Anda di halaman 1dari 26

Kelompok : 1

Kelas : XI – IPS - 2

Anggota kelompok : Bisatul Ufra

Intan sufriyana

Laiyina Muttahassina

Maulidia Ananda

Meilissa Selsa Putri

Zalfanabira

KEJAYAAN UMAT ISLAM

Zaman Kejayaan Islam (750 M – 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan,
dan insinyur dari Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan
teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan
menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan geografi.
Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah
Arab dan Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke
Mekah menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para
pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar sekali.
Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada
ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Tiongkok yang
membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian.
Pedagang membawa barang dagangan dan menyebarkan agama mereka ke Tiongkok (berujung
pada banyaknya penduduk Islam di Tiongkok dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang,
yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk yang wilayahnya dikuasai oleh Tiongkok), India,
Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur
Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru dari
tempat-tempat tersebut.

Tokoh – tokoh Masa Kejayaan Islam Beserta Keilmuannya

1. Al- Kindi (188-260 H)


Al-Kindi bernama lengkap Yakub bin Ishak AI-Kindi, lahir di Kufah (sekarang salah satu kota di
Irak) tahun 188 Hijriah dan wafat di Bagdad pada 260 H. Berkat kontribusinya di bidang filsafat, Al-
Kindi tersohor dengan julukan filsuf Arab.

Ia menulis banyak karya di banyak sejumlah disiplin ilmu, mencakup metafisika, etika, logika,
psikologi, farmakologi, matematika, astrologi, optik, dan lain sebagainya.

2. Al-Farabi (258-339 H)

Al-Farabi bernama lengkap Abu Nashr Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlag AI-Farabi, lahir di
Farab, Transoxiana (Asia Tengah) pada 258 H dan wafat di Damaskus, Suriah, pada tahun 339 H.

Di bidang filsafat, kontribusi pentingnya adalah dengan menggabungkan filsafat Yunani dan
filsafat Islam. Ia juga amat ahli di bidang matematika, pengobatan, musik, agama, dan lain
sebagainya.

3. Ibnu Haitsam (354-430 H)

Ibnu Haitsam bernama asli Abu Ali Muhammad Al-Hasan bin Al-Haitsam lahir di Basrah (Irak)
pada 354 H dan meninggal dunia pada 430 H.

Karyanya yang terkenal adalah Kitab al-Manazir (Buku Optik) yang hingga kini diakui sebagai
rujukan ilmu optik di banyak universitas di dunia.

4. Ibnu Sina (370-428 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husein Ibnu Abdullah Ibnu Sina, lahir di Desa Afsyana
dekat Bukhara, kini termasuk Uzbekistan, pada 370 H dan wafat pada 428 H di Hamazan
(kemungkinan berada di wilayah Persia atau Iran).

Ibnu Sina menguasai bahasa Arab, geometri, fisika, logika, ilmu hukum Islam, teologi, dan ilmu
kedokteran. Pada usia 17 tahun, ia menjadi amat terkenal dan dipanggil untuk mengobati
Pangeran Samani, Nuh bin Mansyur.

5. Al- Ghazali (450-505 H)

Al Ghazali lahir di Thus, Iran, pada 450 H dan wafat pada 505 H. Ia bernama asli Abu
Hamid al-Ghazali. Al-Ghazali dianggap sebagai filsuf dan teolog terkenal di abad
pertengahan. Di Barat, ia dikenal dengan sebutan Algazel.

Al-Ghazali memperoleh pendidikan di Madrasah Imam AI-Juwaeni. Ia belajar mazhab


Syafi’i dan mendalami teologi Islam dan tasawuf. Berkat pengetahuannya yang luas dan
dalam, ia dipercaya memimpin Universitas Nizamiyya di Bagdad dan sekaligus menjadi guru
besarnya.

Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi


Kerajaan safawi di Persia meraih puncak keemasan dibawah pemerintahan syah Abbas I
selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor
seimbang bagi Kerajaan Turki Usmani. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan, kerajaan ini lebih
menonjol daripada kerajaan turki usmani, khususnya ilmu filsafat yang berkembang amat pesat.
Hurmuz sebagai pelabuhan utama berhasil dikuasai oleh Abbas I sehingga wilayah ini mampu
memjamin kehidupan perekonomian Safawi.

Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai muncul sepeninggalan Syah Abbas I. Secara
berturut-turut syah yang menggantikan abbas I adalah:

1. Safi Mirza (1628-1642 M)

2. Abbas II (1642-1667 M)

3. Sulaiman (1667-1694 M0

4. Husain (1694-1722 M)

5. Tahmasp II (1722-1732 M)

6. Abbas III (1733-1736 M).

Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan safawi, diantaranya dari perebutan kekuasaan
dikalangan keluarga kerajaan. Diakui bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah.
Safi Mirza merupakan pemimpin yang lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang
luar biasa terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa
pemerintahan Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh
kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan. Baghdad sendiri direbut oleh Kerajaan
Usmani.

Abaas II konon seorang raja pemabuk, akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut kembali.
Kebiasaan mabuk inilah yang menamatkan riwayatnya. Demikian halnya dengan sulaiman, ia
seorang pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Selama
tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan. Diyakini, konflik dengan turki Usmani adalah sebab
pertama yang menjadikan Safawi mengalami kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan
kerajaan yang lebih kuat dan besar daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh
konflik Sunni-Syi’ah.

Syah Husain adalah raja yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap
Syi’ah. Karena dia lah ulama syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan sunni. Inilah
yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di afganistan. Dan pemberontakan inilah
yang mengakhiri kisah kerajaan safawi. Pemberontakan bangsa afgan dimulai pada 1709 M di bawah
pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku
Ardabil di Herat yang berhasil menduduki Mashad.

Mir Vays digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Di bawahnyalah, keberhasilan
menyatukan suku afgan dengan suku ardabil. Dengan kekuatan yang semakin besar, Mahmud
semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan merebut wilayah afgan dari
tangan safawi. Bahkan ia melakukan penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah
tersebut.

Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh
Husain, Mahmud diangkat menajdi gubernur di Qandahar dengan gelar husain Quli Khan yang
berarti Budak Husain. Dengan pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan
siasatnya. Pada 1721 M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota
safawi itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober 1722
M Syah Husain menyerah dan 25 oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki kota Isfahan
dengan kemenangan.

Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan salah seorang putra Husain dengan dukungan
penuh suku Qazar dari rusia, memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di
Astarabad. Pada 1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir khan dari suku afshar untuk
memerangi dan mengusir bangsa afgan yang menduduki Isfahan. Asyraf sebagai pengganti Mir
Mahmud berhasil dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.

Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III yang
merupakan putra Tahmasp II, padahal usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi
politik Nadir Khan karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa
persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.

Kehancuran safawi juga dikarenakan lemahnya pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca
penggantian tentara Qizilbash. Hal ini karena pasukan Ghulam tidak dilatih secara penuh dalam
memahami seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan qizilbash tidak memiliki mental yang kuat
dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan militer Safawi sangat
lemah dan mudah diserang oleh lawan.

Demikianlah dinamika kekhalifahan Safawi di Persia. Sistem Syi’ah ini, diakui atau tidak, walau safawi
telah hancur, masih memiliki sisa-sisanya. Yang paling jelas tentulah dalam pemerintahan Republik
Islam Iran dewasa ini. Meskipun tidak secara penuh diadopsi, tapi inti dari yang dulu oleh Safawi
rumuskan dan dilembagakan tetap menjadi dasar yang tidak dapat dinafikan begitu saja.

Anda mungkin juga menyukai