Dibangun antara 1598- sampai 1629, Maidan Iman merupakan salah satu lapangan terbesar di
dunia yang terletak di pusat Kota Isfahan, Iran. Area ini juga dikelilingi oleh bangunan Dinasti
Safawi lainnya seperti Masjid Shah di sisi selatan, Masjid Syekh Lutfallah di sisi timur, Istana
Ali Qafu di barat.
Bangunan yang sekarang sudah ditetapkan UNESCO sebagai situs sejarah penting dalam daftar
warisan dunia ini memiliki pintu masuk utama yang terkenal dengan sebutan Bazar Isfahan di
bagian utara. Bazar Isfahan adalah pasar yang menjual macam-macam cendera mata khas
Isfahan, seperti mutiara istana, seni kaligrafi, dan lukisan.
Jembatan Khaju
Jembatan ini dibangun oleh Shah Abbas II yang memiliki fungsi ganda sebagai bendungan untuk
mengurai taman di sepanjang Sungai Zayandeh. Jembatan yang melintang di atas sungai
Zayandeh ini dibangun pada abad ke-17 M dan memiliki lorong beratap yang dihiasai dengan
keramik warna-warni.
Jembatan Khaju memiliki luas 23 meter persegi dengan panjang 105 meter dan lebar 14 meter.
Pada prasasti yang terdapat di jembatan tersebut terlihat bahwa jembatan itu pernah diperbaiki
pada 1873.
Gedung yang dibangun Dinasti Shafawiyah pada masa Shah Husein 1706 ini diperuntukkan
untuk sarana pendidikan. Letaknya di jalan Chahar-Bagh, salah satu jalan utama di Kota Isfahan.
Jika dilihat dari luar bangunan ini hanya tampak pintu gerbang yang terbuat dari besi dengan
tinggi menjulang dan besar. Sementara, dinding kuba dan sebagian besar dinding terbuat dari
batu bata dan lapisan keramik bermotif bunga dengan dominasi warna biru dan kuning terang.
Shah Husein memerintahkan pembangunan sekolah ini sebagai pusat pendidikan agama dan ilmu
pengetahuan di Isfahan. Sehingga, bangunan ini dikenal sebagai kawah candradimuka bagi
orang-orang yang belajar ilmu agama pada zaman tersebut.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Syafawiyah
Kerajaan Safawiyah mengalami kemunduran pasca pemerintahan Abbas I. Enam sultan
setelahnya tidak mampu untuk mempertahankan kemajuan yang sudah diraih oleh pendahulunya.
Para Sultan juga lemah dalam memimpin dan memiliki sifat buruk yang juga mempengaruhi
jalannya pemerintahan. Sehingga kerajaan Safawiyah banyak mengalami kemunduran dan tidak
mengalami perkembangan.
Sepeninggal Abbas I, pemerintahan diambil alih oleh Safi Mirza (1628-1642), ia merupakan
cucu dari Abbas I. Pada masa pemerintahannya, ia dikenal sebagai sultan yang lemah dan kejam
terhadap para pembesar-pembesar kerajaan. Ia juga tidak mampu mempertahankan kemajuan-
kemajuan yang berhasil dilakukan Abbas I. Selain itu, kota Kandahar berhasil dikuasai oleh
Dinasti Mughal dipimpin oleh Sultan Syah Jihan. Begitu pula dengan Baghdad yang berhasil
direbut oleh Turki Utsmani.
Setelah Safi Mirza, pemerintahan dipegang oleh Abbas II (1642-1667). Ia adalah sultan yang
suka minum-minuman keras, suka menaruh curiga terhadap para pembesar dan
memperlakukannya dengan kejam. Rakyatpun tidak begitu peduli dengan pemerintahan Abbas
II. Abbas II meninggal dikarenakan sakit. Selanjutnya dipimpin oleh Sulaiman (1667-1694), ia
memiliki kebiasaan buruk seperti Abbas II yang juga seorang pemabuk. Banyak terjadi
penindasan dan pemerasan. Terutama terhadap para ulama dan penganut paham Sunni serta
cenderung memaksakan paham Syiah. Sehingga tidak ada perkembangan yang berarti pada masa
pemerintahannya.
Keadaan semakin bertambah buruk pada masa pemerintahan Husein ( 1694-1722). Ia
memberikan kebebasan kepada para ulama Syiah untuk memaksakan paham Syiah dan
pendapatnya terhadap penganut Sunni. Hal ini memicu kemarahan dari golongan Sunni di
Afghanistan, sehingga mereka melakukan pemberontakan. Bangsa Afghan melakukan
pemberontakkan pertama kali pada tahun 1709 dipimpin Mir Vays dan berhasil merebut wilayah
Qandahar. Disisi lain pemberontakan terjadi di Herat yang dilakukan oleh suku Ardabil
Afghanistan dan berhasil menduduki Marsyad. Mir Vays diganti oleh Mir Mahmud dan ia dapat
mempersatukan pasukannya dan pasukan Ardabil. Sehingga ia mampu merebut kembali
wilayah-wilayah Afghan dari kekuasaan Safawiyah.
Syah Husein merasa terdesak karena ancaman-ancaman dari Mir Mahmud. Akhirnya, Syah
Husein mengakui kekuasaan dan mengangkat Mir Mahmud menjadi Gubernur di Qandahar
dengan gelar Husein Quli Khan (budak Husein). Kekuasaan ini dimanfaatkan oleh Mir Mahmud
untuk memperluas wilayah. Ia berhasil merebut Kirman dan Isfahan serta kembali memaksa
Syah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 Oktober 1722 M, Syah Husein
menyerah dan pada 25 Oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh
kemenangan. Kemudian Mir Mahmud digantikan oleh Asyraf untuk menguasai Isfahan.
Pemerintahan selanjutnya dilanjutkan oleh salah seorang putera Husein bernama Tahmasp II
(1722-1732), ia mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia. Dengan demikian, ia
memproklamasikan dirinya sebagai penguasa yang sah dengan pusat pemerintahan di kota
Astarabad. Tahmasp II melakukan kerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk
menaklukan bangsa Afghan yang berada di Isfahan pada tahun 1726 M. Pasukan Nadir Khan
berhasil merebut Isfahan pada tahun 1729 M. Asyraf terbunuh dalam peperangan itu. Dinasti
Syafawiyah kembali berkuasa.
Namun, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III (1733-1736) yang
merupakan anak dari Nadir Khan. Anaknya masih sangat kecil, sehingga pada 8 Maret 1736,
Nadir Khan mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan. Pada masa pemerintahan Nadir Khan,
Dinasti Safawiyah berhasil ditaklukan oleh Dinasti Qazar. Maka berakhirlah kekuasaan Dinasti
Safawiyah di Persia.