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas
pemikiran Aritoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran
bebas. Ia mengedepanka sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme
dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di
Eropa timbul gerakan Averroeisme [Ibn Rusyd-isme] yang menuntut kebebasan
berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme
ini. Berawal dari gerakan Averroeisme inilah Eropa kemudian lahir reformasi pada

23
abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.50 Buku-buku Ibn Rusyd di cetak
di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya
terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16
M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk didalamnyapemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa
berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-
universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada,
dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku
karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah
pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah universitas yang sama. Universitas
pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga
puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru
berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitasuniversitas itu, ilmu yang mereka
peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu
pasti, ilmu filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran
al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd51 . Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa
yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan bangkitan
kembali [renaissance] pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya
pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang
dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali kedalam bahasa Latin52 . Walaupun
Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia
telah membina gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakangerakan itu adalah:
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik [renaissance] pada abad ke-14 M
yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad
ke-17M, dan pencerahan [aufklaerung] pada abad ke-18.

BAB III
KESIMPULAN

1. Keadaan politik, sosial, dan ekonomi di Andalusia sebelum kekuasaan Islam


masuk, dalam keadaan kacau. Kekuasaan Islam di Andalusia berlangsung dalam
masa tujuh abad lebih, yaitu dari tahun 711- 1492 M. Adapun tokoh sentral yang
berperan pada proses masuknya Islam di Andalusia adalah Tharif bin Malik, Musa
bin Nushair, dan Thariq bin Ziyad.

2. Periodisasi perkembangan islam di Andalusia terbagi menjadi enam periode yaitu


masa perintisan ( 711-755 M ), masa pembangunan peradaban ( 755-912 M ), masa

24
keemasan (912-1013 M), masa dinasti kecil ( 1013-1086 M ), masa kekuasaan islam
dari Afrika Utara, dengan rentang waktu 1086-1248 M, dan masa dinasti bani Ahmar
atau Nasar, dalam rentang waktu 1248-1492 M.

3. Para sejarawan berpendapat bahwa kekuasaan Islam di Andalusia mengalami


kemajuan dan kemunduran. Faktor yang mendorong kemajuan adalah kebijakan
pemerintahan, dan toleransi yang diterapkan oleh kekuasaan islam. Sedangkan faktor
yang mendorong kemunduran adalah adanya konflik, tidak adanya ideologi yang
menyatukan suku-suku, keterpencilan dan lemahnya sistem peralihan kekuasaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat, Kajian sejarah Perkembangan


Pemikiran Negara, Masyarakat, dan kekuasaan. Jakarta: Gramedia.
2. Syalabi, A. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Al-Husna Zikra.
3. Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
4. https://www.kompasiana.com/regizhara/5a1579499f91ce5e6309dbf2/perkembanga
n-islam-pada-masa-daulah-umayyah-di-andalusia?page=all
5. https://harkaman01.wordpress.com/2013/01/08/sejarah-peradaban-islam-di-
andalusia/
6. https://www.academia.edu/31824111/Sejarah_Peradaban_Islam_di_Spanyol.docx

25
7. https://istiqlalart.wordpress.com/2012/01/26/perkembangan-islam-di-spanyol/
8. https://www.academia.edu/9063578/Sejarah_Peradaban_Islam_pada_Masa_Dinasti
_Murabitun_dan_Muwahidun
9. https://www.academia.edu/32714174/SEJARAH_DINASTI_MURABITUN_Dari_
Maroko_Sampai_Andalusia_
10. http://politik132.blogspot.com/2013/03/dinasti-murabithun-dan-muwahhidun-bab-
i.html

26

Anda mungkin juga menyukai